Lompat ke isi

Leukemia mieloid akut

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Leukemia Mieloid Akut
Aspirasi sumsum tulang menunjukkan gambaran leukemia mieloid akut, badan Auer ditunjukkan oleh tanda panah
Informasi umum
Nama lainLeukemia mielogenus akut, leukemia nonlimfositik akut (LNLA), leukemia mieloblastik akut, leukemia granulositik akut[1]
SpesialisasiHematologi, onkologi
Faktor risikoMerokok, riwayat kemoterapi atau terapi radiasi, sindrom mielodisplasia, benzena[1]
Aspek klinis
Gejala dan tandaMudah lelah, napas pendek, mudah memar dan perdarahan, peningkatan risiko infeksi
Awal munculSemua umur, paling banyak pada usia 65-75 tahun
DiagnosisAspirasi sumsum tulang, pemeriksaan darah
PerawatanKemoterapi, terapi radiasi, transplantasi sel stem
PrognosisSintas lima tahun ~27% (Amerika)

Leukemia mieloid akut (acute myeloid leukemia, AML) atau leukemia mielositik akut atau leukemia mielogenous akut atau leukemia granulositik akut atau leukemia nonlimfositik akut (LNLA) adalah suatu jenis keganasan pada darah yang ditandai dengan diferensiasi (perkembangan) dan proliferasi (pertumbuhan dan pertambahan sel yang sangat cepat) abnormal sel punca hematopoietik yang menyebabkan penekanan dan mengganti komponen sumsum tulang belakang.

Gejala penyakit ini bervariasi tergantung pada jumlah sel abnormal dan tempat berkumpulnya sel tersebut. Keluhan yang paling sering timbul adalah mudah lelah napas pendek atau dispnea yang disebabkan oleh anemia, demam, memar dan perdarahan, penurunan berat badan, dan mudah menderita infeksi.

Penyebab penyakit leukemia mieloid akut belum diketahui dengan pasti. Namun ada beberapa faktor risiko terjadinya penyakit ini yaitu faktor genetik, riwayat radiasi, riwayat kemoterapi, riwayat merokok, zat kimia, dan riwayat kelainan darah yang lain.

Diagnosis penyakit ini dilakukan melalui aspirasi sumsum tulang, pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan imunofenotipe, dan pemeriksaan sitogenetika molekuler untuk mengetahui abnormalitas gen.

Terapi utama pasien leukemia mieloid akut adalah dengan kemoterapi. Terapi ini dapat dilanjutkan dengan radiasi hingga transplantasi sel punca. Terapi suportifnya adalah tranfusi darah bila terdapat penurunan hemoglobin, dan terapi simtomatik sesuai dengan gejala yang timbul.[1][2][3]

Leukemia mieloid akut paling sering timbul pada usia dewasa dan lebih banyak diderita oleh pria dibandingkan wanita.

Tanda dan gejala

Gejala yang mula-mula dirasakan penderita terjadi karena kegagalan sumsum tulang menghasilkan sel darah yang normal dalam jumlah yang cukup dan atau akibat infiltrasi sel-sel leukemik pada berbagai organ. Gejala yang dirasakan bervariasi tergantung dari jumlah sel abnormal dan tempat berkumpulnya sel abnormal tersebut. Durasi perjalanan penyakit pun bervariasi, beberapa individu mengalami gejala yang berat selama beberapa hari hingga beberapa minggu, dan individu yang lain mengalami gejala yang lebih lama dengan intensitas ringan hingga berbulan-bulan. Keluhan yang paling sering dirasakan adalah mudah lelah, badan terasa tidak sehat (malaise), dan dispnea akibat anemia. Demam adalah keluhan pertama bagi sekitar 15-20% penderita yang timbul akibat infeksi bakteri yang disebabkan oleh granulositopenia atau netropenia. Penderita leukemia mieloid akut akan mudah mengalami infeksi dan gejala perdarahan mulai dari peteki, purpura, lebam, gusi berdarah, dan keluar darah dari hidung (epistaksis). Penurunan berat badan yang dirasakan oleh penderita berhubungan dengan berkurangnya napsu makan akibat malaise. Nyeri tulang dan nyeri sendi (artralgia) juga dirasakan oleh sekitar 29% penderita yang terjadi akibat infiltrasi sel-sel leukemik ke dalam jaringan tulang dan sendi.

Tanda klinis yang dapat ditemukan pada penderita leukemia myeloid akut adalah tanda anemia berupa kepucatan yang terlihat jelas pada bibir, konjungtiva mata, kuku, dan kulit. Bila anemianya berat, akan didapatkan peningkatan frekuensi pernapasan dan peningkatan denyut nadi (takikardia). Walaupun frekuensi terjadinya pembesaran organ pada AML lebih sedikit dibandingkan pada ALL (acute lymphoblastic leukemia), beberapa penderita AML dapat menderita pembesaran abdomen dan pembesaran kelenjar getah bening (limfadenopati). Pembesaran limpa (splenomegali) lebih sering didapatkan daripada pembesaran hati (hepatomegali).

Faktor risiko

Penyebab leukemia masih belum diketahui secara pasti hingga kini. Namun ada beberapa faktor risiko tertentu yang akan meningkatkan kemungkinan seseorang menderita penyakit ini. Secara umum faktor risiko dapat dibagi tiga, yaitu faktor host (bawaan manusianya sendiri), faktor agent (zat atau benda lain), dan faktor lingkungan (berhubungan dengan pajanan pekerjaan).

