Lembaga hak asasi manusia nasional di Indonesia
Lembaga Hak Asai Manusia Nasional adalah badan atau organisasi yang dibentuk oleh pemerintah untuk menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan Hak Asasi Manusia (HAM) bagi seluruh warga negara. Salah satu tujuan dibentuknya lembaha HAM di Indonesia adalah untuk meningkatkan perlindungan dan penegakan HAM guna terwujudnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya sehingga mampu berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan.
Lahirnya lembaga-lembaga HAM di Indonesia tentu tidak dapat dipisahkan dari amanat konstitusi pasca amandemen.[1] Konstitusi secara serius memberikan perlindungan terhadap pengaturan dan menentukan fungsi-fungsi lembaga negara,[2] sehingga meminimalisir terjadinya pelanggaran atas HAM dalam berbangsa dan bernegara.
Negara Indonesia membentuk tiga lembaga HAM yang memiliki fungsi, tugas dan wewenang masing-masing. Lembaga HAM yang dibentuk oleh Negara Indonesia adalah Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Lembaga Perlindungan Anak , dan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan). Selain tiga lembaga negara yang secara khusus bertugas terkait HAM di Indonesia, masih terdapat lembaga lembaga negara lain yang tugas dan fungsinya masih terdapat kaitanya dengan perlindungan HAM setiap warga negara. Adapun lembaga tersebut yaitu Mahkamah Konstitusi (MK), Lembaga Ombudsman, Komisi Yudisial (KY), Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Komisi Informasi (KI), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Lembaga Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Komisi Kejaksaan, Dewan Pendidikan, Dewan Pers, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)
Negara Indonesia memiliki lembaga HAM Nasional yang disebut dengan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Lembaga Komnas HAM di Indonesia bersifat mandiri, karena Komnas HAM tidak dapat di intervensi pihak manapun termasuk pihak pemerintah. Kewenangan yang dimiliki Komnas HAM diantaranya untuk mengkaji, meneliti, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi kasus pelanggaran menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan HAM di Indonesia. Kedudukan lembaga Komnas HAM di Indonesia setara dengan lembaga nagara lainnya.[3] Secara makna berdasarkan Pasal 1 angka 7 Undang-Undang 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang memberikan arti "lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya yang berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia".
Pembentukan lembaga negara yang bersifat independen di negara Indonesia berfungsi sebagai roda jalannya pemerintahan untuk menjamin keadilan sosial.[4] Selain itu pula sebagai jaminan serta memiliki tugas dan menjamin kebutuhan hukum, politik, dan perekonomian warga negara Indonesia. Pemberian jaminan kepada warga negara merupakan wujud untuk menjamin kedaulatan rakyat dalam berbangsa dan bernegara.
Pembentukan Komnas HAM di Indonesia merupakan implementasi sila ke-2 (dua) Pancasila "Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab".[5] Selain itu pula sebagai wujud untuk mencapai tujuan dari Konstitusi negara Indonesia yaitu melindungi HAM warga negara.[6] Impleentasi konstitusi dengan menghormati HAM yang dimiliki orang lain dan menghormati hak untuk memperoleh perlindungan hukum.[7]
Implementasi atas kewenangan yang dimiliki oleh Komnas HAM salah satunya adalah melakukan pengkajian dan penelitian berbagai peraturan perundangundangan.[8] Melalui kewenangan tersebut Komnas HAM dapat memberikan rekomendasi terkait pembentukan, perubahan, dan pencabutan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan HAM. Kewenangan lain yang dimiliki Komnas HAM yaitu menyelidiki pelanggaran hak asasi manusia yang berat.
Dasar Hukum Komnas HAM
Awal pembentukan Komnas HAM berlandasakan pada Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1993 tentang Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.[3] Kemudian pada tahun 1999 landasan hukum Komnas HAM secara hirarki diperkuat menjadi Undang-undang, yakni Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Hak Asasi Manusia.
Pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang Komnas HAM berlandaskan pada hukum positif. Sehingga guna mencapai tujuan dari Komnas HAM selalu berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan HAM. Adapun peraturan perundang-undangan yang dijadikan tuntunan atau pedoman dari Komnas HAM dalam menjalankan tugas dan wewenang yang dimiliki diantaranya:
- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
- Tap MPR No. XVII/MPR/1998;
- Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia;
- Undang-Undang Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM;
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial
- Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis;
- Keputusan Presiden Negara Republik Inonesia Nomor 50 tahun 1993 tentang Komnas HAM;
- Peraturan Presiden Negara Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2005 tentang Komisi Nasional Anti kekerasan terhadap Perempuan.
