Lompat ke isi

Oei Hui-lan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Oei Hui Lan
Madame Wellington Koo
Latar Belakang
Lahir21 Desember 1889
Semarang, Indonesia
Orang tuaOei Tiong Ham (ayah)
Goei Bing Nio (ibu)

Oei Hui-lan (lahir di Semarang, 21 Desember 1889, meninggal di Amerika Serikat, tahun 1992 pada umur 103 tahun) dikenal sebagai istri Wellington Koo adalah putri orang terkaya di Indonesia pada era 1900-an. Wellington Koo merupakan seorang Duta Besar China di Amerika Serikat.[1]

Biografi

Kehidupan awal

Semarang pada zaman kolonial, dimana Madame Wellington Koo dibesarkan.

Oei Hui-lan lahir pada 2 Desember 1889 dalam sebuah keluarga Tionghoa Peranakan di Semarang, Jawa Tengah, Hindia Belanda (sekarang Indonesia).[2] Ayahnya, pengusaha Majoor-titulair Oei Tiong Ham, mengepalai Kian Gwan, sebuah perusahaan yang didirikan oleh kakeknya Oei Tjie Sien pada 1863 yang menjadi konglomerat terbesar di Asia Tenggara pada permulaan abad kedua puluh.[2]

Ibunya, Goei Bing-nio, adalah istri tua ayahnya dan satu-satunya pasangan sahnya dan – tak seperti keluarga orang kaya baru Oei – berasal dari Cabang Atas, kelompok Tionghoa tradisional di Indonesia pada zaman kolonial.[3][4][5] Melalui ibunya, Hui-lan merupakan keturunan dari pedagang-mandarin Goei Poen Kong, yang menjabat sebagai Boedelmeester, kemudian Luitenant der Chinezen di Semarang pada akhir abad kedelapan belas.[6][7] Jabatan-jabatan Tionghoa, yang meliputi pangkat-pangkat Majoor, Kapitein dan Luitenant der Chinezen, adalah jabatan pemerintahan sipil dalam birokrasi kolonial Belanda di Indonesia.[8] Keluarga Goei dari pihak nenek Oei bermula dan berpengaruh di Semarang sejak 1770an, dan awalnya telah membangkitkan sosial dan ekonomi ayahnya.[3]

Hui-lan, yang memakai nama Angèle pada masa mudanya, memiliki seorang kakak, Oei Tjong-lan, alias Gwendoline, dari ibu yang sama.[7] Selain itu, ayahnya memiliki 18 istri muda dan gundik, serta sekitar 42 anak, termasuk saudara seayahnya Oei Tjong Hauw.[2]

Dua bersaudari Oei – sebagai putri dari istri tua Oei – tinggal dengan ayah mereka dan dididik di rumah oleh sejumlah pengajar Eropa di Semarang, meraih pemahaman modern sesuai standar kontemporer.[9] Hal ini mencerminkan westernisasi Cabang Atas di Indonesia pada zaman kolonial dari akhir abad kesembilan belas.[10] Selain bahasa Melayu, Hui-lan dapat berbicara dalam bahasa-bahasa Inggris dan Prancis, dan sedikit Hokkien, Mandarin dan Belanda.[2][11][12]

Pada 1905, Hui-lan dan saudarinya menjadi bagian dari pertunjukan di Singapura, dimana mereka belajar musik, yang disorot dalam surat kabar lokal. "Tiga hal baru dari seorang gadis Tionghoa muda menyanyi dalam bahasa Prancis kepada audien Inggris di sebuah negara Melayu meraih sambutan audien. Ini adalah “Farfalla” karya Ms Angela [sic] H. Oei. Usahanya menarik audien, dan meskipun pada kenyataannya hal tersebut tak dapat ia ulangi. Mereka menghadiri pertunjukan besar dan aneh di tiga ibukota Eropa, namun mereka harus memajukannya, lagu Miss Angela Oei menggelegarkan kami. Mereka mengulang hal baru dalam sebuah kilasan: seorang gadis Tionghoa asal Sumatra [sic!] menyanyikan karya klasik Prancis dalam bahasa Prancis kepada audien Inggris. Benar-benar ini adalah rekor dunia! Apakah Timur, setelah ini semua, akan melampaui Barat?"[note 1][13]

