Honje hutan
Honje hutan | |
---|---|
Bunga majemuk honje hutan Etlingera hemisphaerica | |
Klasifikasi ilmiah | |
Kerajaan: | Plantae |
Klad: | Tracheophyta |
Klad: | Angiospermae |
Klad: | Monokotil |
Klad: | Komelinid |
Ordo: | Zingiberales |
Famili: | Zingiberaceae |
Genus: | Etlingera |
Spesies: | E. hemisphaerica
|
Nama binomial | |
Etlingera hemisphaerica (Blume) R.M. Smith
| |
Sinonim | |
|
Honje hutan (Etlingera hemisphaerica) adalah sejenis tumbuhan rempah dari suku jahe-jahean (Zingiberaceae). Bunga dan buahnya yang masam dan berbau harum khas merupakan bahan campuran dan sekaligus bumbu penyedap berbagai macam masakan di Nusantara.
Honje hutan diduga berasal dari Jawa, tetapi kini telah ditanam di pelbagai wilayah di kawasan Malesia.[1] Di wilayah Sunda, tumbuhan ini dikenal sebagai honje leuweung, honje hejo, atau honje laka. Di Bengkulu dinamakan sikala; di Sulawesi timur disebut sekala; dan di Malaysia dipanggil kantan liar.[1][2]
Pemerian botanis
[sunting | sunting sumber]Sebagaimana umumnya kerabat suku jahe-jahean, rimpang honje hutan tumbuh di bawah tanah dekat permukaan. Darinya tumbuh batang-batang semu –yang sesungguhnya gabungan pelepah-pelepah daun– yang muncul tegak dan banyak, berdekat-dekatan, membentuk rumpun; masing-masing batang semu dapat mencapai tinggi 7 m dan gemang 2,5 cm, hijau tua, bulat torak, membesar di pangkalnya.[1] Rimpangnya tebal, kuat, banyak bercabang, dengan tunas hijau terang.
Daun 15-25 helai tersusun dalam dua baris di batang semu, berseling, yang terbawah jauh lebih kecil dari daun di bagian atas; helaian daun jorong memanjang, 15–75 cm × 5–15 cm, dengan pangkal membulat atau kadang-kadang bentuk jantung atau asimetris, tepi berjumbai halus, dan ujung meruncing pendek, hijau perunggu, gundul namun dengan banyak bintik dan urat daun yang kemerahan, dengan sisi bawah berwarna merah anggur.[1]
Bunga dalam karangan padat berbentuk gasing, muncul lateral dekat pangkal batang semu, bertangkai panjang 35–100 cm × 1-1,5 cm, daun-daun pelindung di tangkai antara 5–12 cm panjangnya. Daun pelindung karangan bunga bundar telur-jorong, 5–10 cm × 3–7 cm, merah, berdaging, ujung membulat atau dengan runcingan pendek, dengan tepian (margin) berwarna hijau terang. Bunga-bunga berjumlah banyak, 4–7 cm panjangnya. Daun pelindung bunga 3,5 cm × 1 cm, lebih pendek daripada bunga, merah dengan tepian hijau pucat. Seludang bunga (brakteola) agak tembus pandang, tersaput kemerahan, hingga 2,5 cm panjangnya. Kelopak merah, bertaju 3 pendek, panjang lk. 3,5 cm, terbelah di satu sisi. Mahkota bentuk tabung, 4–5 cm, putih, dengan taju 3 berwarna merah. Labellum[3] bundar telur lebar, bentuk perahu, ujung membundar dan tepian menggelombang, 2-2,5 cm panjangnya, merah dengan margin kuning kecuali ke arah pangkal. Benang sari dengan tangkai berwarna putih dan kepala sari yang merah terang di belakangnya. Putik dengan tangkai merah terang dan kepala putik yang besar, merah menyala.[1]
Buah berjejalan dalam bongkol hampir bulat berdiameter hingga 12 cm; butir buahnya besar, berukiuran sekitar 5 cm × 2,5 cm, dengan paruh sekitar 1,5 cm, berambut halus pendek di luarnya, kuning. Berbiji banyak, coklat kehitaman, bulat telur menyudut, diselubungi salut biji (arilus) putih bening yang berasa masam.[1]
Manfaat
[sunting | sunting sumber]Bunga honje hutan juga disebut combrang atau kecombrang dan dimanfaatkan sebagaimana bunga honje biasa; yakni dijadikan bahan campuran atau bumbu penyedap aneka masakan di Nusantara. Kuntum bunga ini sering dijadikan lalap atau direbus lalu dimakan bersama sambal di Jawa Barat. Demikian pula buahnya dan bagian dalam dari pucuk (tunas) yang muda, biasa digunakan dalam masakan atau campuran sambal. Walaupun kurang populer, honje hutan umum dimanfaatkan dalam masakan sebagaimana halnya, atau sebagai pengganti honje biasa.
Lihat pula
[sunting | sunting sumber]Untuk informasi tentang kegunaan yang lebih lengkap, silakan periksa pada honje (E. elatior).
Catatan kaki
[sunting | sunting sumber]- ^ a b c d e f Ibrahim, H. and F.M. Setyowati. 1999. Etlingera Giseke, dalam C.C. de Guzman and J.S. Siemonsma (eds.). Plant Resources of South-East Asia 13: Spices. PROSEA. Bogor. ISBN 979-8316-34-7. pp. 123-126.
- ^ Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia, jil. 1. Yay. Sarana Wana Jaya, Jakarta. Hal. 586-587 (di bawah nama Nicolaia speciosa).
- ^ bibir, yakni staminodia yang membesar, melebar, dan berwarna-warni
Pranala luar
[sunting | sunting sumber]