Selain mengunakan hukum positif Indonesia dasar hukum yang dipergunakan oleh Komnas HAM juga berpedoman pada hukum internasional, istilah yang dipergunakan Komnas HAM pada hukum internasional yaitu instrumen Internasional. Beberapa instrumen internasional yang dipergunakan diantaranya:
- Piagam PBB 1945
- Deklarasi Universal HAM 1948
- Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik, dan
- Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya
Fungsi dan Tujuan Komnas HAM
Fungsi dari Komnas HAM merupakan upaya pemerintah guna meningkatkan pelaksanaan HAM di Indonesia berdasarkan asas Pancasila. Sedangkan Tujuan Komnas HAM yaitu:
- Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila, UUD 1945, dan Piagam PBB serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.
- Meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuan berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan.
Tujuan dari Komnas HAM sendiri merupakan amanat dari Pasal 75 Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia, serta pada Pasal 4 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 1993 tentang Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Guna mencapai tujuan dari Komnas HAM, maka Komnas HAM memiliki kewenangan atau melakukan beberapa kegiatan diantaranya:
- menyebarluaskan wawasan nasional dan internasional terkait HAM baik kepada masyarakat Indonesia maupun kepada masyarakat Internasional
- mengkaji berbagai instrumen PBB tentang HAM
- memantau dan menyelidiki pelaksanaan hak asasi manusia serta memberikan pendapat, pertimbangan dan saran kepada Pemerintah terkait pelaksanaan HAM
- .mengadakan kerjasama baik secara regional atau internasional dalam rangka mengajukan dan melindungi HAM.
Lembaga Perlindungan Anak
Lembaga Perlindungan Anak atau yang disingkat dengan LPA merupakan lembaga non Pemerintah yang merupakan mitra dari Pemerintah dalam melaksanakan kegiatan perlindungan anak. Sifat dari LPA adalah Independen.
Salah satu tujuan dari pembentukan LPA sendiri yaitu memberikan bantuan perlindugan kepada anak sehingga hak-haknya dapat dapat diwijudkan secara optimal. Sedangkan fungsi dari LPA yaitu melakukan pencegahan, rujukan, pengembangan dan penunjang agar terselenggaranya hidup, tumbuh kembang anak, dan perlindungan hak anak dapat terjamin sesuai.
Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA)
Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) merupakan organisasi yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 81/HUK/1997 tentang Pembentukan Lembaga Perlindungan Anak. Komnas PA dibentuk pada tanggal 26 Oktober 1998 di Jakarta yang memiliki tugas untuk upaya perlindungan terhadap anak sebagai sebuah gerakan bersama, demi terjaminnya kualitas perlindungan dan kesejahteraan anak maka keluarga dan masyarakat dijadikan basis utama.[9]
Pembentukan Komnas PA merupakan wujud sebagai upaya pencegah kemungkinan pelanggaran hak anak yang dilakukan oleh Negara, Perseorangan, atau Badan usaha.
Visi dari Komnas PA adalah untuk terwujudnya kondisi perlindungan anak yang optimum dalam mewujudkan anak yang handal, berkualitas dan berwawasan menuju masyarakat yang sejahtera dan mandiri.[9]
Beralih Bentuk menjadi Komnas Perlindungan Anak Indonesia (LPAI)
Komnas PA sejak tahun 2016 telah beralih bentuk menjadi Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI). Secara kelembagaan LPAI memiliki dasar hukum pada Keputusan Menteri Hukum dan HAM dengan nomor AHU-0058972.AH.01.07.Tahun 2016.[10] LPAI hingga saat ini bukanlah badan yang ada di bawah negara. LPAI statusnya masih sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).[11]
LPAI sendiri yaiti organisasi pegiat perlindungan anak yang kelembagaannya terdaftar pada Kementerian Hukum dan HAM serta kepengurusannya diresmikan dengan Surat Keputusan Kementerian Sosial. Sebagai lembaga independen yang aktif menjalankan kegiatan pemenuhan hak dan kepentingan terbaik untuk anak sejak tahun 1997, LPAI secara konsisten aktif memperjuangkan dan memajukan hak-hak anak di Indonesia.
