Lompat ke isi

William James

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
William James

William James (1842–1910) adalah seorang filsuf dari Amerika Serikat yang menjadi salah satu perintis aliran pragmatisme.[1] Selain itu, James merupakan psikolog dan filsuf yang menjadi salah satu perintis psikologi pendidikan. Ia menempuh pendidikan kedokteran di Universitas Harvard dan belajar psikologi di Jerman dan Prancis. Setelah menamatkan pendidikan, ia mengajar di Universitas Harvard hingga tahun 1907. Disiplin ilmiah yang diajarkannya antara lain anatomi, fisiologi, psikologi, dan filsafat. Ia mengajar dengan menggunakan metode diskusi.[2]

Aliran pemikiran

Fungsionalisme

Pemikiran psikologi sebagai ilmu dengan model strukturalisme Wilhelm Wundt ditolak oleh James dengan mengajukan model fungsionalisme.[3] James merupakan salah satu perintis fungsionalisme yang dilandasi oleh pemikirannya yang berkaitan dengan pragmatisme. Tokoh lainnya ialah James Mckeen Cattell (1866–1944). Ia termasuk dalam kelompok sarjana psikologi di Amerika Serikat yang menolak pemikiran-pemikiran Wilhelm Wundt yang disebarluaskan oleh Edward B. Titchener(1867–1927). Pemikiran Wundt ditolak oleh para sarjana ini karena sifatnya dianggap terlalu abstrak dan kurang dapat diterapkan secara langsung dalam kenyataan. Pemikiran fungsionalisme ini lebih mengutamakan mempelajari fungsi-fungsi jiwa dibandingkan dengan mempelajari strukturnya.[4] James berpendapat bahwa tujuan akhir dari aktivitas kehidupan manusia dapat dipelajari melalui psikologi. Ini disebabkan karena ia berpendapat bahwa pertanyaan mengenai kegunaan aktivitas manusia merupakan dasar dari segala jenis gejala kejiwaan. Manusia memerlukan jiwa untuk keberlangsungan dan adaptasi di dalam kehidupannya.[5]

Pragmatisme

William James merupakan tokoh perintis pemikiran pragmatisme di Amerika Serikat.[6] Pemikirannya dalam pragmatisme berkaitan dengan teori tentang kebenaran. Ia mengemukakan bahwa kebenaran suatu ucapan, hukum, atau sebuah teori hanya ditentukan oleh asas manfaat. Sesuatu hal dianggap benar jika mampu menghasilkan manfaat atau kegunaan. Tolok ukur kebenaran atau pernyataan didasarkan kepada kriteria kegunaan pernyataan tersebut di dalam kehidupan praktis pada manusia. Teori, hipotesis atau ide dinyatakan benar jika memberikan akibat yang mampu memenuhi kebutuhan secara memuaskan. Selain itu, teori, hipotesis atau ide juga dianggap mengandung nilai kebenaran jika dapat diterapkan dalam praktik dan memiliki nilai praktis. Kegunaan dan akibat-akibat praktis menjadi bukti bagi kebenaran, sehingga kebenaran dinyatakan sebagai segala sesuatu yang berlaku.[7]

Hasil pemikiran

Teori periferal

William James merupakan salah satu tokoh yang memperkenalkan teori periferal. Sedangkan tokoh lain yang memperkenalkan teori ini ialah Carl Lange. Teori periferal merupakan suatu teori yang menyatakan bahwa emosi muncul dari individu merupakan akibat dari gejala-gejala tubuh manusia. Pada kondisi sebaliknya, gejala tubuh manusia muncul dari faktor yang tidak dipengaruhi oleh emosi individu. Salah satu permisalan yang diberikan oleh teori ini adalah kondisi kesusahan akibat menangis. Teori periferal menganggap emosi sebagai hasil persepsi individu terhadap perubahan yang dialami oleh tubuhnya. Perubahan kondisi tubuh ini merupakan akibat dari rangsangan yang datang dari luar.[8]

