Lompat ke isi

Sensitivitas pengolahan sensorik

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 12 Juni 2023 05.24 oleh WanaraLima (bicara | kontrib) (Fitur saranan suntingan: 3 pranala ditambahkan.)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Sensitivitas pengolahan sensorik (SPS) merupakan suatu ciri kepribadian yang menjadi besaran ukuran untuk mendefinisikan orang dengan tingkat sensitivitas yang sangat tinggi atau highly sensitive person (HSP).[1][2] Ciri kepribadian SPS ini dijelaskan dengan adanya hipersensitivitas terhadap rangsangan eksternal, pengolahan kognitif yang mendalam, dan reaktivitas emosi yang tinggi.[1] Istilah SPS dan HSP diciptakan pada pertengahan tahun 1990an oleh pasangan psikolog Elaine Aron dan Arthur Aron, dengan SPS diukur melalui skala yang diciptakan Aron sebagai pilihan jawaban atas daftar pertanyaan berkenaan dengan HSP, yang disebut dengan skala HSP (Highly Sensitive Person Scale-HSPS).[1] Beberapa peneliti lain juga telah menggunakan berbagai istilah lain untuk merujuk pada respon terhadap rangsangan seperti yang ditunjukkan dalam SPS, yang telah dibuktikan pada manusia dan spesies lainnya.[3]

Berdasarkan penelitian Aron dan kawan-kawan, orang dengan SPS yang tinggi terdapat sebanyak 15 - 20% populasi dan mereka mengolah data sensorik secara lebih mendalam karena sifat alami dari sistem saraf pusatmereka.[2] Meskipun banyak peneliti secara konsisten menghubungkan SPS yang tinggi dengan hasil yang negatif,[1][4] Aron dan kawan-kawan menyatakan bahwa SPS yang tinggi merupakan suatu ciri kepribadian dan bukan suatu bentuk gangguan;[5] sementara peneliti lain ada yang mengaitkan SPS yang tinggi dengan peningkatan respon untuk hasil yang positif maupun hasil yang negatif.[6][7][8][9]

Asal-usul dan perkembangan istilah

[sunting | sunting sumber]

Buku Elaine Aron yang terbit pada tahun 1996, berjudul The Highly Sensitive Person (orang dengan tingkat sensitivitas yang sangat tinggi)[10] menjelaskan populasi orang yang mengalami peningkatan sensitivitas terhadap rangsangan, dan orang yang menyadari kepelikan yang halus dan memproses informasi secara lebih mendalam, dengan cara yang lebih reflektif.[11] Pada tahun 1997, Elaine dan Arthur Aron secara resmi mengidentifikasi[12] sensitivitas pengolahan sensorik (SPS), istilah ilmiah untuk kesensitivitasan yang sangat tinggi atau hipersensitif,[2] sebagai ciri penentu untuk orang dengan tingkat sensitivitas yang sangat tinggi atau highly sensitive person (HSP).[1] Dengan menggunakan definisi tersebut, Aron & Aron (1997) menyampaikan bahwa pengolahan sensorik yang dimaksud tidak merujuk pada organ-organ penginderaan manusia. Namun, mengacu pada informasi sensorik yang dikirimkan ke otak atau yang diproses di dalam otak.[12] Ciri tersebut dapat dipandang sebagai suatu kelemahan ataupun sebagai suatu anugerah, ... merupakan suatu penguat dari efek yang ada pada lingkungan.[13]

Artikel Aron dalam jurnal profesional maupun dalam publikasi yang dilakukannya sendiri memberi perhatian terhadap perbedaan antara SPS yang tinggi dengan perilaku sosial pendiam,[14] atau dengan bentuk gangguan,[15] yang mana SPS yang tinggi dapat dengan mudah tertukar dengannya;[16] membantu mengatasi hal yang tidak dapat diterima secara sosial yang menyebabkan timbulnya rasa rendah diri;[16] dan menekankan hal-hal positif/keuntungan memiliki SPS yang tinggi[17] untuk menyeimbangi dampak negatif/kerugian yang dipersangkakan oleh orang lain.[4][16][18]

