Mustafa Kemal Atatürk
Mustafa Kemal Atatürk (19 Mei 1881 – 10 November 1938), hingga 1934 namanya adalah Gazi Mustafa Kemal Paşa, adalah seorang perwira militer dan negarawan Turki yang memimpin revolusi negara itu. Ia juga merupakan pendiri dan presiden pertama Republik Turki. Ideologinya yang sekularis dan nasionalis berikut kebijakan serta teorinya dikenal sebagai Kemalisme.
Mustafa Kemal membuktikan dirinya sebagai komandan militer yang sukses selama berdinas sebagai komandan divisi dalam Pertempuran Gallipoli. Setelah kekalahan Kesultanan Utsmaniyah di tangan tentara Sekutu, dan rencana-rencana berikutnya untuk memecah negara itu, Mustafa Kemal memimpin gerakan nasional Turki dalam apa yang kemudian menjadi Perang Kemerdekaan Turki. Kampanye militernya yang sukses menghasilkan kemerdekaan negara ini dan terbentuknya Republik Turki. Sebagai presiden yang pertama, Mustafa Kemal memperkenalkan serangkaian pembaruan luas dalam usahanya menciptakan sebuah negara modern yang sekuler dan demokratis. Menurut Hukum Nama Keluarga, Majelis Agung Turki memberikan kepada Mustafa Kemal nama belakang "Atatürk" (yang berarti "Bapak Bangsa Turki") pada 24 November 1934.
Masa muda
Mustafa dilahirkan pada 1881, di Selânik Utsmaniyah (kini Thessaloniki di Yunani), sebagai anak seorang pegawai kecil yang kemudian menjadi pedagang kayu. Sesuai dengan kebiasaan Turki pada waktu itu, ia dinamai Mustafa saja. Ayahnya, Ali Rıza Efendi, seorang pegawai bea cukai, meninggal dunia ketika Mustafa baru berusia tujuh tahun. Karena itu, Mustafa kemudian dibesarkan oleh ibunya, Zübeyde Hanım.
Ketika Atatürk berusia 12 tahun, ia masuk ke sekolah militer di Selânik dan Manastır (kini Bitola), kedua-duanya pusat nasionalisme Yunani yang anti-Turki. Mustafa belajar di sekolah menengah militer di Selânik, dan di sana namanya ditambahkan dengan nama Kemal ("kesempurnaan") oleh guru matematikanya sebagai pengakuan atas kecerdasan akademiknya. Mustafa Kemal masuk ke akademi militer di Manastır pada 1895. Ia lulus dengan pangkat letnan pada 1905 dan ditempatkan di Damaskus. Di Damaskus ia segera bergabung dengan sebuah kelompok rahasia kecil yang terdiri dari perwira-perwira yang menginginkan pembaruan, yang dinamai Vatan ve Hürriyet (Tanah Air dan Kemerdekaan), dan menjadi penentang aktif Kesultanan Utsmaniyah. Pada 1907 ia ditempatkan di Selânik dan bergabung dengan Komite Kesatuan dan Kemajuan yang biasa disebut sebagai kelompok Turki Muda.
Pada 1908 kaum Turki Muda merebut kekuasaan dari sultan Abdul Hamid II, dan Mustafa Kemal menjadi tokoh militer senior. Pada 1911, ia pergi ke provinsi Libya untuk ikut serta dalam melawan invasi Italia. Pada bagian pertama dari Perang Balkan Mustafa Kemal terdampar di Libya dan tidak dapat ikut serta, tetapi pada Juli 1913 ia kembali ke Istanbul dan diangkat menjadi komandan pertahanan Utsmaniyah di wilayah Çanakkale di pantai Trakia (Trakya). Pada 1914 ia diangkat menjadi atase militer di Sofia, sebagian sebagai siasat untuk menyingkirkannya dari ibu kota dan dari intrik politiknya.
Karier militer
Ketika Kesultanan Utsmaniyah terjun ke Perang Dunia I di pihak Jerman, Mustafa Kemal ditempatkan di Tekirdağ (di Laut Marmara). Setelah Perang Dunia I usai, Kemal diangkat menjadi panglima dari semua pasukan yang berada di Turki Selatan. Banyak gerakan-gerakan yang muncul atas inisiasi rakyat untuk menggempur dan mengusir Sekutu dari wilayah Turki, akhirnya pasukan yang dipimpin oleh Kemal dan dibantu oleh gerakan-gerakan rakyat berhasil mengusir Sekutu dari Turki. Keberhasilan Sekutu mengusir penjajah, membuat rakyat dan Kemal berniat untuk menyingkirkan kekuasaan Sultan dengan membuat pemerintahan tandingan di Anatolia. Pembentukan pemerintahan tandingan ini tidak lain karena kebijakan Sultan telah bertentangan dengan kepentingan Nasional Turki dan Sultan masih menjadi boneka Sekutu yang otomatis kebijakannya adalah pencitraan dari kebijakan Sekutu atas Turki.[1]
Gelibolu (Gallipoli)
Ia kemudian dipromosikan menjadi kolonel dan ditempatkan sebagai komandan divisi di daerah Gallipoli (bahasa Turki: "Gelibolu"). Ia memainkan peranan kritis dalam pertepuran melawan pasukan sekutu Inggris, Prancis dan ANZAC dalam Pertempuran Gallipoli pada April 1915. Di sini ia berhasil menahan pasukan-pasukan sekutu di Conkbayırı dan di bukit-bukit Anafarta. Karena keberhasilannya ini, pangkatnya kemudian dinaikkan menjadi Brigadir Jenderal, dan dengan demikian memperoleh gelar pasha dan memperoleh pengaruh yang semakin luas dalam upaya-upaya peperangan. Dengan pengaruh dan pengalaman inilah Mustafa Kemal berhasil menggulingkan Kesultanan Utsmaniyah dan merebut kembali wilayah-wilayah yang mulanya telah diserahkan kepada Yunani setelah perang besar itu.
