Lompat ke isi

Muhammad Jalaluddin Syah II

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Datu Pengantin[1] atau Dewa Pangeran[2][3][4] bergelar Dewa Masmawa Sultan Muhammad Jalaludddin Syah II (Sirie Sulthan Mohamad Djalaloedin) adalah Sultan Sumbawa ke-9 (memerintah 1762-1765).[5][6][7][8][9][10][11] [12][13]


Nama lahirnya adalah Gusti Mesir Abdurrahman (Sultan Abdurrahman), setelah menikahi Siti Hadijah Datu Bonto Paja, ia bergelar Pangeran Anom Mangku Ningrat atau dengan nama panggilan Datu Pangeran. Pangeran asal Banjar putra Gusti/Pangeran Arya yang merupakan trah Sultan Hidayatullah Bin Rahmatullah Sultan Banjar.[14][15] Menurut adat Banjar, nama panggilan untuk permaisurinya adalah Ratu Sultan (Ratu Sultan Muhammad Jalaluddin).

Alasan pengangkatan Pangeran Anom Mangku Ningrat sebagai Sultan Sumbawa

Ada beberapa alasan mengapa Majelis Pangantong Lima Olas menyetujui pengangkatan Gusti Mesir Abdurrahman Pangeran Anom Mangku Ningrat sebagai Sultan Sumbawa:

  • Telah menikahi Siti Khadijah Datu Bonto Paja (Karaeng Bonto Masugi) Putri Sultanah Siti Aisyah atau Cucu Sultan Jalaluddin Muhammad Syah I.[8][16]
  • Berjasa kepada Kesultanan Sumbawa dalam membasmi Perompak di perairan Sumbawa.
  • Memiliki hubungan darah dengan Dewa Mas Bantan Sultan Harunnurrasyid I.
  • Kemampuannya dalam pemerintahan serta mampu meredam konflik yang terjadi antara Kedatuan Taliwang dengan Kedatuan Jereweh (dimana pada masa tersebut yang menjadi Datu Taliwang adalah Gusti Amin, paman dari Gusti Mesir Abdurrahman).

Sehingga dengan alasan – alasan demikian diperkuat dengan permohonan Lalu Anggawasita maka muluslah jalan bagi Gusti Mesir Abdurrahman Pangeran Anom Mangku Ningrat untuk menduduki tahta Kesultanan Sumbawa. Pada masa Pemerintahannya dilakukan kajian kembali terhadap kitab hukum terutama ketentuan pidana serta ketentuan lainnya.[17][18][19][20][21]

Ada tiga gelar induk atau Puin Kajuluk yang digunakan sebagai nama gelar kesultanan Sumbawa:

  1. Sultan Harun Arrasyid
  2. Sultan Jalaluddin
  3. Sultan Kaharuddin

Gusti Mesir Abdurrahman gelar Pangeran Anom Mangkuningrat merupakan Sultan Sumbawa kedua yang menggunakan gelar Sultan Jalaluddin.

Terlahir sebagai bangsawan Banjar dengan nama Gusti Mesir Abdurrahman, kemudian bergelar Pangeran Anom Mangku Ningrat, sehingga beliau juga dikenal dengan sebutan Datu Pangeran atau Dewa Pangeran (ke-1), sedangkan putera beliau Pangeran Mahmud juga disebut sebagai Dewa Pangeran (ke-2).[22] Gusti Mesir diangkat menjadi sultan Sumbawa ke-9 menggantikan Datu Ungkap Sermin yang melarikan diri karena ancaman pemberontakan yang dipimpin oleh Lalu Anggawasita. Sumber lain menyebutkan bahwa Datu Ungkap Sermin dilucuti oleh tokoh-tokoh kerajaan.

Gusti Mesir pada tahun 1755 telah memperistrikan cucunda dari Raja Sumbawa Sultan Jalaluddin Muhammad Syah I (1702-1723).[23][24][25][26]

Pemerintahan Datu Ungkap Sermin hanya berjalan setahun ( 1761-1762 ). Konon karena ia lari dari istana untuk menghindari perang saudara, atas kekeliruannya menikahi seorang wanita yang telah lama ditinggalkan berlayar oleh suaminya (Lalu Angga Wasita yang terkenal keperkasaannya). Ia menyangka Lalu Angga Wasita sudah meninggal karena tidak pernah ada kabar beritanya. Tapi suatu hari lelaki perkasa itu muncul. Karena raja merasa bersalah maka ia lari pada malam Selasa, pada hari ke 14 Ramadhan waktu bulan purnama raya. Sehingga singgasana kesultanan Sumbawa pun lowong. Tidak diketahui nasib Raja yang dikenal dengan nama Datu Ungkap Sermin itu. Karena kepergian Datu Ungkap Sermin itu membuat lowongnya kursi raja, maka diangkatlah seorang pendatang dari negeri Banjar bernama Gusti mesir Abdurrahman, salah seorang keturunan Raja Banjar. Meski ia bukan trah Dinasti Dewa Dalam Bawa, tetapi memungkinkan untuk diangkat menjadi raja karena telah menikah dengan cucu dari Sultan Muhammad Jalaluddin Syah I. Ia pun diberi gelar Muhammad Jalaluddin Syah II, dan memegang kekuasaan selama 3 tahun (1762-1765).[27][28][29]