Pelaksanaan roda organisasi LPAI memiliki visi yaitu "terwujudnya tatanan kehidupan dan penghidupan masyarakat yang mampu melindungi dan memenuhi hak-hak anak".[10] Sedangkan misi yang dimiliki oleh LPAI adalah "Meningkatkan kesadaran semua pihak terhadap hak-hak anak dan pelaksanaannya".[10]
Secara kepengurusan LPAI berada dibawah naungan dari Kementerian Sosial. Hal ini dapat dilihat pada pengukuhan pengurus LPAI periode 2016-2021. Keputusan tersebut berdasarkan pada Keputusan Mentri Sosial Republik Indonesia Nomor 274 Tahun 2016.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
Komisi Perlindungan Anak Indonesia atau yang disingkat dengan KPAI merupakan organisisi yang dibentuk oleh negara yang bersifat independen serta dengan tujuan untuk meningkatkan efektivitas pengawasan penyelenggaraan pemenuhan Hak Anak.
Pembentukan KPAI merupakan amanat atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Undang-undang perlindungan anak sendiri telah dilakukan perubahan dengan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014. Ketentuan dalam Pasal 74 ayat (1) menyatakan "Dalam rangka meningkatkan efektivitas pengawasan penyelenggaraan pemenuhan Hak Anak, dengan Undang-Undang ini dibentuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia yang bersifat independen". Secara kelembagaan KPAI merupakan lembaga negara yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2016 tentang Komisi Perlindungan Anak Indonesia.
Komnas PA memiliki Visi yaitu “Komisi Perlindungan Anak Indonesia yang Andal, Profesional, Inovatif, dan Berintegritas dalam Meningkatkan Sistem Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Anak Nasional yang Efektif dan Kredibel untuk mendukung tercapaianya Indonesia Maju yang Berdaulat, Mandiri, dan berkepribadian berlandaskan Gotong Royong”.[12] Sedangkan Misi yang dimiliki Komnas PA guna mencapai Visi yaitu "Meningkatkan Sistem Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan dan Pemenuhan Hak Anak Nasional". Visi yang ke-2 yaitu "Meningkatkan kapasitas kelembagaan dalam melakukan pengawasan penyelenggaran pembangunan perlindungan anak".[12]
Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan)
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan atau Komnas Perempuan adalah lembaga negara yang dibentuk melalui Keputusan Presiden Nomor 181 Tahun 1998 yang saat ini telah dirubah dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2005 tentang Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan.
Komnas Perempuan merupakan salah satu lembaga HAM Nasional di Indonesia, Komnas perempuan dianggap sesuai dengan kriteria-kriteria umum yang dikembangkan dalam The Paris Principles.[13] Peran aktif aktif Komnas Perempuan merupakan upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan, baik di tingkat lokal, nasional, kawasan, maupun internasional.
Lahirnya Komnas perempuan merupakan tutuntan dari masyarakat sipil khususnya kaum perempuan kepada pemerintah.[13] Tuntutan tersebut dilatar belakangi adanya tragedi kekerasan seksual yang dialami oleh perempuan etnis Tionghoa yang terjadi pada kerusuhan Mei 1998 di berbagai kota besar di Indonesia. Hadirnya Komnas perempuan merupakan mewujudkan tanggung jawab negara dalam menanggapi dan menangani persoalan kekerasan terhadap perempuan.
Tujuan dari pembentukan Komnas Perempuan sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 2 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2005 yaitu (a). mengembangkan kondisi yang kondusif bagi penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan penegakan hak-hak asasi manusia perempuan di Indonesia. (b). meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan perlindungan hak-hak asasi manusia perempuan.[13][14]
Visi dan Misi Komnas Perempuan
Visi yang dimiliki oleh Komnas perempuan yaitu "Terwujudnya bangunan dan konsensus nasional untuk pembaruan pencegahan kekerasan tehadap perempuan, perlindungan perempuan dan pemulihan bagi perempuan korban kekerasan, dalam kerangka HAM yang peka gender dan lintas batas dengan kepemimpinan perempuan".[13]
Sedangkan misi dari Komnas perempuan terdapat 5 (lima) poin untuk mewujudkan visi Komnas perempuan. Misi tersebut yaitu:
- Mendorong lahirnya kerangka kebijakan negara dan daya dukung organisasi masyarakat sipil dalam mengembangkan model sistem pemulihan yang komprehensif & inklusif bagi perempuan korban kekerasan;
- Membangun standard setting pencegahan kekerasan terhadap perempuan yang akan digunakan oleh masyarakat, negara, dan korporasi;
- Memperkuat infrastruktur gerakan lintas batas untuk peningkatan kapasitas sumber daya gerakan dan penyikapan bersama, untuk penghapusan kekerasan terhadap perempuan;
- Meningkatkan dukungan negara dan masyarakat terhadap penguatan kepemimpinan perempuan di segala bidang, termasuk perlindungan bagi Perempuan Pembela HAM;
- Memperkuat daya tanggap, daya pengaruh dan tata kelola Komnas Perempuan, sebagai bentuk akuntabilitas mekanisme HAM khususnya penghapusan kekerasan terhadap perempuan, dalam upaya mendorong perlindungan dan pemajuan HAM perempuan.[13]
Nilai Dasar Komnas Perempuan
Pelaksanaan roda organisasi dan kegiatan dari Komnas perempuan selalui berpegang teguh pada 7 (tujuh) nilai dasar yangi dimiliki. 7 (tujuh) prinsip yang dimiliki yaitu kemanusiaan, kesetaraan dan keadilan gender, keberagaman, solidaritas, kemandirian, akuntabilitas, serta anti kekerasan dan anti diskriminasi.[13]
Lebih lanjut korelasi dan maksud dari 7 (tujuh) prinsip tersebut yaitu:
- Kemanusiaan – Setiap orang wajib dihargai sebagai manusia utuh yang memiliki harkat dan martabat yang sama.