Teori kebenaran

William James menganut aliran modern pada pluralisme dalam menjelaskan tentang kebenaran. Ia meyakini bahwa tidak ada kebenaran yang bersifat mutlak dan berlaku secara umum. Ia juga meyakini bahwa tidak ada kebenaran yang dapat ada dengan sendirinya dan bersifat tetap. James berpendapat bahwa kebenaran tidak dapat lepas dari pengenalan yang dilakukan oleh akal.[9] Pendapat ini dilandasi oleh sifat pengalaman yang selalu berubah-ubah di setiap waktu. Pengalaman dapat mengalami perubahan dalam memandang kebenaran dari sesuatu hal. Suatu kebenaran dari suatu pengalaman sebelumnya, dapat memperoleh koreksi dari pengalaman berikutnya.[10] Pemikirannya ini meolak adanya nilai kelengkapan dan kecukupan dalam suatu fakta, perbuatan maupun kekuasaan. Ia mendasarkan segala tindakan berdasarkan pengalaman dan tidak menganggap akal memiliki peran di dalam tindakan. Pemikirannya ini menghasilkan suatu kemungkinan dan keterbukaan pemikiran selain dari dogma, kepalsuan atau prasangka akhir mengenai kebenaran.[11]

Teori kebutuhan

William James meyakini bahwa penemuan yang terpenting adalah penemuan mengenai potensi manusia yang belum ditemukan oleh suatu zaman. Pentingnya penemuan ini didasarkan pada pandangannya bahwa manusia hidup di dunia yang terbatas baik dari segi fisik, kecerdasan maupun moral.[12] James meyakini bahwa kebutuhan manusia tidak dapat sepenuhnya dipenuhi oleh dunia. Pendapat James kemudian digunakan oleh Roscoe Pound untuk menguatkan pemikirannya mengenai peraturan hukum sebagai agen perubahan sosial yang mampu mengendalikan kondisi keterbatasan tersebut.[13]

Pengalaman keagamaan

James menganggap pengalaman keagamaan sebagai suatu fenomena yang tidak dapat diabaikan. Ia mengkaji pengalaman keagamaan melalui penolakan terhadap pemikiran materialisme medis yang tidak menerima keberadaan pengalaman keagamaan sebagau suatu hal yang bersifat objektif dan unik. James berpendapat bahwa kesadaran mistik yang bersifat personal dan unik menjadi dasar bagi pengalaman keagamaan. Pemahaman keagamaan ini dapat dicapai menggunakan filsafat melalui pembentukan asas-asas umum. Ia menjadikan persoalan keagamaan sebagai bagian dari kajian psikologi.[14]

James meyakini bahwa agama berperan penting bagi kesehatan jiwa manusia dan daapt digunakan untuk terapi penyakit kejiwaan. Ia berpendapat bahwa manusia dapat menanggun beban kehidupannya karena adanya keimanan kepada Tuhan. Agama juga dapat mengurangi keresahan manusia terhadap persoalan kehidupannya. James menganggap agama sebagai suatu kekuatan yang luar biasa.[15]

Karya tulis

The Principles of Psychology

The Principles of Psychology awalnya ditulis oleh William James pada tahun 1890 dengan tujuan untuk mencari faktor penentu dari salah satu perilaku sosial yaitu kebiasaan. Ia menemukan bahwa faktor penentu ini adalah peniruan.[16] Padat tahun 1907, William James mempublikasikan karyanya ini dengan memuat gagasan-gagasannya yang penting tentang psikologi sosial dari sudut pandang sosiologi. Ia menjelaskan pemikirannya menggunakan pendekatan psikologi sosial kritis. James memberikan penjelasan tentang perilaku manusia menggunakan teori aliran kesadaran. Ia mengemukakan bahwa emosi, perasaan, khayalan, dan ide ada pada tingkatan yang sama. Tingkatan ini dinamakannya sebagai ketidaksadaran. Kemudian ia mengartikan “kesadaran” sebagai sesuatu yang disebabkan oleh emosi, perasaan, khayalan, dan ide yang menimbulkan pengenalan akan sesuatu hal. James menyebut ketidaksadaran sebagai transitivitas, sedangkan kesadaran sebagai substantivitas.[17]

