Kamikaze
Artikel ini perlu diwikifikasi agar memenuhi standar kualitas Wikipedia. Anda dapat memberikan bantuan berupa penambahan pranala dalam, atau dengan merapikan tata letak dari artikel ini.
Untuk keterangan lebih lanjut, klik [tampil] di bagian kanan.
|
Kamikaze (神風 kamikaze; secara harfiah berarti "dewa angin") adalah sebuah istilah bahasa Jepang yang berasal dari nama angin topan dalam legenda yang disebut-sebut telah menyelamatkan Jepang dari invasi Mongol pada tahun 1281.
"Kamikaze" dalam bahasa Inggris umumnya merujuk kepada serangan bunuh diri yang dilakukan awak pesawat Jepang pada akhir kampanye Pasifik Perang Dunia II terhadap kapal-kapal laut Sekutu, sementara "kamikaze" dalam bahasa Jepang hanya merujuk kepada angin topan.
Dalam bahasa Jepang, istilah yang digunakan untuk memanggil unit-unit pelaku serangan-serangan bunuh diri tersebut adalah tokubetsu kōgeki tai (特別攻撃隊), yang secara harfiah berarti "unit serangan khusus." Ini biasanya disingkat menjadi tokkōtai (特攻隊). Pada Perang Dunia II, skuadron-skuadron bunuh diri yang berasal dari Angkatan Laut Kekaisaran Jepang disebut shinpū tokubetsu kōgeki tai (神風特別攻撃隊), di mana shinpū adalah bacaan on-yomi untuk karakter kanji yang sama yang membentuk perkataan kamikaze.
Sejak akhir Perang Dunia II, kata kamikaze sudah dipakai untuk jenis serangan bunuh diri yang lebih luas [butuh rujukan]. Contoh serangan kamikaze adalah serangan teroris ke gedung WTC di New York, Amerika Serikat pada tanggal 11 September 2001[1].
Latar belakang
Bangsa Jepang, setelah kekalahan mereka di Pertempuran Pulau Midway pada Tahun 1942, mereka mempunyai momentum Untuk memulai Perang Pasifik (dikenal secara resmi sebagai Perang luar biasa Asia Timur di Jepang). Selama tahun 1943-1944, angkatan perang Sekutu, didukung oleh sektor industri yang maju dan sumber penghasilan yang cukup kaya mulai mengintai gerak gerik pasukan Jepang. Pesawat pesawat tempur Jepang banyak yang kalah kelas dengan pesawat -pesawat tempur AS, terutama F4U Corsair dan P-51 Mustang. Karena kekalahan dipertempuran dan banyaknya pilot-pilot yang gugur, Jepang pun jadi kekurangan pilot-pilot terampil untuk menjadi pilot Kamikaze.
Pada 15 Juli tahun 1944, Saipan, pangkalan militer penting milik Jepang, jatuh ke tangan pasukan Sekutu. Penguasaan atas pangkalan militer Saipan memungkinkan pasukan sekutu untuk menggunakan pesawat pembom Jarak Jauh Superfortress B-29 untuk membumihanguskan pulau utama Jepang. Setelah Jatuhnya Pangkalan Militer Saipan, komando tertinggi Jepang meramalkan bahwa Sekutu akan mencoba untuk segera menduduki Filipina, yang lokasinya strategis dan berada di ladang minyak antara Asia Tenggara dan Jepang.
Jepang mulai menggunakan taktik Kamikaze waktu itu karena merasa sudah tidak mampu lagi menerobos barisan armada tempur Amerika Serikat, di mana Angkatan Laut Jepang sendiri hampir habis dan Angkatan Daratnya kewalahan. Ide penggunaan pasukan khusus ini dicetuskan oleh Laksamana Madya Kimpei Teraoka yang merupakan kepala staf komandan angkatan laut di Filipina yang mengeluh jika taktik biasa tidak mungkin dilakukan, mereka (Pasukan Jepang) haruslah menjadi manusia super. Ide ini kemudian direalisasikan oleh Laksamana Madya Takejiro Onishi yang menggantikan Teraoka pada bulan Oktober 1944 yang kemudian dikenal sebagai Bapak Kamikaze. Hal itu karena Onishi lah yang dianggap bertanggung jawab dalam pembentukannya. Dalam waktu yang sama pada tahun 1944, Letnan Tanaka menekankan pukulan telak pada sasaran lawan ditekankan hanya bisa berhasil bila pilot ikut serta dalam pesawat roket itu sampai ke sasaran, bahkan dia bersedia menjadi orang yang pertama untuk melakukan itu.
