Persik Kediri dipromosikan ke tingkat atas pada tahun 2002 dan mulai bermain di Divisi Utama Liga Indonesia 2003. Sejak liga Indonesia dimulai di tahun 1994, Persik telah memenangkan masing-masing edisi 2003 dan 2006. Tim dengan julukan Macan Putih serta memiliki semboyan kebanggaan yaitu Djajati atau Panjalu Jayati yang berarti Kadiri Menang, diambil dari prasasti Hantang. Mengisahkan kemenangan Kerajaan Kaḍiri[3] dengan rajanya yang terkenal saat itu Sri Jayabhaya atas Janggala, menjadi pemantik semangat dan sebuah harapan agar Persik selalu berjuang meraih kemenangan di setiap laga. Persik Kediri identik dengan jersey kebesaran berwarna ungu.[4]
Sejarah
Pembentukan
Dalam hal sepak bola Kediri memiliki sejarah yang cukup panjang. Awal mula munculnya olahraga sepak bola di Kediri dimulai dari dibukanya pabrik-pabrik Belanda yang memperkerjakan orang-orang Belanda, merekalah yang membawa sepak bola hingga jauh ke pedalaman seperti Kediri. Di masa kolonial, kondisi ekonomi di Kediri dikuasai oleh bangsa Belanda, dalam segi sektor ekonominya Kediri memang terkenal dengan produksi gulanya. Pada masa cultuurstelsel wilayah Karesidenan Kediri mulai mengembangkan beberapa tanaman ekspor diantaranya tebu. Kondisi tanah yang cocok bagi tanaman tebu menjadi faktor yang menyebabkan mulai berkembangnya pabrik gula di Kediri, banyak pabrik-pabrik gula yang didirikan oleh Belanda di daerah Kediri juga turut membawa pengaruh dalam berbagai aspek, salah satunya adalah olahraga. Dan salah satu olahraga yang paling berkembang adalah sepak bola. Setelah dibangunnya pabrik gula PG. Meritjan oleh Nederland Indische Landbouw Maatshaapl (NILM) pada tahun 1903, maka masuklah pula para pegawai berkebangsaan Belanda di Kediri. Pada awalnya masyarakat Kediri hanya menjadi penonton saat olahraga sepak bola ini dimainkan oleh para karyawan PG. Meritjan. Para karyawan ini sering melakukan latih tanding dan saat anggota timnya kurang mereka sering meminta penonton untuk ikut bermain. Inilah awal dari masyarakat Kediri mengenal permainan sepak bola.[5]
Semenjak masuknya sepak bola di Kediri, masyarakat sekitar mulai menggemari olahraga ini. Awalnya masyarakat Kediri memainkan sepak bola hanya saat Belanda mengadakan pertandingan sepak bola, akan tetapi seiring berjalannya waktu masyarakat Kediri mulai memainkannya sendiri tanpa adanya orang Belanda. Sepak bola menjadi olahraga yang mudah diterima oleh masyarakat Kediri karena olahraga yang satu ini mudah untuk dimainkan dan juga mengutamakan kekompakan di dalam suatu tim. Sepak bola seakan menjadi budaya di kalangan masyarakat, sepak bola di Kediri mulai berkembang dengan munculnya klub-klub sepak bola yang ada di daerah Kediri. Tidak hanya klub kecil yang muncul di beberapa wilayah Kediri saja, akan tetapi di tahun 1950 berdirilah klub persatuan sepak bola di Kediri, yaitu Persik.[6]
Di dalam catatan kearsipan pengurus Persatuan Sepak bola Indonesia Kediri didirikan pada 9 Mei 1950, oleh Bupati Kediri saat itu Raden Muhammad Machin. Pada waktu itu Kediri masih berupa kabupaten belum ada pemisahan wilayah kabupaten dan kota. R. Muhammad Machin dibantu Kusni dan T.H.D. Rachmat atau yang memiliki panggilan akrab Om Djie alias Liem Giok Djie. Beliau adalah seorang petinggi dari PT. Gudang Garam yang memiliki kesamaan dengan R. Muhammad Machin dalam hal olahraga sepak bola. Ketika mereka berdua bertemu munculah kesepakatan untuk mengembangkan pembinaan sepak bola di Kediri, dan untuk pertama kali bendera tim dirancang yang tersusun dari dua warna yang berbeda. Bagian atas berwarna merah dan bawahnya hitam dengan tulisan Persik di tengah-tengah kedua warna berbeda tersebut.[7]
Lambang
Logo Persik Kediri dirancang oleh seorang guru sekaligus seniman dari Kediri bernama Harsono. Logo ini dipakai hingga sekarang dan belum pernah berubah, pada visual nya sedikit mengalami perubahan seiring dengan berjalannya waktu.[8]
Logo Persik Kediri berbentuk segi lima dengan warna latar merah dan hitam. Di dalam segi lima itu terdapat dua gapura berwarna kuning. Ini melambangkan kejayaan Kerajaan Kadiri di masa lampau, dijelaskan bahwa kerajaan Kadiri kekuasaannya sangat luas dan kaya raya, pada masa tersebut negeri paling kaya selain Tiongkok di dunia secara berurutan adalah Kekhalifahan Abbasiyah yang berkuasa di Arab, Kerajaan Panjalu yang menguasai bagian timur Nusantara dan Sriwijaya yang menguasai bagian barat Nusantara.[9] Di antara dua gapura dalam logo tersebut terdapat simbol bunga yang diambil dari logo PSSI, menunjukkan bahwa Persik Kediri adalah anggota dari organisasi Persatuan Sepak bola Seluruh Indonesia. Di atas gambar gapura terdapat tulisan PERSIK, sebagai nama kesebelasan dan tulisan KEDIRI di bawah gambar gapura, menunjukkan daerah asal klub ini.