Mustafa Kemal memperoleh penghormatan dari bekas lawan-lawannya karena keberaniannya dalam kemenangan. Memorial Mustafa Kemal Atatürk mempunyai tempat terhormat dalam Parade ANZAC Parade di Canberra. Di tugu peringatan ini tertulis kata-katanya:
Para pahlawan yang menumpahkan darahnya dan kehilangan nyawanya ... kalian kini terbaring di tanah dari negara sahabat. Karena itu beristirahatlah dengan damai. Tidak ada perbedaan antara Johnny dan Mehmet di mana mereka kini terbaring berdampingan di negara kita ... Kalian, para ibu yang mengirim anak-anaknya ke negara-negara yang jauh, hapuskanlah air matamu. Anak-anakmu kini berbaring pada haribaanmu di dalam kedamaian. Setelah kehilangan nyawa mereka di negeri ini, mereka pun telah menjadi anak-anak kami.
Tahun-tahun terakhir Perang Dunia I
Pada 1917 dan 1918 Mustafa dikirim ke front Kaukasus (Kafkaslar) untuk berperang melawan pasukan-pasukan Rusia, yang berhasil dimenangkannya. Ia kemudian ditempatkan di Hejaz (Hicaz), untuk menindas Pemberontakan Arab (yang didukung oleh Britania Raya) melawan Kesultanan Utsmaniyah. Setelah melepaskan jabatannya, akhirnya ia kembali untuk berdinas dalam mempertahankan Palestina, namun gagal. Pada Oktober 1918 Kesultanan Utsmaniyah menyerah kepada Sekutu, dan Mustafa Kemal menjadi salah seorang pemimpin partai yang memilih untuk mempertahankan wilayah yang lebih kurang sama dengan yang dikuasai oleh Turki sekarang, sementara setuju untuk mengundurkan diri dari semua wilayah lainnya.
Emansipasi Turki
Sementara pasukan Sekutu mulai menduduki Kesultanan Utsmaniyah, kaum revolusioner Turki mulai memperlihatkan perlawanan. Mustafa Kemal mengorganisir gerakan-gerakan "Kuva-yi Milliye" (Angkatan Nasional) yang paling berhasil, yang berkembang menjadi Perang Kemerdekaan Turki.
Revolusi Mustafa Kemal dimulai dengan penempatannya di Samsun, dan di sana ia diberikan kekuasaan darurat sebagai Inspektur Divisi Militer ke-19. Begitu tiba di Anatolia, ia menafsirkan kekuasaannya secara bebas, dan menghubungi serta mengeluarkan perintah-perintah kepada para gubernur provinsi dan panglima militer daerah. Ia menyuruh mereka untuk melawan pendudukan. Pada Juni 1919 ia dan teman-teman dekatnya mengeluarkan Deklarasi Amasya yang menggambarkan mengapa wewenang Istanbul tidak sah. Para perwira Turki Muda secara politis mempromosikan gagasan bahwa pemerintahan di pengasingan harus dibentuk di suatu tempat di Anatolia. Perintah Istanbul untuk menghukum mati Kemal datang terlambat. Sebuah parlemen baru, Dewan Agung Nasional, sebuah pemerintahan darurat yang dibentuk di Ankara pada April 1920.[2]
Pada tahun 1921 Kesultanan Utsmaniyah secara resmi dihapuskan dan pada tahun 1923 Turki menjadi Republik Sekuler dengan Mustafa Kemal sebagai presidennya. Ia kemudian mendirikan rezim satu partai yang hampir tidak terinterupsi hingga tahun 1945.[2]
Mustafa Kemal kemudian memulai program revolusioner di bidang sosial dan reformasi politik untuk memodernisasi Turki. Perubahan perubahannya termasuk emansipasi untuk perempuan, penghapusan seluruh Institusi Islam dan pengenalan pada kode hukum Barat, pakaian, kalender, serta alfabet, mengganti seluruh huruf Arab dengan huruf Latin.
Untuk kebijakan luar negeri ia memilih netral dengan menjalin hubungan baik dengan negara tentangga.[2] Mustafa Kemal Pasha menandatangani Perjanjian Kars (23 Oktober 1921) dengan Uni Soviet - sebuah perjanjian persahabatan yang isinya Turki menyerahkan kota Batumi, yang kini terletak di Georgia - kepada kaum Bolshevik Lenin sebagai ganti kedaulatan atas kota-kota Kars dan Ardahan, yang direbut oleh Rusia Tsaris dalam Perang Rusia-Turki, 1877-1878. Ia mengantarkan Perjanjian Lausanne, dan dengan itu Turki akhirnya memasuki masa damai setelah satu dasawarsa mengalami peperangan yang menghancurkan, meskipun ia menghadapi oposisi irredentis di Dewan Nasional dan di tempat-tempat lainnya.
