Lompat ke isi

Sejarah ateisme

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 22 Maret 2022 14.09 oleh Glorious Engine (bicara | kontrib) (Dunia Islam)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Ateisme (berasal dari kata bahasa Yunani kuno ἄθεος atheos artinya "tanpa tuhan; tak bertuhan; sekuler; menyangkal atau menolak tuhan, khususnya tuhan yang diakui resmi"[1]) adalah ketiadaan atau penyangkalan keyakinan keberadaan deitas. Istilah tersebut dipakai setidaknya sejak awal abad keenam belas dan gagasan-gagasan ateistik dan pengaruhnya memiliki riwayat yang panjang. Sepanjang berabad-abad, kaum ateis mendukung kurangnya keyakinan mereka terhadap tuhan melalui berbagai ranah, yang meliputi catatan saintifik, filsafat dan ideologi.

Di dunia Timur, kehidupan dasar yang tak terpusat pada gagasan dewa-dewi dimulai pada abad keenam SM dengan kebangkitan agama-agama India seperti Jainisme, Buddhisme dan berbagai sekte-sekte Hinduisme di India kuno, dan Taoisme di Tiongkok kuno. Dalam mazhab-mazhab astika ("ortodoks") dari filsafat Hindu, mazhab Samkhya dan Mimamsa awal tak menerima sosok pencipta dalam sistem mereka masing-masing. Weda di anak benua India hanya menyatakan kemungkinan bahwa dewa-dewi itu ada namun tak menyebut hal lebih lanjut. Tidak ada doa maupun ibadah yang disarankan dalam cara apapun oleh suku-suku tersebut.[2]

Pemikiran filsafat ateis mulai muncul di Eropa dan Asia pada abad keenam atau kelima SM. Dalam The Story of Civilization, Will Durant menjelaskan bahwa suku-suku pigmi tertentu yang ditemukan di Afrika tak memiliki kultus atau ritus. Tak ada totem, tak ada dewa, dan tak ada roh. Jasad mereka dikubur tanpa acara khusus atau penyertaan barang dan tak meraih perhatian lebih lanjut. Mereka bahkan tampak kurang penjunjungan sederhana, menurut laporan para penjelajah.

Filsafat India

[sunting | sunting sumber]

Abad Pertengahan

[sunting | sunting sumber]

Dunia Islam

[sunting | sunting sumber]

Dalam Islam abad pertengahan, para cendekiawan Muslim mengakui gagasan ateisme dan kemudian menyerang kafir, meskipun mereka tak dapat menyebut ateis manapun.[3] Saat orang-orang dituduh ateis, mereka biasanya dipandang sebagai bidaah ketimbang proponen ateisme.[4] Namun, terdapat rasionalis dan ateis terbuka, salah satu tokoh terkenalnya adalah cendekiawan abad kesembilan Ibnu al-Rawandi, yang mengkritik catatan nubuat agama, termasuk dari Muhammad, dan menyatakan bahwa dogma agama tak dapat diterima akal budi dan harus ditolak.[5] Kritikus agama lain di dunia Islam meliputi dokter dan filsuf Abu Bakr al-Razi (865–925), penyair Al-Maʿarri (973–1057), dan cendekiawan Abu Isa al-Warraq (hidup pada abad ke-9). Al-Maʿarri menulis dan mengajarkan bahwa agama itu sendiri adalah sebuah "fabel yang diciptakan oleh orang-orang kuno"[6] dan bahwa manusia terbagi menjadi "dua jenis: orang dengan otak, tetapi tanpa agama, dan orang dengan agama, namun tanpa otak."[7]

Abad Pencerahan

[sunting | sunting sumber]
Notre Dame dari Strasbourg diubah menjadi Kuil Akal Budi

Meskipun tak membuat sejumlah besar masyarakat meninggalkan agama, ragam-ragam deisme mempengaruhi kelompok-kelompok intelektual tertentu. Jean Jacques Rousseau menantang pernyataan Kristen bahwa umat manusia ternodai oleh dosa sejak Taman Eden, dan sebagai gantinya mencetuskan bahwa manusia awalnya baik, hanya kemudian dirusak oleh peradaban. Figur berpengaruh Voltaire, menyebarkan pernyataan deistik ke khalayak umum.[8] Voltaire menulisnya dalam menanggapi Risalah Tiga Penyaru, sebuah dokumen (yang tampaknya) ditulis oleh John Toland yang menolak seluruh tiga agama Abrahamik.[9]

