Parung, Bogor
Parung | |||||
---|---|---|---|---|---|
Negara | Indonesia | ||||
Provinsi | Jawa Barat | ||||
Kabupaten | Bogor | ||||
Pemerintahan | |||||
• Camat | Yudi Santosa | ||||
Populasi | |||||
• Total | 11,0700 jiwa jiwa | ||||
Kode Kemendagri | 32.01.10 | ||||
Kode BPS | 3201240 | ||||
Desa/kelurahan | 9 | ||||
|
Parung (aksara Sunda:ᮕᮛᮥᮀ) adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Bogor, Jawa Barat yang terdiri dari 9 desa. Wilayah ini terkenal pada masa lalu karena merupakan penghubung antara wilayah Bogor dan Jakarta. Kecamatan ini berbatasan langsung dengan wilayah Depok Barat.[1]
Sejarah
Parung adalah wilayah tua, wilayah paling besar di wilayah hulu diantara daerah aliran Sungai Cisadane dan daerah aliran Sungai Ciliwung. Parung berkembang dan berpusat ke benteng (fort) Sampoera di Serpong. Lalu Parung dijadikan sebagai ibukota distrik Parung. Luas distrik Parung membentang ke arah utara hingga di Cinere, ke arah timur di Depok, ke arah selatan di Semplak dan ke arah barat di Curugbitung (kini kecamatan Nanggung).[2]
Kini, nama Parung hanya sebatas nama kecamatan di kabupaten Bogor. Sementara nama Depok telah menjadi Kota. Di masa lampau, Parung adalah ibukota distrik, sedangkan Depok baru kemudian dimekarkan dari distrik Parung menjadi onderdistrik Depok yang beribukota di Depok. Kota Depok kini terdiri dari 11 kecamatan, sementara kecamatan Parung terdiri dari sembilan desa, yakni: Iwul, Jabon Mekar, Pamagersari, Parung, Waru, Warujaya, Bojong Sempu, Bojong Indah dan Cogreg.
Untuk memulai memahami sejarah Parung, mulailah dari land Koeripan dimana ibukota distrik Parung berada. Land Koeripan berada di hulu Sungai Cisadane. Land Koeripan berada di sisi timur sungai, sementara di sisi barat sungai land Ciampea berada. Terbentuknya land Koeripan dan land Ciampea berawal setelah tahun 1710 benteng Ciampea dibangun di pertemuan Sungai Cianten dan Sungai Cisadane. Benteng Ciampea dalam hal ini adalah benteng pendukung di wilayah hulu benteng Sampoera di Serpong.[3]
Pada tahun 1679 benteng Tangerang mulai dibangun. Pada tahun 1684 kanal sungai dibangun dari benteng Tangerang ke Pesing (Batavia) dan selesai tahun 1687. Adanya kanal ini (kanal Mookervaat) lalu lintas dari Batavia ke daerah aliran sungai Tangerang semakin lancar dan semakin intens. Para pedagang VOC/Belanda secara perlahan merintis jalan ke wilayah hulu Sungai Cisadane. Lalu benteng Sampoera di Lengkong dibangun. Wilayah ekspansi semakin meluas hingga ke arah hulu dan kemudian benteng Ciampea dibangun pada tahun 1710. Sejak adanya benteng-benteng ini secara bertahap arus perdagangan semakin intens di tempat-tempat dimana kelak terbentuk land-land baru seperti land Koeripan dan land Ciampea. Dengan demikian, Parung adalah bagian dari sejarah nama-nama tempat di daerah aliran Sungai Cisadane, jauh sebelum perdagangan berkembang di tempat dimana kelak terbentuk Kota Bogor.
Sementara itu, pengembangan wilayah juga berlangsung di daerah aliran Sungai Ciliwung mulai dari Batavia hingga kaki Gunung Salak. Pengembangan wilayah di daerah aliran Sungai Cisadane hanya terbatas di sisi timur sungai, karena wilayah barat sungai adalah wilayah kesultanan Banten, Sedangkan pengembangan wilayah di daerah aliran Sungai Ciliwung berada di dua sisi. Sisi timur Sungai Ciliwung mulai dari Cililitan, Kramat Jati, Jakarta Timur, Tanjung, Cimanggis, Cibinong hingga Kedung Halang; sisi barat sungai mulai dari Kampung Melayu, Tanjung, Srengseng Sawah, Cinere, Depok, Citayam, Bojong Gede dan Cilebut. Diantara land-land yang ada di wilayah hulu, land tertua adalah land Cinere dan land Citayam yang dimulai tahun 1684 (oleh Major Saint Martin). Kemudian terbentuk land Ragoenan (Cardeel) dan lalu disusul pembentukan land Sering Sing tahun 1695 (Cornelis Chastelein) dan land Bojong Gede tahun 1701 (Abraham van Riebeeck) serta land Depok pada tahun 1704 (Cornelis Chastelein).