Tokoh yang dipengaruhi

John Dewey

Pemikiran William James telah mengurangi pengaruh hegelianisme di dalam pemikiran John Dewey. Dewey mulai terpengaruh oleh pemikiran James ketika tinggal di Michigan. Perubahan pemikirannya diawali dengan sebuah studi klasik yang dikaji oleh William James pada tahun 1890. Studi ini kemudian dikemukakan melalui karyanya yang berjudul The Principles of Psychology. Pemikiran yang diterima oleh Dewey dari James ialah penolakan mengenai katagori dualistik filsafat tradisional. Sementara perbedaannya, Dewey menerima konsep idealistik metafisik dari Georg Wilhelm Friedrich Hegel, sedangkan James menolaknya.[18]

Pemikiran yang dipengaruhi

Psikologi pendidikan

William James merupakan ahli psikologi dan filsuf penganut fungsionalisme. Ia menjadi salah satu tokoh yang mengembangkan psikologi generasi pertama. Pengembangan psikologi ini diawali dari pekerjaannya sebagai pengajar fisiologi dan anatomi di Universitas Harvard pada tahun 1872. Kedua bidang ini kemudian dijadikannya sebagai landasan dalam pengembangan psikologi. James khususnya mengkaji tentang psikologi pendidikan. Ia berpendapat bahwa psikologi pendidikan memiliki peran yang terpenting dalam mengarahkan hasil dari belajar yaitu perilaku dan kebiasaan. Selain itu, ia meyakini bahwa kehidupan nyata merupakan dasar bagi belajar yang baik.[19]

Dalam pendekatan pembelajaran, William James menggunakan pendekatan konstruktivisme.[20] Gagasan pemikirannya bagi psikologi pendidikan berkaitan dengan pentingnya mengkaji proses belajar-mengajar untuk meningkatkan mutu pendidikan. James juga memberikan gagasan bahwa wawasan pemikiran dapat diperluas dengan pengajaran yang pengetahuannya lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat pemahaman. Rekomendasi untuk gagasannya ini ditujukan bagi pemikiran anak.[2] James juga meyakini bahwa faktor utama yang menentukan keaktifan belajar seseorang adalah minat belajarnya.[21]

Progresivisme

Progresivisme merupakan aliran filsafat yang muncul di Amerika Serikat sekitar abad ke-20 karena pengaruh dari filsafat pragmatisme. Tokoh pemikiran pragmatisme yang mempengaruhi pengembangan pemikiran progresivisme adalah William James (1842–1910) dan John Dewey (1885–952). Keduanya meyakini bahwa filsafat harus dikembangkan dengan mengutamakan segi manfaat praktisnya bagi kehidupan.[22]