Pada Maret 1907, Angèle mengadakan pertunjukan vokal di gedung sekolah THHK, Semarang dalam rangka pengumpulan dana untuk sekolah tersebut. Ia diiringi oleh kemenakannya yang berusia enam belas tahun, Lim Tshoen, dari Singapura dan keponakannya yang berusia dua belas tahun, Arthur Lim, menggunakan piano. Angèle mementaskan karya-karya buatan komponis Prancis: Charles Gounod (”Siebel” dalam Faust) dan Georges Bizet (dari opera Carmen) dengan elegant, dalam bahasa Prancis.[13]

Sambutan dan sorotan besar terhadap Oei bersaudari diketahui oleh R.A. Kartini, seorang arsitokrat Jawa dan pionir penggiat hak perempuan.[14][9] Disamping latar belakang kosmopolitan mereka, kontak Oei bersaudari dengan budaya Jawa nampaknya terbatas pada para pelayan mereka, dan diurus oleh ibu mereka pada kunjungan langsung dan pementasan gamelan ke berbagai istana kerajaan Jawa.[15][16]

Pernikahan dengan Beauchamp Caulfield-Stoker (1909–1920)

Pada 1909, di Semarang, Indonesia,[17] Hui-lan (memakai marga Oeitiongham) menikahi Beauchamp Forde Gordon Caulfield-Stoker (1877–1949), seorang berdarah Inggris-Irlandia yang menjadi agen konsuler Inggris di Semarang, dan kemudian mewakili kepentingan gula mertuanya di London.[18][19][20][2][11] Pada tahun berikutnya,[21] mereka pindah ke Inggris, dimana mereka mula-mula tinggal di 33 Lytton Grove dan kemudian di Graylands, Augustus Road, Wimbledon Common, yang dibeli untuk mereka oleh ayahnya pada 1915.[22] Pasangan tersebut memiliki satu putranya, Lionel Montgomery Caulfield-Stoker (1912–1954), dan bercerai di London pada 19 April 1920. Pada masa itu, dimana ia dikenal masyarakat sebagai Countess Hoey [sebuah Anglikanisasi dari Oei] Stoker[23][24][25] (diyakini karena ayahnya disebut count oleh beberapa orang) dan biasa dipanggil Lady Stoker,[26] ia menulis memoir-memoirnya.

Oei Hui-lan, saat itu Mrs Beauchamp Caulfield-Stoker, alias Countess Hoey Stoker, dan putra sulungnya, Lionel Montgomery Caulfield-Stoker, pada 1920.

Ini bukanlah pernikahan yang muda, dengan laporan-laporan yang terbit mengindikasikan bahwa kepribadian, pretensi dan ambisi sosial Hui-lan membuat suaminya tertekan, sampai mereka menjadi tak saling cocok pada Perang Dunia I.[27] The Sketch menyatakan bahwa "Countess Hoey Stoker adalah salah satu figur terkenal dalam Masyarakat Inggris. Ia adalah putri dari.... 'Rockfeller dari Tiongkok'"[note 2]"[28] Majalah Tatler menyebutnya "dasar penerbangan dan salah satu wanita pertama yang menaiki penerbangan sipil" [note 3], sementara The Times menyatakan bahwa "tidak ada dansa atau kegiatan lainnya yang menjadi lengkap tanpa[nya]...sebuah kecantikan terkenal yang menarik kendaraan motornya sendiri tentang London...dua tempat duduk abu-abu kecil Rolls Royce yang seringkali dapat nampak berjalan cepat melewati lalu lintas." [note 4][12] Margaret Macdonald mengamati Hui-lan, yang berbusana seperti orang Tionghoa (karena ia memang demikian), dalam sebuah pesta kostum di The Ritz, yang juga dihadiri oleh Lady Diana Manners, Duchess of Sutherland dan Margot Asquith.[29] Hui-lan ikut serta dalam pentas mode dan dansa yang diadakan oleh para pejabat tinggi London.[12][11][30] Ia juga diajari rias mode:[31][30] "Aku diijinkan untuk mengenakan busana makan malam favoritku. sebuah ciptaan menakjubkan dengan renda Turki lengkap yang terbuat dari chiffon hijau, sebuah kain bordir emas dan jaket kuning pendek. Aku menambahkan bunga-bunga emas dan hijau di rambutku dan mengenakan tiga rangkaian mutiara.".[note 5][32] Ia kemudian berkata "jurang dari era flapper dan aku suka akan kelangsingan. Aku memiliki figur untuk itu, hiasan kecil dan mungil, dan vitalitas. Jika kau dapat membayangkan seorang flapper Tionghoa, itulah aku".[note 6][32]

