Lompat ke isi

Kesombongan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 27 Oktober 2020 11.44 oleh Fahriahmad306 (bicara | kontrib) (Islam :))
Pride: "They want a piece of me", fotografi karya Gabriel Delgado

Kesombongan, berasal dari kata sombong (bahasa Inggris: pride; bahasa Latin: superbia; bahasa Arab: فخر, fakhar), juga angkuh, takabur, arogan, congkak, dan tinggi hati merupakan suatu perasaan atau emosi dalam hati yang dapat mengacu pada dua makna umum. Dalam konotasi negatif biasanya mengacu pada perasaan meningkatnya status atau prestasi seseorang, sering kali disebut "keangkuhan". Sementara dalam konotasi positif mengacu pada satu perasaan puas diri seseorang terhadap tindakan atau pilihannya sendiri, atau terhadap pihak lain, atau juga terhadap suatu kelompok sosial; dapat dikatakan sebagai satu produk turunan dari pujian, refleksi diri, atau rasa memiliki yang terpenuhi. Para filsuf dan psikolog sosial telah mengamati bahwa kesombongan adalah suatu emosi sekunder yang kompleks, yang memerlukan pengembangan dari satu perasaan pribadi dan penguasaan perbedaan konseptual yang relevan (misalnya membedakan kesombongan dari kebahagiaan dan sukacita) melalui interaksi secara lisan dengan orang lain.[1] Beberapa psikolog sosial juga mengidentifikasinya terkait dengan suatu sinyal dari status sosial yang tinggi.[2]

Dalam Psikologi

Sebagai emosi

Dalam konteks psikologi, kesombongan merupakan suatu emosi yang menyenangkan, terkadang menggembirakan, sebagai hasil dari evaluasi diri yang positif.[3] Tracy dan yang lain menambahkannya dalam UCDSEE (University of California, Davis, Set of Emotion Expressions) pada tahun 2009 sebagai salah satu dari 3 emosi "kesadaran diri"—selain rasa malu (shame dan embarrassment) -- yang diketahui memiliki ekspresi yang dapat dikenali.[4]

Ekspresi wajah dan gerak tubuh yang menunjukkan kesombongan dapat berupa mengangkat dagu, tersenyum, atau tolak pinggang untuk menunjukkan kemenangan. Seseorang mungkin secara implisit menyatakan status kepada orang lain semata-mata berdasarkan ekspresi kesombongan mereka, bahkan saat ia tidak bermaksud demikian. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ekspresi nonverbal dari kesombongan menyampaikan suatu pesan yang secara otomatis dirasakan orang lain mengenai tingginya status sosial orang tersebut dalam suatu kelompok.[2]

Dampak

Pemahaman umum dari kesombongan adalah merupakan hasil dari kepuasan yang diarahkan sendiri untuk memenuhi tujuan pribadi; contohnya, Weiner et al. mengemukakan bahwa hasil kinerja yang positif menimbulkan kesombongan dalam diri seseorang ketika perbuatannya dinilai sebagai hasil dari dirinya sendiri saja. Selain itu, Oveis et al. mengkonsepkan kesombongan sebagai suatu penampilan diri yang kuat yang mempromosikan rasa kesamaan untuk menguatkan orang lain, sebagaimana juga sebagai diferensiasi untuk melemahkan yang lainnya. Dilihat dari sisi ini, menurut Oveis et al., kesombongan dapat dikonsepkan sebagai suatu emosi yang memperkaya hierarki karena pengalaman dan penampilannya membantu menyingkirkan negosiasi konflik.[5]

Dalam Agama

Superbia (Kesombongan) dalam "The Seven Deadly Sins and the Four Last Things", karya Hieronymus Bosch.

Katolik

Kesombongan, atau kecongkakan, adalah dosa pokok yang pertama dalam "Tujuh dosa pokok" sebagaimana tercantum di Katekismus Gereja Katolik (KGK) #1866. Kesombongan adalah permulaan dosa (Sirakh 10:13) yang diakibatkan oleh manusia pertama (Roma 5:12); sehingga dosa kesombongan menyebabkan dosa-dosa lain, atau dosa-dosa pokok lainnya.