- Kesetaraan dan keadilan jender – Kaum laki-laki dan perempuan pada hakekatnya adalah setara dan segala tatanan sosial, termasuk sistem dan budaya organisasi, yang sedang diupayakan terbangun seharusnyalah menjamin tidak terjadi diskriminasi dan penindasan berdasarkan asumsi tentang ketimpangan peranantara laki-laki dan perempuan.
- Keberagaman – Perbedaan atas dasar suku, ras, agama, kepercayaan dan budaya merupakan suatu hal yang perlu dihormati, bahkan dibanggakan. Keberagaman merupakan kekuatan dari suatu komunitas atau organisasi jika dikelola dengan baik.
- Solidaritas – Kebersamaan antara pihak-pihak yang memiliki visi dan misi yang sama baik sebagai korban ataupun aktivis, antara tingkat lokal, nasional dan internasional, serta antara organisasi dari latar belakang yang berbeda-beda, merupakan sesuatu yang perlu senantiasa diciptakan, dipelihara dan dikembangkan karena tak ada satu pun pihak dapat berhasil mencapai tujuan untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur secara sendiri-sendiri.
- Kemandirian – Kemandirian akan terwujud apabila kebebasan dan kondisi yang kondusif bagi lembaga untuk bertindak sesuai dengan kebutuhan. Kepentingan penegakan HAM bagi kaum perempuan tanpa tekanan dan kewajiban yang dapat menjauhkan lembaga dari visi dan misinya.
- Akuntabilitas – Transparansi dan pertanggung jawaban kepada negara dan masyarakat merupakan kewajiban dari setiap institusi publik yang perlu dijalankan melalui regulasi dan sistem yang jelas.
- Anti kekerasan dan anti diskriminasi – Pelaksanaan berorganisasi, bernegosiasi dan bekerja, tidak akan terjadi tindakan-tindakan yang mengandung unsur kekerasan ataupun diskriminasi terhadap pihak manapun.
Lembaga-Lembaga Negara yang Memiliki Tugas dan Fungsi Memberikan Perlindungan HAM
Mahkamah Konstitusi (MK)
Lembaga negara yang memiliki kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan salah satunya adalah Mahkamah Konstitusi (MK).[15] Salah satu kewenangan yang dimiliki MK adalah melakukan pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Istilah pengujian undang-undang tersebut lebih dikenal dengan constitutional review.[16] Undang-Undang yang akan diuji dianggap telah merugikan hak konstitusional pemonohon constitutional review.[17] Kaitanya dengan perlindungan HAM tentunya MK memiliki peran yang sangat setrategis dalam melakukan perlindungan HAM, mengingat secara yuridis hak-hak warga negara diatur dalam undang-undang.
Lembaga Ombudsman
Tujuan dibentuknya lembaga Ombudsman untuk mewujudkan negara hukum demokratis, mendorong penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang bersih, meningkatkan mutu pelayanan negara kepada warga negara, membantu memberantas praktek maladministrasi dan meningkatkan budaya hukum nasional yang berintikan pada nilai keadilan. Dasar hukum yang digunakan lembaga Ombudsman adalah Undang-Undang Nomor 37 tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia, kemudian diperkuat dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Komisi Yudisial (KY)
Salah satu kewenangan Komisi Yudisial (KY) berdasarkan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial adalah "menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga prilaku hakim".[18]
Berdasarkan Pasal 17 ayat (3) yang menyatak bahwa "masyarakat berhak memberikan informasi atau pendapat terhadap calon Hakim Agung". Kemudian KY memiliki tugas untuk melakukan penelitian terhadap informasi dan pendapat yang disampaikan masyarakat. Terapat pula dalam Pasal Pasal 22 ayat (1) huruf a yang pada pokonya menyatakan bahwa KY bisa menerima laporan masyarakat tentang prilaku hakim.[19] Kedudukan KY dalam perlindungan HAM terletak pada penampung hak berpendapat masyarakat dalam konteks yudisial.