Warisan keluarga

Ayah Oei Hui Lan meninggal mendadak pada 3 Juni 1924. Setelah meninggal ayahnya membagi hartanya secara tidak merata kepada anak-anaknya, itulah yang menjadi awal kehancuran keluarga Oei Hui Lan. Pemerintah Indonesia pada era Soekarno memutuskan menasionalisasi perusahaan ayah Oei Hui Lan melalui keputusan Pengadilan Ekonomi Semarang No. 32/1561 EK.S tanggal 10 Juli 1961 yang lalu diperkuat dengan Keputusan Mahkamah Agung RI No.5/Kr/K/1963 tanggal 27 April 1963. Perusahan itu berganti nama menjadi PT. Perusahaan Perkembangan Ekonomi Nasional (PPEN) Rajawali Nusantara Indonesia tahun 1964. Lalu berubah lagi menjadi PT. Rajawali Nusindo (1971), dan PT. Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) pada tahun 2001.[33]

Saat ini perusahaan itu menjadi badan usaha negara PT Rajawali Nusantara yang pernah jadi berita heboh di Indonesia karena terjadinya kisruh Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar yang diduga membunuh direktur utamanya Nasarudin.[34]

Akhir hayat

Oei Hui Lan meninggal dunia pada tahun 1992. Sebelum meninggal, Oei Hui Lan sempat menulis dan menerbitkan buku berjudul No Feast Last Forever yang artinya tidak ada pesta yang tak berakhir, buku ini menceritakan perjalanan hidupnya yang luar biasa hingga bisa dijadikan contoh tentang arti kehidupan sesungguhnya. Ia terlahir dengan kemewahan, kehormatan dan kebendaaan yang tiada habisnnya. Akan tetapi semua itu tidak membuatnya bahagia.[35]

Gaya, seni dan warisan

Madame Koo banyak dikenal karena mengadaptasi busana Tionghoa tradisional, yang ia pakai dengan celana renda dan kalung giok.[31][36][11] Ia banyak dikenal karena merombak cheongsam Tionghoa dalam rangka menekankan dan mendatarkan figur perempuan.[31][36] Busana-busana cheongsam pada masa itu hanya memiliki beberapa inchi ke atas, namun Hui-lan memotong bagian lutut dari busana tersebut – pada 1920an – "dengan bagian renda terlihat di pergelangan kaki".[36][11] Sehingga, ia membantu memodernisasi, memewahkan dan mentenarkan apa yang kemudian menjadi busana nasional perempuan Tionghoa.[36][11] Tak seperti sosialita Asia lainnya, Madame Wellington Koo memakai sutra dan bahan lokal, yang ia anggap berkualitas tinggi.[11]

Ia muncul beberapa kali dalam Majalah Vogue pada daftar wanita berbusana terbaik pada 1920an, 30an dan 40an.[36][11][37] Vogue memuji Madame Koo pada 1942 sebagai "seorang warga Tionghoa dari dunia, sebuah kecantikan mancanegara", atas keputusan cemerlangnya untuk mempromosikan kebaikan antara Timur dan Barat.[38]