Arti kesombongan

Santo Thomas Aquinas berpendapat bahwa kesombongan adalah suatu perasaan dimana manusia menilai dirinya lebih dari kenyataannya; kehendaknya sudah berlawanan dengan nalar dengan mengharapkan sesuatu yang tidak wajar, sehingga kesombongan merupakan dosa.[6] Dengan bahasa yang lugas dan berbeda, Santo Yohanes Maria Vianney menggambarkan orang yang sombong sebagai orang yang haus pujian, orang yang menunjukkan kerendahan hati palsu. Menurutnya, seseorang yang sombong selalu memperolok dirinya sendiri dengan tujuan agar orang lain semakin memujinya. Semakin seseorang yang sombong merendahkan dirinya, semakin banyak ia mengharapkan puji-pujian atas kesia-siaannya yang menyedihkan itu. Orang yang sombong memenuhi khayalannya dengan segala yang telah dikatakan orang untuk memuji dirinya sendiri, dan dengan segala daya upaya berusaha untuk memperoleh lebih banyak pujian lagi karena ia tidak pernah puas dengan pujian.[7]

Jenis kesombongan

Santo Gregorius Agung mengkategorikan kesombongan menjadi 4 jenis:[6]

  1. Merasa bahwa kebaikannya berasal dari dirinya sendiri
  2. Merasa bahwa kebaikannya berasal dari Tuhan dan karena jasanya
  3. Membanggakan sesuatu yang tidak dimilikinya
  4. Memandang rendah orang lain dan merasa sebagai satu-satunya pemilik dari apa yang dimilikinya

Dua belas tangga kesombongan

Secara rinci Santo Bernardus dari Clairvaux menyusun "Dua belas tangga kesombongan", atau "Dua belas tahap kesombongan", sebagai kebalikan "Dua belas tahap kerendahan hati" dari Santo Benediktus yang tercantum dalam Peraturan Santo Benediktus.[8] St. Thomas Aquinas juga menggunakan karya St. Bernardus tersebut dalam penjelasan mengenai dosa pokok kesombongan dalam karya terbesarnya, Summa Theologia.[6] Sebenarnya tahapan-tahapan ini secara khusus ditujukan kepada para rahib, namun secara umum dapat diterapkan juga untuk kaum awam.

12 Tingkat Kesombongan 12 Tingkat Kerendahan Hati
I. Rasa ingin tahu akan segala sesuatu XII. Penyangkalan kehendak diri dalam kebersahajaan sikap tubuh
II. Pikiran sembrono, senang bicara yang tidak penting XI. Berbicara yang terkendali & tenang
III. Kegembiraan & gelak tawa di luar kewajaran X. Pantang tertawa berlebihan, cukup tertawa ringan
IV. Suka membual & banyak bicara IX. Hanya berbicara jika diminta
V. Suka menonjolkan diri supaya tampak suci VIII. Memandang diri tidak ada hak istimewa di masyarakat, taat peraturan
VI. Suka dipuji, merasa lebih suci dibanding orang lain VII. Merasa diri lebih berdosa dibanding orang lain, dan menyatakannya
VII. Merasa dapat melakukan segala sesuatu di atas kemampuannya VI. Memandang diri tidak layak untuk menerima atau melakukan segala hal
VIII. Pembenaran diri, merasa tidak berdosa V. Mengaku dosa
IX. Tidak jujur dalam pengakuan dosa karena takut silih yang berat IV. Sabar dan tetap taat peraturan dalam saat sulit
X. Pemberontakan terhadap peraturan dan atasan yang berwenang III. Ketaatan terhadap peraturan dan atasan yang berwenang
XI. Berbuat dosa dengan bebas II. Keinginan untuk menekan kehendak atau kepentingan diri
XII. Terbiasa berbuat dosa I. Takut akan Tuhan dengan kewaspadaan terhadap dosa

Kerendahan hati XII, mungkin, adalah kerendahan hati sempurna; sementara Kesombongan XII berpotensi untuk melawan dan meninggalkan Allah sepenuhnya. Dari 12 tingkatan kesombongan dapat dilihat bahwa kejatuhan manusia dalam kebiasaan berdosa (XII) diawali dari sikap yang tampak sepele, yaitu rasa ingin tahu akan berbagai hal (I) --khususnya keinginan mata. Kejatuhan manusia pertama, yang menyebabkan dosa asal, berawal dari rasa ingin tahu Hawa dengan memandang yang tidak semestinya sehingga membiarkan dirinya dikuasai godaan (Kejadian 3:1-24).[9] Kesombongan dalam suatu tingkat tertentu dapat diatasi dengan kerendahan hati yang adalah lawannya, dalam tingkat yang sejajar pada tabel; contohnya jika sudah suka membual dan banyak bicara (Kesombongan IV), diatasi dengan tindakan hanya berbicara jika diminta (Kerendahan hati IX).