Latar belakang dinasti Dewa Dalam Bawa

Kerajaan-kerajaan: Seran, Taliwang, dan Jereweh masing-masing merupakan kerajaan vasal dari kerajaan Sumbawa. Raja Samawa yang pertama dari kerajaan (kecil) Sampar Kemulan bernama Maja Paruwa, dari dinasti Dewa Awan Kuning yang telah memeluk agama Islam. Setelah meninggal, Maja Paruwa diganti oleh Mas Cini Putra Kerajaan Selaparang, lalu kembali lagi ke dinasti awan kuning Putra Dewa Maja Paruwa yaitu Mas Goa. Mas Goa tidak lama memerintah karena pola pikir dan pandangan hidupnya masih dipengaruhi ajaran Hinduisme. Pada tahun 1637 Mas Goa digantikan oleh putera saudara perempuannya, bernama Mas Bantan. Lama pemerintahannya, dari tahun 1675 s.d. 1701. Mas Bantan adalah putera Raden Subangsa, seorang pangeran dari Banjarmasin.[30]

Pengganti Datu Bala Sawo ialah Dewa Ling Gunung Setia. Sumber lain menyebutkan nama Datu Taliwang, bersemayam di Istana Bala Balong. Raja ini, memerintah dari tahun 1726 s.d. 1732. Pada hari Rabu, 26 Ramadan 1145 H (1732 M) Istana Bala Balong dan seluruh kampung disekitarnya habis terbakar. Raja tewas dalam peristiwa kebakaran itu. Selanjutnya, Sumbawa di bawah pemerintahan Datu Poro atau Dewa Mepasunsung, bergelar Sultan Muhammad Kaharuddin I.[31]

Dewa Ling Gunung Satia diganti oleh Dewa Mepasunsung yang memerintah dari tahun 1734 - 1758. Beliau terkenal dengan nama Datu Poro bergelar Sultan Muhammad Kaharuddin I. Beliau seorang raja yang keras hati dan tidak kenal kompromi dengan Belanda. Dengan terang-terangan beliau menolak untuk mengadakan sumpah setia pada Belanda. Oleh karena daerah Sumbawa ditinjau sudut perdagangan kurang begitu penting bagi VOC, maka tujuan VOC menduduki Sumbawa hanya untuk mengurangi pengaruh Gowa saja. Waktu itu VOC di pulau Jawa sedang menghadapi kemelut pemberontakan-pemeberontakan Cina (1740) dan masalah yang ada di kerajaan Mataram, maka sikap Sultan Muhammad Kaharuddin I ini sementara dapat ditolerir oleh VOC Kerajaan Taliwang yang tidak mau membayar upeti atas hasutan Bontolangkasa diserang oleh Sultan Muhammad Kaharuddin I. Datu Taliwang tewas dalam suatu kebakaran. Bontolangkasa yang dibantu oleh isterinya yang dulu puteri dari Mas Madina menimbulkan keonaran di seluruh pulau. Setelah wafatnya Sultan Muhammad Kaharuddin I beliau diganti oleh permaisurinya Dewa Bini Dewa Mapasumsung yang memerintah 1759-1760. Ia lalai melaksanakan sumpah setia. Utusan-utusan yang dikirimnya untuk disumpah ditolak oleh Belanda. Masa pemerintahannya tidak lama karena beliau diturunkan oleh rakyatnya. Selain pemerintahannya sangat lemah, juga masyarakat menghadapi berbagai kesulitan terutama keamanan negeri mulai terancam oleh bajak laut.

Dewa Bini Dewa Mapasumsung diganti oleh Datu Ungkap Sermin yang terkenal juga dengan nama Dewa Lengit Ling Dima. Tetapi pada tahun 1762 beliau dilucuti oleh tokoh-tokoh kerajaan dan mengangkat Datu Jereweh sebagai penggantinya. Kelompok pertama terdiri dari tokoh-tokoh yang menghendaki Datu Jereweh sebagai pengganti raja. Kelompok kedua terdiri dari Datu Taliwang dan Kapitan Jepara Mele Sarapiah, putera Nene Ranga, keturunan raja Gunung Galesa yang tidak setuju kepada kelompok pertama, dan mereka (Datu Taliwang dan Kapitan Japara Mele Sarapiah) pergi ke Banjarmasin untuk mencari pengganti raja Sumbawa, oleh karena keinginan mereka supaya Ungkap Sarmin diganti oleh Datu Taliwang tidak berhasil.[2][3][4]

