Lompat ke isi

Pertempuran Jamal

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Perang Jamal
Bagian dari Perang saudara Islam pertama

Ali dan Aisyah pada Perang Jamal
Tanggal8 Desember 656 M (15 Jumadil Awal 36 AH)
LokasiBasra, Iraq
Hasil Kemenangan Ali
Pihak terlibat

Pasukan Ali and Banu Hasyim

Aisyah, Talhah, and Zubair's forces and Banu Umayyah

Tokoh dan pemimpin
Ali ibn Abi Talib
Hasan bin Ali
Husain bin Ali
Malik ibn al-Harith
Ammar bin Yasir
Muhammad bin Abu Bakar
Abdurrahman bin Abi Bakar
Muslim bin Aqil
Abu Qatada
Jabir bin Abdullah
Muhammad bin al-Hanafiyah
Abu Ayyub al-Anshari
Qays ibn Sa'd
Qathm bin Abbas
Abdullah ibn Abbas
Khuzaimah bin Tsabit
Jundab bin Ka'b al-Asadi
Aisyah
Thalhah bin Ubaidillah 
Zubair bin Awwam 

Muhammad bin Thalhah 
Ka'b bin Sur 
Abdullah bin Zubair
Marwan bin al-Hakam (POW)
Abdullah bin Safwan
Yahya bin al-Hakam (WIA)
Utbah bin Abi Sufyan
Zufar bin al-Harits al-Kilabi
Abdurrahman bin Attab bin Asid 
Kekuatan
~10,000[7] ~10,000[8]
Korban
>400-500[9] >2,500[10]

Perang Jamal (bahasa Arab: معرکة الجمل, translit. Maʿrakat al-Jamal) adalah pertempuran yang terjadi antara pasukan Khalifah ke-4, Ali bin Abi Thalib (berkuasa 656–661 M) melawan pasukan pemberontak yang dipimpin oleh Aisyah, Thalhah dan Zubair pada bulan Desember 656 M. Ali adalah sepupu dan menantu dari Nabi Islam, Muhammad, sedangkan Aisyah adalah istri favorit Muhammad,[11][12] yang menjadi janda dan dilarang untuk menikah lagi setelah meninggalnya beliau,[13] sedangkan Thalhah and Zubair, keduanya adalah sahabat Muhammad yang terkemuka.

Kubu Aisyah memberontak dengan dalih untuk membalas pembunuhan terhadap Khalifah ke-3, Utsman. Baik upaya Ali untuk menyelamatkan Utsman maupun peran utama Aisyah dan Thalhah dalam menghasut umat Muslim untuk melawan Utsman tercatat dengan baik dalam berbagai riwayat. Pertempuran ini dimenangkan oleh Ali, sedangkan untuk Thalhah dan Zubair, keduanya tewas dibunuh, dan Aisyah ditangkap.

Latar Belakang

Nepotisme dan degradasi moral dianggap meluas pada pemerintahan Khalifah ke-3, Utsman.[14] Pada tahun 656 M, ketika ketidakpuasan publik terhadap despotisme dan korupsi mencapai titik didih, Utsman pun dibunuh oleh pemberontak dalam serangan di kediamannya.[15] Di antara orang-orang yang vokal mengkritisi Utsman adalah Thalhah dan Zubair, keduanya sahabat terkemuka nabi Islam Muhammad; serta Aisyah, seorang janda Muhammad. Peran utama Thalhah dan Aisyah dalam menghasut umat Muslim melawan Utsman tercatat baik dalam berbagai riwayat.[16] Berbagai sejarawan telah menulis akan ambisi Thalhah dan Zubair yang ingin menjadi khalifah setelah Utsman, meskipun mereka berdua mungkin tidak memiliki dukungan publik yang cukup.[17]

Ali, yang merupakan sepupu dan menantu dari Muhammad, telah berupaya menjadi penengah antara pemberontak dan Utsman. Meskipun ia mengutuk pembunuhan terhadap Utsman, Ali kemungkinan besar menganggap bahwa pemberontakan yang dilakukan adalah gerakan untuk menuntut perlakuan yang adil oleh rakyat miskin dan yang kehilangan haknya.[18] Putranya Ali, Hasan, terluka oleh massa yang marah saat dirinya berjaga di kediaman Utsman atas permintaan Ali.[19]

