Lompat ke isi

Sitrinin

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Sitrinin
Skeletal formula of citrinin
Space-filling model of the citrinin molecule
Nama
Nama IUPAC (preferensi)
(3R,4S)-8-Hydroxy-3,4,5-trimethyl-6-oxo-4,6-dihydro-3H-2-benzopyran-7-carboxylic acid
Penanda
Model 3D (JSmol)
3DMet {{{3DMet}}}
ChEMBL
ChemSpider
Nomor EC
KEGG
Nomor RTECS {{{value}}}
UNII
  • InChI=1S/C13H14O5/c1-5-7(3)18-4-8-9(5)6(2)11(14)10(12(8)15)13(16)17/h4-5,7,15H,1-3H3,(H,16,17)/t5-,7-/m1/s1 N
    Key: CQIUKKVOEOPUDV-IYSWYEEDSA-N N
  • InChI=1/C13H14O5/c1-5-7(3)18-4-8-9(5)6(2)11(14)10(12(8)15)13(16)17/h4-5,7,15H,1-3H3,(H,16,17)/t5-,7-/m1/s1
    Key: CQIUKKVOEOPUDV-IYSWYEEDBV
  • O=C2C(C(O)=O)=C(O)C1=CO[C@H](C)[C@@H](C)C1=C2C
Sifat
C13H14O5
Massa molar 250.25
Penampilan Kristal lemon-kuning
Titik lebur 175 °C (347 °F; 448 K) (dekomposisi (kondisi kering), ketika terdapat air pada 100 derajat Celsius))
Tak larut
Bahaya
Lembar data keselamatan MSDS
Piktogram GHS GHS06: BeracunGHS08: Bahaya Kesehatan
H301, H311, H331, H351
P261, P280, P301+310, P311
Kecuali dinyatakan lain, data di atas berlaku pada suhu dan tekanan standar (25 °C [77 °F], 100 kPa).
N verifikasi (apa ini YaYN ?)
Referensi

Sitrinin (bahasa Inggris: citrinin) merupakan salah satu jenis mikotoksin yang dihasilkan oleh kapang Penicillium citrinum. Spesies kapang tersebut dapat mengkontaminasi berbagai macam bahan makanan terutama biji-bijian yang telah mengalami kerusakan dengan ciri-ciri seperti biji berlubang, keriput, mengelupas sehingga mudah terkontaminasi oleh spora-spora kapang, bila dibandingkan dengan biji-bijian utuh. Citrinin dapat terkandung dalam bahan makanan berupa beras, jagung, gandum, dan tomat busuk. [1]

Karakteristik

Citrinin merupakan suatu senyawa benzopyran. Senyawa ini berupa kristal padat berwarna kuning, tidak berbau. Titik lebur citrinin berkisar 170-175°C dengan berat molekul 250,2, mempunyai sifat berpendar apabila kena sinar. Citrinin tidak larut dalam air, tetapi larut dalam ethanol, ethyl acetat, benzena, dan chloroform. Citrinin mempunyai rumus molekul C13H14O5. Citrinin dapat menyerap cahaya dengan panjang gelombang 250 – 331 nm. Citrinin bersifat sangat asam. [2]

CTN terdekomposisi pada 175°C dengan pemanasan kering, tetapi suhu dekomposisi menurun menjadi 140° C dengan adanya sedikit air. Produk dekomposisi yang diperoleh dengan memanaskan CTN dengan air pada suhu 140°C hingga 150°C sama beracunnya atau lebih beracun daripada CNT. Racun baru ini adalah CTN H1 dan CTN H2. Konsentrasi CTN pada ekstrak Monascus menurun hingga 50% setelah direbus dalam air selama 20 menit, yang membuktikan bahwa CTN tidak stabil secara termal dalam larutan air. [3]