Pasukan Serangan Khusus ini, demikian sebutan unit Kamikaze udara maupun laut itu (di Indonesia dikenal sebagai Jibaku-tai), sebenarnya bukanlah yang pertama kali dibentuk. Pada perang-perang sebelumnya, baik Perang Tiongkok-Jepang (1894-1895) dan Perang Rusia-Jepang (1905-1906), pasukan jepang membentuk unit kapal torpedo bunuh diri (kaiten) untuk menyerang kapal perang Tiongkok dan Rusia.
Ramalan ini menjadi kenyataan pada tanggal 17 Oktober 1944, ketika Pasukan Sekutu menyerang Pulau Suluan, Untuk memulai Pertempuran Teluk Leyte. Armada Udara ke-1 Angkatan Laut Kekaisaran Jepang, yang berpangkalan di Manila diberi tugas membantu kapal Jepang yang akan mencoba menghancurkan pasukan Sekutu di Teluk Leyte. Akan tetapi karena Armada Udara ke-1 Jepang pada waktu itu hanya mempunyai 40 pesawat: 34 Mitsubishi Zero pesawat tempur. tiga Nakajima B6N Yaitu pesawat pembom torpedo, satu Mitsubishi G4M dan dua Yokosuka P1Y pesawat pembom yang berpangkalan di daratan, dan satu pesawat pengintai. Misi yang dihadapi oleh penerbang Angkatan Laut Jepang jadi terlihat mustahil untuk dilakukan. Oleh karena Itu Seorang Komandan Armada Udara ke-1, Yaitu Laksamana Madya Takijiro Onishi memutuskan membentuk Suatu kesatuan serangan bunuh diri yaitu Special Attack Air Force kamikaze yang terdiri dari pilot-pilot berani mati.
Unit kamikaze yang pertama kali
Komandan Asaiki Tamai menyatakan bahwa sekelompok pilot muda berbakat sebanyak 23 orang yang sudah dilatihnya akan segera bergabung dengan Special Attack Air Force kamikaze. Semua pilot mengangkat kedua tangan mereka, sebagai tanda bahwa mereka setuju untuk melaksanakan misi tersebut. Tamai kemudian meminta Letnan Yukio Seki untuk memimpin special attack air force kamikaze. Seki menutup matanya dan menunduk untuk berpikir selama sepuluh detik sebelum menjawab, "Biar aku yang melakukan hal itu." Yukio Seki terpilih menjadi pilot kamikaze yang ke-24 dalam unit kamikaze pertama ini. Ada empat kesatuan unit serangan kamikaze yang pertama ini, yaitu Unit Shikishima, Unit Yamato, Unit Asahi, dan Unit Yamazakura. Nama-nama ini diambil dari sebuah puisi patriotik yang dibuat oleh sarjana klasik Jepang, Motoori Norinaga, yang bunyinya:
Jika seseorang bertanya tentang Yamato orang Jepang jiwa Shikishima kota di Jepang, Itu adalah bunga yamazakura bunga buah ceri gunung bahwa ialah fragrantdi Asahi Matahari Terbit.
Latihan
Para penerbang Kamikaze dilatih lebih keras dan berat. Segala sesuatunya harus lebih dari biasanya dan hanya diberi waktu enam bulan untuk mempersiapkan serangan yang diyakini, menentukan nasib Jepang itu. Para instruktur harus mempersiapkan ratusan pilot tanpa pengalaman menjadi pilot kamikaze. Banyak kasus trainee yang dipukul tongkat bambu atau pemukul baseball bahkan hajaran dari instruktur. Mereka berlatih di tengah musim dingin dan terbang di tengah badai salju berketinggian 1500 kaki. Tak sedikit pilot yang mengalami gangguan psikologis walau akhirnya bisa diatasi. Belum lagi latihan dengan Ohka yang cukup berbahaya. Saat latihan keras itu, Kepala Staf Komandan Angkatan Laut Kekaisaran, Admiral Noritake Toyoda sempat melakukan kunjungan pada bulan Desember untuk memberikan semangat dan membuat foto bersama, serta memberi hadiah berupa sebilah pedang pendek dan hachimaki berupa ikat kepala tradisional berwarna putih bertuliskan Jinrai Butai.
Saat akan berangkat ke pangkalan Kyushu, para pilot berdoa dahulu di Kuil Yasukuni, Kuil Meiji, dan pelataran Istana Kekaisaran Jepang, memohon kesuksesan misi mereka. Kebanyakan para orang tua diizinkan menungunjungi putra mereka saat misi mereka sudah dekat. Umumnya, sebelum mengucapkan perpisahan, para orang tua menerima berbagai macam tanda mata dari putranya.