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK)
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) merupakan lembaga negara yang bertugas dan berwenang untuk memberikan perlindungan dan bantuan kepada saksi dan korban.[20] Ruang lingkup perlindungan yang diberikan oleh LPSK pada semua tahap proses peradilan pidana, agar saksi dan/atau korban merasa aman ketika memberikan keterangan.[20] Dasar hukum pembentukan LPSK berpijak pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, sebagaimana yang telah mengalami perubahan pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014. Sedangkan mekanisme pemberian perlindungan saksi dan korban lebih lanjut diatur pada Peraturan LPSK Nomor 6 Tahun 2010 tentang tata cara pemberian perlindungan saksi dan korban.[21]
Hak-hak sanksi dan korban yang harus dilindungi dan dijamin oleh LPSK diantaranya:[22]
- Hak memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta bendanya, serta jaminan kebebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikan
- Hak ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan dukungan keamanan yang akan diberikan
- Hak untuk memberikan keterangan tanpa tekanan dan paksaan
- Hak mendapat penerjemah apabila diperlukan
- Hak bebas dari pertanyaan yang menjerat
- Hak mendapat informasi mengenai perkembangan kasus yang berjalan
- Hak mendapat informasi terkait putusan pengadilan
- Hak mengetahui bilamana terpidana dibebaskan
- Hak mendapat identitas baru bila diperlukan
- Hak mendapat tempat kediaman baru bila diperlukan
- Hak untuk memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan dan rasional
- Hak untuk mendapat penasehat hukum
- Hak memperoleh bantuan biaya hidup.
Komisi Informasi (KI)
Komisi Informasi adalah lembaga yang bersifat mandiri dan berfungsi untuk menjalankan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan Peraturan Pelaksanaannya.[23] Selain sebagai pelaksana undang-undang terkait KI juga berfugsi menetapkan petunjuk teknis standar layanan Informasi Publik.[23] Serta yang terakhir adalah menyelesaikan sengketa Informasi Publik melalui Mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi.[23]
Visi yang dimiliki oleh KI yaitu "Terwujudnya Masyarakat Informasi yang Maju, Partisipatif, dan Berkepribadian Bangsa melalui Komisi Informasi yang Mandiri dan Berkeadilan menuju Indonesia Cerdas dan Sejahtera".[24] Konteks perlindungan HAM oleh KI yaitu untuk melindungi dan mendorong pemenuhan hak-hak masyarakat dalam hal informasi publik.
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)
Pembentukan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) merupakan amanat atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. KPI merupakan badan yang berfungsi mewadahi aspirasi serta mewakili kepentingan masyarakat akan penyiaran.
Tugas utama dari KPI sebagaimana yang tertulis dalam Pasal 8 ayat (3) undang-undang tentang penyiaran yaitu menjamin masyarakat untuk memperoleh informasi yang layak dan benar sesuai dengan hak asasi manusia, ikut membantu pengaturan infrastruktur bidang penyiaran, ikut membangun iklim persaingan yang sehat antar lembaga penyiaran dan industri terkait, memelihara tatanan informasi nasional yang adil, merata, dan seimbang, menampung, meneliti, dan menindaklanjuti aduan, sanggahan, serta kritik dan apresiasi masyarakat terhadap penyelenggaraan penyiaran, dan menyusun perencanaan pengembangan sumber daya manusia yang menjamin profesionalitas di bidang penyiaran.