Kedatangan Gusti Mesir Abdurrahman ke pulau Sumbawa karena ajakan oleh Lalu Anggawasita. Lalu Anggawasita mengajak Gusti Mesir ke Sumbawa. Dalam perjalanan ini Lalu Anggawasita tidak meneruskan pelayarannya ke Sumbawa tapi singgah di Makassar, sedang Gusti Mesir dipersilahkan terus ke Taliwang, kebetulan yang menjadi raja di sana adalah keturunan Raja Banjar juga. Demikianlah setelah keduanya saling berpamitan, lalu Gusti Mesir meneruskan pelayarannya ke Taliwang dan di sana beliau bertempat tinggal di Kampung Banjar. Setelah beberapa lama tinggal di Taliwang, maka pada tahun 1755 Gusti Mesir diambil menantu oleh Sultan Muhammad Kaharuddin, dikawinkan dengan puteri permaisuri beliau, bernama Datu Bonto Paja. Setelah Datu Ungkap Sermin meninggalkan Sumbawa dan di waktu itu tidak ada Pemangku Raja, lalu teringat oleh Kapitan Jepara akan janjinya untuk mengangkat Gusti Mesir Abdurrahman, yang kebetulan telah memperistrikan cucunda dari Sultan Jalaluddin Muhammad Syah I, Datu Bonto Raja. Sebelum menyampaikan maksudnya kepada Gusti Mesir, terlebih dahulu merundingkan dengan Datu Taliwang adalah keturunan Raja Banjar bernama Pangeran Laya Kusuma, setelah mendengar maksud Kapitan Jepara untuk mengangkat Gusti Mesir Abdurrahman menjadi Sultan Sumbawa, beliau mendukung sepenuhnya. Keputusan yang diambil oleh Kapitan Jepara Lalu Anggawasita ini disampaikan kepada Tana' Samawa, yang oleh musyawarah para Menteri akhirnya disetujui.[8]

Akhinya Dewa Pangeran (Gusti Mesir) dari Banjarmasin diangkat sebagai Sultan Sumbawa dengan gelar Sultan Muhammad Jalaluddin II (1763-1766). Beliau menikah dengan Datu Bonto Paja, cucu Sultan Amasa Samawa. Dari perkawinan ini lahir seorang putera bernama Mahmud atau Mahmuddin.[32]

Kendati hanya selama tiga tahun memerintah namun Gusti Mesir banyak membawa perubahan bagi masyarakat Sumbawa. Sebut saja Ratib Rabana Ode dan Sakeco yang diadopsi dari sebuah kesenian dari Banjar yakni Seni Madihin yang hingga kini keduanya masih dimainkan oleh masyarakat kedua daerah tersebut. Begitu pula SAPU dan SALEMPANG yang menjadi pakaian adat Tau Samawa juga ter-adopsi dari negeri Banjar bahkan penenunnya pun awalnya didatangkan dari Banjar untuk mengajarkan masyarakat Sumbawa membuat Sapu dan Salempang. Penenun asal Banjar inipun mengajarkan masyarakat Sumbawa membuat SESEK BANJAR atau Kain Tenun Khas Banjar yang kemudian berkembang menjadi KRE SESEK khas Sumbawa hingga kini.[33] Di Kalsel sendiri terdapat dua jenis tenunan yaitu asli dari Banjar yang disebut Sarigading yang berasal dari Amuntai dan tenun Pagatan yang dibawa oleh para pendatang dari Bugis, Sulawesi Selatan.

Selain itu motif halilipan (lipan api) yang dikenal dalam busana adat Banjar kemudian menjadi lambang bendera perang di Kesultanan Sumbawa. Demikian pula terdapat pusaka Kesultanan Banjar yang berasal dari Sumbawa diantaranya tombak Kaliblah yang dipegang oleh Demang Lehman.

Kematian

Dewa Mas Muhammad Jalaludddin II mangkat pada tanggal 1 Dzulhijjah 1179 Hijriah (1765 Masehi). Untuk menggantinya diangkatlah putra mahkota yang masih berumur 9 tahun menjadi Raja yaitu Sultan Mahmud . Sedangkan yang menjalankan pemerintahan diangkat Dewa Mapeconga Mustafa Datu Taliwang.