Struktur

Citrinin pertama kali diisolasi dari kultur Penicillium citrinum (Hetherington dan Raistrick, 1931) yang belakangan ditemui pada kultur lebih dari selusin jenis Penicillium, beberapa jenis Aspergillus dan juga pada kultur beberapa jenis Monascus. Baru-baru ini citrinin dilaporkan juga diproduksi oleh jamur endofit Penicillium janthinellum yang diisolasi dari buah Melia azedarach. Citrinin juga dapat diproduksi dari daun – daunan (Crotalaria crispata) di Australia. Di samping itu, Marinho et al., (2005) juga melaporkan bahwa citrinin memperlihatkan aktivitas biologi menghambat pertumbuhan bakteri Pseudomonas aeruginosa dan Bacillus subtilis, namun tidak aktif sama sekali terhadap Eschericia coli. Sedangkan pertumbuhan Leishmania Mexicana, citrinin dihambat secara total dalam waktu 48 jam pada konsentrasi 40 µg/ml. Di lain pihak, citrinin dikenal sebagai salah satu mikotoksin yang mengakibatkan efek nefrotoksik pada manusia dan hewan. Baru-baru ini juga dilaporkan bahwa citrinin dapat mengakibatkan efek penekanan sistem imun yang berakibat peningkatan kapasitas infeksi sel oleh parasit Toxoplasma gondii. [3]

Sejarah

Citrinin adalah salah satu dari banyak mikotoksin yang ditemukan oleh H. Raistrick dan AC Hetherington pada tahun 1930-an. Pada tahun 1941 H. Raistrick dan G. Smith mengidentifikasi citrinin memiliki aktivitas antibakteri yang luas. Setelah penemuan ini, minat terhadap citrinin meningkat. Namun, pada tahun 1946 AM Ambrose dan F. DeEds menunjukkan bahwa citrinin bersifat toksik pada mamalia. Akibatnya, minat terhadap citrinin menurun. Pada tahun 1948 struktur kimianya ditemukan oleh WB Whalley dan rekan kerjanya. Citrinin adalah senyawa alami dan pertama kali diisolasi dari Penicillium citrinum, tetapi juga diproduksi oleh spesies Penicillium lainnya , seperti Spesies Monascus dan Spesies Aspergillus, yang keduanya merupakan jamur. Selama tahun 1950-an WB Whalley, AJ Birch dan lainnya mengidentifikasi citrinin sebagai poliketida dan menyelidiki biosintesisnya menggunakan radioisotop. Selama 1980-an dan 1990-an J. Staunton, U. Sankawa dan lain-lain juga menyelidiki biosintesisnya menggunakan isotop stabil dan NMR. Selama pertengahan tahun 2000-an, cluster gen untuk citrinin ditemukan oleh T. Nihira dan rekan kerjanya.

Pada tahun 1993, Badan Internasional untuk Penelitian Kanker Organisasi Kesehatan Dunia mulai mengevaluasi potensi karsinogenik mikotoksin. Bahaya kesehatan mikotoksin bagi manusia atau hewan telah ditinjau secara ekstensif dalam beberapa tahun terakhir. Untuk memastikan produktivitas dan keberlanjutan pertanian, kesehatan hewan dan masyarakat, kesejahteraan hewan dan lingkungan, tingkat maksimum zat yang tidak diinginkan dalam pakan ternak ditetapkan dalam Petunjuk Uni Eropa Parlemen Eropa dan Dewan 7 Mei 2002. Sementara maksimum kadar untuk berbagai mikotoksin ditetapkan untuk sejumlah produk makanan dan pakan, kejadian citrinin belum diatur di bawah ini atau peraturan lain di Uni Eropa. Belum ada tingkat maksimum yang dilaporkan oleh Organisasi Pangan dan Pertanian untuk citrinin dalam makanan dan pakan.

Toksisitas

Citrinin dikenal sebagai mikotoksin yang bersifat nefrotoksik. Citrinin bersifat nefrotoksik terhadap mencit, tikus, kelinci dan babi. Kerusakan ginjal akibat paparan citrinin ditandai dengan gejala-gejala seperti pembengkakan ginjal, degenerasi pada tubulus proksimal, nucleus mengalami piknosis, dan penebalan pada dasar dari membran dasar. Mikotoksin yang terpapar ke dalam tubuh bersama sama makanan dan tersebar melalui sistem peredaran darah akan berpengaruh pada organ-organ yang dilalui. Berdasarkan hal tersebut, maka ada kemungkinan bahwa citrinin selain bersifat nefrotoksik juga bersifat hepatotoksik.