Guna mencapai tujuan dan menjalankan tugas KPI dibagi menjadi tiga bidang, yaitu bidang kelembagaan, struktur penyiaran dan pengawasan isi siaran.[25] Bidang kelembagaan menangani persoalan terkait dengan hubungan antar kelembagaan KPI, koordinasi KPID dan pengembangan kelembagaan KPI.[25] Bidang struktur penyiaran bertugas menangani perizinan, industri dan bisnis penyiaran.[25] Sedangkan bidang pengawasan isi siaran menangani pemantauan isi siaran, pengaduan masyarakat, advokasi dan literasi media.[25]
Secara kelembagaan KPI merupakan lembaga yang dibentuk oleh negara yang bersifat independen dan memiliki kepengurusan di tingkat pusat dan daerah (Provinsi). Pemilihan anggota KPI dipilih langsung oleh Dewan Perwakilan Rakyat, sedangkan untuk KPI daerah Provinsi dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.[25]
Terkait dengan perlindungan HAM warga negara Indonesia, KPI memiliki tugas untuk menjamin masyarakat memperoleh informasi yang layak dan benar.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau yang disingkat dengan KPPU adalah lembaga independen secara non struktural berada di bawah kewenangan eksekutif. Kewenangan yang dimiliki adalah mengawasi pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Tujuan dibentuknya KPPU untuk "meningkatkan persaingan usaha dan kemitraan sehat untuk mendorong perekonomian nasional yang berkeadilan dan berkesinambungan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat".[26] Pembentukan KPPU secara khusus bertugas untuk mengawasi pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya agar tidak melakukan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.[27] Kedudukan KPPU dalam sistem ketatanegaraan Indonesia hanyalah sebagai pelengkap dari lembaga negara utama.[28]
Terkait perlindungan HAM tentunya KPPU untuk melindungi setiap orang yang ada di Indonesia untuk menikmati iklim usaha yang sehat dan wajar, sehingga tidak terjadi pemusatan kekuatan ekonomi tertentu yang tidak terlepas dari kesepakatan yang telah dibuat pemerintah.
Lembaga Kepolisian Nasional (Kompolnas)
Lembaga Kepolisian Nasional (Kompolnas) adalah sebuah lembaga kepolisian nasional Negara Indonesia yang memiliki kedudukan di bawah dan bertanggungjawab pada Presiden Republik Indonesia.[29] Visi yang dimiliki oleh kompolnas adalah "Kompolnas yang mampu memberikan pertimbangan efektif dan terpercaya kepada Presiden dalam rangka mewujudkan Polri yang Profesional dan Mandiri".[30] Lembaga ini dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia 17 Tahun 2011 tentang Komisi Kepolisian Nasional. atas amanat pada undang-undang Kepolisian.
Berdasakran Pasal 38 ayat (2) huruf c Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang menyebutkan kewenangan Kompolnas "menerima saran dan keluhan masyarakat mengenai kinerja kepolisian dan menyampaikan kepada Presiden". Selaras dengan regulasi tersebut salah satu tujuan dari Kompolnas sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 3 ayat (1) Peraturan Presiden tentang Komisi Kepolisian Nasional yang menyebutkan "Kompolnas melaksanakan fungsi pengawasan fungsional terhadap kinerja Polri untuk menjamin profesionalisme dan kemandirian Polri"
Meskipun lembaga Kompolnas sangat minimalis kewenangan yang dimiliki akan tetapi bermanfaat untuk melakukan pengawasan dan memberikan perlindungan HAM kepada masyarakat dari tindakan sewenang-wenang oknum aparat kepolisian.
Komisi Kejaksaan
Komisi kejaksaan merupakan lembaga pemerintahan non struktural yang guna melaksanakan tugas dan wewenang yang bersifat mandiri, bebas dari kekuasaan manapun. Komisi Kejaksaan bertugas melakukan pengawasan, pemantauan dan penilaian terhadap kinerja dan perilaku Jaksa dan/atau Pegawai Kejaksaan dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya.[31]
Landasan yuridis yang digunakan adalah Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Repulik Indonesia, serta Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2005 yang telah disempurnaan dengan Peraturan Presiden Nomor 18 tahun 2011 tentang Komisi Kejaksaan Republik Indonesia.
Ketentuan dalam Pasal 4 huruf a yang pada pokonya mengatur bahwa Komisi Kejaksaan berwenang menerima laporan masyarakat tentang prilaku Jaksa dan Pegawai Kejaksaan dalam melaksanakan tugas kedinasan baik di dalam maupun di luar tugas kedinasan.[32] Terkait konteks Perlindungan HAM warga negara Komisi Kejaksaan menjadi media pengawasan dan pelindung hak-hak masyarakat yang dilanggar dan diperlakukan sewenang-wenang oleh aparat Kejaksaan.
Dewan Pendidikan
Dewan Pendidikan merupakan lembaga mandiri yang beranggotakan berbagai unsur masyarakat yang peduli pendidikan.[33] Secara fungsi Dewan Pendidikan memiliki tugas peningkatan pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawsan pendidikan pada tingkat Kabupaten/Kota, Provinsi hingga nasional.