Referensi

  1. ^ Adinda S., Anastasia Jessica (2017). Menelusuri Pragmatisme: Pengantar pada Pemikiran Pragmatisme dari Peirce hingga Habermas (PDF). Sleman: Penerbit PT Kanisius. hlm. 1. ISBN 978-979-21-4370-6. 
  2. ^ a b Hidayah, N., dkk. (2017). Psikologi Pendidikan (PDF). Malang: Universitas Negeri Malang. hlm. 18–19. ISBN 978-979-495-934-3. 
  3. ^ Muthmainnah, Lailiy (2017). "Problem dalam Asumsi Psikologi Behaviors (Sebuah Telaah FIlsafat Ilmu)" (PDF). Jurnal Filsafat. 27 (2): 174. 
  4. ^ Saleh, Adnan Achiruddin (2018). Pengantar Psikologi (PDF). Makassar: Penerbit Aksara Timur. hlm. 12–13. ISBN 978-602-5802-10-2. 
  5. ^ Alizamar (2016). Psikologi Persepsi dan Desain Informasi: Sebuah Kajian Psikologi Persepsi dan Prinsip Kognitif untuk Kependidikan dan Desain Informasi (PDF). Yogyakarta: Media Akademi. hlm. 7. ISBN 978-602-74482-5-4. 
  6. ^ Nurdin, Fauziah (2014). "Kebenaran menurut Pragmatisme dan Tanggapannya terhadap Islam". Islam Futura. 13 (2): 186. 
  7. ^ Sudiantara, Yosephus (2020). Filsafat Ilmu Pengetahuan: Bagian pertama, Inti Filsafat Ilmu Pengetahuan (PDF). Semarang: Universitas Katolik Soegijapranata. hlm. 89–90. ISBN 978-623-7635-46-8. 
  8. ^ Asrori (2020). Psikologi Pendidikan Pendekatan Multidisipliner (PDF). Banyumas: Penerbit CV. Pena Persada. hlm. 8–9. ISBN 978-623-7699-72-9. 
  9. ^ Aprita, S., dan Adhitya, R. (2020). Filsafat Hukum (PDF). Depok: Rajawali pers. hlm. 184. ISBN 978-623-231-448-1. 
  10. ^ Waris (2014). Rofiq, Ahmad Choirul, ed. Pengantar Filsafat (PDF). Ponorogo: STAIN Po Press. hlm. 67. 
  11. ^ Aburaera, S., Muhadar, dan Maskun (2017). Filsafat Hukum: Teori dan Praktik (PDF). Jakarta: Kencana. hlm. 137. ISBN 978-602-9413-94-6. 
  12. ^ Nurhayati, Eti (2014). Psikologi Perempuan dalam Berbagai Perspektif (PDF) (edisi ke-2). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. hlm. xii. ISBN 978-602-229-914-1. 
  13. ^ Suriani, Rollys (2019). "Pergeseran Nilai Hukum dan Nilai Sosial Budaya di Era Otonomi Daerah" (PDF). Prosiding Seminar Nasional Hukum Transendental 2019: 215. 
  14. ^ Komarudin (2012). "Pengalaman Bersua Tuhan: Prespektif William James dan al-Ghazali" (PDF). Walisongo. 20 (2): 471–472. 
  15. ^ Hairina, Yulia (2018). "Konseling Qur'ani: Suatu Model Pendekatan Konseling untuk Mengatasi Gangguan Depresi" (PDF). Seminar Nasional dan Workshop Bimbingan dan Konseling 2018: 164. 
  16. ^ Krech, D., dkk. (1996). Individu dalam Masyarakat: Buku Teks Mengenai Psikologi Sosial [Individu in Society: A Textbook of Social Psychology] (PDF). Diterjemahkan oleh Rochmah, S., dkk. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. hlm. 7. ISBN 979-459-651-5. 
  17. ^ Soeparno, Koentjoro (2011). "Social Psychology: The Passion of Psychology". Buletin Psikologi. 19 (1): 19. 
  18. ^ Idris, Saifullah (2013). Kurikulum dan Perubahan Sosial: Analisis-Sintesis Konseptual Atas Pemikiran Ibnu Khaldun dan John Dewey (PDF). Banda Aceh: Naskah Aceh dan Ar-Raniry Press. hlm. 26. ISBN 978-602-7837-58-4. 
  19. ^ Habibi (2013). Pengantar Teori Belajar (PDF). Sumenep: Unija Press. hlm. 66–67. ISBN 978-602-19681-5-4. 
  20. ^ Suralaga, Fadhila (2021). Psikologi Pendidikan: Implikasi dalam Pembelajaran (PDF). Depok: Rajawali Pers. hlm. 6–7. ISBN 978-623-231-827-4. 
  21. ^ Darwis dan Tuah, S. (2019). "Penerapan Media Interaktif pada Era Revolusi Industri 4.0 terhadap Minat Belajar Fisika Siswa SMA" (PDF). Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pendidikan Pascasarjana UNIMED: 27. 
  22. ^ Kristiawan, Muhammad (2016). Hendri, L., dan Juharmen, ed. Filsafat Pendidikan: The Choice Is Yours (PDF). Yogyakarta: Penerbit Valia Pustaka Jogjakarta. hlm. 31–32. ISBN 978-602-71540-8-7.