Pada tanggal 28 Juni 1945, Skuadron Divine Thunderbolts atau Jinrai Butai bergerak ke arah paling selatan di pulau Kyushu. Di sana mereka berpencar. Sebagian ke markas Pangkalan udara Angkatan Laut Izumi dan yang lain ke pangkalan Myakonojo. Dari sini mereka ke Tomitaka, Usa, Oita dan ke pangkalan udara pusat Angkatan Laut di Kanoya. Latihan tetap berjalan meski sorti pertama sudah dilakukan. Bila tidak sedang berlatih, mereka akan berlatih kendo, yudo, renang, dan tenis.
Serangan pertama
Sedikitnya satu orang sumber menyebutkan pesawat Jepang yang menabrak USS Indiana dan USS Reno di pertempuran pulau Midway pada tahun 1944 sebagai serangan kamikaze yang pertama Pada Perang Dunia II. Akan tetapi, ada sedikit bukti bahwa serangan ini bukan sekadar tabrakan biasa, melainkan kemungkinan merupakan kejadian yang umum terjadi pada pertempuran laut dan udara. Kapten Masafumi Arima, panglima Armada Kecil Udara ke-26 Orang Yang kadang kadang di akui keberadaannya karena taktik kamikaze ciptaanya.
Arima yang secara pribadi memimpin sekitar 100 Yokosuka D4Y Suisei yaitu pesawat tempur jenis dive bomber milik jepang pada kapal induk USS Franklin di dekat Leyte Gulf pada tanggal 13 oktober tahun 1944.Walaupun Arima tewas dalam serangan itu, dan sebagian pesawat yang di kendarainya berhasil menabarak USS Franklin, tidak dijelaskan bahwa serangan ini adalah serangan bunuh diri terencana.
Menurut salah seorang saksi mata dari pasukan sekutu, kamikaze yang pertama menyerang dilakukan oleh seorang pilot yang tak dikenal, yang mungkin dari Angkatan Udara Tentara Kekaisaran Jepang, pada tanggal 21 Oktober tahun 1944.
Kapal Angkatan Laut Australia, yaitu kapal penjelajah HMAS Australia, diserang oleh pesawat tak dikenal milik Jepang yang tidak jauh dari Leyte Island.
Sedikitnya 30 orang awak kapal meninggal akibat serangan ini termasuk seorang komandan, Kapten Emile Dechaineux dan melukai Komodor John Collins yaitu panglima angkatan perang Australia.
Pada 25 Oktober, Australia kembali diserang dan terpaksa mundur ke Hebrides Baru (sekarang Vanuatu) untuk memperbaiki kapal - kapal yang kerusakaannya tidak terlalu berat. Pada hari yang sama Kamikaze Special Attack Force melakukan misi pertamanya. Lima buah pesawat zero, yang dipimpin oleh Yukio Seki Berhasil menghancurkan Kapal penghancur (destroyer) AS, USS St. Lo, walaupun hanya Sebuah pesawat yang berhasil menabrak kapal, bom yang dibawa oleh pesawat itu meledak dan menyebabkan gudang bom kapal meledak menenggelamkan kapal.
Karena banyak kapal perang pengangkut pesawat AS yang deknya terbuat dari kayu, kapal - kapal perang AS menjadi rentan terhadap serangan kamikaze daripada kapal - kapal perang milik inggris yang deknya terbuat dari baja.
HMAS Australia kembali beroperasi pada Januari 1945; menjelang akhir perang dunia II kapal yang baru saja diperbaiki kembali diserang oleh kamikaze dan menewaskan sebanyak 86 awak kapal. Kapal lain yang selamat dalam serangan ulang kamikaze selama Perang Dunia II termasuk USS Franklin dan USS Intrepid.
Gelombang serangan utama kamikaze
Puncak serangan terjadi pada 6 April 1945 di Kepulauan Okinawa. Serangan kamikaze di Kepulauan Okinawa ini dipusatkan untuk menghancurkan kapal-kapal perusak (destroyer) milik pasukan sekutu. Serangan ini melibatkan sekitar 1.465 pesawat, menciptakan kekacauan yang cukup besar, tetapi menjelang akhir pertempuran, sedikitnya 21 kapal AS berhasil ditenggelamkan oleh kamikaze.