Landasan hadirnya Dewan Pendidikan yang secara eksplisit disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tenteng Sistem Pendidikan Nasional, serta sebagai tindak lanjut atas amanat pada Pasal 56 ayat (4). Terkait upaya peningkatan mutu pelayanan pendidikan maka Dewan Pendidikan mengembangkan berbagai kegiatan meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan.
Sedangkan terkait perlindungan warga negara Dewan Pendidikan secara tidak langsung menjadi media pelindung hak masyarakat dari pelayanan pendidkan yang buruk dan atau diskriminatif.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Komisi Pemberantasan Korupsi atau yang lebih akrab dikenal dengan KPK merupakan lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.[34] Secara makna melihat dari nama lembaga tersebut tentu dapat diketahui bahwa KPK memiliki tugas utama melakukan pemberantasan terhadap tindak pidana korupsi.
Pembentukan lembaga KPK berlandasakan pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Amanat undang-undang yang diberikan kepada lembaga KPK adalah untuk melakukan pemberantasan korupsi secara profesional, intensif, dan berkesinambungan.[34]
Pembentukan lembaga KPK bukan untuk mengambil alih tugas pemberantasan korupsi dari lembaga-lembaga yang ada sebelumnya, akan tetapi sebagai trigger mechanism,[35] yang berarti mendorong atau sebagai stimulus sehingga upaya pemberantasan korupsi oleh lembaga-lembaga yang telah ada sebelumnya menjadi lebih efektif dan efisien.[34]
Pedoman lembaga KPK dalam menjalankan tugasnya berpegang teguh pada enam asas yaitu kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, proporsionalitas dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.[34]
Lembaga KPK memiliki kewenangan kuat dalam pemberantasan korupsi yang dikategorikan sebagai kejahatan yang sudah sangat luar biasa (extra ordinary crime). Terkait perlindungan HAM warganegara KPK menjadi pengawas, penegak dan pelindung dari tindakan pejabat yang mencuri uang negara, yang nota benenya uang yang dikorupsi merupakan hak dari warga negara tertentu.
Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Komisi Pemilihan Umum atau yang sering dikenal denagn KPU merupakan lembaga pelaksana pemilihan umum di negara Indonesia, pembentukan lembaga KPU merupakan amanat atas Pasal 2E ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kemudian lebih lanjut tentang lembaga KPU diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Visi yang dimiliki oleh lembaga KPU yaitu "Menjadi Penyelenggara Pemilihan Umum yang Mandiri, Professional, dan Berintegritas untuk Terwujudnya Pemilu yang LUBER dan JURDIL".[36] Sifat dari KPU pada sistem ketatanegaraan Indonesia yaitu nasional, tetap, dan mandiri.[37]
Kedudukan lembaga KPU sangatlah setrategis dan vital, mengingat sebagai pelaksana atas tanggung jawab negara untuk melakukan pemenuhan HAM warga negara terkait hak memilih dan dipilih.[38] Selain itu pula KPU merupakan media untuk tonggak estafet kepemimpinan bangsa serta memberikan perlindungan hak masyarakat agar terbebas dari kekuasaan yang sewenang-wenang dan otoriter.
Lihat Pula
- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
- Komisi Nasional Perlindungan Anak
- Komisi Perlindungan Anak Indonesia
- Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan
Daftar Referensi
- ^ Syafi’ie, M. (12 November 2012). "Instrumentasi Hukum HAM, Pembentukan Lembaga Perlindungan HAM di Indonesia dan Peran Mahkamah Konstitusi" (PDF). Jurnal Konstitusi. Mahkamah Konstitusi republik indonesia. 9 (4): 682.
- ^ Syafi’ ie 2012, hlm. 695.
- ^ a b "Tentang Komnas HAM". Komnas HAM Republik Indonesia. Diakses tanggal 16 Juli 2021.
- ^ Sumolang, Duta (2019). "Kajian Yuridis Terhadap Kedudukan Komnas HAM Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia". Lex Administratum. 7 (1): 87.
- ^ Zainuddin, Muhammad (2020). Pendidikan Kewarganegaraan Berbasis Nilai Pancasila dan Ahlussunnah Wal Jama'ah. Jepara: UNISNU Press. hlm. 57. ISBN 978-623-91604-5-6.
- ^ Sumolang 2019, hlm. 87.
- ^ Zainuddin 2020, hlm. 57.
- ^ Nureda, Kania; Suntoro, Agus; Limbong, Ronny (2021). Omnibus Law RUU Cipta Kerja dalam Perspektif Hak Asasi Manusia (PDF). Jakarta: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. hlm. 1. ISBN 978-623-94599-3-2.