Tak lama setelah Utsman tewas terbunuh, massa di Medina beralih ke Ali untuk kepemimpinan yang mana awalnya ditolak olehnya.[20] Reza Aslan mengaitkan penolakan awal Ali atas tawaran menjadi Khalifah dengan polarisasi komunitas Muslim setelah pembunuhan Utsman.[21] Di sisi lain, Durant mengajukan bahwa bahwa, "[Ali] menghindar dari drama di mana agama telah digantikan oleh politik, dan pengabdian oleh intrik."[22] Namun demikian, dengan tidak adanya oposisi yang serius dan didesak terutama oleh para pemberontak dari Irak dan Anshar, Ali akhirnya mengambil peran khalifah dan umat Islam memenuhi Masjid Nabawi di Madinah dan halamannya untuk ber-bai'at kepadanya.[23] Menurut Shaban, keributan setelah pembunuhan Utsman mungkin telah memaksa Ali untuk menerima kekhalifahan untuk mencegah kekacauan lebih lanjut.[24]

Thalhah dan Zubair adalah beberapa yang kemungkinan berbaiat kepada Ali pada waktu itu.[25] Meskipun tidak terdapat catatan mengenai adanya kekerasan menurut Madelung, Thalhah dan Zubair pada akhirnya mengingkari bai'at mereka, mengklaim bahwa bai'at mereka kepada Ali adalah disebabkan oleh tekanan publik.[26] Veccia Vaglieri menganggap klaim ini adalah palsu dan berbagai laporan lain menunjukkan bahwa Thalhah dan Zubair pindah haluan setelah mereka gagal untuk memperoleh posisi pemerintahan di Basra dan Kufa dan ketika Ali mulai menghapuskan kebijakan Utsman yang memberikan hak-hak mewah bagi elit penguasa, termasuk kepada Thalhah dan Zubair.[27] Beberapa laporan mengindikasikan bahwa Ali melarang pendukungnya untuk memaksa siapapun berbai'at kepadanya.[28]

Dengan dalih pergi untuk berhaji, Thalhah dan Zubair meninggalkan Madinah menuju Makkah, di mana mereka menemukan sekutu yang kuat, yakni Aisyah, yang permusuhannya terhadap Ali terdokumentasi dengan baik.[29] Aisyah adalah istri favorit Muhammad dan bergelar ibu dari orang-orang yang beriman.[30][31] Setelah mengetahui kalau Ali menjadi Khalifah, Aisyah, yang sebelumnya menghasut pemberontakan terhadap Utsman, sekarang secara publik menuduh Ali mengayomi para pembunuh Utsman dan membangkitkan amarah orang-orang Makkah untuk membalaskan kematian Utsman, saudara sekota mereka.[32] Aisyah, Thalhah dan Zubair menuntut agar Ali digulingkan dan membentuk sebuah dewan untuk menunjuk penggantinya, yang kemungkinan adalah Thalhah atau Zubair.[33] Ketiganya bergabung dengan rekan-rekan Utsman, termasuk Marwan, dan mantan pejabat lainnya yang tidak puas akan pemerintahan Ali.[34] Makkah pun dengan cepat menjadi sarang pemberontakan melawan khalifah.[35]

Persiapan

Di bawah kepemimpinan Aisyah, Thalhah dan Zubair, 600-900 pemberontak Makkah berangkat menuju kota garnisun Basra di Irak, sekitar 1300 km dari Hijaz, di mana mereka tidak dapat mengumpulkan banyak dukungan.[36] Upaya perang didanai oleh orang-orang kaya Makkah, seperti Umayyah Yala bin Munya, mantan gubernur Utsman yang tidak puas.[37] Menurut ath-Thabari, di sebuah tempat bernama Hawab dalam perjalanan ke Basra, Aisyah menjadi bimbang setelah melihat anjing di sana tak henti-hentinya menggonggong, ini mengingatkannya pada peringatan Muhammad kepada istri-istrinya bertahun-tahun yang lalu, "Akan datang hari di mana anjing-anjing Hawab akan menggonggong salah seorang di antara kalian, dan pada hari itu dia sedang berada dalam kesesatan yang nyata.”[38] Namun demikian, dia dibujuk oleh Thalhah dan Zubair untuk tetap pada rencana.[39] Telah tercatat bahwa terdapat perselisihan internal di dalam kubu Aisyah salah satunya seperti ketika Thalhah dan Zubair berjuang untuk dominasi, misalnya, dalam memimpin shalat.[40]