Pada tahun 1934 saat nama belakang diperkenalkan di Turki, ia diberikan nama Atatürk yang berarti "Bapak Turki".
Seorang feminis, Judy Ayyildiz, memberikan pandangannya bagaimana perempuan perempuan Turki berkontribusi pada upaya memodernkan Turki dan apa yang diserukan oleh Atatürk untuk kaum perempuan agar berdaya, "Menangkan untuk kita semua perang dalam mendapatkan pendidikan dan kamu akan melakukan lebih untuk negaramu dibandingkan apa yang pernah terjadi sebelumnya." Ia juga mengemukakan pendapat untuk para pria dengan mengatakan apabila dimasa depan perempuan tidak dapat berpartisipasi pada kehidupan sosial suatu negara, kita tidak akan pernah mencapai kemajuan negara sepenuhnya. Untuk Ataturk negara tanpa perempuan yang aktif akan menjadi negara yang terbelakang, tidak mampu menangani syarat syarat kesetaraan yang diterapkan pada peradaban di barat. Menurutnya Turki sebaiknya tetap menerapkan jati dirinya, namun harus belajar dari barat apa yang dipersyaratkan agar dapat menjadi orang yang maju. Untuk Ataturk perempuan menjadi kelompok korban yang jelas tertekan oleh hukum hukum agama konservatif.
Kehidupan setelah perang dan pembaruan
Konsolidasi politik
Mustafa Kemal menggunakan beberapa tahun berikutnya untuk mengkonsolidasikan kekuasaannya di Turki dan melembagakan berbagai pembaruan politik, ekonomi dan sosial yang meluas. Pembaruan-pembaruan ini mengakibatkan oposisi di lingkungan Partai Rakyat Republikan (Cumhuriyet Halk Fırkası dalam bahasa Turki) yang didirikan oleh Mustafa Kemal pada 9 September 1923. Kemudian Mustafa Kemal memerintahkan Jenderal Kazım Karabekir untuk mendirikan Partai Republikan Progresif (Terakkiperver Cumhuriyet Fırkası dalam bahasa Turki) sebagai oposisi di Dewan Nasional Turki. Partai ini menentang sosialisme negara dari Partai Rakyat Republikan dan mengusulkan liberalisme. Tetapi setelah beberapa lama, partai ini diambil alih oleh orang-orang yang dianggap Atatürk sebagai fundamentalis. Pada 1925, sebagian sebagai tanggap terhadap provokasi dari Syekh Said, dikeluarkanlah Undang-undang untuk Mempertahankan Ketertiban, yang memberikan kekuasaan kepada Atatürk untuk membubarkan kelompok-kelompok subversif. Partai Republikan Progresif dengan segera dibubarkan dengan undang-undang yang baru ini, suatu tindakan yang dianggapnya perlu untuk mempertahankan negara Turki. Namun, tindakan ini menyebabkan banyak orang Turki menjadi kecewa dengan Atatürk, dan menganggapnya sebagai tindakan seorang diktator.
Pada 11 Agustus 1930 Kemal Pasha memutuskan untuk sekali lagi mencoba gerakan demokrasi. Ia menuduh Ali Fethi Bey mendirikan partai yang baru. Dalam suratnya kepada Ali Fethi, ia menekankan laisisme. Mulanya Partai Republik Liberal berhasil menang di seluruh negara. Tetapi sekali lagi partai oposisi menjadi terlalu kuat di dalam perlawanannya terhadap upaya pembaruan Atatürk, khususnya dalam hal peranan agama dalam kehidupan masyarakat. Akhirnya Ali Fethi menghapuskan partainya sendiri dan Kemal tidak pernah berhasil mendemokratiskan sistem parlementer. Ia kadang-kadang menghadapi pihak oposisi dengan keras dalam berusaha mencapai tujuan utamanya untuk mendemokratiskan Turki. Salah satu kritiknya yang tetap bertahan hingga sekarang ialah bahwa Atatürk tidak mempromosikan demokrasi, namun sebagaimana dicatat oleh penulis biografinya, "Di antara kedua perang, demokrasi tidak dapat bertahan di banyak masyarakat yang lebih kaya dan yang lebih terdidik. Otoritarianisme Atatürk yang dicerahkan meninggalkan ruangan yang memadai untuk kehidupan privat yang bebas. Pada masa hidupnya, kita tidak dapat mengharapkan lebih banyak lagi."[3]
Pembaruan kebudayaan
Mustafa Kemal menganggap fez (dalam bahasa Turki "fes"), yang mulanya diperkenalkan Sultan Mahmud II sebagai aturan berpakaian di Kesultanan Utsmaniyah pada 1826) sebagai lambang feodalisme dan karena sebab itu ia melarang pemakaiannya di muka umum. Ia mendorong lelaki Turki untuk mengenakan pakaian orang Eropa. Meskipun Islam melarang keras minuman yang mengandung alkohol, ia menggalakkan produksi dalam negeri dan mendirikan industri minuman keras milik negara. Ia menyukai minuman keras nasional, rakı, dan banyak sekali meminumnya.