Catatan Kerajaan Bima Bo' Sangaji Kai Naskah No. 34

Turunan Raja-Raja di Sumbawa

Bahwa ini peringatan turun-temurun bangsa raja yang empunya kerajaan Sumbawa, itulah raja yang bernama Raja Paruwa yang memperanakkan dua orang perempuan, yaitu seorang yang diperistrikan oleh Raja Banjar, maka beranak seorang laki-laki, itulah menjadi Raja Taliwang yang hilang di Tallo'. Kemudian berapa lama antaranya maka matilah istrinya Raja Banjar itu anak Raja Maja Paruwa, maka takdir Allah taala maka diperistrikan pula adik istrinya anak Raja Maja Paruwa, maka diperanakkan lagi seorang laki-laki, itulah yang dinamai Datu Loka menjadi Raja Sumbawa, itulah yang pergi di Mengkasar memperistrikan anak Raja Tallo' Taminar Lampana, yaitu cucunya oleh Yang Dipertuan Kita Mantau Uma Jati ialah Sirajudin, memperanakkan empat orang, seorang bernama Balasawo, dan seorang lagi Raja Sumbawa yang hilang di Bali, dan seorang perempuan bernama [Datu] Tengah, dan seorang lagi bernama Datu Jereweh.

Adapun yang bernama Balasawo itu tiada beranak, dan Raja Sumbawa yang hilang di Bali beranak seorang perempuan bernama Datu Bini. Maka Datu Bini diperistrikan oleh Raja Mengkasar bernama Karaeng Bonto Langkasa, maka beranak seorang perempuan bernama Siti Hadijah, itulah diperistrikan oleh Datu Pengantin anak Raja Taliwang dengan Raja Banjar. Maka ialah beranak seorang laki-laki, itulah Raja Sumbawa yang besar badannya. Maka Raja Sumbawa yang besar badannya itu diperanakkan lagi seorang laki-laki bernama Lalu Muhammad, menjadi Raja Sumbawa sekarang ini adanya.

Seperkara lagi Datu Jereweh saudaranya oleh yang hilang di Bali, maka beranak seorang laki-laki bernama Datu Susun, itulah menjadi raja yang memperistrikan anak raja yang hilang di Bali bernama Datu Bini itu akan tetapi tiada beranak. Dan lagi seperti saudaranya bernama Datu Tengah, itulah yang beranak empat orang, pertama-tama Tuan Kita Manuru Daha, dan kedua Tuan Kita bernama Abdullah yang hilang di Bali, ketiga perempuan Paduka Tallo', dan keempat laki-laki Raja Sumbawa yang empunya kubur di Tanah Taraha, itulah pangkatnya yang tiada berhingga menjadi Raja Sumbawa sampai sekarang ini. Intaha demikianlah adanya. Datu Tengah diperistrikan oleh Tuan Kita Sultan Hasanuddin ma Bata Bou.

— Bo' Sangaji Kai.[1]

Sitti Maryam Rachmat Salahuddin (1999:56) dalam Catatan Kerajaan Bima Bo' Sangaji Kai pada Naskah No. 34 yang ditulis sejaman Lalu Muhammad (Sultan Muhammad Kaharuddin II) menyebutkan bahwa Siti Khadijah menikah dengan Datu Pengantin alias Gusti Mesir Abdurrahman yang kelak menjadi Raja Sumbawa bergelar Dewa Masmawa Sultan Muhammad Jalaludddin Syah II dan merupakan trah Raja Taliwang dan Raja Banjar:[1]

Hubungan Kekerabatan Kesultanan Banjar dan Kesultanan Sumbawa sekitar tahun 1700 M

Hubungan kekerabatan Raja Banjar dengan Raja Sumbawa sudah terjalin sekitar tahun 1700. Raja Sumbawa yang memerintah pada tahun 1700 adalah Mas Bantan Datu Loka Dewa Dalam Bawa (m. 1674-1701).

Di dalam Hikayat Banjar-Kotawaringin disebutkan Raden Bantan yang tinggal di Sumbawa merupakan anak pasangan Amas Penghulu (disebut sebagai puteri Raja Seleparang) dan Raden Marabut / Raden Subangsa / Pangeran Taliwang (cicit Raja Banjar Sultan Hidayatullah 1). Dewa Mas Bantan Datu Loka merupakan ayahanda Raja Sumbawa Amasa Samawa Mas Madina alias Amas Madina / Datu Bala Balong/ Datu Apit Ai (m. 1701-1723).

Sedangkan yang memerintah di Banjar tahun 1700 adalah Panembahan Kuning Sultan Tahmidullah (m. 1700-1717) alias Sultan Suria Alam dari Banjar.[34] Raja Banjar Sultan Tahmidullah merupakan kakek dari Raja Sumbawa Sultan Muhammad Jalaluddin II.

Kekerabatan Sultan Banjar dengan Sultan Sumbawa diberitakan dalam laporan pelaut Inggeris dalam buku "Notices of the Indian archipelago & adjacent countries: being a collection of papers relating to Borneo, Celebes, Bali, Java, Sumatra, Nias, the Philippine islands", menyebutkan:[35]

About the year 1700, the English fixed themselves in Banjar, with about 46 English and 100 Bugis, at which time the chief of Banjar had the title of Panambahan, and of the family of Sumbawa.

