Lompat ke isi

Den Haag

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 15 Juni 2008 22.05 oleh AlleborgoBot (bicara | kontrib) (bot Mengubah: pt:A Haia)
Gemeente Den Haag / 's-Gravenhage
Bendera Den Haag    Lambang Den Haag
(Bendera Den Haag) (Lambang Den Haag)
Peta lokasi Den Haag
Peta lokasi Den Haag
Provinsi Zuid-Holland
Walikota Drs. Wim Deetman
Wilayah
 · Tanah
 · Air
98,20 km²
82,66 km²
15,54 km²
Penduduk
 · Kep. penduduk
474.291 (1 Des. 2005)
5.738 jiwa/km²
Kode telepon 070 (+31-70 dari luar negeri)
Kode pos 2491AA - 2599ZZ

Den Haag (bahasa Inggris: The Hague) adalah sebuah gemeente, kota pemerintahan Belanda dan tempat parlemen, serta ibu kota provinsi Zuid-Holland (Holland Selatan). Di kota ini didapati pula kedutaan besar negara-negara asing. Meskipun demikian, Den Haag bukan ibu kota Belanda; ibu kota Belanda adalah Amsterdam.

Kota Den Haag memiliki penduduk sebanyak 474.291 jiwa (1 Desember 2005). Nama lain Den Haag adalah 's-Gravenhage.

Kota Den Haag sudah ada sejak tahun 1248, tetapi baru mendapat hak kota pada tahun 1806. Hal ini menyebabkan Den Haag tidak memiliki sebuah universitas.

Mengenai nama Den Haag

Kata Den Haag artinya secara harafiah adalah "pagar". Sudah sejak dahulu kala, nama Die Haghe atau Den Hag(h)e dipakai untuk menyebut daerah ini. Sejak tahun 1602/1603 pimpinan kota mulai menggunakan nama des Gravenhage secara resmi, yang dianggap lebih indah dan artinya kurang lebih adalah "Pagar milik para bangsawan". Memang kota Den Haag bermula dari sebuah wilayah kecil yang dipagari.

Berkas:Den Haag satelit.jpg
Gambar satelit kota Den Haag.

Sejak tahun 1990 pimpinan gemeente secara konsekuen menggunakan nama Den Haag (dan bukan 's-Gravenhage), Hal ini antara lain dikarenakan kota ini semakin mendunia dengan statusnya sebagai ibu kota yuridis dunia (IGH; VN-ISH). Selain itu hal ini dilakukan supaya lebih mirip dengan nama-nama asing kota ini seperti The Hague dalam bahasa Inggris, La Haye dalam bahasa Perancis, (Den) Haag dalam bahasa Jerman dan La Haya dalam bahasa Spanyol. Pada tahun 1990 sebuah usulan untuk mengganti nama kota secara resmi Den Haag ditolak.

Dalam bahasa Belanda baku, seorang penduduk Den Haag disebut sebagai Hagenaar. Namun dalam bahasa Belanda lokal penduduk Den Haag disebut sebagai Hagenees.

Sejarah

Sejarah awal / Abad Pertengahan

Den Haag sudah ada sejak tahun 1230, ketika sang bangsawan graaf Floris IV dari Holland membangun sebuah kastil sederhana pada tanah Vrouwe Meilindis van Wassenaer. Pada tahun 1248 graaf Willem II, yang kemudian akan menjadi Kaisar Romawi Suci, membangun sebuah kastil yang lebih baik pada sebuah empang yang sekarang menjadi sebuah kolam bernama Hofvijver. Putranya Floris V yang akhirnya mengurusi sehingga gedung kastil yang disebut Ridderzaal ini bisa selesai setelah kematian Willem yang datangnya awal.

Gedung Ridderzaal dan Binnenhof diperkuat, namun desa yang berada di sekelilingnya tidak pernah diberi hak kota, meski Den Haag merupakan tempat tinggal para bangsawan Holland. Kota Den Haag bisa tumbuh sebagai kompromis dari kota-kota Holland lainnya, namun di sisi lain kota-kota tersebut menghalang-halangi Den Haag untuk mendapatkan hak kota dan menjadi sebuah kota berbenteng.