Budaya dan kesenian
Atatürk pernah mengatakan: "Kebudayaan adalah dasar dari Republik Turki." Pandangannya tentang kebudayaan termasuk warisan kreatif bangsanya sendiri dan apa yang dipandangnya sebagai nilai-nilai yang mengagumkan dari peradaban dunia. Terutama sekali ia menekankan humanisme. Ia pernah menggambarkan tekanan ideologis Turki modern sebagai "suatu kreasi patriotisme dicampur dengan gagasan humanis yang luhur."
Untuk membantu pencampuran sintesis seperti itu, Atatürk menekankan perlunya memanfaatkan unsur-unsur warisan nasional bangsa Turki dan bangsa Anatolia (termasuk budaya-budaya pribuminya yang kuno) serta kesenian dan teknik dari peradaban-peradaban dunia lainnya, baik pada masa lalu maupun sekarang. Ia menekankan perlunya mempelajari peradaban-peradaban Anatolia kuno, seperti bangsa Het, Frigia, dan Lidia. Kebudayaan Turki pra-Islam menjadi pokok penelitian yang luas, dan tekanan khusus diberikan kepada kenyataan bahwa—jauh sebelum peradaban Seljuk dan Utsmani—bangsa Turki telah memiliki kebudayaan yang kaya. Atatürk juga menekankan kesenian rakyat di pedesaan sebagai mata air kreativitas Turki.
Kesenian visual dan plastik—yang perkembangannya sekali-sekali ditahan oleh sebagian pejabat Utsmani dengan anggapan bahwa penggambaran wujud manusia adalah bentuk penyembahan berhala—berkembang di bawah masa kepresidenan Atatürk. Banyak museum yang dibuka; arsitektur mulai mengikuti arus yang lebih modern; dan musik, opera, dan balet klasik barat, serta teater, juga mengalami kemajuan besar. Ratusan "Wisma Rakyat" dan "Ruang Rakyat" di seluruh negeri memungkinkan akses yang lebih luas terhadap berbagai kegiatan kesenian, olahraga dan acara-acara kebudayaan lainnya. Penerbitan buku dan majalah juga meningkat pesat, dan industri film mulai berkembang.
Mustafa Kemal memiliki visi sekuler dan nasionalistik dalam programnya membangun Turki kembali. Ia dengan keras menentang ekspresi kebudayaan Islam yang asli terdapat di kalangan rakyat Turki. Penggunaan huruf Arab dilarang dan negara dipaksa untuk beralih ke alfabet yang berbasis Latin yang baru. Pakaian tradisional Islam, yang merupakan pakaian kebudayaan rakyat Turki selama ratusan tahun, dilarang hukum dan aturan berpakaian yang meniru pakaian barat diberlakukan.
Kehidupan pribadi
Mustafa Kemal Atatürk dikatikan dengan empat wanita Eleni Karinte, Fikriye Hanım, Dimitrina Kovacheva[4] dan Latife Uşaklıgil. Tidak banyak yang diketahui tentang hubungannya dengan Eleni, yang jatuh cinta padanya ketika dia masih menjadi siswa di Bitola, Makedonia (Manastır dalam bahasa Turki) tetapi hubungan tersebut mengilhami sebuah drama oleh penulis Makedonia Dejan Dukovski, yang kemudian difilmkan oleh Aleksandar Popovski.[5] Fikriye adalah sepupu nominal Atatürk, meskipun tidak memiliki hubungan darah (putri saudara tirinya Ragıp Bey). Fikriye memuja Atatürk; perasaan Atatürk tidak sepenuhnya jelas, tetapi bisa dipastikan mereka menjadi sangat dekat setelah Fikriye menceraikan suaminya yang berasal dari Mesir dan kembali ke Istanbul. Selama Perang Kemerdekaan, dia tinggal bersama Atatürk di Çankaya, Ankara sebagai asisten pribadinya. Namun, setelah tentara Turki memasuki İzmir pada tahun 1922, Atatürk bertemu Latife saat tinggal di rumah ayahnya, pengusaha terkemuka Muammer Uşakizade (kemudian Uşaklı). Latife jatuh cinta pada Atatürk; lagi sejauh mana ini dibalas tidak diketahui, tetapi dia jelas terkesan oleh kecerdasan Latife, yang adalah lulusan Sorbonne dan sedang belajar bahasa Inggris di London ketika perang pecah. Pada 29 Januari 1923, mereka menikah. Latife cemburu pada Fikriye dan menuntutnya meninggalkan rumah di Çankaya; Fikriye sangat terpukul dan segera pergi dengan kereta. Menurut catatan resmi, dia menembak dirinya sendiri dengan pistol yang diberikan Atatürk sebagai hadiah, tetapi ada kabar bahwa dia dibunuh.[6] Cinta segitiga Atatürk, Fikriye dan Latife menjadi subjek sebuah naskah oleh teman dekatnya, Salih Bozok, meskipun tetap tidak diterbitkan hingga 2005.[7] Latife secara singkat dan harfiah adalah wajah wanita Turki baru, muncul di depan umum dalam pakaian Barat bersama suaminya.[8] Namun, pernikahan mereka tidak bahagia; setelah sering bertengkar mereka bercerai pada 5 Agustus 1925.[9]
Selama masa hidupnya, Atatürk mengadopsi tiga belas anak: seorang laki-laki dan dua belas perempuan. Dari jumlah tersebut, yang paling terkenal adalah Sabiha Gökçen, pilot wanita pertama Turki dan pilot wanita pertama di dunia.[10]
Keyakinan