Menurut Philips dan Elayes (1977), target organ dari citrinin ialah ginjal yang ditunjukkan dengan perubahan-perubahan patologik pada tubulus-tubulus ginjal pada kebanyakan hewan percobaan termasuk mencit, tikus, kelinci, dan babi. Mikotoksin yang bersifat hepatotoksik dapat menyebabkan kerusakan struktur hepatosit. Kerusakan struktur hepatosit dapat terjadi pada hepatosit-hepatosit yang terdapat pada ketiga zona lobulus hepar, yaitu: zone perifer, zone midzonal dan zone centrilobular. [4]

CTN memiliki sifat antibiotik terhadap bakteri gram positif, tetapi belum pernah digunakan sebagai obat karena nefrotoksisitasnya yang tinggi. Ginjal adalah organ target utama toksisitas CTN, tetapi organ target lain seperti hati dan sumsum tulang juga telah dilaporkan. Secara historis CTN adalah salah satu mikotoksin terisolasi pertama, akan tetapi data tentang mekanisme toksisitasnya masih kontroversial dan sebagian besar diperoleh secara in vitro. Seperti mikotoksin lainnya, CTN dapat berimplikasi pada nefropati babi. Ini sering ditemukan dalam makanan dan pakan yang dikombinasikan dengan Ochratoxin A (OTA), dan kedua mikotoksin nefrotoksik ini diduga terlibat dalam etiologi penyakit ginjal manusia yang disebut nefropati endemik Balkan. Di daerah endemik di Bulgaria, CTN lebih umum dan memiliki konsentrasi yang lebih tinggi pada jagung dan kacang-kacangan yang ditujukan untuk konsumsi manusia daripada di daerah non-endemik. CTN juga ditemukan meningkatkan toksisitas OTA baik secara aditif atau sinergis. [5]

Genotoksisitas

Genotoksisitas CTN belum ditentukan secara pasti karena berbagai sistem pengujian memberikan hasil positif dan negatif. Peningkatan kerusakan DNA dideteksi menggunakan elektroforesis gel sel tunggal (uji komet) pada sel Vero yang terpapar CTN selama 24 jam. Namun, metode yang sama memberikan hasil negatif pada sel hati yang diturunkan dari manusia (HepG2) dan sel ginjal embrionik manusia (HEK293) tidak peduli apakah Fpg ada atau tidak. Hal ini menunjukkan bahwa stres oksidatif yang diinduksi CTN tidak mempengaruhi DNA. Berbeda dengan hasil negatif, berbagai kultur sel yang terpapar CTN menunjukkan peningkatan frekuensi mikronukleus (MN) yang signifikan. Paparan 24 jam sel PK15 terhadap 30 µmol L-1 CTN menghasilkan peningkatan yang signifikan pada frekuensi MN (9,5 %) dibandingkan kontrol (2,75 %). Peningkatan ini juga terlihat pada sel HEPG2, limfosit manusia, dan sel hamster Cina V79, tetapi konsentrasi CTN yang menunjukkan genotoksisitas berbeda antar kultur sel. [6]

Mutagenesitas

Pengujian mutagenisitas Citrinin (CTN) tidak meyakinkan. CTN tidak bersifat mutagenik saat diuji dengan atau tanpa aktivasi campuran S9 (enzim homogenat yang diturunkan dari HepG2) pada strain Salmonella typhymurium TA-98 dan TA-100. Dalam studi lain, tiga strain tambahan (TA-1535, TA-1538 dan TA-97) dari S. typhymurium digunakan untuk menguji mutagenisitas CTN, tetapi tidak ada efek mutagenik yang diamati. Namun, ketika kultur hepatosit primer ditambahkan, strain TA98 menunjukkan respon mutagenik tergantung dosis yang signifikan, dan strain TA-100 sedikit respon positif. Hasil ini menunjukkan bahwa CTN membutuhkan biotransformasi seluler yang kompleks untuk menjadi mutagenik.

Beberapa penelitian telah menunjukkan aktivitas CTN klastogenik in vitro dan in vivo, termasuk berbagai penyimpangan kromosom kecuali untuk Sister Chromatid Exchange (SCE). Dalam studi sel ovarium hamster Cina dan HEK293, CTN tidak menghasilkan perbedaan yang signifikan baik dalam frekuensi SCE atau celah dan kerusakan DNA.