Sebagai penikmat seni yang handal dan pioner, Madame Wellington Koo dilukis oleh Federico Beltrán Masses, Edmund Dulac, Leon Underwood Olive Snell, Olive Pell, dan Charles Tharp, dan foto-fotonya diambil oleh para fotografer masyarakat dan mode Henry Walter Barnett, E. O. Hoppé, Horst P. Horst, Bassano, dan George Hoyningen-Huene.[38][37][11][39][40][12]

Potret-potret, foto-foto dan busana-busananya saat ini menjadi bagian dari koleksi National Portrait Gallery di London, Metropolitan Museum of Art di New York, dan Museum Peranakan di Singapura.[38][41]

Dalam budaya kontemporer

Warisan mode Madame Koo masih meraih perhatian mancanegara. Ia tampil sebagai "wanita bergaya" di China: Through the Looking Glass, sebuah pameran seni rupa yang diadakan oleh Andrew Bolton dan Harold Koda, dan meraih sambutan besar pada 2015 di Metropolitan Museum of Art.[42] Pada 2018, perancang Indonesia Toton Januar membuat sebuah kampanye video untuk koleksi Fall Winter-nya, berdasarkan pada pencitraan ulang salah satu potret Madame Koo.[43]

Di negara asalnya Indonesia, Madame Koo telah menjadi subyek serangkaian publikasi terkini. Dengan nama pena Agnes Davonar, para penulis populer Agnes Li dan Teddy Li menulis sebuah biografi sentimental dan sensasionalis dari Madame Koo, Kisah tragis Oei Hui Lan, putri orang terkaya di Indonesia, yang terbit pada 2009 oleh AD Publisher.[44] Oei Hui Lan: anak orang terkaya dari Semarang, biografi populer lainnya, diterbitkan oleh Eidelweis Mahameru pada 2011.[45] Pada tahun yang sama, Mahameru menerbitkan sebuah biografi populer dari ayah Madame Koo, Oei Tiong Ham: Raja Gula, Orang Terkaya dari Semarang.[46]

​== Catatan ==

  1. ^ Kutipan asli: "The three cornered novelty of a young Chinese girl singing in French to an English audience in a Malay country next occupied the attention of the audience. This was “Farfalla” by Ms Angela [sic] H. Oei. Her effort captivated the audience, and but for the fact that encores were not allowed she would most certainly have been recalled. We have attended recitals great and strange in three capitals of Europe, but we must admit that this, the song of Miss Angela Oei staggered us. We repeat the novelty in a nutshell: a Chinese girl from Sumatra [sic!] singing a French classic in French to an English audience. Surely this is a world’s record! Is the East, after all, so far apart from the West?"
  2. ^ Kutipan asli: "Countess Hoey Stoker is one of the best-known figures in London Society. She is the daughter of...the 'Rockefeller of China'."
  3. ^ Kutipan asli: "a fondness for aviation and [being] among the first ladies to indulge in civilian flying"
  4. ^ Kutipan asli: "no dance or other function was complete without [her]...a famous beauty who drove her own motor car about London…a little grey two-seater Rolls Royce that could often be seen threading rapidly through traffic."
  5. ^ Kutipan asli: "I was allowed to wear my favorite dinner dress, an amazing creation with full Turkish trousers made of green chiffon, a gold lame bodice and a brief yellow jacket. I tucked gold and green flowers in my hair and wore a triple strand of pearls".
  6. ^ Kutipan asli: "the brink of the flapper era and I fitted in like a charm. I had the figure for it, tiny and small bosomed, and the vitality. If you can imagine a Chinese flapper, it was I."