Karena waktu itu Jepang masih kalah jauh dalam hal teknologi perang dari Pasukan Sekutu, Jepang melatih pilot- pilot dari armada tempur udaranya untuk dijadikan pilot-pilot kamikaze yang cenderung lebih mudah bagi Jepang untuk menghancurkan pesawat-pesawat atau kapal-kapal milik pasukan sekutu. Pasukan angkatan laut sekutu juga sudah mulai mengembangkan teknik untuk menangkal serangan-serangan pilot kamikaze Jepang, seperti menembaki pesawat-pesawat kamikaze dengan senapan AA Gun yang ada di kapal perang ke arah pesawat kamikaze yang terbang mendekat sebelum mereka menabrak kapal perang milik pasukan sekutu. Walaupun taktik seperti itu tidak bisa dipakai untuk melawan serangan-serangan pesawat kamikaze Jepang yang menyerang dari sudut tinggi (serangan khas pilot kamikaze yang menggunakan pesawat buatan jepang yang bernama ohka).
Selama tahun 1945, militer Jepang mulai menyimpan ratusan pesawat-pesawatnya untuk dipakai pada misi-misi kamikaze dan kapal bunuh diri untuk menghadapi aramada laut pasukan sekutu.
Penggunaan taktik bertahan untuk menangkal serangan udara
Ketika wilayah-wilayah Jepang yang strategis mulai menjadi sasaran pesawat pembom tipe B-29 milik pasukan sekutu apalagi setelah jatuhnya iwo jima ke tangan pasukan sekutu jepang mulai menggunakan taktik ini ( Taktik kamikaze ) Untuk Menangkal serangan - serangan yang dilakukan oleh pesawat-pesawat pembom tipe B-29 Milik pasukan sekutu. Tetapi taktik kamikaze yang dipakai untuk menghancurkan pesawat-pesawat pembom jenis B-29 milik pasukan sekutu tidak begitu sukses karena sudah terbukti bahwa hanya sebagian kecil saja dari pesawat-pesawat kamikaze yang berhasil menghancurkan pesawat-pesawat pembom jenis B-29 milik pasukan sekutu daripada taktik kamikaze yang dipakai untuk menghancurkan kapal-kapal perang milik pasukan sekutu.faktanya dikarenakan pesawat pembom jenis B-29 milik pasukan sekutu juga mempunyai model persenjataan defensif yang hebat untuk melawan pesawat-pesawat kamikaze milik jepang akan tetapi pesawat macam meminta cukup banyak keterampilan dalam hal mengemudikan/menerbangkan pesawat.
Efek
Menjelang akhir Perang Dunia II, industri pesawat terbang Jepang yang saat itu berlokasi di Pulau Jawa wilayah RI telah mengorbankan 2.525 Buah pesawat terbang yang digunakan dalam misi kamikaze, dan angkatan udara jepang telah mengorbankan 1.387 pilot terbaiknya untuk digunakan dalam misi yang sama ( Misi kamikaze ). Menurut pengumuman resmi pihak militer Jepang untuk melakukan misi menengelamkan 81 kapal dan merusakkan 195 buah kapal perusak ( Destroyer ) milik pasukan sekutu pihak militer Jepang telah kehilangan hampir 80% dari kekuatan armada tempurnya. Akan tetapi Pihak Sekutu menyatakan bahwa Jepang mengerahkan Sekitar 2.800 Pilot Kamikaze yang menengelamkan 34 kapal Angkatan Laut, merusakkan 368 orang lain, membunuh 4.900 awak kapal, dan melukai di atas 4.800 orang pasukan sekutu. Sekitar 20% dari jumlah kapal yang dimiliki pasukan sekutu tenggelam oleh serangan yang dilancarkan pilot kamikaze milik armada perang Jepang saat itu.
Tradisi dan cerita rakyat
Militer Jepang tidak pernah mempunyai masalah dalam hal perekrutan sukarelawan untuk misi kamikaze. Akibatnya banyak pilot berpengalaman yang ditolak karena pertimabangan mereka terlalu berharga untuk dikorbankan karena masih banyak tugas yang lain yang harus diemban oleh pilot berpengalaman itu daripada tugas sebagai pilot kamikaze. Rata-rata pelatih pilot kamikaze mencari mahasiswa di suatu universitas di jepang saat itu untuk dilatih menjadi sukarelawan dalam misi kamikaze. Motivasi yang mendorong para sukarelawan untuk bersedia dilatih menjadi sukarelawan dalam misi kamikaze cukup beragam. Dari yang terdorong oleh rasa patriotisme, hasrat untuk membawa kehormatan keluarga dan ajang untuk membuktikan kemampuan diri dengan cara yang ekstrem. Upacara istimewa yang sering diadakan sebelum misi kamikaze dilakukan, yaitu pilot - pilot kamikaze memohon doa dari keluarga mereka dan diberi tanda jasa oleh petinggi militer jepang saat itu. Hal seperti itu dilakukan untuk meningkatkan rasa nasionalisme dan patriotisme terhadap bangsa dan untuk menarik lebih banyak lagi sukarelawan agar bergabung dalam misi itu.