Thust and Kneist mendirikan SCE yang diinduksi CTN di sel V79-E hamster Cina dengan adanya S9-mix. Mereka juga mengamati potensi aneuploidik CTN. CTN ditemukan bersifat aneugenik karena menyebabkan penangkapan mitosis yang bergantung pada konsentrasi, terlepas dari waktu inkubasi. Efek ini dapat dibalik setelah penghilangan CTN. Jeswal telah menemukan bahwa CTN menginduksi kelainan kromosom dan kerusakan sel sumsum tulang pada tikus muda yang sedang disapih. Penyimpangan kromosom yang diinduksi CTN paling sering ditemukan dalam penelitian lain oleh Bouslimi et al. dalam sel sumsum tulang tikus dewasa termasuk istirahat, fusi sentris, cincin, dan celah. [6]

Pengaruh terhadap aktivitas enzim respirasi seluler

Respirasi seluler terdiri atas 3 tahap yaitu glikolisis, siklus asam sitrat, dan sistem transpor elektron (rantai respirasi). Pada tahap ke-I terjadi produksi acetyl Co-A melalui oksidasi karbohidrat, protein dan lemak. Pada tahap ke-II terjadi oksidasi acetyl Co-A melalui siklus asam sitrat. Tahap ke-III berlangsung sistem transfer electron dan fosfolirasi oksidatif. Pada tahap ini electron-elektron yang dibawa oleh NADH diterima oleh pembawa-pembawa selektron secara bergantian dan akhirnya electron diterima oleh O2.

Paparan citrinin dapat menghambat aktivitas enzim malat dehidrogenase, yang merupakan biokatalisator dalam proses pembentukan asam oksaloasetat dari asam malat. Selain itu juga dapat menghambat aktivitas enzim 2-oxoglutarate, yang merupakan biokatalisator dalam pembentukan suksinil Co-A. Peristiwa tersebut berlangsung dalam siklus asam sitrat. Hal ini dapat menghambat pembentukan ATP. Di samping itu citrinin juga dapat menghambat aktivitas enzim ATPase sehingga menurunkan jumlah ATP. Citrinin juga menghambat aktivitas enzim-enzim yang terlibat dalam rantai respirasi yaitu NADH oksidase, dan NADH-chlochrom C oksidase. Hambatan-hambatan aktivitas enzim-enzim yang berperan dalam respirasi seluler tersebut mengakibatkan penurunan ATP yang dihasilkan dalam mitokondria. Selain itu terjadi pula hambatan suplai elektron dalam rantai respirasi. Hal ini mengakibatkan penurunan transmembrane potensial. [7]

Referensi

  1. ^ Hastuti, Utami (2006). "PENGARUH BERBAGAI DOSIS CITRININ TERHADAP KERUSAKAN STRUKTUR HEPATOSIT MENCIT (Mus musculus) PADA TIGA ZONA LOBULUS HEPAR". Jurnal Kedokteran Brawijaya. 22 (3): 121–126.  line feed character di |title= pada posisi 62 (bantuan)
  2. ^ Marciano, Eeby. "mikotoksin". 
  3. ^ a b Agusta (2008). "Produksi Metabolit Utama (-)-Citrinin, pada Kultur Jamur Endofit Penicillium sp dari Tanaman Teh". Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Hayati. 13 (3): 164–168. 
  4. ^ ghinakartika (2017-11-14). "Toksin pada Angkak". Food [Scientist] Diary. Diakses tanggal 2021-07-02. 
  5. ^ Hastuti (2001). "Hepatotoksisitas Citrinin, Patulin, Dan Aflatoksin B1 Pada Mencit (Mus Musculus)". Penelitian Eksperimental Laboratoris. 
  6. ^ a b Flajs et.al (2009). "Toxicological Properties of Citrinin". Arhiv za higijenu rada i toksikologiju. 60 (4): 457–464. 
  7. ^ Nurhidayat (2012). "Analisa Kandungan Lovastatin, Pigmen dan Citrinin Pada Fermentasi Beras IR-42 Dengan Mutan Monascus purpureus". Berita Biologi. 11 (1): 119–129.