Sultan Sumbawa merupakan trah Panembahan Banjar yang memerintah dalam tahun 1702

1702. Anderen willen, dat het in 1702 plaats had, 't geen weinig afdoet Deze faktory werd op groote schaal aangelegd. Aan het hoofd stond een bevelhebber, met den titel van "kapitan-mor”, een Portugesche titel. Er waren een 40tal Engelschen en een 2 of of 300tal Bugis bij in dienst, de laatsten onder een eigen opperhoofd, To PATAwAN. Het hoofd der faktory huisveste op een soort van sterk vlot van bamboe met zolderingen, waarop Boeginezen de wacht hielden. Op den rivier-oever had de faktory eene sterkte van palissaden, met tien ijzeren kanonnen gewapend, mede door orang Bugis bezet. Eene andere troep orang Bugis onder ANGIBONI, van honderd of tweehonderd, eerst in dienst, toog naar Kutai en Paser terug. Op zekeren tijd kwam er een schip met een millioen Spaansche daalders, tot inkoop van peper en andere waren, en toen ontstond er twist tusschen de orang Banjar en Engelschen. Een hebzuchtige aanslag werd door de Mohammedanen ontworpen (zie vALENTIJN , s. MULLER en LOGAN). De Engelschen vielen echter de orang Banjar onverhoeds op het lijf, met slechts tien Europeanen en veertig orang Bugis. Zij veroverden vijf dorpen: Banjarmasin zelf, Kayutangi, Tatas, Martapoera en nog een, alsmede zeven metalen kanonnen, honderd draaibassen en twintig kojan peper. De vorst moest drie duizend rijksdaalders oorlogskosten betalen, en kreeg toen zijne dorpen terug, behalve Bandjarmasin, dat de Engelschen voor zich hielden. Volgens de Engelsche berigten heette de toenmalige vorst panembahan (even als bij LE Roy, 1694), en zoude hij van een vorstenhuis van Sumbawa zijn geweest (waarvan de inlandsche historie echter geen melding maakt); de eerste minister, pangeran Purabaya, was van Makassaarsch ras. LE ROY maakt melding van een Makassaarschen prins, ARIA KESOEMA, die te Banjar was en ook naar Batavia ging. De Banjarsche historie maakt melding van een vorst die panumbahan MARRHOEM heette, maar vroeger reeds regeerde.

Tahun 1702. Yang lain ingin itu terjadi pada 1702, tidak ada gunanya. Fakta ini telah disusun dalam skala besar. Di kepala adalah seorang komandan dengan judul "kapitan-mor", gelar Portugis. Ada 40 orang Inggris dan 2 atau 300 Bugis dipekerjakan, yang terakhir di bawah kepala mereka sendiri, TO PATAWAN. Faktory bertempat di semacam rakit bambu yang kuat dengan langit-langit, yang dijaga penjaga. Di tepi sungai Faktory memiliki kekuatan pagar, dipersenjatai dengan sepuluh meriam besi, juga ditempati oleh orang Bugis, ANGIBONI, dari seratus atau dua ratus, pertama dalam pelayanan, kembali ke Kutai dan Paser. Pada suatu waktu sebuah kapal dengan sejuta daalders Spanyol datang untuk membeli lada dan barang-barang lainnya, dan kemudian timbul perselisihan antara orang Banjar dan Orang Inggris Serangan serakah dirancang oleh orang-orang Mohammedans (lihat VALENTINE, S. MULLER dan LOGAN), tetapi Inggris secara tak terduga menyerang orang Banjar, dengan hanya sepuluh orang Eropa dan empat puluh orang Bugis. lima desa: Banjarmasin itu sendiri, Kayutangi, Tatas, Martapura dan satu lagi, serta tujuh senjata logam, seratus tong berputar dan dua puluh lada kojan. Sang pangeran harus membayar tiga ribu daalders perang, dan kemudian dikembalikanlah desa-desanya, kecuali Banjarmasin, yang disimpan Inggris sebelum dia. Menurut profesi Inggris, raja pada waktu itu disebut panembahan (seperti halnya dengan LE Roy, 1694), dan akan menjadi rumah kerajaan Sumbawa (yang sejarah aslinya tidak disebutkan); perdana menteri, pangeran Purabaya, berasal dari ras Makassar. LE ROY menyebutkan seorang pangeran Makassar, ARIA KESOEMA, yang berada di Banjar dan juga pergi ke Batavia. Sejarah Banjar menyebutkan tentang raja yang disebut panumbahan MARRHOEM, yang sudah berkuasa di masa lalu.[36]

https://pl.wiki-indonesia.club/wiki/W%C5%82adcy_Kalimantanu#Sułtani_Banjarmasinu

Silsilah

Silsilah menurut naskah Cerita Turunan Raja-raja Banjar dan Kotawaringin yang disebut Hikayat Banjar resensi 1.[37]