Ada kontroversi tentang keyakinan agama Atatürk.[11] Beberapa peneliti telah menekankan bahwa ceramahnya tentang agama bersifat berkala dan bahwa pandangan positifnya terkait dengan subjek ini terbatas pada awal 1920-an.[12] Beberapa sumber Turki mengklaim, dia adalah seorang Muslim yang taat.[13][14][15][16] Namun menurut sumber lain, Atatürk sendiri adalah seorang agnostik, yang dimaksudkan sebagai deis non-doktrin,[17][18] atau bahkan sebagai seorang yang berpaham ateisme,[19][20][21] dalam artian ini pula beberapa sumber menyimpulkan bahwa keyakinan Atatürk adalah anti-agama dan anti-Islam pada umumnya.[22][23]
Sumber menunjukkan bahwa Atatürk adalah skeptis agama dan pemikir bebas. Pada tahun 1933, duta besar AS Charles H. Sherrill mewawancarainya. Dalam wawancara itu, dia mengatakan bahwa baik bagi umat manusia untuk berdoa kepada Tuhan. Menurut Atatürk, orang-orang Turki tidak tahu apa sebenarnya Islam itu dan tidak membaca Al-Quran. Orang-orang dipengaruhi oleh kalimat Arab yang tidak mereka mengerti, dan karena kebiasaan mereka, mereka pergi ke masjid. Ketika orang Turki membaca Al-Quran dan memikirkannya, mereka akan meninggalkan Islam.[24]
Di masa mudanya, Atatürk menjalani pelatihan agama, meskipun singkat. Pelatihan militernya mencakup pencetakan buku Ilmu Agama. Dia tahu bahasa Arab dengan cukup baik untuk memahami dan menafsirkan Quran. Dia mempelajari "Sejarah Islam" oleh Leone Caetani dan "Sejarah Peradaban Islam" oleh Jurji Zaydan. Atatürk juga menulis buku dengan bab "Sejarah Islam" saat dia ingin mempersiapakan buku-buku sejarah sekolah menegah untuk diajarkan . Pengetahuan agama Atatürk sangat tinggi dalam sifat dan tingkatannya.[25]
Persepsi umum
Perdebatan tentang keyakinan agama Atatürk terus terjadi hingga kini, sumber-sumber menyatakan bahwa Atatürk memaknai agama dengan akal, sains, dan logika. Dalam pidatonya tentang agama Atatürk menyatakan:
Agama adalah institusi yang penting. Bangsa tanpa agama tidak bisa bertahan. Namun juga sangat penting untuk dicatat bahwa agama adalah penghubung antara Allah dan orang beriman secara individu. Perdagangan iman tidak bisa diizinkan. Mereka yang menggunakan agama untuk keuntungan mereka sendiri adalah menjijikkan. Kami menentang situasi seperti itu dan tidak akan mengizinkannya. Mereka yang menggunakan agama dengan cara seperti itu telah membodohi rakyat kami; melawan orang-orang seperti itulah yang kami perjuangkan dan akan terus berjuang. Ketahuilah bahwa apa pun yang sesuai dengan alasan, logika, dan keuntungan serta kebutuhan orang-orang kita sama dengan Islam. Jika agama kita tidak sesuai dengan akal dan logika, itu bukan agama yang sempurna, agama terakhir.[26]
Bagaimanapun, pidato dan publikasinya merupakan kritikan penggunaan agama sebagai ideologi politik.[25] Dia menyatakan bahwa agama harus sesuai dengan akal, sains dan logika. Masalahnya bukan agama, tetapi bagaimana orang percaya memahami dan menerapkan agama. Agama yang benar tidak dapat dipahami selama adanya nabi-nabi palsu tidak diisolasi dan dengan terisolasinya nabi-nabi palsu maka pengetahuan agama yang benar dapat dicerahkan. Satu-satunya cara untuk berurusan dengan para nabi palsu adalah dengan melawan buta aksara dan prasangka rakyat Turki.[27]
Agama dan individu
Agama, khususnya Islam, adalah antara seorang individu dan Tuhan di mata Atatürk.[28] Ketika dibandingkan dengan praktik Utsmaniyah (Islam politik yang diintegrasikan ke kehidupan pemerintah melalui Millet), Atatürk percaya pada bentuk Islam yang direformasi (Islam antara individu dan Tuhan). Dia percaya mungkin untuk memadukan tradisi asli (berdasarkan Islam) dan modernisme Barat secara harmonis.[29] Dalam persamaan ini, dia lebih menekankan pada modernisasi. Modernisasi-nya bertujuan untuk mengubah struktur sosial dan mental (tradisi asli Islam) untuk memberantas ide-ide irasional, takhayul gaib dan sebagainya.[29] Atatürk tidak menentang agama tetapi apa yang dia anggap sebagai semua elemen agama dan budaya Utsmaniyah yang membawa batas pada diri orang.[29] Dia memusatkan reformasinya (mengenai kedaulatan rakyat) terhadap hambatan untuk pilihan individu yang tercermin dalam kehidupan sosial. Dia memandang hukum sipil dan penghapusan kekhalifahan sebagai persyaratan untuk refleksi pilihan individu. Dia memandang agama sebagai masalah hati nurani atau ibadah, tetapi bukan politik. Tanggapan terbaik untuk masalah ini berasal dari dirinya sendiri:
Agama adalah masalah hati nurani. Seseorang selalu bebas untuk bertindak sesuai dengan kehendak hati nuraninya. Kita (sebagai bangsa) menghormati agama. Bukan niat kami untuk membatasi kebebasan beribadah, tetapi lebih untuk memastikan bahwa masalah agama dan urusan negara tidak terjalin.[30]
Atatürk percaya pada kebebasan beragama, tetapi dia adalah seorang pemikir sekuler dan konsepnya tentang kebebasan beragama tidak terbatas. Dia membedakan antara praktik sosial dan pribadi agama. Dia menerapkan pertimbangan sosial (persyaratan sekuler) ketika praktik agama publik dianggap. Dia mengatakan bahwa tidak ada yang bisa memaksa orang lain menerima agama atau sekte apa pun (kebebasan berkeyakinan).[31] Juga, setiap orang memiliki hak untuk melakukan atau mengabaikan, jika ia menghendaki, kewajiban agama apa pun yang ia pilih (kebebasan beribadah), seperti hak untuk tidak berpuasa selama bulan Ramadan.[32]
Agama dan politik
Menurut sejarawan Kemal Karpat, gerakan-gerakan yang memandang Islam sebagai gerakan politik atau khususnya pandangan Islam sebagai agama politik memegang posisi bahwa Atatürk bukan seorang Muslim (Muslim yang taat). Wajar jika perspektif ini diadaptasi, kata Karpat: "Dia tidak menentang Islam, tetapi mereka yang menentang kekuatan politiknya menggunakan argumen agama."[33]
Andrew Mango menulis dalam bukunya Atatürk: The Biography of the Founder of Modern Turkey (1999):
Saya tidak punya agama, dan kadang-kadang saya berharap semua agama di dasar laut. Dia [Utsmaniyah] adalah penguasa yang lemah yang membutuhkan agama untuk menegakkan pemerintahannya; seolah-olah dia akan menangkap orang-orangnya dalam perangkap. Rakyat saya akan belajar prinsip-prinsip demokrasi, perintah kebenaran dan ajaran sains. Takhayul harus pergi. Biarkan mereka menyembah sesuka mereka; setiap orang dapat mengikuti hati nuraninya sendiri, asalkan itu tidak mengganggu alasan yang waras atau menawarnya terhadap kebebasan sesamanya.[34]
Pada 1 November 1937, pidato Atatürk di parlemen dia berkata:
Diketahui oleh dunia bahwa, dalam administrasi negara kita, program utama kita adalah program Partai Rakyat Republik. Prinsip-prinsip yang dicakupnya [Partai] adalah garis utama yang menerangi kita dalam manajemen dan politik. Tetapi prinsip-prinsip ini tidak boleh dianggap sama dengan dogma-dogma buku yang dianggap telah turun dari langit. Kami telah menerima inspirasi kami langsung dari kehidupan, bukan dari langit atau tidak terlihat.[35]
Agama orang Arab
Atatürk menggambarkan Islam sebagai agama orang Arab dalam karyanya sendiri yang berjudul Vatandaş için Medeni Bilgiler oleh pandangannya yang kritis dan nasionalis:
Bahkan sebelum menerima agama orang Arab, orang-orang Turki adalah bangsa yang hebat. Setelah menerima agama orang-orang Arab, agama ini, tidak berhasil menggabungkan orang-orang Arab, Persia dan Mesir dengan Turki untuk membentuk suatu bangsa. (Agama ini) sebagai gantinya, melonggarkan hubungn nasional Turki, mati rasa nasional. Ini sangat alami. Karena tujuan agama yang didirikan oleh Muhammad, atas semua bangsa, adalah untuk menyeret ke politik nasional Arab.[36]
Penyakit dan kematian
Selama 1937, indikasi bahwa kesehatan Atatürk semakin buruk mulai muncul. Pada awal 1938, ketika dia dalam perjalanan ke Yalova, dia menderita penyakit serius. Dia pergi ke Istanbul untuk perawatan, di mana dia didiagnosis menderita sirosis hati. Sepanjang sebagian besar hidupnya, dia telah menjadi peminum berat, sering mengkonsumsi setengah liter rakı sehari.[37] Selama tinggal di Istanbul, ia berusaha mengikuti gaya hidup regulernya untuk sementara waktu. Dia meninggal pada 10 November 1938, pada usia 57, di Istana Dolmabahçe, di mana dia menghabiskan hari-hari terakhirnya.[38] Jam di kamar tempat dia meninggal masih diatur ke waktu kematiannya, jam 9:05 pagi. [butuh rujukan]
Pemakaman Atatürk memunculkan kesedihan sekaligus kebanggaan di Turki, dan 17 negara mengirim perwakilan khusus, sementara sembilan menyumbangkan detasemen bersenjata untuk iring-iringan. [39] Jenazah Atatürk semula diletakkan di Museum Etnografi Ankara, dan dipindahkan pada 10 November 1953, 15 tahun setelah kematiannya di sebuah sarkofagus seberat 42 ton, ke sebuah makam yang menghadap ke Ankara,[40] Anıtkabir. Dalam wasiatnya, Atatürk menyumbangkan semua harta miliknya kepada Partai Rakyat Republik, dengan ketentuan bahwa bunga tahunan dari dana itu akan digunakan untuk menjaga saudara perempuannya Makbule dan anak-anak angkatnya, dan mendanai pendidikan tinggi anak-anak İsmet İnönü. Sisa dari minat tahunan ini adalah keinginan untuk Asosiasi Bahasa Turki dan Lembaga Sejarah Turki.