Penjarahan oleh Maarten van Rossum

Karena Den Haag tidak dilindungi tembok kota, maka kota ini bisa dijarah pada tahun 1528 oleh seorang militer dari Gelderland bernama Maarten van Rossum. Ia juga membakar habis semua bangunan di luar kastil bangsawan di Den Haag.

Perang Delapan puluh Tahun

Juga pada tahun-tahun awal Perang Delapan puluh Tahun, Den Haag dijarah dan secara praktis penduduknya habis mengungsi. Sewaktu kota Leiden dikepung Spanyol, Den Haag adalah markas besar dan basis mereka.

Sebenarnya sudah sejak tahun 1400-an Den Haag sudah memiliki beberapa ribu jiwa penduduk sehingga sebenarnya berstatus kota dan bukan desa. Namun sebuah kota pada saat itu diharuskan memiliki kadar otonomi yang cukup tinggi. Sehingga para bangsawan (graaf atau graven) Holland dan para penerus mereka, para adipati Bourgondia dan Habsburg, memilih untuk berkuasa secara penuh pada tempat tinggal mereka. Kemudian mulai tahun 1581, Republiek der Zeven Verenigde Nederlanden ("Republik Tujuh Provinsi Belanda Yang Bersatu") meneruskan perkara ini, karena Den Haag merupakan tempat keberadaanStaten-Generaal, atau organ pemerintahan yang tertinggi.

Lalu istana stadhouder ("semacam pemerintahan") Holland juga terletak di Den Haag. Semula pada tahun 1580 ada perdebatan sengit apakah Den Haag masih akan dibangun lagi atau tidak. Kota Delft yang sangat berkuasa kala itu kurang suka jika di daerah sekitarnya dibangun sebuah kota yang penting dan bisa menjadi saingannya. Selain itu Delft juga menginginkan supaya Staten-Generaal masih tetap berada di kota itu. Akhirnya diputuskan untuk membangun kembali kota Den Haag dan supaya Staten-Generaal tetap berada di kota ini.

Masa Emas

Pada tahun 1622 Den Haag memiliki penduduk sebesar 16.000 jiwa. Pada abad ke-17 Den Haag dikelilingi oleh parit-parit yang disebut sebagai gracht dalam bahasa Belanda. Parit-parit oleh stadhouder pangeran Maurits dianggap sebagai awal daripada sebuah sistem pertahanan. Namun sistem pertahanan sejati yang semula direncanakan akhirnya tidak pernah rampung.

Pada akhir abad ke-18, jumlah penduduk "desa" ini sudah mencapai 40.000 jiwa dan merupakan tempat ketiga di Belanda yang terbesar (setelah Amsterdam dan Rotterdam). Berkat keberadaan istana stadhouder, Staten-Generaal dan diplomat-diplomat asing serta kaum bangsawan (asing), Den Haag memiliki ciri khas aristokratis yang membedakannya dengan kebanyakan kota-kota di Belanda. Selain itu terdapat perbedaan yang besar antara permukiman kaum bangsawan di dekat Buitenhof dan Voorhout dengan daerah-daerah "desa" ini yang lebih merakyat.

Pasca Era Napoleon

Baru pada tahun 1806, pada masa pendudukan Perancis, Den Haag mendapatkan hak-hak kotanya. Namun pada masa itu sebuah tembok kota malah menghindari perkembangan kota. Oleh karena itu Den Haag tetap tidak memiliki tembok kota dan bisa berkembang secara leluasa. Setelah tahun 1850, kota ini bisa berkembang melampaui sabuk parit-parit yang mengelilingi kota ini. Penduduknya kala itu berjumlah 70.000 jiwa. Pada sekitar 1870 jumlah penduduk mencapai 100.000 jiwa. Kemudian sekitar tahun 1900 pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, jumlah penduduk mencapai 200.000 jiwa.

Pada awal abad ke-20, pada sisi selatan pusat kota lama muncul banyak perkampungan rakyat yang padat. Sementara itu pada waktu yang sama di bukit-bukit pasir (duin) di dekat pantai muncul tempat pemukiman orang-orang kaya. Pada waktu itu Den Haag juga memerankan peran yang penting dalam aliran seni lukisan yang disebut dengan istilah Haagse School ("Aliran" atau "Sekolah Den Haag").