Sultan Banjar I: Sultan Suryanullah / Raden Samudera[34]

↓ (berputra)

Sultan Banjar II: Sultan Rahmat-Allah

↓ (berputra)

Sultan Banjar III Sultan Hidayat-Allah + puteri dari Tuan Khatib Banun

↓ (berputra)

Sultan Banjar IV: Sultan Mustain Billah / Marhum Panembahan / Raden Senapati + Ratu Agung binti Pangeran Demang bin Sultan Rahmatullah

↓ (berputra)

Sultan Banjar V: Sultan Inayat-Allah / Sultan Ratu Agung / Pangeran Dipati Tuha (ke-1) + Nyai Mas Tarah binti Tuan Haji Umar

↓ (berputra)

Sultan Banjar VI: Sultan Said-Allah / Sultan Ratu Anom / Pangeran Kasuma Alam + Nyai Wadon

↓ (berputra)

Sultan Banjar VIII: Sultan Amr-Allah Bagus Kasuma (Raden Bagus) / Tahlil-Lillah / [38]

↓ (berputra)
  1. Sultan Banjar IX: ♂ Sultan Tahmidullah/Panembahan Kuning (Tingie) (Suria Alam)
  2. Wakil Sultan Banjar / Mangkubumi Banjar: ♂ Panembahan Kusuma Dilaga[39]
↓ (berputra)

Datu Aria (Pangeran Arya)[40][41]

↓ (berputra)

Sultan Sumbawa IX: Gusti Mesir Abdurrahman (Dewa Pangeran 1) / Dewa Masmawa Muhammad Jalaludddin II + Siti Khadijah Datu Baing/Datu Bonto Paja/Karaeng Bonto Masugi anak Sultanah Sumbawa Siti Aisyah binti Sultan Sumbawa Dewa Mas Muhammad Jalaluddin I[42]

↓ (berputra)

Sultan Sumbawa X: Dewa Masmawa Sultan Mahmud (Dewa Pangeran 2) b.1756 + Ratu Laiya binti Sultan Tamjidillah 1 bin Sultan Tahmidillah 1 (saudari Raja Banjar Sultan Tahmid-illah 2/Sunan Nata Alam)[43]

↓ (berputra)

Sultan Sumbawa XIII: Muhammad Kaharuddin II (Lalu Muhammad) + Lala Amatollah binti Datu Bonto Mangape & Lala Intan Ratu Nong Sasir

↓ (berputra)
  1. Sultan Sumbawa XIV: Lalu Mesir https://pl.wiki-indonesia.club/wiki/W%C5%82adcy_Sumbawy#Su%C5%82tani_Sumbawy
  2. Sultan Sumbawa XV: Lalu Muhammad Amaroe'llah + Lala Rante Patola binti Muhammad Yakub Ruma Kapenta Wadu Raja Bicara Bima [44][45]
↓ (berputra)

Daeng Mas Kuncir + Datu Balasari[46]

↓ (berputra)

Sultan Sumbawa XVI: Mas Madina Raja Dewa Muhammad Jalaluddin Syah III + Siti Maryam Daeng Risompa Datu Ritimu binti Daeng Padusung bin Sultan Amrullah[42][47]

↓ (berputra)

Sultan Sumbawa XVII: Muhammad Kaharuddin III (Daeng Manurung) + Permaisuri Dewa Merajabini Siti Khadijah Ruma Paduka Daeng Ante binti Sultan Bima Muhammad Salahuddin dgn Permaisuri Ruma Paduka Siti Mariyam binti Ruma Bicara Bima Muhammad Quraish.[48]

↓ (berputra)

Sultan Sumbawa XVIII: Muhammad Kaharuddin IV (Daeng Ewan) + Andi Tenri Djadjah binti Andi Burhanudin[49]

↓ (berputra)
  1. ♀ Daeng Nadia Indriana Hanoum
  2. ♀ Daeng Sarrojini Naidu + Sentot Agus Priyanto
↓ (berputra)
  1. ♂ Raehan Omar Hasani Priyanto
  2. ♂ Raindra Saadya Ramadhan Priyanto
  3. ♂ Rayaka Ali Kareem Priyanto[50]

Kekerabatan Sultan Sumbawa dengan Pangeran Antasari

KESULTANAN BANJAR
Sultan Amrullah Bagus Kasuma
Sultan Tahlil-Lillah
↓ (berputra)
SULTAN BANJAR
  • Pangeran Dipati Sena bin Sultan Tahlil-Lillah 1
( Sultan il-Hamidullah )
↓ (berputra)
↓ (berputra)
  • Pangeran Amir
↓ (berputra)
  • Pangeran Masoöd/Masohut/Mas'ud
↓ (berputra)
↓ (berputra)
↓ (berputra)
SULTAN BANJAR
  • Sultan Tahmidillah 1 bin Sultan Tahlil-Lillah 1[51]
( Suria Alam dari Banjar )
↓ (berputra)
  • Sultan Tamjidillah 1
↓ (berputra)