Hubungan dengan Tiga Kebajikan Ilahi

Harapan adalah penantian dengan penuh kepercayaan akan berkat ilahi dan pandangan Allah yang membahagiakan, tujuan hidup semua orang beriman; merupakan salah satu dari tiga kebajikan teologal/ilahi—selain iman dan kasih.[10]:2090 Seseorang dapat gagal mencapai harapan karena kesombongan (dalam hal ini "presumsi") membuat ia melakukan yang tidak semestinya, sehingga kasih dan imannya gugur dalam perjalanan hidupnya. Sehubungan dengan harapan, KGK mengklasifikasi kesombongan ini menjadi 2 macam:[10]:2092

  • Seseorang yang menilai kemampuannya terlalu tinggi; merasa dapat mencapai keselamatan tanpa bantuan Tuhan. Akibatnya orang tersebut akan mengalami banyak kejatuhan berulang-ulang karena berusaha sendiri tanpa memohon bantuan rahmat dari-Nya. Suatu saat ia dapat mencapai tahap keputusasaan,[10]:2091 dan pada akhirnya ia menyangkal imannya.
  • Seseorang yang merasa dapat menerima pengampunan, tanpa perlu bertobat, karena pemahaman yang salah akan kerahiman Allah; dan merasa dapat menjadi bahagia tanpa berbuat jasa apapun. Padahal Allah tidak menghendaki dosa, dan menjatuhkan hukuman atasnya; kemudian orang tersebut menantang kasih Allah—dimana ia sendiri yang mengingkari dan memungkiri kebaikan-Nya dengan tidak mau bertobat. Sehingga selanjutnya timbul kebencian terhadap Allah.[10]:2094 Demikian akhirnya, akibat kesombongannya, seseorang dapat melakukan dosa yang tak terampuni—menghujat Roh Kudus (Lihat: Kronologi berkembangnya dosa).

Islam

Sombong dalam Islam adalah penyakit akut yang sangat ganas, yang bisa membinasakan orang-orang yang terkemuka dari kalangan para makhluk. Dan sedikit sekali yang bisa selamat darinya, baik kalangan ahli ibadah, zuhad maupun para ulama, terlebih orang-orang awamnya.[11] Sombong hanya bisa disembuhkan berdasarkan kesadaran diri karena sombong bertitik berat pada kondisi hati nurani seseorang.[12]

Hadis

Di dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda yang artinya;

Tidak akan masuk surga orang yang dalam hatinya ada sifat sombong, walaupun hanya seberat biji sawi.” (HR. Muslim).

“Ada tiga golongan yang tidak akan diajak bicara oleh Allah, tidak disucikan oleh-Nya, dan baginya adzab yang pedih; (yaitu) Orang yang sudah tua berzina, penguasa pendusta dan orang miskin yang sombong.” (HR. Muslim)


Adapun amal-amal yang membinasakan adalah berperilaku kikir, mengikuti hawa nafsu dan membanggakan diri.” (HR. Thabrani)


Sesungguhnya orang yang paling aku cintai dan duduknya paling dekat kepadaku pada hari kiamat adalah orang yang akhlaknya terbaik di antara kalian. Sedangkan orang yang paling aku benci dan paling jauh dariku pada hari kiamat adalah orang-orang yang banyak bicara, suka ngobrol dan bermulut besar (sombong).” (HR. At-Tirmidzi)[12]

Haritsah bin Wahb berkata bahwa ia pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda:

Maukah kalian aku beri tahu tentang penduduk neraka? Mereka semua adalah orang-orang kasar, rakus, dan sombong." (HR. Bukhari dan Muslim)[13]

Para penghuni neraka adalah orang-orang yang keras kepala, kasar lagi sombong.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dan masih ada lagi..

Allah SWT tidak menyukai sifat sombong yang artinya sombong itu dilarang dan harus dihindari oleh manusia agar tidak mendapatkan murka dari Allah SWT.[12]

Dalam Al-Qur'an

Dalam firman Allah SWT yang menjelaskan sombong dalam Al-Qur'an yang artinya;

“Dan (ingatlah) ketika kami berfirman kepada para malaikat: “Sujudlah kamu kepada Adam,” maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.” (QS. Al-Baqarah:34).

Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong”. (QS. An-Nahl : 23)

Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-ku, akan masuk neraka jahanam dalam keadaan hina”. (QS. Al-Mukmin: 60)[11]

Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Luqman:18)

Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina.” (QS. Luqman:60).


“Orang-orang yang bersikap sombong dimuka bumi tanpa alasan yang benar, mereka akan aku (Allah SWT) palingkan dari kebenaran sehingga mereka tidak dapat memahami bukti-bukti kekuasaan-Ku. Sekalipun orang-orang yang sombong itu menyaksikan bukti-bukti kekuasaan-Ku, mereka tetap tidak mau beriman. Jika mereka melihat jalan sesat justru mereka mau mengikutinya. Begitulah karakter orang-orang yang sombong, mereka telah mendustakan agama kami, dan mereka telah melalaikan bukti-bukti kekuasan kami. (QS. Al-A’raf:146).[12]

"Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung." (QS. Al-Isra’ : 37).[14]aMasih ada lagi

Jenis - Jenis sombong

Ada tiga jenis kesombongan, yakni:[12]

Orang yang memiliki sifat sombong kepada Allah SWT, berarti dalam hatinya tertanam bahwa ia tidak peduli, tidak takut, serta tidak segan untuk melanggar apapun perintah Allah SWT yang dilakukan tanpa ada perasaan bersalah atau tidak merasa berdosa.