Elizabeth Bernstein yang pada tahun 2015 menulis dalam sebuah jurnal bernama Wall Street (The Wall Street Journal) bahwa orang-orang dengan sensitivitas yang sangat tinggi (HSP) mempunyai "saat-saat tertentu" (mengacu pada kesensitivitasan mereka yang timbul pada saat tertentu karena terpicu oleh suatu faktor/stimulus), mencatat bahwa terdapat ratusan studi penelitian yang telah dilakukan pada topik-topik terkait kesensitivitasan yang tinggi pada orang dengan sensitivitas yang sangat tinggi atau HSP tersebut, dan konferensi ilmiah internasional yang pertama kali dilakukan di bidang kesensitivitasan yang tinggi atau SPS diselengarakan di Vrije Universiteit Brussel.[19] Pada tahun 2015, lebih dari satu juta eksemplar buku The Highly Sensitive Person yang telah terjual.[20]

Atribut, karakteristik, dan prevalensi

[sunting | sunting sumber]

Boterberg dkk. (2016) mendeskripsikan SPS yang tinggi sebagai temperamental- perasaan yang mudah tergugah, atau ciri kepribadian yang terdapat di dalam beberapa individu dan mencerminkan peningkatan sensitivitas di dalam sistem saraf pusat dan pengolahan kognitif yang lebih dalam akibat adanya rangsangan pada fisik, sosial, maupun emosional.[2]

Orang-orang dengan SPS yang tinggi menyatakan bahwa mereka mempunyai respon yang sangat tinggi terhadap rangsangan seperti rasa sakit, rasa lapar, dan suara bising.[4] Berdasarkan penelitian Boterberg dkk., masing-masing individu dengan SPS yang sangat tinggi tersebut percaya bahwa mereka mudah terstimulasi secara berlebihan oleh adanya rangsangan eksternal karena mereka mempunyai ambang batas perseptual yang lebih rendah dan mengolah rangsangan kognitif secara lebih mendalam dibanding sebagian besar orang lainnya.[2] Pengolahan rangsangan secara lebih mendalam ini dapat berakibat pada peningkatan waktu reaksi karena lebih banyak waktu yang dihabiskan untuk merespons isyarat yang ada di lingkungan, dan dapat juga berakibat pada munculnya perilaku hati-hati dan mengambil tindakan dengan risiko yang rendah.[2]

Skala HSP yang mula-mula di awal pembuatannya pada tahun 1997 merupakan sebuah kuesioner yang didesain untuk mengukur SPS dengan skala satu dimensi, dalam perkembangannya terurai menjadi dua,[21][22] tiga,[23] atau empat[24] faktor atau sub-skala.[2] Hampir semua skala tersebut dihubungkan dengan sesuatu yang secara tradisional diterima sebagai hasil psikologi yang negatif,[1][2] termasuk tingkat stress yang tinggi; mudah mengalami kewalahan; meningkatnya laju depresi, rasa cemas, dan gejala autisme; masalah tidur; dan masalah kesehatan fisik lainnya;[2] Model tegangan diathesis (diathesis-stress model) berfokus untuk meningkatkan tingkat kerentanan terhadap pengaruh negatif.[6] Sementara teori kerentanan diferensial (differential susceptibility theory-DST),[6][7] sensitivitas biologis terhadap teori konteks (biological sensitivity to context theory-BSCT),[8] dan sensitivitas pengolahan sensorik (sensory processing sensitivity-SPS)[25] menganjurkan untuk meningkatkan plastisitas (responsif) terhadap kedua pengaruh, pengaruh positif and negatif; dan konsep sensitivitas yang menguntungkan (vantage sensitivity-VS) menekankan peningkatan responsif terhadap pengalaman/hasil yang positif.[9][25] Smolewska dkk. (2006) mengatakan bahwa dalam penelitian yang dilakukannya, hasil yang positif lebih banyak didapat dari individu dengan sensitivitas estetis yang tinggi, yang cenderung mengalami peningkatan emosi positif dalam menghadapi rangsangan yang datang dan biasanya mempunyai nilai yang tinggi dalam segi keterbukaan pada model lima faktor besar (Big Five factors model).[26]

Penelitian di bidang biologi evolusioner membuktikan bahwa ciri SPS dapat teramati, dalam berbagai istilah, pada lebih dari seratus spesies bukan manusia.[2][3] Aron menambahkan bahwa ciri SPS tersebut berarti mencakup pula apa yang dideskripsikan oleh psikolog kepribadian dengan menggunakan berbagai nama.[27] Selain itu Aron juga membedakan SPS dari apa yang tidak termasuk ke dalamnya, membedakan secara eksplisit[28] SPS yang tinggi dari ciri lain yang kemungkinan mempunyai bentuk tampilan yang sama atau membedakannya dari suatu gangguan (misalnya sifat pemalu,[29] suka mencari sensasi,[30] gangguan pengolahan sensorik/sensory processing disorder,[15] dan autisme[5]), dan lebih jauh lagi, bahwa SPS mungkin merupakan variabel dasar yang menjadi pokok dalam beragam ciri berbeda lainnya[15] (seperti introversi dan ekstroversi[28]).