Referensi

  1. ^ Oei Hui Lan, Wanita Semarang Yang Mendunia www.bluetoad.com
  2. ^ a b c d e Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Suryadinata (2015)
  3. ^ a b Salmon, Claudine (1991). "A Critical View of the Opium Farmers as Reflected in a Syair by Boen Sing Hoo (Semarang, 1889)". Indonesia: 25–51. doi:10.2307/3351253. JSTOR 3351253. 
  4. ^ Ong, Hok Ham (2003). Power, Politics, and Culture in Colonial Java (dalam bahasa Inggris). Jakarta: Metafor Pub. hlm. 182, 223, 241. ISBN 9789793019116. 
  5. ^ Lee, Khoon Choy (2013). Golden Dragon and Purple Phoenix: The Chinese and Their Multi-ethnic Descendants in Southeast Asia (dalam bahasa Inggris). World Scientific. hlm. 167–179. ISBN 9789814383448. Diakses tanggal 24 February 2018. 
  6. ^ Liem, Thian Joe (2004). Riwayat Semarang. Hasta Wahana. hlm. 33, 75, 169. ISBN 9789799695215. Diakses tanggal 19 April 2018. 
  7. ^ a b Haryono, Steve (2017). Perkawinan Strategis: Hubungan Keluarga Antara Opsir-opsir Tionghoa Dan 'Cabang Atas' Di Jawa Pada Abad Ke-19 Dan 20 (dalam bahasa Inggris). Jakarta: Steve Haryono. hlm. 39–45. ISBN 9789090302492. Diakses tanggal 19 April 2018. 
  8. ^ Blussé, Leonard; Chen, Menghong (2003). The Archives of the Kong Koan of Batavia (dalam bahasa Inggris). Amsterdam: BRILL. hlm. 1–7. ISBN 9004131574. Diakses tanggal 28 September 2018. 
  9. ^ a b Kwartanada, Didi (2017). "Bangsawan prampoewan. Enlightened Peranakan Chinese women from early twentieth century Java". Wacana. 18 (2): 422–454. 
  10. ^ Govaars-Tjia, Ming Tien Nio (2005). Dutch colonial education: the Chinese experience in Indonesia, 1900–1942 (dalam bahasa Inggris). Leiden: Chinese Heritage Centre. ISBN 9789810548605. 
  11. ^ a b c d e f g h i "Madame Wellington-Koo – Voted best dressed Chinese Woman of 1920s by Vogue". Nee Hao Magazine. January 28, 2016. Diakses tanggal 24 February 2018. 
  12. ^ a b c d Aubry, Alex (January 30, 2016). "Transcontinental Chic: The Extraordinary Life of Madame Wellington Koo". dnachic.com (dalam bahasa Inggris). DNA. Diakses tanggal 24 February 2018. 
  13. ^ a b Bangsawan prampoewan: Enlightened Peranakan Chinese women from early twentieth century Java by Didi Kwartanada, http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:xfUjchTYlwkJ:wacana.ui.ac.id/index.php/wjhi/article/download/591/pdf_29+&cd=20&hl=en&ct=clnk&gl=us&client=firefox-b-1-ab
  14. ^ R. A. Kartini (1923). Door duisternis tot licht. Gedachten over en voor het Javaansche volk ... Bijeengegaard en uitgegeven door Mr. J.H. Abendanon. Vierde druk (dalam bahasa Inggris). Electr. Drukkerij "Luctor et Emergo". Diakses tanggal 28 September 2018. 
  15. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Koo & Van Rensselaer Thayer (1943)
  16. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Koo & Taves (1975)
  17. ^ The Straits Times 10 November 1909
  18. ^ "Captain Beauchamp Forde Gordon CAULFIELD-STOKER. Royal Army Service Corps". UK National Archives (dalam bahasa English). UK National Archives. undefined NaN. Diakses tanggal 13 January 2019. 
  19. ^ "A Boycotted Wife: Chinese Lady Obtains Service in England, Married to Englishman in Java", Malaya Tribune', 24 May 1920, page 8
  20. ^ Chamion Caballero and Peter J. Aspinall, Mixed Race in Britain in the Twentieth Century (Springer, 2018), page 164–165
  21. ^ The Washington Post, 16 May 1920, page 1