Faktor inang

Insiden leukemia mieloid akut lebih banyak didapatkan pada usia dewasa tua dibandingakn anak-anak dan diderita lebih banyak oleh pria dibandingkan oleh wanita. Individu ras kaukasia (kulit putih) memiliki potensi lebih besar dibandingkan ras kulit hitam. Faktor genetik juga memegang peranan untuk angka kejadian AML, terutama mereka yang memiliki riwayat keluarga dengan leukemia. Insiden leukemia pada anak-anak dengan sindrom Down sekitar 20 kali lebih banyak dibandingkan anak yang normal, meningkat pada kelainan kromosom 21, dan meningkat pada penderita dengan kelainan genetik autosom dominan.

Faktor agen

Faktor dari luar yang meningkatkan risiko terjadinya AML adalah infeksi virus, sinar radioaktif, merokok, dan zat kimia seperti benzena, arsen, petisida, kloramfenikol, fenilbutazon. Virus limfotropik-T manusia (HTLV atau human T-lymphotropic leukemia) dan retrovirus jenis cRNA ditemukan pada pemeriksaan dengan menggunakan mikroskop elektron dan kultur pasien dengan leukemia sel T.

Faktor lingkungan

Menurut beberapa penelitian, terdapat hubungan antara pajanan pekerjaan yaitu petani dan peternak dengan peningkatan risiko terjadinya AML.

Patofisiologi

AML terjadi karena sel-sel hematopoietik berubah sifat menjadi ganas serta mengalami hambatan pada tingkat diferensiasi dan tidak bisa berkembang menjadi sel dalam bentuk yang lebih matur (dewasa). Sel darah berasal dari sel punca hematopoietik pluripoten yang akan berdiferensiasi menjadi sel punca limfoid dan sel punca mieloid multipoten. Sel punca limfoid akan membentuk sel T dan sel B, sedangkan sel induk mieloid akan menjadi eritrosit, granulosit, monosit, dan megakariosit (karena itu disebut sebagai CFU-GEMM atau colony forming unit-granulocyte, erythrocyte, monocyte, megakaryocyte). Klona leukemik dapat terjadi dalam setiap fase diferensiasi dan penyebabnya belum diketahui sampai sekarang. Bila hal ini terjadi, proses maturasi sel akan terganggu sehingga jumlah sel muda (immatur) akan meningkat dan menekan pembentukan sel darah merah yang normal di dalam sumsum tulang. Sel leukemik ini akan masuk ke dalam sirkulasi dara dan menginfiltrasi organ.

Diagnosis

Diagnosis leukemia mieloid akut dibuat melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik serta ditunjang dengan pemeriksaan tambahan seperti pemeriksaan darah, aspirasi sumsum tulang, dan pemeriksaan pencitraan seperti pemeriksaan tomografi terkomputasi, foto torak dan pencitraan resonansi magnetik untuk melihat perluasan penyakit. Pada pemeriksaan hitung darah lengkap akan didapatkan gambaran anemia, trombositopenia, dan leukopenia. Aspirasi sumsum tulang adalah pemeriksaan rutin untuk diagnosis AML. Hasil pulasan darah dan sumsum tulang diperiksa dengan menggunakan pewarnaan May-Grünwald-Giemsa atau pewarnaan Wright-Giemsa. Pemeriksaan imunofenotipe dengan menggunakan teknik aliran sitometri dilakukan untuk menentukan tipe sel leukemia berdasarkan antigen permukaan. Kriteria yang digunakan adalah ≥ 20% sel leukemik yang mengekspresikan petanda leukemia mieloid. Pemeriksaan sitogenetika mampu memberikan gambaran abnormalitas kromosom seperti translokasi, inversi, delesi, dan duplikasi yang ditemukan pada sekitar 55% pasien AML dewasa. Pemeriksaan sitogenetika yang lebih canggih, yaitu sitogenetika molekuler dengan menggunakan teknik FISH (fluorescence in situ hybridization atau hibridisasi floresensi in situ) dapat mendeteksi abnormalitas gen atau bagian dari kromosom seperti RUNX1 (Runt-related transcription factor 1) - RUNX1T1 (RUNX1 partner transcriptional co-repressor 1) yang merupakan protein AML, CBFB (Core-binding factor subunit beta) - MYH11 (Myosin Heavy Chain 11), fusi gen MLL (myeloid/lymphoid atau mixed-lineage leukemia 1) dan EV11, serta hilangnya kromosom 5q dan kromosom 7q.

Referensi

  1. ^ a b c "Adult Acute Myeloid Leukemia Treatment". National Cancer Institute (dalam bahasa Inggris). 23 Juli 2019. Diakses tanggal 4 November 2019. 
  2. ^ GBD 2015 Disease and Injury Incidence and Prevalence, Collaborators. (8 Oktober 2016). "Global, regional, and national incidence, prevalence, and years lived with disability for 310 diseases and injuries, 1990–2015: a systematic analysis for the Global Burden of Disease Study 2015". Lancet. 388 (10053): 1545–1602. doi:10.1016/S0140-6736(16)31678-6. PMC 5055577alt=Dapat diakses gratis. PMID 27733282. 
  3. ^ GBD 2015 Mortality and Causes of Death, Collaborators. (8 Oktober 2016). "Global, regional, and national life expectancy, all-cause mortality, and cause-specific mortality for 249 causes of death, 1980–2015: a systematic analysis for the Global Burden of Disease Study 2015". Lancet. 388 (10053): 1459–1544. doi:10.1016/S0140-6736(16)31012-1. PMC 5388903alt=Dapat diakses gratis. PMID 27733281.