Setibanya di Basra, para pemberontak menemukan bahwa orang-orang Basra, meskipun terpecah belah, secara general mereka loyal kepada Ali, yang sebelumnya telah memecat gubernur korupnya Utsman.[41] Setelah pertarungan sengit yang menimbulkan banyak korban jiwa, kedua belah pihak menyetujui gencatan senjata hingga Ali datang, dan pasukan pemberontak pun berkemah di luar Basra.[42] Menunggu Ali jelas tidak menguntungkan bagi para pemberontak yang kemudian menyerbu kota itu pada malam hari, menewaskan puluhan orang dan akhirnya menguasai Basra. Gubernur Basra pun disiksa dan kemudian dipenjara.[43]

Setelah berita tersebut sampai kepada Ali, ia pun bersegera meninggalkan Madinah menuju Basra bersama pasukan kecil. Ali juga mengirim anaknya, yakni Hasan, untuk mengumpulkan dukungan dari orang-orang Kufah, yang bertemu dengannya di luar Basra. Kedua pasukan, masing-masing dengan sekitar puluhan ribu pasukan, berkemah di depan satu sama lain.[44] Sebuah tenda ditegakkan di tengahnya untuk Ali, Thalhah dan Zubair bernegosiasi selama tiga hari. Meskipun detailnya tidak pasti, namun beberapa sumber mengklaim bahwa Ali mengingatkan Zubair tentang insiden ketika mereka masih kecil di mana Muhammad memprediksi bahwa Zubair pada suatu saat akan secara tidak adil memerangi Ali.[45]

Menurut Madelung, di saat negosiasi tersebut, kubu Aisyah meminta Ali turun dari jabatannya dan agar dibentuknya sebuah dewan syura untuk memilih penerusnya, kemungkinannya antara Thalhah atau Zubair.[46] Sebagai respons atas tuduhan mengenai Utsman, Ali mengingatkan Thalhah dan Zubair akan usahanya dulu dalam menyelematkan Utsman dan bagaimana Thalhah dan Aisyah yang pada awalnya justru menghasut kekerasan terhadap Utsman.[47] Upaya Ali yang meminta supaya orang-orang agar menahan diri dan peran utama Thalhah dan Aisyah dalam menentang Utsman tercatat dengan baik.[48]

Negosiasi yang dilakukan gagal setelah tiga hari dan kedua belah pihak bersiap untuk berperang.[49] Menurut Madelung, cerita populer tentang suksesnya negosiasi tersebut adalah murni hanyalah fiksi. Cerita ini mengklaim bahwa pembunuh Utsman mensabostasi negosiasi tersebut dan memprovokasi timbulnya perang.[50]