Buku pertama pada zaman modern yang dianggap didedikasikan khusus untuk mempromosikan ateisme ditulis oleh imam Katolik Prancis Jean Meslier (1664–1729), yang secara anumerta menerbitkan esai filsafat panjang (bagian dari judul asli: Thoughts and Feelings of Jean Meslier ... Clear and Evident Demonstrations of the Vanity and Falsity of All the Religions of the World[10]) yang menolak konsep tuhan (dalam Kristen dan juga dalam esensi Deistik), jiwa, mukjizat dan disiplin teologi.[11] Filsuf Michel Onfray menyatakan bahwa karya Meslier menandai permulaan "sejarah ateisme sejati".[11]

Catatan kaki

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Modern translations of classical texts sometimes translate atheos as "atheistic". As an abstract noun, there was also atheotēs ("atheism").
  2. ^ The Story of Civilization; Will Durant
  3. ^ "Various Muslim theologians in the early Abbasid periods wrote treatises 'Against the Unbelievers,' ... the earliest extant work bearing this title is probably the Radd ala al-mulhid of the ninth-century Zaydi theologian al-Qasim b. Ibrahim. ... Nevertheless, in the discussions of God's existence the actual opponents are not identified as individuals. As a group they are sometimes referred to as heretics, unbelievers, materialists, or skeptics. These designations often appear together, and they do not always seem to be clearly distinguished in the authors' mind." Sarah Stroumsa, (1999), Freethinkers of medieval Islam: Ibn al-Rawandi, Abu Bakr al-Razi and their Impact on Islamic Thought, pages 121–3. BRILL
  4. ^ Sarah Stroumsa, 1999, Freethinkers of Medieval Islam: Ibn al-Rdwandi, Abu Bakr al-Razi, and their Impact on Islamic Thought, page 123. BRILL.
  5. ^ Encyclopaedia of Islam, 1971, Volume 3, page 905.
  6. ^ Reynold Alleyne Nicholson, 1962, A Literary History of the Arabs, page 318. Routledge
  7. ^ Freethought Traditions in the Islamic World Diarsipkan 14 February 2012 di Wayback Machine. by Fred Whitehead; also quoted in Cyril Glasse, (2001), The New Encyclopedia of Islam, p. 278. Rowman Altamira.
  8. ^ Geoffrey Blainey; A Short History of Christianity; Viking; 2011; pp.390–391
  9. ^ Voltaire Society of America. "If God did not exist, it would have to be invented". whitman.edu. Whitman College. Diakses tanggal 14 April 2019. [1] This book of the Three Imposters is a very dangerous work, full of coarse atheism, without wit and devoid of philosophy. 
  10. ^ Judul lengkap: Mémoire des pensées et sentiments de Jean Meslier, prêtre-curé d'Etrépigny et de Balaives, sur une partie des erreurs et des abus de la conduite et du gouvernement des hommes, où l'on voit des démonstrations claires et évidentes de la vanité et de la fausseté de toutes les religions du monde, pour être adressé à ses paroissiens après sa mort et pour leur servir de témoignage de vérité à eux et à tous leurs semblables
  11. ^ a b Michel Onfray (2007). Atheist Manifesto: The Case Against Christianity, Judaism, and Islam. Arcade Publishing. ISBN 1559708204. p. 29

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  • Armstrong, K. (1999). A History of God. London: Vintage. ISBN 0-09-927367-5
  • Berman, D. (1990). A History of Atheism in Britain: from Hobbes to Russell. London: Routledge. ISBN 0-415-04727-7
  • Buckley, M. J. (1987). At the origins of modern atheism. New Haven, CT: Yale University Press.
  • Drachmann, A. B. (1922). Atheism in Pagan Antiquity. Chicago: Ares Publishers, 1977 ("an unchanged reprint of the 1922 edition"). ISBN 0-89005-201-8
  • McGrath, A. (2005). The Twilight of Atheism: The Rise and Fall of Disbelief in the Modern World. ISBN 0-385-50062-9
  • Sedley, David (2013). Stephen Bullivant; Michael Ruse, ed. The Oxford Handbook of atheism. OUP Oxford. ISBN 978-0-19-964465-0. 
  • Thrower, James (1971). A Short History of Western Atheism. London: Pemberton. ISBN 1-57392-756-2

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]