Lompat ke isi

Norma sosial

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 6 November 2020 17.52 oleh JumadilM (bicara | kontrib) (menambah teks dan referensi)
Berkas:Ms universe.jpg
Pemilihan Miss Universe di Indonesia menjadi kontroversi karena menampilkan wanita Indonesia berpakaian renang dianggap tidak sesuai dengan norma sosial yang berlaku di Indonesia.

Norma sosial adalah kebiasaan umum atau aturan yang menjadi patokan perilaku yang sudah ada dalam suatu kelompok masyarakat dan batasan wilayah tertentu.[1] Batas norma sosial adalah perilaku yang pantas bagi suatu kelompok masyarakat, sehingga juga dapat disebut sebagai kaidah sosial atau peraturan sosial. akan berkembang seiring dengan kesepakatan-kesepakatan sosial masyarakatnya, sering juga disebut dengan peraturan sosial. Norma sosial berkembang melalui interaksi sosial dalam bentuk sosialisasi hingga menjadi pranata sosial.[2] Keberadaan norma bersifat memaksa individu atau suatu kelompok masyarakat agar bertindak sesuai dengan aturan sosial yang telah terbentuk. Pelanggaran yang dilakukan terhadap norma sosial yang berlaku akan memperoleh hukuman.[3]

Norma sosial berkembang dalam suatu kehidupan sosial. Norma sosial mencakup adat istiadat, sopan santun, dan kebiasaan dalam sebuah masyarakat. Adat istiadat sebagai bagian dari norma sosial sudah mendarah daging, berakar kuat, dan turun temurun di dalam suatu masyarakat. Nilai-nilai yang dianut bisa berbeda antar daerah, misalnya tentang sopan santun. Berbicara dengan nada keras dianggap nggak sopan di suatu daerah, tapi bisa saja dianggap normal di daerah lain.[1]

Norma sosial terbentuk sebagai hasil dari proses bermasyarakat yang tidak disengaja. Pada perkembangannya, norma sosial dibuat secara sadar dan disengaja.[4]

Norma sosial merupakan perwujudan nilai sosial dalam bentuk peraturan, kaidah, atau hukuman.[5] Peranan utama dari adanya norma sosial adalah menciptakan interaksi sosial yang tertiib dan teratur dalam suatu masyarakat.[6]

Proses terbentuknya norma

Dalam kehidupannya, manusia sebagai makhluk sosial memiliki ketergantungan dengan manusia lainnya. Mereka hidup dalam kelompok-kelompok, baik kelompok komunal maupun kelompok materiil.

Kebutuhan yang berbeda-beda, secara individu/kelompok menyebabkan benturan kepentingan. Untuk menghindari hal ini maka kelompok masyarakat membuat norma sebagai pedoman perilaku dalam menjaga keseimbangan kepentingan dalam bermasyarakat.

Tingkatan penegakan dalam norma

Tingkatan penegakan dalam norma

  • Pelanggaran norma yang dikenakan Sanksi hukum, biasanya termasuk penegakan hukum.
  • Pelanggar norma yang diterapkan dianggap eksentrik atau tak normal (perilaku di luar kebiasaan).
  • Perilaku lainnya di luar norma tidak diakui. Norma-norma telah di asumsikan lebih dahulu, dan seringkali pada tingkat ekstrem dimana pada setiap penentangan norma bisa memprovokasi stigma atau sangsi.
    Contoh:
    Kata orang tua seringkali diasumsikan bahwa seseorang itu telah menikah.
    Pada pasangan yang telah menikah (suami-istri) selalu dianggap bahwa pasangan tersebut akan memiliki atau menginginkan anak.

Tolok ukur

Sesuatu dapat disebut sebagai norma sosial berdasarkan pada tekanan sosial terhadap anggota-anggota masyarat untuk melaksanakan suatu nilai sosial. Suatu aturan yang tidak memiliki desakan sosial tidak dapat disebut sebagai norma sosial. Suatu aturan dalam masyarakat hanya dapat disebut sebagai norma sosial jika aturan itu diterapkan sebagai pedoman berperilaku.[7]

Jenis

Berdasarkan daya ikatnya

Berjabat tangan setelah menyelesaikan pertandingan olahraga merupakan contoh dari norma sosial.

