Nasi kucing
Nasi kucing | |
---|---|
Nama lain | Sego Kucing |
Sajian | Makanan utama |
Tempat asal | Indonesia |
Daerah | D.I. Yogyakarta Jawa Tengah (kota Semarang, Magelang dan Surakarta) |
Dibuat oleh | Masyarakat Jawa |
Suhu penyajian | Dalam keadaan hangat |
Bahan utama | Nasi dengan porsi kecil ditambah beragam lauk dan dibungkus daun pisang |
100 kkal (419 kJ) | |
Sunting kotak info • L • B | |
Nasi Kucing (bahasa Jawa: ꦱꦼꦒꦏꦸꦕꦶꦁ, translit. Sega Kucing)[1] adalah makanan yang berasal dari Yogyakarta, Semarang, dan Surakarta. Porsi nasi kucing yaitu sedikit, biasanya ditambah sambal, ikan, dan tempe, lalu dibungkus daun pisang.
Ada menu
Cakalang
Cumi Asin
Peda
Ayam Suwir
Ayam Empal
Etimologi
Kata "nasi kucing" berarti "nasi untuk kucing", karena porsinya yang kecil. Kata tersebut berasal dari kebiasaan masyarakat Jawa yang memelihara kucing dan memberikan makanan untuk peliharaannya dengan porsi kecil.[2] Nasi kucing biasanya berisi sambal, gereh pindang, dan nasi dengan porsi yang sedikit. Gereh pindang adalah salah satu makanan kucing sehingga hal ini yang membuat nasi yang berporsi sedikit ini disebut nasi kucing.[3]
Asal
Nasi kucing berasal dari Yogyakarta, Semarang, dan Surakarta.[4] Nasi ini sangat digemari oleh berbagai kalangan terutama kalangan muda seperti mahasiswa,[5] terutama pada era reformasi saat bahan pokok mengalami kenaikan harga.[6]
Penyajian
Nasi kucing memiliki porsi kecil yang ditambah dengan berbagai macam lauk. Jenis lauk yang disediakan biasanya ikan bandeng dan tempe.[2] Bahan lain yang dapat ditambahkan yaitu telur, ayam, dan mentimun.[4] Disajikan dengan daun pisang dan bisa langsung disantap.[2] Menu pendamping nasi kucing selain telur dan ayam adalah sate, gorengan, tahu bacem, bihun goreng, dan sebagainya.[6]
Variasi dari nasi kucing adalah sego macan, ukurannya tiga kali lebih besar dibandingkan nasi kucing. Biasanya disajikan dengan nasi yang dibakar, ikan, dan sayuran. Seperti nasi kucing, sego macan juga dibungkus daun pisang.[7]
Penjualan
Nasi kucing biasanya dijual dengan harga murah (terkadang Rp 1000 untuk nasi kucing[8] dan Rp 4000 untuk sego macan[7]) di tempat yang kecil, maupun jajanan pinggir jalan yang disebut angkringan.
Dalam buku yang berjudul Angkringan: Unik dan Tak Lekang oleh Waktu yang ditulis oleh Ratih Kartika disebutkan bahwa pada tahun 1930, seorang warga Klaten bernama Karso Djukut memulai mengenalkan angkringan di Kota Solo. Karso berjualan angkringan dengan dipikul dan berjalan mengelilingi kampung. Masyarakat lain mengikuti jejak karir Karso dengan berjualan di pusat keramaian Kota Solo seperti di sekitaran bioskop di Sriwedari dan kegiatan malam Selikuran.[9] Pairo yang juga warga Klaten memulai menjual angkringan di Yogyakarta dengan care berkeliling. Hingga pada akhirnya Pairo memilih berjualan secara menetap di sekitar kawasan Stasiun Tugu.[9]
Di Yogyakarta tempat berjualan nasi kucing biasa disebut 'angkringan', di Kota Semarang disebut 'kucingan' sedangkan di Solo biasa disebut 'warung hik'.[6]
Lihat pula
Referensi
- ^ Erwin & Erwin 2008, hlm. 6
- ^ a b c Mundayat 2005, hlm. 83
- ^ Lyliana, Lea (2022-01-21). "Kenapa Nasi Angkringan Disebut Nasi Kucing?". Kompas. Diakses tanggal 22 November 2022.
- ^ a b Hermanto; Purwadi, Trias; Jayadi, Fauzan (7 Februari 2007). "Nasi Kucing Juga Dikenal di Makkah". Suara Merdeka. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-03-04. Diakses tanggal 2015-06-06.
- ^ Mundayat 2005, hlm. 73
- ^ a b c Winastya, Khulafa Pinta (2022-06-21). "Sego Kucing Adalah Makanan Khas di Angkringan, Ini Fakta-faktanya". Merdeka.com. Diakses tanggal 23 November 2022.
- ^ a b "Sega Macan Bakal Saingi Nasi Kucing". Kompas.com. Kompas. 11 Oktober 2010. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-10-07. Diakses tanggal 2015-06-06.
- ^ Yudhono, Jodi (16 April 2011). "Nasi Kucing, soal Rasa Berani Bersaing". Kompas.com. Kompas. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-04-19. Diakses tanggal 2015-06-06.
- ^ a b detikTravel, Tim (2022-10-06). "Kenapa Nasi Bungkus Angkringan Disebut Nasi Kucing?". detik.com. Diakses tanggal 22 November 2022.
Daftar pustaka
- Erwin, Lily T.; Erwin, Abang (2008). Peta 100 Tempat Makan Makanan Khas Daerah di Jakarta, Bekasi, Depok, Tangerang. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
- Mundayat, Aris Arif (2005). Ritual and Politics in New Order Indonesia: A Study of Discourse and Counter-Discourse in Indonesia (Tesis Doctorate). Swinburne University of Technology. http://researchbank.swinburne.edu.au/vital/access/services/Download/swin:7520/SOURCE2. Diakses pada 8 Juni 2011. Diarsipkan 2011-10-04 di Wayback Machine.
- Suprihatin, Sri Emy Yuli (April 2002). "Hubungan Patron Klien Pedagang "Nasi Kucing" di Kota Yogyakarta" (PDF). Humaniora. 7 (1): 147–164. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2012-03-17. Diakses tanggal 8 Juli 2011.