Lompat ke isi

Pengguna:Swarabakti/Maraton

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Bahasa Buru
Dituturkan diIndonesia
WilayahMaluku
EtnisSuku Buru
Penutur
(45.000 total, 30.000 penutur aktif per 1991)[1]
Kode bahasa
ISO 639-3Mencakup:
mhs – Buru
lcl – Lisela
Glottologburu1322[2]
Artikel ini mengandung simbol fonetik IPA. Tanpa bantuan render yang baik, Anda akan melihat tanda tanya, kotak, atau simbol lain, bukan karakter Unicode. Untuk pengenalan mengenai simbol IPA, lihat Bantuan:IPA.
 Portal Bahasa
L • B • PW   
Sunting kotak info  +  Info templat



Bahasa Buru merupakan sebuah bahasa Austronesia yang dituturkan di Pulau Buru, Maluku. Penuturnya berjumlah sekitar 45.000 orang.[1]

Klasifikasi dan ragam bahasa

Bahasa Buru termasuk ke dalam rumpun bahasa Maluku Tengah yang juga mencakup sebagian besar bahasa-bahasa Austronesia di Kepulauan Maluku. Di antara bahasa-bahasa Maluku Tengah, bahasa Buru paling dekat hubungannya dengan bahasa-bahasa di kepulauan Sula dan Taliabu, membentuk subkelompok Buru-Sula-Taliabu dalam rumpun Maluku Tengah. Rumpun bahasa Maluku Tengah sendiri termasuk dalam kelompok Melayu-Polinesia (cabang Tengah-Timur) dari keluarga Austronesia.[3]

Pada tahun 1980-an, bahasa Buru memiliki lima dialek: (1) Masarete, (2) Wae Sama, yang dituturkan di pesisir tenggara pulau, (3) Rana, di wilayah pedalaman pulau, (4) Lisela, di sepanjang pesisir utara, dan (5) Fogi, di pesisir barat daya.[4] Di antara dialek-dialek bahasa Buru, dialek Lisela merupakan yang paling berbeda secara kosakata. Namun, dalam hal struktur, dialek Lisela hampir persis sama dengan dialek Masarete dan Rana.[5] Perbedaan antar dialek juga tidak menghalangi usaha untuk berkomunikasi satu sama lainnya. Ditambah lagi, masyarakat Buru menganggap bahwa kelima dialek ini merupakan satu kesatuan dan bukannya bahasa-bahasa berbeda.[6]

Pantangan

Masyarakat Buru mengenal pantangan atau koit yang melarang penggunaan kata-kata tertentu dan menggantinya dengan kosa kata baru yang mirip secara semantik, atau kata yang dimaksudkan sebagai deskripsi.[7][8] Salah satu pantangan adalah menyebut nama kerabat secara langsung. Jika nama kerabat tersebut diambil dari nama makhluk hidup atau fenomena alam (penamaan seamcam ini umum di beberapa tempat yang masih belum begitu dipengaruhi budaya luar), maka nama makhluk atau fenomena tersebut pun pantang diucapkan.[a][9] Ada pula pantangan yang diasosiasikan dengan wilayah tertentu; wilayah pantangan ini disebut net koit dalam bahasa Buru. Contohnya kata ikan 'ikan', yang di beberapa daerah diganti dengan kata edhamat 'sesuatu yang mengambang',[10] atau kata senget 'nyamuk' yang di beberapa tempat diganti inhadat 'sesuatu yang menggigit'.[8] Pantangan semacam ini biasanya dikaitkan dengan legenda atau mitos setempat.[8][10]

Di wilayah pedalaman Garan yang tak berpenghuni di bagian barat laut pulau, bahasa Buru sehari-hari pantang digunakan. Wilayah pantangan ini memilki panjang dan lebar kurang lebih dua hari perjalanan dari ujung ke ujung. Untuk menghindari menggunakan bahasa sehari-hari, penutur dialek Rana yang lazim melalui wilayah ini pun menciptakan ragam bahasa yang disebut Li Garan (bahasa Garan), yang kosa katanya diganti dengan metode yang umum digunakan untuk menghindari kata pantangan seperti dijelaskan di atas.[5] Contohnya, dalam Li Garan, kata geba 'orang' disebut em-kise-n (kata dasar kise berarti 'berdahi tinggi'), ana-fina 'perempuan' disebut em-kise-n brenge-t (kata dasar brenge berarti 'kuskus betina'[b]), dan kira-n 'dahi' disebut olo-n hapu-t '(bagian) kepala yang diikat'.[11] Selain sebagai ragam bahasa yang digunakan di wilayah Garan, penutur dialek Rana juga menggunakan ragam ini sebagai bahasa rahasia jika ingin mendiskusikan sesuatu tanpa melibatkan penutur dialek lain.[5]