Di dalam diri manusia dan spesies lainnya, dua sub-populasi individu secara terus menerus ada berdampingan dan secara konsisten menunjukkan tingkat responsif yang berbeda terhadap rangsangan lingkungan; masing-masing sub-populasi memiliki strategi untuk "memberikan respon" atau "tidak memberikan respon," berdasarkan pertimbangan harga yang harus dikeluarkannya (evolutionary cost) dan keuntungan yang akan diperolehnya.[3] Pengamatan ini paralel dengan pernyataan tegas Aron bahwa SPS bukan merupakan suatu bentuk gangguan, melainkan ciri kepribadian yang diikuti dengan hadirnya keuntungan dan kerugian.[5]

Dalam 2015, ciri SPS telah didokumentasikan pada berbagai level studi, termasuk watak dan perilaku (psikologi kepribadian), fungsi otak dan sensitisasi saraf, serta genetika.[7] Sebagai contoh, studi genetika memberikan bukti bahwa tingkat SPS yang tinggi berhubungan dengan serotonin transporter 5-HTTLPR yang pendek atau tipe genotipe yang pendek,[31] polimorfisme dalam gen neurotransmiter dopamine,[32] dan variasi gen yang berkaitan dengan ADRA2b norepinefrin.[33]

Pola penilaian dalam skala HSP pada orang dewasa diketahui menyebar dalam variabel kategoris yang terdikotomi dengan breakpoint antara 10% dan 35%, dan Aron memilih batas/cut-off pada skor 20% pada individu untuk mendefinisikan kategori HSP.[2]

Lihat juga

[sunting | sunting sumber]