SULTAN SUMBAWA

  • Ratu Laiya[43] + ♂ Sultan Sumbawa X: Dewa Pangeran Mahmud bin Gusti Mesir
↓ (berputra)
  • ♂ Sultan Sumbawa XIII: Muhammad Kaharuddin II
↓ (berputra)
↓ (berputra)
  • ♂ Raja Muda: Daeng Mas Kuncir
↓ (berputra)
  • ♂ Sultan Sumbawa XV: Mas Madina Raja Dewa Jalaluddin III
↓ (berputra)
↓ (berputra)

Lihat pula

Rujukan

  1. ^ a b c Rachmat Salahuddin, Sitti Maryam (1999). Henri Chambert-Loir, ed. Bo' Sangaji Kai: catatan kerajaan Bima. Indonesia: Ecole française d'Extrême-Orient : Yayasan Obor Indonesia. hlm. 57. ISBN 9794613398.  ISBN 9789794613399
  2. ^ a b "Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah". Sejarah Daerah Nusa Tenggara Barat. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya, Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah. 1977. hlm. 55. 
  3. ^ a b "Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah". Sejarah Daerah Nusa Tenggara Barat. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya, Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah. 1978. hlm. 55. 
  4. ^ a b "Masyarakat Linguistik Indonesia". Linguistik Indonesia. Masyarakat Linguistik Indonesia. 1991. hlm. 21. 
  5. ^ "Ensiklopedia Kebudayaan Sumbawa, Sultan-sultan Sumbawa". Universitas Teknologi Sumbawa. Diakses tanggal 18 Mei 2019. 
  6. ^ Sejarah Daerah Nusa Tenggara Barat. Direktorat Jenderal Kebudayaan. hlm. 56. 
  7. ^ Corpus dplomaticum Neerlando-Indicum: verzameling van politieke contracten en verdere verdragen door de Nederlanders in het Oosten gesloten, van privilegebrieven, aan hen verleend, enz (dalam bahasa Belanda). 6. Nijhoff. 1955. hlm. 269. 
  8. ^ a b c Mantja, Lalu (1984). Sumbawa pada masa dulu: suatu tinjauan sejarah. Indonesia: Rinta. 
  9. ^ Clive Parry (1981). The Consolidated Treaty Series (dalam bahasa Inggris). 231. Oceana Publications. hlm. 124. 
  10. ^ G. Kolff (1901). Dagh-register gehouden int Casteel Batavia vant passerende daer ter plaetse als over geheel Nederlandts-India (dalam bahasa Belanda). hlm. 168. 
  11. ^ Anthony Marinus Hendrik Johan Stokvis (1888). Manuel d'histoire, de généalogie et de chronologie de tous les états du globe, depuis les temps les plus reculés jusqu'à nos jours (dalam bahasa Prancis). Brill. hlm. 380. 
  12. ^ "Mencari Surat-Surat :: Sejarah Nusantara". Arsip Nasional Republik Indonesia. Diakses tanggal 2020-07-23. 
  13. ^ Sudrajat Martadinata (2021). Saat Kekayaan Serupa Bintang: Studi Etnografi Istana Dalam. hlm. 38. 
  14. ^ J. Noorduyn (1987). J. Noorduyn, ed. Bima en Sumbawa (Volume 129 dari Verhandelingen van het Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde) (dalam bahasa Belanda). 129. Indonesia: BRILL. hlm. 11. ISBN 9067652296. ISSN 1572-1892.  ISBN 9789067652292
  15. ^ Martin Baier, ‎August Hardeland, ‎Hans Schärer (1987). Wrterbuch Der Priestersprache Der Ngaju-dayak:. hlm. 11. 
  16. ^ Sudrajat Martadinata (1 Maret 2016). Saat Kekayaan Serupa Bintang: Studi Etnografis pada Istana Dalam Loka. Indonesia: Yayasan Rumah Peneleh. hlm. 43. ISBN 602741975X.  ISBN 9786027419759
  17. ^ "Ensiklopedia Kebudayaan Sumbawa, Pemerintahan Sultan Bagian 1". Universitas Teknologi Sumbawa. Diakses tanggal 18 Mei 2019. 
  18. ^ "Ensiklopedia Kebudayaan Sumbawa, Pemerintahan Sultan Bagian 2". Universitas Teknologi Sumbawa. Diakses tanggal 18 Mei 2019. 
  19. ^ Ben Cahoon. "Indonesian Traditional States II". WORLD STATESMEN.org. Diakses tanggal 3 Juni 2019. 
  20. ^ "Rulers in Asia (1683 – 1811): attachment to the Database of Diplomatic letters" (PDF). Arsip Nasional Republik Indonesia (dalam bahasa Inggris). hlm. 57. Diakses tanggal 2019-01-05. 
  21. ^ "Sejarah Kesultanan Sumbawa". Website Resmi Pemerintah Kabupaten Sumbawa. Diakses tanggal 2019-08-06. 