Warisan
Atatürk meninggal dunia pada 10 November 1938 dalam usia 57 tahun karena kelelahan yang luar biasa akibat berat dan banyaknya tugas yang ada setelah sakit yang berkepanjangan karena sirosis hati.
Penggantinya, İsmet İnönü, memperkuat kultus individu Atatürk secara anumerta, yang telah bertahan hingga sekarang, bahkan setelah Partai Rakyat Republikan Atatürk sendiri kehilangan kekuasaan setelah pemilu yang demokratis pada 1950. Wajah dan nama Atatürk terlihat dan terdengar di mana-mana di Turki: potretnya dapat dilihat di semua bangunan umum, di sekolah-sekolah, di segala jenis buku sekolah, di semua uang kertas Turki, dan di rumah-rumah banyak keluarga Turki. Bahkan setelah bertahun-tahun, ada kebiasaan bahwa pada pukul 9.05 pada 10 November (bertepatan dengan saat kematiannya), diadakan upacara-upacara peringatan. Banyak kendaraan dan orang yang akan berhenti selama satu menit, untuk mengenangnya, di seluruh negeri pada pukul 9.05 pagi.
Atatürk dikenang melalui banyak bangunan peringatan di seluruh Turki, seperti Bandara Internasional Atatürk di Istanbul, Jembatan Atatürk di atas Tanduk Emas (Haliç), Bendungan Atatürk, Stadion Atatürk, dan Anıtkabir, mausoleum tempat ia dikebumikan. Patung-patung raksasa Atatürk bertebaran di seluruh sudut kota Istanbul dan berbagai kota lainnya di Turki, dan praktis setiap pemukiman yang besar mempunyai bangunan peringatan sendiri untuknya. Ada pula sejumlah bangunan peringatan bagi Atatürk secara internasional, seperti Atatürk Memorial di Wellington, Selandia Baru (yang juga merupakan bangunan peringatan untuk pasukan ANZAC yang meninggal di Gallipoli). Parlemen Turki mengeluarkan Undang-undang Nomor 5816 yang melarang penghinaan terhadap warisannya ataupun serangan terhadap segala benda yang menggambarkannya. Undang-undang ini kadang-kadang dikritik karena hanya berlaku untuk Atatürk, dan dengan demikian mirip dengan undang-undang yang melindungi para pemimpin dari rezim-rezim diktatorial.
Atatürk berusaha untuk memodernisasi dan mendemokratiskan sebuah Republik Turki yang baru dari sisa-sisa Kesultanan Utsmaniyah. Dalam upayanya ini, Atatürk telah menerapkan pembaruan-pembaruan yang meluas, yang akibatnya telah mendekatkan Turki kepada Uni Eropa sekarang. Tekanan yang diberikan kepada sekularisme dan nasionalisme juga telah menimbulkan konflik pada tingkat tertentu di dalam masyarakat. Sebagian pemeluk Islam yang taat merasa gagasan sekularisme ini bertentangan dengan ajaran Islam, dan mengkritik negara karena tidak memberikan kebebasan yang penuh dalam agama. Di Turki hingga saat ini Islam masih dibatasi dan kaum perempuan tidak diizinkan mengenakan kerudung di bangunan-bangunan umum. Kelompok etnis minoritas seperti orang-orang Kurdi juga telah berusaha memperoleh hak-hak budaya yang lebih besar, yang pada masa lampau telah dibatasi karena dikembangkannya nasionalisme Turki.
Meskipun terdapat konflik-konflik ini, Atatürk tetap dihormati di seluruh Turki dan prinsip-prinsipnya tetap merupakan tulang punggung politik Turki modern.
Referensi
- ^ Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), 146.
- ^ a b c (Inggris) BBC History: Ataturk Kemal
- ^ Andrew Mango, Atatürk. hlm. 536
- ^ Atatürk: Eine Biographie, Klaus Kreiser, C.H.Beck, 2011, ISBN 3406619789, hlm. 80, (Ger.)
- ^ "Balkan Is Not Dead". IMDb. 9 August 2012. Diakses tanggal 11 Maret 2019.
- ^ "Atatürk'ün Özel Hayatı". Atatürk. 2008. Diarsipkan dari versi asli tanggal 31 December 2012. Diakses tanggal 12 November 2012.
- ^ Bozdağ, İsmet (2005). Latife ve Fikriye İki Aşk Arasında Atatürk. Istanbul: Truva Yayınları.
- ^ Turgut, Pelin (1 Juli 2006). "Turkey in the 21st century: The Legacy Of Mrs Ataturk". The Independent. UK. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2006-07-18. Diakses tanggal 29 September 2007.
- ^ Akhtar, Salman (2008). The Crescent and the Couch: Cross-Currents Between Islam and Psychoanalysis. Rowman & Littlefield. hlm. 68. ISBN 978-0-7657-0574-7.
- ^ Sabiha Gokcen biography, Hargrave Pioneers of Aviation
- ^ Political Islam in Turkey: Running West, Heading East? Author G. Jenkins, Publisher Springer, 2008, ISBN 0230612458, hlm. 84.
- ^ Düzel, Neşe (2012-02-06). "Taha Akyol: Atatürk yargı bağımsızlığını reddediyor"
- ^ Ethem Ruhi Fığlalı (1993) "Atatürk and the Religion of Islam" Atatürk Araştırma Merkezi Dergisi, Sayı 26, Cilt: IX.