Cara

Cara adalah suatu bentuk perbuatan tertentu yang dilakukan individu dalam suatu masyarakat tetapi tidak secara terus-menerus. Sanksi yang diberikan hanya berupa celaan. Norma ini mempunyai kekuatan yang lemah dibanding norma lain.[8]

Kebiasaan

Kebiasaan adalah sebuah bentuk perbuatan yang dilakukan berulang-ulang dengan cara yang sama. Hal ini juga menunjukkan bahwa orang tersebut menyukai perbuatan itu. Sanksi terhadap pelanggaran norma ini berupa teguran, sindiran, dan dipergunjingkan.[8]

Tata kelakuan

Tata kelakuan adalah sekumpulan perbuatan yang mencerminkan sifat-sifat hidup dari sekelompok manusia yang dilakukan secara sadar guna melaksanakan pengawasan oleh kelompok terhadap anggota-anggotanya. Pelanggaran terhadap norma kebiasaan akan dianggap aneh tetapi pelanggaran terhadap tata kelauan akan dikucilkan atau dikutuk oleh sebagian besar masyarakat.[9] Tata kelakuan berguna bagi masyarakat dalam memberikan batasan-batasan kelakuan dari para anggotanya. Selain itu, tata kelakuan juga menjadi penanda atau ciri khas dari individu dalam suatu masyarakat tertentu serta dapat membangun persaudaraan antaranggota masyarakat.[10]

Adat istiadat

Adat istiadat adalah kumpulan tata kelakuan yang paling tinggi kedudukannya karena bersifat kekal dan terintegrasi sangat kuat terhadap masyarakat yang memilikinya. Pelanggaran terhadap adat i stiadat ini akan menerima sanksi yang keras dari anggota lainnya.[11]

Hukum

Hukum adalah aturan-aturan berupa ketentuan, perintah, kewajiban dan larangan yang ditetapkan dalam kehidupan masyarakat. Pembuatan hukum bertujuan untuk mencapai keamanan, ketertiban, dan keadilan. Hukum terbagi menjadi hukum tertulis dan hukum tidak tertulis. Hukum tertulis berwujud kitab undang-undang, sedangkan hukum tidak tertulis hanya diyakini keberadaannya secara adat.[12] Hukum merupakan norma sosial yang paling tegas. Sanksi dikenakan kepada para pelanggar hukum. Penegakan hukum bagi para pelanggar hukum dilakukan oleh lembaga penegak hukum.[13]

Mode

Mode adalah norma sosial yang terbentuk akibat peniruan gaya hidup suatu masyarakat yang berbeda. Perkembangan norma sosial berbentuk mode terjadi sangat cepat sehingga sering terjadi kesenjangan sosial. Mode terbentuk melalui perilaku individu yang ingin dipandang berbeda dalam suatu masyarakat.[14] Mode selalu berubah-ubah berdasarkan pandangan kebaruan sesuatu. Penggunaan suatu mode umumnya dilakukan secara massal.[15]

Berdasarkan sanksi yang diberikan

Norma agama

Norma agama merupakan aturan yang dibuat oleh para penganut agama dengan berdasar kepada kitab suci. Sanksi yang diperoleh berupa sanksi pada norma kesusilaan atau kesopanan, kemudian ditambah dengan sanksi berupa perasaan berdosa dan hukuman di akhirat.[16] Sumber utama dari norma agama adalah firman Tuhan.[17]

Norma kesusilaan

Norma kesusilaan merupakan norma yang membuat aturan tentang cara bersikap dan bertingkah laku bagi setiap anggota masyarakat. Pelanggaran terhadap norma kesusilaan berupa sikap mementingan diri senditi. Hukuman yang diperoleh berupa rasa tidak tenang atau gelisah.[16] Norma kesusilaan bersumber dari hati nurani sehingga mampu membedakan antara perbuatan baik dan perbuatan buruk.[17]