Sumber dan catatan

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b c d e f Booth, Charlotte; Standage, Helen; Fox, Elaine. "Sensory-processing sensitivity moderates the association between childhood experiences and adult life satisfaction". Personality and Individual Differences. 87: 24–29. doi:10.1016/j.paid.2015.07.020. 
  2. ^ a b c d e f g h i j k Boterberg, Sofie; Warreyn, Petra. "Making sense of it all: The impact of sensory processing sensitivity on daily functioning of children". Personality and Individual Differences. 92: 80–86. doi:10.1016/j.paid.2015.12.022. 
  3. ^ a b c Wolf, Max; Doorn, G. Sander van; Weissing, Franz J. (2008-10-14). "Evolutionary emergence of responsive and unresponsive personalities". Proceedings of the National Academy of Sciences (dalam bahasa Inggris). 105 (41): 15825–15830. doi:10.1073/pnas.0805473105. ISSN 0027-8424. PMID 18838685. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-10-01. Diakses tanggal 2017-11-20. 
  4. ^ a b c Liss, Miriam; Mailloux, Jennifer; Erchull, Mindy J. "The relationships between sensory processing sensitivity, alexithymia, autism, depression, and anxiety". Personality and Individual Differences. 45 (3): 255–259. doi:10.1016/j.paid.2008.04.009. 
  5. ^ a b c Aaron, E.N. (2006). "The Clinical Implication of Jung's Concept of Sensitiveness". Journal of Jungian Theory and Practice. 8: 11-43.
  6. ^ a b c Belsky, Jay; Pluess, Michael. "Beyond diathesis stress: Differential susceptibility to environmental influences". Psychological Bulletin (dalam bahasa Inggris). 135 (6): 885–908. doi:10.1037/a0017376. 
  7. ^ a b c Boyce, W Thomas (2015-09-22). "Differential Susceptibility of the Developing Brain to Contextual Adversity and Stress". Neuropsychopharmacology (dalam bahasa Inggris). 41 (1): 142–162. doi:10.1038/npp.2015.294. ISSN 1740-634X. 
  8. ^ a b Boyce, W. Thomas; Ellis, Bruce J. (2005). "Biological sensitivity to context: I. An evolutionary–developmental theory of the origins and functions of stress reactivity" (PDF). Development and Psychopathology. 17: 271–301.
  9. ^ a b Pluess, Michael; Belsky, Jay. "Vantage sensitivity: Individual differences in response to positive experiences". Psychological Bulletin (dalam bahasa Inggris). 139 (4): 901–916. doi:10.1037/a0030196. 
  10. ^ Kaufman, Scott Barry (May 4, 2015). "Shades of Sensitivity". Scientific American. Archived from the original on December 8, 2015. Kaufman explains Smolewska et al. (2006).
  11. ^ Madrigal, Alix, "She Writes About a Touchy Subject / Book aims to help sensitive people(), San Francisco Chronicle, July 28, 1997.
  12. ^ a b Aron, Elaine N.; Aron, Arthur. "Sensory-processing sensitivity and its relation to introversion and emotionality". Journal of Personality and Social Psychology (dalam bahasa Inggris). 73 (2): 345–368. doi:10.1037/0022-3514.73.2.345. 
  13. ^ Bartz, Andrea (July 5, 2011). "Sense and Sensitivity". Psychology Today. Archived Last reviewed: June 9, 2016. "... the double-edged nature of sensitivity. Neither flaw nor gift, it is, rather, an amplifier of an environment's effects."
  14. ^ Chen, Xinyin; Rubin, Kenneth H.; Sun, Yuerong (1992). "Social Reputation and Peer Relationships in Chinese and Canadian Children: A Cross-Cultural Study". Child Development. 63 (6): 1336–1343. doi:10.1111/j.1467-8624.1992.tb01698.x. 
  15. ^ a b c Aron, Elaine N.; Aron, Arthur; Jagiellowicz, Jadzia (2012-01-30). "Sensory Processing Sensitivity". Personality and Social Psychology Review (dalam bahasa Inggris). 16 (3): 262–282. doi:10.1177/1088868311434213. 
  16. ^ a b c Aron, Elaine N.; Aron, Arthur; Davies, Kristin M. (2016-07-02). "Adult Shyness: The Interaction of Temperamental Sensitivity and an Adverse Childhood Environment". Personality and Social Psychology Bulletin (dalam bahasa Inggris). 31 (2): 181–197. doi:10.1177/0146167204271419. 
  17. ^ Rioux, Charlie; Castellanos-Ryan, Natalie; Parent, Sophie; Vitaro, Frank; Tremblay, Richard E.; Séguin, Jean R. (2016/02). "Differential susceptibility to environmental influences: Interactions between child temperament and parenting in adolescent alcohol use". Development and Psychopathology. 28 (1): 265–275. doi:10.1017/s0954579415000437. ISSN 0954-5794. 
  18. ^ Belsky, J; Jonassaint, C; Pluess, M; Stanton, M; Brummett, B; Williams, R (2009-05-19). "Vulnerability genes or plasticity genes?". Molecular Psychiatry (dalam bahasa Inggris). 14 (8): 746–754. doi:10.1038/mp.2009.44. ISSN 1476-5578. 
  19. ^ Bernstein, Elizabeth (May 18, 2015). "Do You Cry Easily? You May Be a 'Highly Sensitive Person'". The Wall Street Journal. Archived from the original on June 1, 2015.
  20. ^ Lally, Maria (October 12, 2015). "Highly sensitive people: a condition rarely understood". The Telegraph (U.K.). Archived from the original on October 18, 2015.