Lalu pada tahun 1899 di Den Haag diadakan "Konferensi Pertama Den Haag". Hal ini mengakibatkan didirikannya "Dewan Arbitrase Internasional" yang juga ada di Den Haag sampai sekarang. Seorang konglomerat Amerika Serikat, Andrew Carnegie, menyumbang dana sebesar $1.500.000 untuk membangun Vredespaleis ("Istana Perdamaian"). Vredespaleis dibangun antara tahun 1907 dan 1913. Dewan Arbitrase Internasional ini akhirnya akan berkantor di Vredespaleis. Di kemudian hari Dewan Pengadilan Internasional juga akan berkantor di Vredesplaies.

Setelah Perang Dunia II

Belanda terseret dengan Perang Dunia II pada tanggal 10 Mei 1940. Den Haag sebagai kota pemerintahan Belanda menjadi sasaran penting tentara Jerman Nazi. Beberapa hari setelah Belanda diinvasi, Den Haag bisa dikuasai dan dijadikan tempat pusat pemerintahan Jerman.

Den Haag modern pada awal abad ke-21. Pemandangan dari Malieveld ("alun-alun" kota Den Haag).

Pada masa-masa akhir Perang Dunia II, pada 3 Maret 1945, kota Den Haag dibom secara besar-besaran oleh Angkatan Udara Britania Raya di daerah perkampungan Bezuidenhout. Peristiwa ini menewaskan 510 jiwa penduduk Den Haag. Pengeboman dilakukan oleh Tentara Sekutu untuk menghancurkan tempat-tempat peluncuran mobil roket-roket V2 Jerman.

Konferensi Meja Bundar dilakukan antara pemerintah Indonesia dan Belanda di Den Haag, Belanda dari 23 Agustus hingga 2 November 1949.

Kemudian setelah Hindia-Belanda merdeka dan menjadi Indonesia, kurang lebih pada tahun 1950, banyak penduduk campuran Indonesia-Belanda yang kembali ke Belanda. Mereka banyak yang menetap di Den Haag dan membuat kota ini mendapatkan ciri khas Indisch. Oleh karena itu kota ini juga sering disebut sebagai weduwe van Indië ("janda Hindia(-Belanda)).

Akhir abad ke-20 dan awal abad ke-21

Pada akhir abad ke-20 dan awal abad ke-21, Den Haag mulai berkembang pesat. Proyek-proyek pembangunan besar dilaksanakan. Lalu Den Haag sebagai kota juga mengembangkan wilayahnya dan mencaploki wilayah gemeente-gemeente sekitarnya karenaya kekurangan tempat membangun.

Aneksasi pertama terjadi pada tahun 1923. Kala itu Loosduinen dicaplok Den Haag. Pada tahun 1994, sebagian daerah Wateringen dicaplok dan pada 1 Januari 2002, daerah-daerah sekitar seperti Leidschenveen dan Ypenburg diambil Den Haag. Tanah yang dicaplok sebelumnya termasuk wilayah Leidschendam, Pijnacker, Rijswijk, dan Voorburg.

Pembagian administratif

Pembagian perkampungan Den Haag
Binnenhof dengan skyline Den Haag
Balaikota Den Haag yang baru, yang juga memiliki nama julukan "Het IJspaleis" (Istana Es)
Berkas:Atap Gymnasium Haganum.jpg
Jalan "Laan van Meerdervoort" pada perempatan dengan jalan "Zoutmanstraat", dilihat dari atap sekolah Gymnasium Haganum

Gemeente Den Haag dibagi lagi menjadi delapan stadsdeel ("bagian kota", kurang lebih disamakan dengan kecamatan di Indonesia). Kemudian setiap stadsdeel dibagi lagi menjadi sebuah buurt atau wijk yang kurang lebih bisa disamakan dengan kelurahan di Indonesia, namun setiap buurt atau wijk tidak memiliki yurisdiksi apa-apa.

Jumlah penduduk:

Statistik

Perkembangan penduduk Den Haag (setiap tanggal 1 Januari)

Situs-situs menarik di Den Haag

Ridderzaal
Daerah Pecinan (Chinatown) di Den Haag

Kebudayaan

Ilmiah

KBRI Den Haag

Berkas:KBRI-Den Haag.jpg
Gedung Kedutaan Besar Republik Indonesia di Den Haag.

Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Den Haag, Kerajaan Belanda:
Tobias Asserlaan 8
2517 KC Den Haag
Nederland

Telepon: +31-70-3108100

Pranala luar