  22. ^ https://ihinsolihin.wordpress.com/sastra/silsilah-kesultanan-sumbawa/
  23. ^ http://kemassamawimultiproduction.blogspot.co.id/2009/08/sumbawa-barat-dalam-pencarian-identitas.html
  24. ^ http://sumbawa-beritaphoto.blogspot.co.id/2009/04/kabupaten-sumbawa-memang-lahir-tanggal.html
  25. ^ http://kesultananbanjar.com/id/?p=1279
  26. ^ http://kesultananbanjar.com/id/?p=1288
  27. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-10-27. Diakses tanggal 2019-06-23. 
  28. ^ https://ihinsolihin.wordpress.com/2016/01/14/gusti-mesir-sultan-muhammad-jalaluddin-syah-ii/
  29. ^ (Indonesia)Muhammad Saleh E. BUDAYA ‘ILA’: HARGA DIRI ORANG SAMAWA (PDF). Indonesia. 
  30. ^ Peninggalan sejarah dan kepurbakalaan Nusa Tenggara Barat. Indonesia: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kantor Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Barat, Bagian Proyek Pembinaan Permuseuman Nusa Tenggara Barat. 1997. 
  31. ^ (Indonesia)Peninggalan sejarah dan kepurbakalaan Nusa Tenggara Barat. Indonesia: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kantor Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Barat, Bagian Proyek Pembinaan Permuseuman Nusa Tenggara Barat. 1997. 
  32. ^ (Indonesia) Sejarah Daerah Nusa Tenggara Barat. Direktorat Jenderal Kebudayaan. hlm. 55. 
  33. ^ http://bangmek.blogspot.co.id/2016/01/gusti-mesir-sultan-muhammad-jalaluddin.html
  34. ^ a b "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-01-11. Diakses tanggal 2019-06-23. 
  35. ^ J. H. Moor (1837). "Notices of the Indian archipelago & adjacent countries: being a collection of papers relating to Borneo, Celebes, Bali, Java, Sumatra, Nias, the Philippine islands" (dalam bahasa Inggris). F.Cass & co.: 99. 
  36. ^ Tijdschrift voor Nederlandsch Indië (1861). "Tijdschrift voor Nederlandsch Indië (Geschiedkundige aanteekcningen omtrent zuidelijk Borneo)". 51. Ter Lands-drukkerij: 212. 
  37. ^ (Melayu)Ras, Johannes Jacobus (1990). Hikayat Banjar diterjemahkan oleh Siti Hawa Salleh. Malaysia (Selangor Darul Ehsan): Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka. ISBN 9789836212405. ISBN 983-62-1240-X
  38. ^ https://plus.google.com/104506069717580147857/posts/gsKkmG8PtcB
  39. ^ M. Idwar Saleh (1 Jan 1993). Pangeran Antasari. Indonesia: Proyek lnventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional: Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. hlm. 75. 
  40. ^ Tijdschrift voor Nederlandsch Indië (1861). "Tijdschrift voor Nederlandsch Indië" (dalam bahasa Belanda). Becht: 207. 
  41. ^ http://kesultananbanjar.com/id/hubungan-kesultanan-sumbawa-dengan-kesultanan-banjar/
  42. ^ a b https://bangmek.wordpress.com/2012/02/13/sejarah-kerajaan-sumbawa/
  43. ^ a b "Tijdschrift voor Indische taal-, land- en volkenkunde" (dalam bahasa Belanda). 14. Perpustakaan Negeri Bavarian. 1864: 503. 
  44. ^ http://sumbawakab.go.id/index_static.html?id=108
  45. ^ (Belanda) Almanak van Nederlandsch-Indië voor het jaar. 44. Lands Drukkery. 1871. hlm. 222. 
  46. ^ http://alanzuhri17.blogspot.co.id/2013/01/kerajaan-di-sumbawa.html
  47. ^ http://www.jelajahsumbawa.com/2012/07/foto-foto-sumbawa-tempo-dulu.html
  48. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-03-21. Diakses tanggal 2019-06-23. 
  49. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-04-21. Diakses tanggal 2019-07-21. 
  50. ^ https://docs.google.com/viewerng/viewer?url=http://kesultananbanjar.com/id/wp-content/uploads/2014/11/SILSILAH-SULTAN-SUMBAWA.pdf&hl=en
  51. ^ (Belanda) Willem Adriaan Rees, De bandjermasinsche krijg van 1859-1863: met portretten, platen en een terreinkaart, D. A. Thieme, 1865

Pranala luar