  21. ^ Evans, David E.; Rothbart, Mary K. "Temperamental sensitivity: Two constructs or one?". Personality and Individual Differences. 44 (1): 108–118. doi:10.1016/j.paid.2007.07.016. 
  22. ^ Boterberg et al. (2016): overreaction to stimuli (OS) and depth of processing (DP).
  23. ^ Smolewska et al. (2006): Aesthetic Sensitivity (AES, having greater awareness of beauty), Low Sensory Threshold (LST, easily unpleasantly aroused by external stimuli), and Ease of Excitation (EOE, easily overwhelmed by stimuli); results showing the (unidimensional) HSP Scale was "a valid and reliable measure of the construct of SPS"). Liss et al. (2008).
  24. ^ Per Boterberg et al. (2016), a "theoretical redefinition" by E. Aron, Psychotherapy and the Highly Sensitive Person (2010): "DOES" acronym: Depth of processing, Overstimulation, Emotional intensity, Sensory sensitivity.
  25. ^ a b Ellis, Bruce J.; Boyce, W. Thomas; Belsky, Jay; Bakermans-Kranenburg, Marian J.; Ijzendoorn, Marinus H. van (2011/02). "Differential susceptibility to the environment: An evolutionary–neurodevelopmental theory". Development and Psychopathology. 23 (1): 7–28. doi:10.1017/s0954579410000611. ISSN 1469-2198. 
  26. ^ Smolewska, Kathy A.; McCabe, Scott B.; Woody, Erik Z. "A psychometric evaluation of the Highly Sensitive Person Scale: The components of sensory-processing sensitivity and their relation to the BIS/BAS and "Big Five"". Personality and Individual Differences. 40 (6): 1269–1279. doi:10.1016/j.paid.2005.09.022. 
  27. ^ Paraphrasing Aron and citing Wolf re different names for same or equivalent concepts: From "Adult shyness: ..." (2005): weak nervous system(Pavlov), low screening (Mehrabian), augmenting (of stimulation; Petrie), reducing (of evoked potential; Buchsbaum, Haier, & Johnson), reactivity (Strelau), avoidance temperament (Elliot & Thrash), and nondisinhibition or reflectivity (Patterson & Newman), and what child temperament researchers have described as inhibitedness (Kagan), infant (or innate) shyness (Cheek & Buss; Daniels & Plomin), reactivity (Rothbart; Strelau), and threshold of responsiveness (Thomas & Chess). From "The Clinical Implications of Jung's Concept of Sensitiveness" (2006): innate sensitiveness (Jung), From "Adult shyness: ..." (2005): arousal focus (Feldman), and the physiological differences underlying introversion and extroversion (Eysenck; Stelmack; Stelmack & Geen). From Wolf et al. (2008): coping style, reactivity, flexibility, plasticity, and differential susceptibility.
  28. ^ a b Paraphrasing Aron re what SPS is not: From "'The Power of (Shyness)' and High Sensitivity..." (2012): (re introversion) 30% of HSPs are social extroverts. From "Adult shyness: ..." (2005): SPS doesn't inherently possess shyness' fear of negative social evaluations. From p. 2 of "The HSP in love" (<=2007): an HSP who is also a High Sensation Seeker will find ways to have novel experiences without taking ill-considered risks. From "... A Review... " (2012): SPS is "unrelated to Sensory Processing Disorder" From "The Clinical Implications of Jung's Concept of Sensitiveness" (2006): (re autism) HSPs are very aware of social and emotional cues and relate well socially once familiarity is achieved.
  29. ^ Aron, Elaine N. (February 2, 2012). "Time Magazine: 'The Power of (Shyness)' and High Sensitivity". Psychology Today. Archived from the original on March 13, 2016.
  30. ^ On or before September 27, 2007. "The Highly Sensitive Person in Love with Elain Aron". WebMD Live Events Transcript. p. 2. Archived from the original on October 7, 2012.
  31. ^ ● Licht, C., Mortensen, E. L., & Knudsen, G. M. (2011). "Association between sensory processing sensitivity and the serotonin transporter polymorphism 5-HTTLPR short/short genotype." Center for integrated molecular brain imaging. Archived ● Licht, C., Mortensen, E. L., & Knudsen, G. M. (2011). "Association between sensory processing sensitivity and the serotonin transporter polymorphism 5-HTTLPR short/short genotype."Biological Psychiatry, 69, supplement for Society of Biological Psychiatry Convention and Annual Meeting, abstract 510.
  32. ^ Chen, Chunhui; Chen, Chuansheng; Moyzis, Robert; Stern, Hal; He, Qinghua; Li, He; Li, Jin; Zhu, Bi; Dong, Qi (2011-07-13). "Contributions of Dopamine-Related Genes and Environmental Factors to Highly Sensitive Personality: A Multi-Step Neuronal System-Level Approach". PLOS ONE. 6 (7): e21636. doi:10.1371/journal.pone.0021636. ISSN 1932-6203. 
  33. ^ Todd, Rebecca M.; Ehlers, Mana R.; Müller, Daniel J.; Robertson, Amanda; Palombo, Daniela J.; Freeman, Natalie; Levine, Brian; Anderson, Adam K. (2015-04-22). "Neurogenetic Variations in Norepinephrine Availability Enhance Perceptual Vividness". Journal of Neuroscience. 35 (16): 6506–6516. doi:10.1523/jneurosci.4489-14.2015. 

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]