Norma kesopanan

Norma kesopanan adalah norma yang menetapkan tingkah laku setiap anggota masyarakat sesuai dengan tingkah laku yang telah ada pada masyarakatnya. Hukuman yang diperoleh oleh pelanggarnya berupa pengucilan, cemohan atau sikap marah dari masyarakat.[16]

Norma hukum

Norma hukum adalah norma yang dibuat secara terencana dan memiliki sanksi yang tegas bagi para pelanggarnya. Pembuat dan pengawas pelaksanaan norma hukum yaitu badan peradilan dan aparatur negara. Sanksi yang diberikan berupa denda, kurungan penjara, atau hukuman mati.[16] Norma hukum terwujud dalam bentuk perintah dan larangan.[18]

Peranan

Norma sosial memiliki peranan yang sama dan berkaitan dengan nilai sosial. Peran utama dari norma sosial adalah mewujudkan nilai sosial di dalam masyarakat. Norma menjadi cara untuk membentuk pola kelakuan yang diharapkan terwujud sebagai nilai sosial.[19]

Referensi

  1. ^ a b "Norma sosial dan norma hukum, apa ya bedanya?". merdeka.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-11-03. 
  2. ^ Ruswanto 2009, hlm. 19.
  3. ^ Sudarmi dan Indriyanto 2009, hlm. 26.
  4. ^ Waluya 2009, hlm. 31.
  5. ^ Suhardi dan Sunarti 2009, hlm. 15.
  6. ^ Suhardi dan Sunarti 2009, hlm. 17.
  7. ^ Waluya 2009, hlm. 32.
  8. ^ a b Budiati 2009, hlm. 35.
  9. ^ Budiati 2009, hlm. 35-36.
  10. ^ Sukari dan Rohman 2009, hlm. 42.
  11. ^ Budiati 2009, hlm. 36.
  12. ^ Widianti 2009, hlm. 26.
  13. ^ Widianti 2009, hlm. 27.
  14. ^ Ruswanto 2009, hlm. 42.
  15. ^ Sudarmi dan Indriyanto 2009, hlm. 30.
  16. ^ a b c d Elisanti dan Rostini 2009, hlm. 42.
  17. ^ a b Sukardi dan Rohman 2009, hlm. 43.
  18. ^ Sukardi, J. S., dan Rohman, A. 2009, hlm. 43.
  19. ^ Elisanti dan Rostini 2009, hlm. 43.

Daftar pustaka

  1. Budiati, A. C. (2009). Sosiologi Kontekstual: Untuk SMA dan MA Kelas X (PDF). Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional. ISBN 978-979-068-219-1. 
  2. Elisanti dan Rostini, T. (2009). Sosiologi 1: untuk SMA / MA Kelas X (PDF). Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional. ISBN 978-979-068-744-8. 
  3. Ruswanto (2009). Sosiologi: SMA / MA Kelas X (PDF). Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional. ISBN 978-979-068-746-2. 
  4. Sudarmi, S., dan Indriyanto, W. (2009). Sosiologi 1: Untuk Kelas X SMA dan MA (PDF). Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional. ISBN 978-979-068-209-2. 
  5. Sukardi, J.S., dan Rohman, A. (2009). Sosiologi: Kelas X untuk SMA / MA (PDF). Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional. ISBN 978-979-068-747-9. 
  6. Waluya, B. (2009). Sosiologi 1: Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat untuk Kelas X Sekolah Menengah Atas / Madrasah Aliyah (PDF). Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional. ISBN 978-979-068-738-7. 
  7. Widianti, W. (2009). Sosiologi 1 : untuk SMA dan MA Kelas X (PDF). Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional. ISBN 978-979-068-745-5. 

Pranala luar

Lihat pula