  22. ^ "A Boycotted Wife: Chinese Lady Obtains Service in England, Married to Englishman in Java", Malaya Tribune', 24 May 1920, page 8
  23. ^ "From the Far East", Tatler, 24 March 1920, page 19
  24. ^ "The Beautiful Daughter of the Rockefeller of Japan", Tatler, 28 August 1918, page 19
  25. ^ "A Chic and Charming Chinese Lady", Tatler, 28 May 1924, page 25
  26. ^ The Singapore Free Press and Mercantile Advertiser, 4 October 1919, Page 12
  27. ^ "A Boycotted Wife: Chinese Lady Obtains Service in England, Married to Englishman in Java", Malaya Tribune', 24 May 1920, page 8
  28. ^ The Sketch: A Journal of Art and Actuality (dalam bahasa Inggris). London: Ingram brothers. 1919. Diakses tanggal 24 February 2018. 
  29. ^ Mann, Susan (2005). Margaret Macdonald: Imperial Daughter (dalam bahasa Inggris). McGill-Queen's Press - MQUP. hlm. 147. ISBN 9780773529991. Diakses tanggal 24 February 2018. 
  30. ^ a b "Soong Mei-Ling, Oei Hui-Lan. Once upon a time". Vogue Italia (dalam bahasa Italia). Vogue Italia. Diakses tanggal 1 November 2018. 
  31. ^ a b c Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Finnane (2008)
  32. ^ a b Koo & Taves, 1975
  33. ^ Oei Tiong Ham (1966-1924) semarang.nl
  34. ^ Warisan menjadi Malapetaka rawinah-ranarty.com
  35. ^ Oei Hui Lan, Perempuan Terkaya yang Hidup Tidak Bahagia langitberita.com
  36. ^ a b c d e "From Chanel to Valentino, a First Look at the Dresses in the Met's "China: Through the Looking Glass"". Vogue (dalam bahasa Inggris). Vogue. Diakses tanggal 27 February 2018. 
  37. ^ a b "Hoyningen-Huene - Vogue 1929". Getty Images. Diakses tanggal 24 February 2018. 
  38. ^ "Madame Wellington Koo sitting for her portrait by Mr Edmund Dulac at his studio , 117 Ladbroke Road 19 August 1921 Hui-lan Oei was the daughter of Chinese businessman Oei Tiong Ham. Her marriage to Chinese diplomat and politician Vi Kyuin Wellington Koo, was announced in October 1920, when Wellington Koo was Chinese Minister to the United States. In early 1921, Vi Kyuin Wellington Koo was appointed the Chinese Minister to Great Britain and they lived in London until June 1946, though they divorced shortly after the Second World War". Europeana Collections (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 24 February 2018. 
  39. ^ "Horst P. Horst. Oei Huilan (the former Madame Wellington Koo) (1943) Artsy". www.artsy.net (dalam bahasa Inggris). Artsy. Diakses tanggal 27 February 2018. 
  40. ^ "VCM". masterpieces.asemus.museum (dalam bahasa Korea). Diakses tanggal 24 February 2018. 
  41. ^ "China: Through the Looking Glass. The Metropolitan Museum of Art". www.metmuseum.org. Diakses tanggal 27 February 2018. 
  42. ^ Dirgapradja, Stanley (15 February 2018). "Video Koleksi Fall Winter 2018 TOTON Adalah Film Pendek Horor yang Stylish". fimela.com. Fimela.com. Diakses tanggal 14 April 2018. 
  43. ^ Davonar, Agnes (2009). Kisah Tragis Oei Hui Lan, Putri Orang Terkaya di Indonesia. Jakarta: AD Publisher. ISBN 9786029575200. 
  44. ^ Mahameru, Eidelweis (2011). Oei Hui Lan: Anak Orang Terkaya dari Semarang. Jakarta: Hi-Fest Pub. ISBN 9786028814188. Diakses tanggal 14 April 2018. 
  45. ^ Mahameru, Eidelweis (2011). Oei Tiong Ham: raja gula, orang terkaya dari Semarang. Jakarta: Hi-Fest Pub. ISBN 9786028814164. Diakses tanggal 14 April 2018. 

Pranala luar