Setelah benteng Ciampea dibangun dan kemudian pada tahun 1713 dibangun benteng Leuwisadeng, para pedagang VOC/Belanda mulai melakukan perdagangan yang intens hingga ke Jasinga. Sebaliknya para pedagang lokal dari pedalaman semakin banyak yang melakukan transaksi di daerah aliran Sungai Cisadane hingga ke kota Tangerang dan bahkan Batavia (melalui kanal Mookervaart). Arus pertukaran ini lambat laun menjadikan daerah aliran Sungai Cisadane semakin ramai. Lalu dalam perkembangannya para pedagang VOC mulai aktif mengembangkan lahan-lahan pertanian dan kemudian pemerintah VOC memberikan kewenangan penuh dalam bentuk tanah partikelir (land). Land yang pertama di hulu Sungai Cisadane yang dijual pemerintah adalah land Ciampea, Cibungbulang dan land Leuwisadeng.
Kebudayaan
Parung merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Daerah ini dekat dengan perbatasan Kota Tangerang Selatan dan Kota Depok yang merupakan pusat budaya Betawi sehingga terjadi percampuran antara budaya Betawi dengan budaya Sunda lokal di wilayah Parung.
Percampuran kebudayaan di wilayah kecamatan Parung menyebabkan kesenian khas kecamatan Parung juga beranekaragam. Ada kesenian keagamaan seperti marawis, rebana, kemudian kesenian pawai kelaran dan cucurak yang telah ada di kecamatan Parung sejak zaman dahulu. Nilai kebudayaan tradisional seperti marawis dan rebana ini masih melekat di kecamatan Parung.
Bahasa Sunda juga masih digunakan oleh masyarakat di beberapa desa di wilayah kecamatan Parung yang berbatasan dengan kecamatan Ciseeng dan kecamatan Kemang, namun ada juga yang masih menggunakan bahasa Betawi di daerah yang berbatasan dengan Kota Depok dan Kota Tangerang Selatan. Bahasa yang digunakan di Parung juga merupakan percampuran dari kebudayaan antara sembilan desa di Kecamatan Parung.[4]
Kosakata
Bahasa Parung | Bahasa Indonesia |
---|---|
bagen | biarkan |
kaga/ora/embung | tidak |
madang/mindo | makan |
ngendong | menginap |
ngobak/ngojay | berenang |
gua | saya |
lu | kamu |
bapet/medit | pelit |
dewekan | sendirian |
nyumput | bersembunyi |
bangor/badung | nakal |
ngaret | terlambat |
awak | badan |
penter | siang |
ontong | jangan |
puguh | tentu |
molor | tidur |
nyangcang | mengikat |
congor | mulut |
jasa/pisan | banget |
kepincet | memencet |
merad | pergi |
ajer | senyum |
kepet | tahi |
kudu | harus |
ngemped | bersadar |
ngagul | sombong |
ngangon | mengembala |
nyeri | sakit |
kapiran | percuma |
menjilanan | menjijikan |
lanang | laki-laki |
wadon | perempuan |
menggerib | maghrib |
wara-wiri | mondar-mandir |
kepapagan | berpapasan |
tai babal | nangka muda |
embe/bandot | kambing |
ula | ular |
ongkoh | santai |
ngacay | ngiler |
ngorok | mendengkur |
gedig/takol | pukul |
Pariwisata
Tempat wisata
Parung memiliki sebuah pasar tradisional yang aktif 24 jam, Di Parung juga terdapat beberapa objek wisata yang terkenal, yaitu Taman Pemandian Air Panas Tirta Sanita Gunung Kapur, Setu Lebak Wangi, Batu Tapak (fosil sejarah) di daerah Cidokom.[5]
Tempat ziarah
- Makam Raden Demang Arya di Waru Jaya
- Makam Syeikh Mbah Dempung di Bojong Indah
- Makam Mbah Dengkong di Kp. Jeletreng, Cogreg
- Makam H. Mawi di Gang Amsar, Bojong Sempu
Geografi
Kecamatan Parung merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Bogor yang memiliki luas 2.554,78 Ha dengan ketinggian 125 Mdpl. Secara Administrasi Kecamatan Parung mempunyai batas wilayah sebagai berikut:
Arah | Perbatasan |
Utara | Gunung Sindur dan Kota Depok |
Selatan | Kemang |
Timur | Tajur Halang |
Barat | Ciseeng |
Kelurahan/desa
Transportasi
- Angkot 03 ke Depok
- Angkot 06 ke Bogor
- Angkot 106 ke Lebak Bulus
- Angkot 25 ke Rumpin
- Angkot 27 ke BSD
- Angkot 29 ke Ciputat
Referensi
- ^ "Sejarah Kecamatan Parung". goparung.wordpress.com.
- ^ "Pasar Parung Tempo Dulu". www.kompasiana.com.
- ^ "Sejarah Kota Depok Dan Sejarah Parung". poestahadepok.blogspot.com.
- ^ Keanekaragaman Kebudayaan Kecamatan Parung
- ^ "Pohon Jubleg Ikon Wilayah Parung Bogor". portaljabar.net.