- ^ a b "Komisi Nasional Perlindungan Anak". NusaKini. Diakses tanggal 19 Juli 2021.
- ^ a b c "Lembaga Perlindungan Anak Indonesia". LPAI. Diakses tanggal 21 Juli 2021.
- ^ Rianz (25 Juni 2021). "LPAI Minta Komnas PA Tak Gunakan Nama dan Logonya". newsakurat. Diakses tanggal 21 Juli 2021.
- ^ a b "SEJARAH KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA". Komisi Perlindungan Anak Indonesia. Diakses tanggal 18 Juli 2021.
- ^ a b c d e f "Profil Komnas Perempuan". Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan. Diakses tanggal 20 Juli 2021.
- ^ "FUNGSI DAN TUJUAN KOMISI NASIONAL ANTI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN". DP3AKB JABAR. Diakses tanggal 20 Juli 2021.
- ^ "Kedudukan dan Kewenangan". MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA. Diakses tanggal 21 Juli 2021.
- ^ Syafi'ie 2012, hlm. 696.
- ^ Asplund, Knut D; Marzuki, Suparman (2008). Riyadi, Eko, ed. [file:///C:/Users/user/Downloads/vum-humum_ham%20.pdf Hukum Hak Asasi Manusia] Periksa nilai
|url=
(bantuan) (PDF). Yogyakarta: Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia (PUSHAM UII). hlm. 280. ISBN 978-979-18057-8-0. - ^ "Wewenang dan Tugas". Komisi Yudisial Republik Indonesia. Diakses tanggal 21 Juli 2021.
- ^ Assiddiqie, Jimly (2006). Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi (PDF). jakarta: Sekertariat Jenderal dan Kepanitraan Mahkamah Konstitusi RI. hlm. 191.
- ^ a b "Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK)". Hukumonline.com. Diakses tanggal 21 Juli 2021.
- ^ Komariah, Mamay (2015). "PERLINDUNGAN HUKUM SAKSI DAN KORBAN OLEH LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (LPSK)". Galuh Justisi. 3 (2): 243. doi:10.25157/jigj.v3i2.421.
- ^ Syafi'ie 2012, hlm. 698.
- ^ a b c "Komisi Informasi seluruh Indonesia diminta cermati tiga Fungsi KI". Kementerian Komunikasi dan Informasi Republik Indonesia. Diakses tanggal 21 Juli 2021.
- ^ "Visi dan Misi". Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia. Diakses tanggal 21 Juli 2021.
- ^ a b c d e "Profil KPI". Komisi Penyiaran Indonesia. Diakses tanggal 22 Juli 2021.
- ^ "Visi dan Misi". KPPU. Diakses tanggal 22 Juli 2021.
- ^ Satriawan, Rio; Paksi, Rony (2015). "Analisis Kedudukan Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia" (PDF). Gema. XXVII (50): 1719. ISSN 0215-3092.
- ^ Satriawan & Paksi 2015, hlm. 1729.
- ^ "KOMPOLNAS - Komisi Kepolisian Nasional". PUBinfo-Situs Portal Penyedia Informasi Layanan Publik. Diakses tanggal 22 Juli 2021.
- ^ "Kompolnas". Kompolnas. Diakses tanggal 22 Juli 2021.
- ^ "Sekilas KKRI". Komisi Kejaksaan Republik Indonesia. Diakses tanggal 23 Juli 2021.
- ^ Knut D, Marzuki & Riyadi 2008, hlm. 280.
- ^ Rendra, Topan. "Peranan Dewan Pendidikan Dalam Dunia Pendidikan di Indonesia". Hukum Positif Indonesia. Diakses tanggal 23 Juli 2021.
- ^ a b c d "Sekilas KPK". Komisi Pemberantasan Korupsi. 24 Maret 2020. Diakses tanggal 23 Juli 2021.
- ^ "Tugas KPK Bukan Ambil Alih Sepenuhnya Pemberantasan Korupsi". Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. 26 September 2017. Diakses tanggal 23 Juli 2021.
- ^ "Visi dan Misi". Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia. Diakses tanggal 23 Juli 2021.
- ^ Sodikin, Usup (6 Desember 2015). "KPU yang Nasional, Tetap, dan Mandiri?". rumahpemilu.org. Diakses tanggal 23 Juli 2021.
- ^ Nasution, Hilmi; Marwandianto (2019). "Memilih dan Dipilih, Hak Politik Penyandang Disabilitas dalam Kontestasi Pemilihan Umum: Studi Daerah Istimewa Yogyakarta". Jurnal HAM. 10 (2): 161.