Lihat pula

Referensi

  1. ^ (Madelung 1997, hlm. 168)
  2. ^ (Madelung 1997, hlm. 166)
  3. ^ MacLean, Derryl N. (1989), Religion and Society in Arab Sind, pp. 126, BRILL, ISBN 90-04-08551-3
  4. ^ (Madelung 1997, hlm. 176, 177)
  5. ^ (Madelung 1997, hlm. 167, 8)
  6. ^ Crone 1980, pg. 108
  7. ^ (Hazleton 2009, hlm. 107)
  8. ^ (Hazleton 2009, hlm. 107)
  9. ^ (Madelung 1997, hlm. 177)
  10. ^ (Madelung 1997, hlm. 177)
  11. ^ "Hadith - Chapters on Virtues - Jami` at-Tirmidhi - Sunnah.com - Sayings and Teachings of Prophet Muhammad (صلى الله عليه و سلم)". sunnah.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-12-13. Diakses tanggal 2021-12-06. 
  12. ^ Ibnu Katsir. Tafsir Ibnu Katsir - QS 4:128. hlm. 421 – 422. Diarsipkan dari versi asli tanggal 21 Agustus 2021. 
  13. ^ "Surah Al-Ahzab - 6". quran.com. Diakses tanggal 2022-07-07. 
  14. ^ (Hazleton 2009, hlm. 86). (Bodley 1946, hlm. 349). (Madelung 1997, hlm. 81). (Momen 1985, hlm. 21). (Abbas 2021, hlm. 117)
  15. ^ (Glassé 2001, hlm. 423). (Abbas 2021, hlm. 119)
  16. ^ (Madelung 1997, hlm. 107, 118, 119). (Abbas 2021, hlm. 122, 123, 125, 135). (Hazleton 2009, hlm. 87, 89, 93, 95, 102, 103). (Bodley 1946, hlm. 349, 350). (Jafri 1979, hlm. 62, 64). (Rogerson 2006, hlm. 289). (Tabatabai 1977, hlm. 52, 53). (Poonawala 1982). (Veccia Vaglieri 2021). (Veccia Vaglieri 2021b)
  17. ^ (Madelung 1997, hlm. 141). (Hazleton 2009, hlm. 104). (Momen 1985, hlm. 24). (Jafri 1979, hlm. 63)
  18. ^ (Jafri 1979, hlm. 63, 64)
  19. ^ (Abbas 2021, hlm. 125). (Hazleton 2009, hlm. 95). (Jafri 1979, hlm. 62)
  20. ^ (Madelung 1997, hlm. 142). (Momen 1985, hlm. 22). (Abbas 2021, hlm. 129). (Gleave 2021)
  21. ^ (Aslan 2011, hlm. 131, 132)
  22. ^ (Abbas 2021, hlm. 128)
  23. ^ (Madelung 1997, hlm. 141, 142). (Hazleton 2009, hlm. 99). (Jafri 1979, hlm. 63). (Rogerson 2006, hlm. 286, 287). (Gleave 2021)
  24. ^ (Shaban 1971, hlm. 71)
  25. ^ (Madelung 1997, hlm. 144, 145). (Rogerson 2006, hlm. 287). (Veccia Vaglieri 2021b)
  26. ^ (Madelung 1997, hlm. 144, 145). (Abbas 2021, hlm. 130, 132). (Rogerson 2006, hlm. 289)
  27. ^ (Poonawala 1982). (Abbas 2021, hlm. 132). (Hazleton 2009, hlm. 104). (Veccia Vaglieri 2021). (Veccia Vaglieri 2021b)
  28. ^ (Madelung 1997, hlm. 145). (Abbas 2021, hlm. 130, 132)
  29. ^ (Madelung 1997, hlm. 107, 157). (Abbas 2021, hlm. 106, 135, 136). (Hazleton 2009, hlm. 25, 104). (Jafri 1979, hlm. 27). (Rogerson 2006, hlm. 294). (Poonawala 1982)
  30. ^ "Hadith - Chapters on Virtues - Jami` at-Tirmidhi - Sunnah.com - Sayings and Teachings of Prophet Muhammad (صلى الله عليه و سلم)". sunnah.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-12-13. Diakses tanggal 2021-12-06. 
  31. ^ Ibnu Katsir. Tafsir Ibnu Katsir - QS 4:128. hlm. 421 – 422. Diarsipkan dari versi asli tanggal 21 Agustus 2021. 
  32. ^ (Madelung 1997, hlm. 107, 147, 155, 156). (Hazleton 2009, hlm. 146, 147). (Poonawala 1982). (Veccia Vaglieri 2021)
  33. ^ (Madelung 1997, hlm. 157, 158). (Rogerson 2006, hlm. 289, 291)
  34. ^ (Abbas 2021, hlm. 135). (Madelung 1997, hlm. 147). (Poonawala 1982)
  35. ^ (Madelung 1997, hlm. 155)
  36. ^ (Madelung 1997, hlm. 157, 158). (Rogerson 2006, hlm. 290). (Poonawala 1982). (Veccia Vaglieri 2021)
  37. ^ (Madelung 1997, hlm. 155, 157). (Rogerson 2006, hlm. 290). (Poonawala 1982)
  38. ^ (Veccia Vaglieri 2021b). (Abbas 2021, hlm. 138). (Hazleton 2009, hlm. 101, 105)
  39. ^ (Abbas 2021, hlm. 138)
  40. ^ (Madelung 1997, hlm. 158, 162). (Abbas 2021, hlm. 138). (Veccia Vaglieri 2021b)
  41. ^ (Hazleton 2009, hlm. 106). (Rogerson 2006, hlm. 294). (Abbas 2021, hlm. 137). (Veccia Vaglieri 2021b)
  42. ^ (Madelung 1997, hlm. 162)
  43. ^ (Madelung 1997, hlm. 162, 163). (Hazleton 2009, hlm. 107). (Rogerson 2006, hlm. 294). (Abbas 2021, hlm. 137). (Veccia Vaglieri 2021b)
  44. ^ (Madelung 1997, hlm. 166). (Hazleton 2009, hlm. 107). (Rogerson 2006, hlm. 295). (Poonawala 1982). (Veccia Vaglieri 2021)
  45. ^ (Madelung 1997, hlm. 169). (Abbas 2021, hlm. 139). (Rogerson 2006, hlm. 295)
  46. ^ (Madelung 1997, hlm. 169). (Rogerson 2006, hlm. 289, 291)
  47. ^ (Madelung 1997, hlm. 169). (Abbas 2021, hlm. 139)
  48. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama :22
  49. ^ (Madelung 1997, hlm. 169). (Rogerson 2006, hlm. 295). (Poonawala 1982). (Gleave 2021)
  50. ^ (Madelung 1997, hlm. 169)