- ^ Prof. Utkan Kocatürk, Atatürk'ün Fikir ve Düşünceleri (Atatürk ve Din Eğitimi, A. Gürtaş, p. 26), Atatürk Araştırma Merkezi, 2007; ISBN 9789751611741
- ^ Prof. Ethem Ruhi Fığlalı, "Atatürk'ün Din ve Laiklik Anlayışı", Atatürk Araştırma Merkezi, 2012; ISBN 978-975-16-2490-1, p. 86
- ^ Atatürk'ün Söylev ve Demeçleri, Ankara 1959, 2. Baskı, II, 66-67; s. 90. III, 70
- ^ Reşat Kasaba, "Atatürk", The Cambridge history of Turkey: Volume 4: Turkey in the Modern World, Cambridge University Press, 2008; ISBN 978-0-521-62096-3 hlm. 163; accessed 27 March 2015.
- ^ Political Islam in Turkey by Gareth Jenkins, Palgrave Macmillan, 2008, hlm. 84; ISBN 0230612458
- ^ Atheism, Brief Insights Series by Julian Baggini, Sterling Publishing Company, Inc., 2009; ISBN 1402768826, p. 106.
- ^ Islamism: A Documentary and Reference Guide, John Calvert John, Greenwood Publishing Group, 2008; ISBN 0313338566, hlm. 19.
- ^ Mustafa Kemal Ataturk, the founder of the secular Turkish Republic said: "Aku tidak punya agama, dan kadang-kadang aku berharap semua agama di dasar laut ..." The Antipodean Philosopher: Interviews on Philosophy in Australia and New Zealand, Graham Oppy, Lexington Books, 2011, ISBN 0739167936, hlm. 146.
- ^ Phil Zuckerman, John R. Shook, The Oxford Handbook of Secularism, Oxford University Press, 2017, ISBN 0199988455, hlm. 167.
- ^ Tariq Ramadan, Islam and the Arab Awakening, Oxford University Press, 2012, ISBN 0199933731, hlm. 76.
- ^ Atatürk İslam için ne düşünüyordu?
- ^ a b Ethem Ruhi Fığlalı (1993) "Atatürk and the Religion of Islam" Atatürk Araştırma Merkezi Dergisi, Sayı 26, Cilt: IX.
- ^ Ahmet Taner Kışlalı "Kemalizm, Laiklik ve Demokrasi [Kemalisme, Laicisme, dan Demokrasi]" 1994
- ^ Nutuk, vol. 11, hlm. 708.
- ^ Fığlalı "Atatürk dan Agama Islam"; Tetapi untuk menyebutkan bahwa agama adalah masalah hubungan dan komunikasi antara Allah dan hamba-Nya." [dibacakan dari Kılıç Ali, Atatürk'ün Hususiyetleri, Ankara, 1930, hlm. 116]
- ^ a b c Jacob M. Landau (1984). Atatürk and the Modernization of Turkey. London ; New York: University of Chicago Press. ISBN 90-04-07070-2. halaman 217
- ^ M. Orhan Tarhan "Should Government Teach Religion?" The Atatürk Society of America
- ^ Kılıç Ali, Atatürk'ün Hususiyetleri, Ankara, 1930, hlm. 57
- ^ A. Afet İnan, M. Kemal Atatürk'ten Yazdıklarım, İstanbul, 1971, hlm. 85–86.
- ^ Karpat, "The Personality of Atatürk", hlm. 893–99.
- ^ Dukitip dalam Atatürk: The Biography of the Founder of Modern Turkey, by Andrew Mango; "In a book published in 1928, Grace Ellison quotes [Atatürk], presumably in 1926-27", Grace Ellison Turkey Today (London: Hutchinson, 1928)
- ^ Atatürk'ün Türkiye Büyük Millet Meclisi'nin V. Dönem 3. Yasama Yılını Açış Konuşmaları (dalam bahasa Turki). "... Dünyaca bilinmektedir ki, bizim devlet yönetimimizdeki ana programımız, Cumhuriyet Halk Partisi programıdır. Bunun kapsadığı prensipler, yönetimde ve politikada bizi aydınlatıcı ana çizgilerdir. Fakat bu prensipleri, gökten indiği sanılan kitapların doğmalarıyla asla bir tutmamalıdır. Biz, ilhamlarımızı, gökten ve gaipten değil, doğrudan doğruya yaşamdan almış bulunuyoruz."
- ^ Afet İnan, Medenî Bilgiler ve M. Kemal Atatürk'ün El Yazıları, Türk Tarih Kurumu, 1998, hlm. 364.
- ^ Macfie, Alexander Lyon (2014). Ataturk. Routledge. hlm. 6. Diakses tanggal 2018-12-31.
- ^ Atatürk'ün Hayatı (Kehidupan Atatürk). Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Turki (Turki).
- ^ Mango, Atatürk, 526
- ^ "The Burial of Atatürk". Time Magazine. 23 November 1953. hlm. 37–39. Diakses tanggal 7 August 2007.
Pranala luar
Didahului oleh: - |
Perdana Menteri Turki | Digantikan oleh: Fevzi Çakmak |
Didahului oleh: - |
Presiden Turki | Digantikan oleh: İsmet İnönü |