Penduduk di pulau Kikaijima, yaitu pulau di sebelah timur Amami Oshima, mengatakan bahwa pilot - pilot kamikaze terlebih dahulu menjatuhkan bunga sakura dari udara sewaktu mereka berangkat pada misi terakhir mereka.
Dewa dan Orang Suci
Bila seorang pilot Pesawat Ohka dan Kamikaze lainnya selesai melakukan misinya, Kementerian Angkatan Laut akan mengirimkan surat kepada orang tua pilot tersebut mengenai kematian yang berani demi kehormatan negara. Bukan itu saja, radio dan koran yang menjadi suara pemerintah dalam hal ini. Segala macam serangan Kamikaze dianggap sebagai Divine Heroes. Orang Jepang cenderung menganggap kematian selama masa perang merupakan bunga sakura yang berguguran. Dimana setelah pilot dan pelaut itu meninggal mereka akan bertemu kembali di Altar Kuil Yasukuni di Tokyo. Pilot Kamikaze juga diperlakukan sebagai dewa dan orang suci. Mereka disebut sebagai washi-kami (dewa elang) dan kaminari-kami (dewa guntur). Admiral Onishi sendiri mengatakan sukarelawan kamikaze pertama juga dianggap dewa. Semua pilot Kamikaze sama seperti anggota lain yang gugur, menerima promosi anumerta dan dekorasi.
Selain itu, sebagian besar catatan bunuh diri pelaku bom bunuh diri ditulis untuk menghibur keluarga dan kekasihnya agar mereka tidak berduka atas kematiannya sendiri. Ensign Anazawa, yang keluar dengan syal yang dirajut oleh kekasihnya di lehernya, menulis kepada kekasihnya, ``Anazawa sudah mati. Aku sudah tidak ada lagi di dunia ini. Jadi lupakan aku, lupakan masa lalu,'' Hiduplah di masa depan. , ”
Akhir Peperangan
Saat perang berakhir tanggal 15 Agustus tinggal 54 dari 200 pilot Ohka dan Kembu yang masih hidup. Secara keseluruhan, sekitar 4500 pilot kamikaze (2500 pilot Angkatan Laut dan 2000 pilot Angkatan Darat) yang menabrakkan diri sampai mati dalam waktu sekitar 10 bulan puncak penyerangan mereka.
Penerbangan Kamikaze terakhir dilakukan pada hari terakhir perang ketika sebuah penerbangan dari 11 pembom Judy, masing-masing membawa bom seberat 880 kg berangkat dari Pangkalan Udara Angkatan Laut Oita di Kyushu menuju Okinawa. Misi jam ke-11 itu dipimpin sendiri oleh Vice Admiral Matome Ugaki, komandan Armada Udara ke-5 yang ingin mati sebagai seorang samurai karena merasa, "Saya sudah mengirim begitu banyak pilot untuk mati".
Kalahnya Jepang juga memukul organisator unit Kamikaze pertama Vice Admiral Tekijiro Ohnishi. Pada hari itu dia memanggil padar staf perwiranya di kediaman resminya. Saat pertemuan terakhir Ohnishi menuliskan pesan terakhir "Untuk jiwa-jiwa tentaraku saya menghaturkan penghargaan setinggi-tingginya untuk keberanian yang telah dilakukan. Dalam kematian aku minta maaf kepada jiwa-jiwa para pemberani ini dan juga kepada keluarganya."
Melengkapi testamennya yang terakhir, pada pagi harinya tanggal 16 Agustus, Ohnishi menghunjamkan pedang samurainya ke bagian perutnya. Ia melakukan upacara bunuh diri tradisional, hara-kiri (seppuku).
Referensi
- ^ Kennedy, Gary W. (2003). "Kamikaze Ground Crew". Oxford Music Online. Oxford University Press.
Lihat juga
Pranala luar
- (Jepang) Organisasi Peringatan Tokkotai
- (Inggris) Situs pribadi Nobu tentang Kamikaze
- (Inggris) Gambar-gambar Kamikaze Diarsipkan 2012-01-06 di Wayback Machine.
- (Inggris) Musik Kamikaze dari Utrecht