Lompat ke isi

Aroha

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 17 Juli 2019 13.15 oleh Mfikriansori (bicara | kontrib) (Artikel berjudul Aroha ini ditulis dalam rangka mengikuti Maraton menuju 500.000. Artikel ini masih belum selesai dan akan segera dilengkapi.)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Aroha adalah upacara keluarga (soa) untuk memperingati roh-roh leluhur dan dilakukan bertepatan dengan Maulid Nabi Muhammad.[1] Tradisi ini adalah salah satu tradisi adat pra-Islam yang berkembang dan bertahan hingga kini di kalangan masyarakat Muslim Ambon. Aroha dirayakan oleh hampir seluruh kampung yang beragama Islam di Maluku Tengah. Namun, perayaan yang terpenting dilakukan oleh oleh penduduk Rohomoni, Kabauw, Kailolo, Haruku, Maluku Tengah, dan Pelauw. Keempat negeri tersebut tergabung dalam satu konfederasi atau perserikatan tradisional (uli) yang disebut Uli Hatuhaha. Uli Hatuhaha sendiri berkedudukan di Pulau Haruku Bagian Utara dan terkenal dengan sufisme serta sinkretisme Islam dengan adatnya yang kuat.[2]

Etimologi

Istilah aroha berasal dari kata "ruh" (bahasa Arab: روح) yang bermakna jiwa, nyawa, roh, atau spirit.[3] Ada pula yang menyebutkan bahwa aroha berasal dari kata aroho yang dalam bahasa Tana dialek Hatuhaha berarti pergi ke jalan roh.[4] Roh dalam konteks ini mengacu pada roh-roh leluhur (nenek moyang) dan roh Nabi Muhammad.[5] Di Kailolo aroha dikenal dengan nama lain yaitu manian. Nama manian berasal dari kata kemenyan atau menyan karena dalam perayaan terdapat serangkaian pembakaran dupa yang menghasilkan wangi-wangian.[5]

Sejarah dan Islamisasi Aroha

Perburuan kepala dan pengayauan serta pengorbanan manusia adalah hal yang biasa bagi masyarakat Ambon. Hal tersebut adalah bagian yang tak terpisahkan dari adat dan telah ada sejak dahulu. Tradisi perburuan kepala tersebut perlahan memudar ketika Islam dan Kekristenan mulai masuk ke wilayah Maluku Bagian Tengah pada abad ke-15 dan 16 Masehi. Ditinggalkannya perburuan kepala diiringi pula dengan memudarnya agama lokal yang disebut oleh Bartels sebagai agama Nunusaku. Agama Nunusaku adalah agama asli orang Ambon yang memusatkan spiritualitasnya pada pemujaan dan penghargaan terhadap roh-roh leluhur. Bartels mencatat

Islamisasi Maluku Bagian Tengah didukung oleh Kesultanan Ternate. Penduduk Ambon Bagian Utara, Jazirah Huamual, dan Haruku Bagian Utara (Hatuhaha) memeluk Islam secara sadar tanpa paksaan. Syahadat (Bahasa Arab: الشهادة asy-syahādah audio) yang berbunyi ʾašhadu ʾal lā ilāha illa l-Lāh wa ʾašhadu ʾanna muḥammadar rasūlu l-Lāh yang berarti saya bersaksi bahwa tiada Ilah selain Allah dan bersaksi bahwa Muhammad adalah rasul (utusan) Allah diterima sepenuhnya sebagai pernyataan dan tanda untuk meniadakan penyembahan berhala atau kuasa-kuasa lain yang disebah oleh leluhur mereka.[6] Meskipun demikian, Allah selaku Tuhan Islam rupanya mewarisi beberapa atribut dewa langit yang dikenal orang Ambon sebagai Upu Lanite yang posisinya digantikan oleh Allah. Diwarisinya atribut dewa tersebut membuat kedudukan Allah bagi sebagian masyarakat Islam Ambon khususnya Hatuhaha menjadi berlawanan dengan dogma Islam. Hal ini dikarenakan masyarkat percaya bahwa nasib mansia tidak sepenuhnya berada di tangan Allah karena nenek moyang tetap memiliki kuasa atas kehidupan sosial seperti memberikan berkah bagi yang masih hidup dan memberikan hukuman atas pelanggaran adat.

Tujuan Perayaan

Perayaan aroha umumnya bertujuan untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad.[7] Selain itu aroha di Hatuhaha dirayakan dengan tujuan untuk mengenang kematian Nabi Muhammad, menghormati leluhur, termasuk para wali, ulama, dan pendakwah yang telah menyiarkan ajaran Islam kepada penduduk Hatuhaha.[8][7]

Tata Perayaan Aroha

Hidangan Khas

Tradisi aroha dijalankan secara beramai-ramai oleh masyarakat. Dalam praktiknya, masyarakat dibimbing oleh pemuka adat mengenai kewajiban yang harus ditanggung oleh masing-masing fam atau matarumah yang ada di negeri tersebut termasuk soal hidangan yang harus disajikan saat aroha diselenggarakan.[9] Hidangan khas aroha dikenal dengan nama sananama yang terdiri dari makanan dan kudapan seperti juadah, bouspirit, pau meit, halua kenari, dan kuah campuran santan dan gula aren. Hiduang tersebut umumnya dibuat dari hasil-hasil kebun seperti sagu, pisang, kelapa, aren, dan umbi-umbian, beras ketan, daging ayam, dan hasil tangkapan laut.[9]

Hidangan khas aroha berfungsi sebagai simbol yang mewakili bagian-bagian tubuh manusia. Juadah yang terbuat dari beras ketan, dikenal pula sebagai bokol melambangkan paru-paru manusia. Bouspirit atau papananan melambangkan limpa, pau meit melambangkan usus (dalam istilah lokal di Hatuhaha disebut sebagai taliporo), halua kenari melambangkan jantung, dan kuah santan-gula melambangkan darah.[9]

Kontroversi

Lihat pula

Catatan kaki

  1. ^ Bartels 2017, hlm. 389.
  2. ^ Handoko 2017, hlm. 11 dan 21.
  3. ^ Dieter Bartels 2010.
  4. ^ Karepesina 2018, hlm. 9.
  5. ^ a b Bartels 2017, hlm. 309.
  6. ^ Bartels 2017, hlm. 307.
  7. ^ a b Karepesina 2018, hlm. 4.
  8. ^ Rumahuru 2012, hlm. 313.
  9. ^ a b c Karepesina 2018, hlm. 5.

Daftar pustaka