Seseorang yang tidak mau mengikuti ajarannya, merasa apa yang diajarkan Nabi Muhammad SAW tidak benar dan tidak peduli atau tidak mau taat terhadap ajarannya.

  • Sombong kepada sesama Manusia

Sombong yang paling sering terjadi yakni menganggap remeh orang lain, merasa dirinya paling baik, paling bijaksana, paling hebat, paling kaya, paling cakep, dan segala yang besifat paling lainnya. Selalu memabandingkan diri dengan orang lain dan menganggap orang lain tersebut paling buruk jika dibandingkan dengan diri sendiri.

Orang yang sombong biasanya gila hormat dan sangat senang dipuji bahkan bisa dibilang haus pujian. Mereka selalu memabanggakan diri dihadapan orang lain dengan niat ingin pamer untuk dipuji dan orang lain pun jadi merasa rendah. Orang yang sombong tidak suka menerima teguran, kritik, saran, nasihat, apalagi bantahan. Ia merasa bahwa dirinya yang paling benar dan tidak akan peduli terhadap keadaan atau pendapat orang lain.

Balasan dari sombong[12][14]

  • Dibenci Allah SWT dan Rasulullah SAW
  • Diabaikan Allah SWT
  • Merupakan Makhluk yang Hina
  • Hatinya Terkunci
  • Menjadi Pengikut Iblis
  • Tidak Pernah Tulus
  • Tidak Menemukan Kepuasan
  • Perilaku yang Berlebihan

Lihat pula

Referensi

  1. ^ (Inggris) Sullivan, GB (2007). Wittgenstein and the grammar of pride: The relevance of philosophy to studies of self-evaluative emotions. New Ideas in Psychology. 25(3). 233–252 http://dx.doi.org/10.1016/j.newideapsych.2007.03.003
  2. ^ a b (Inggris) Shariff AF, Tracy JL. (2009). Knowing who's boss: implicit perceptions of status from the nonverbal expression of pride. Emotion. 9(5):631–9. PMID 19803585
  3. ^ (Inggris) Lewis, M., Takai-Kawakami, K., Kawakami, K., & Sullivan, M. W. (2010). Cultural differences in emotional responses to success and failure. International Journal of Behavioral Development, 34(1), 53–61. Retrieved from http://dx.doi.org/10.1177/0165025409348559.
  4. ^ (Inggris) Tracy, J. L., Robins, R. W., & Schriber, R. A. (2009). Development of a FACS-verified set of basic and self-conscious emotion expressions. Emotion, 9(4), DOI:10.1037/a0015766
  5. ^ (Inggris) Oveis, C., Horberg, E. J., & Keltner, D. (2010). Compassion, pride, and social intuitions of self-other similarity. Journal of Personality and Social Psychology, 98(4), 618–630, DOI:10.1037/a0017628
  6. ^ a b c (Inggris) Thomas Aquinas. "The Summa Theologica II-II.Q162 (Pride)" (edisi ke-1920, Second and Revised Edition). New Advent. 
  7. ^ St. Yohanes Maria Vianney. "Katekese tentang Kesombongan". www.indocell.net/yesaya. 
  8. ^ (Inggris) Saint Bernard. "The Twelve Degrees of Humility and Pride p.5-7" (edisi ke-1929). Internet Archive. 
  9. ^ Rm. Yohanes Indrakusuma. "Tahap-tahap Kesombongan (Ajaran Rohani St. Bernardus dari Clairvaux)". www.carmelia.net. 
  10. ^ a b c d (Inggris) "Catechism of the Catholic Church - The First Commandment". Holy See. 
  11. ^ a b umroh.com. "Pengertian Sombong dalam Islam dan Penyebabnya". umma. Diakses tanggal 2020-10-27. 
  12. ^ a b c d e f "Sifat Sombong Dalam Islam - Hukum dan Bahayanya". DalamIslam.com. 2015-11-19. Diakses tanggal 2020-10-27. 
  13. ^ "Mengatasi Sifat Sombong, Ini Enam Nasihat Imam Al-Ghazali". Republika Online. 2020-03-13. Diakses tanggal 2020-10-27. 
  14. ^ a b "Hati-Hati, 13 Balasan Orang Sombong dalam Islam - kumparan.com". kumparan.com. Diakses tanggal 2020-10-27.