Demografi dan persebaran

Bahasa Buru dituturkan di sebagian besar Pulau Buru. Dialek Masarete dituturkan di daerah aliran sungai Wa Mala di bagian barat daya pulau, Wae Sama di pesisir tenggara, Rana di wilayah pedalaman, Lisela di sepanjang pesisir utara, dan Fogi di pesisir barat daya.[12]{{sfn|Grimes|1991|p=35} Dialek Rana dan Lisela merupakan dialek dengan jumlah penutur terbanyak pada tahun 1989.[13] Dari kelima dialek ini, Masarete, Wae Sama dan Rana masih umum digunakan, sementara dialek Lisela penggunaannya menurun, dan dialek Fogi kini sudah punah.[12]

Fonologi

Terdapat 15 fonem segmental dalam bahasa Ekari, dengan rincian 10 fonem konsonan dan 5 fonem vokal.[14]

1. Konsonan[14]
Bibir Alveolar Palatal Velar
Nasal m n
Letup nirsuara p t k
bersuara b d ɡ [ɡˡ]
Aproksiman w j

Fonem /ɡ/ diucapkan secara lateral sebagai [ɡˡ]. Jika fonem /k/ dan /ɡ/ didahului oleh bunyi vokal belakang, keduanya akan diucapkan dengan labialisasi, seperti dalam kata okei [okʷei] 'mereka' dan euga [euɡˡʷa] 'lebih'. Fonem /j/ memiliki alofon [ʝ] jika diucapkan sebelum /i/, semisal dalam kata yina [ʝina] 'serangga'.[14]

2. Vokal[14]
Depan Madya Belakang
Tertutup i u
1/2 terbuka e [ɛ] o
Terbuka a
Diftong ei   ai   eu   au   ou

Bahasa Ekari membedakan antara vokal panjang dan pendek; perbedaan panjang vokal dapat mengubah arti, semisal dalam kata iye 'daun' vs. iyee 'kelakuan', ena 'satu' vs. enaa 'baik', dan miyo 'bawah' vs. miyoo 'kecil'. Marion Doble menganalisis vokal panjang dalam bahasa Ekari sebagai geminasi vokal yang terdiri dari dua mora seperti dalam diftong. Ada dua aksen nada (pitch-accent) berbeda dalam bahasa Ekari, yaitu nada netral dan tinggi. Nada netral mencakup nada menengah dan rendah yang penggunaannya dapat diprediksi tergantung posisinya dalam sebuah kata. Nada tinggi yang persebarannya lebih terbatas berkontras dengan nada netral, seperti dalam ii 'ya' vs. íí 'pasir' dan iyee 'kelakuan' vs. iyéé 'sembilan.[14][15]

Tata bahasa

Sintaksis

Dalam kalimat transitif independen, struktur yang paling sering digunakan adalah subjek–objek–predikat (SOP), seperti dalam contoh berikut:[16]

Meido kodo nota noogai
orang-orang P ubi jalar makan
'Orang-orang itu makan ubi jalar'

Struktur OSP juga dapat digunakan untuk memberi penekanan pada objek. Susunan ini lebih umum ditemui pada kalimat dependen.[16]

Nota kodo okei noogai
ubi jalar P mereka makan
'Ubi jalar itu mereka makan'

Referensi

Keterangan

  1. ^ Tidak seperti pada beberapa masyarakat Austronesia lainnya, menyebut nama kerabat yang sudah meninggal bukanlah pantangan. Terkadang, mereka bahkan dipanggil dengan nama langsung tanpa panggilan kekerabatan.[8]
  2. ^ Kata ini pun awalnya tumbuh dari pantangan; kata dasar renge berarti 'membawa sesuatu dengan menyampirkannya di punggung', sebab induk kuskus seringkali menggendong anaknya di punggung.[11]

Catatan kaki

  1. ^ a b Grimes 1991, hlm. 45.
  2. ^ Hammarström, Harald; Forkel, Robert; Haspelmath, Martin, ed. (2023). "Buruic". Glottolog 4.8. Jena, Jerman: Max Planck Institute for the Science of Human History. 
  3. ^ Collins 1983, hlm. 15, 19–20.
  4. ^ Grimes 1991, hlm. 35.
  5. ^ a b c Grimes 1991, hlm. 40.
  6. ^ Grimes 1991, hlm. 39.
  7. ^ Grimes & Maryott 1994, hlm. 277.
  8. ^ a b c d Grimes 1991, hlm. 34.
  9. ^ Grimes 1991, hlm. 33.
  10. ^ a b Grimes & Maryott 1994, hlm. 278.
  11. ^ a b Grimes 1991, hlm. 41.
  12. ^ a b Grimes & Maryott 1994, hlm. 276.
  13. ^ Grimes 1991, hlm. 44.
  14. ^ a b c d e Doble 1987, hlm. 58.
  15. ^ Doble 1987, hlm. 59.
  16. ^ a b Doble 1987, hlm. 56.

Bibliografi