Julukan
Julukan Macan Putih yang disematkan merujuk pada lambang pemerintah kota Kediri. Julukan ini melekat ketika Persik promosi ke Divisi Satu di masa kepemimpinan Drs. H. A. Maschut yang juga menjabat sebagai Wali Kota saat itu. Julukan tersebut diambil dari salah satu tiga simbol kota Kediri. Macan Putih diyakini sebagai penjelmaan Prabu Jayabaya yang hingga saat ini menjadi simbol kemasyhuran tanah Kediri. Prabu Jayabaya merupakan raja keempat dari Kemaharajaan Kediri sekaligus menjadi raja paling berpengaruh dalam peradaban masyarakat Jawa.
Riwayat klub
Persik Kediri memiliki kans untuk berlaga kembali di Liga Champions Asia musim 2007 setelah mampu mengukuhkan dirinya untuk kedua kali sebagai juara Liga Indonesia 2006. Di ajang tertinggi kompetisi klub Asia tersebut Persik Kediri harus berhadapan dengan tiga tim kuat dari Asia. Tiga tim itu adalah Urawa Red Diamonds (Jepang), Sydney FC (Australia), dan Shanghai Shenhua (China). Persik mampu menyulitkan klub berlabel raksasa Asia tersebut dengan memberi perlawanan hingga mengalahkan Sydney FC (2-1) dan Shanghai Shenhua (1-0) di kandang yang waktu itu dimainkan di Stadion Manahan, Surakarta. Pada laga kandang terakhir menghadapi Urawa Reds Persik Kediri mampu memaksa imbang wakil Jepang tersebut, Persik benar-benar memberi perlawanan sengit dengan sempat unggul 2-1 di babak pertama melalui dua gol yang dicetak Cristian Gonzales namun akhirnya berhasil disamakan di paruh kedua dan berakhir dengan skor (3-3). Hasil tersebut sempat memberikan peluang bagi Persik Kediri untuk lolos ke fase selanjutnya dengan syarat harus menang saat menghadapi Shanghai Shenhua. Pada akhirnya Persik Kediri harus rela tersingkir karena kalah telak di Shanghai (0-6), sementara itu wakil Jepang Urawa Red Diamonds lolos hingga menjadi juara Liga Champions Asia 2007. Kegagalan Persik Kediri yang saat itu diperkuat tiga legiun asingnya Cristian Gonazales, Ronald Fagundez, dan Danilo Fernando untuk lolos dari babak grup karena selalu menelan kekalahan di laga tandang. Meski begitu, Persik Kediri sudah mencatatkan prestasi dengan tak terkalahkan di laga kandang dan memaksa imbang calon juara Liga Champions Asia.
Sebagai tim perserikatan yang terdaftar di PSSI, Persik memiliki beberapa klub anggota, diantaranya PSAD, POP, Dhoho, Radio, dan Indonesia Muda (IM). Dalam tiga dekade (1960 hingga 1990-an), prestasi Persik tidak menonjol bahkan di tingkat nasional pun masih kalah dibandingkan dengan Persedikab Kabupaten Kediri yang era 1990-an tercatat dua kali mengikuti kompetisi Ligina. Namun sejak ditangani Wali Kota Kediri, Drs. H. A. Maschut, Persik mulai menunjukkan perubahan.
Mengawali debutnya di pentas nasional, Persik merekrut mantan pelatih Tim Nasional PSSI Pra Piala Dunia (PPD) 1986, Sinyo Aliandoe, untuk menangani klub kebanggaan warga Kota Kediri itu dalam Kompetisi Divisi II periode 1999–2000. Di bawah tangan dingin Om Sinyo, para pemain Persik yang merupakan pemain-pemain dari Kediri dan sekitarnya mulai diperkenalkan dengan sistem sepak bola modern. Namun hanya satu tahun Om Sinyo berlabuh di Kota Kediri. Setelah itu, Persik pun resmi ditangani mantan pemain Timnas PSSI, Jaya Hartono, yang sebelumnya hanyalah asisten Om Sinyo.
Sementara untuk semua urusan baik di dalam maupun di luar stadion, Drs. H. A. Maschut meminta bantuan putra menantunya, Iwan Budianto, yang beberapa tahun sebelumnya menangani Arema Malang. Di tangan Iwan-Jaya itulah, tim berjuluk “Macan Putih” itu unjuk gigi dengan berhasil menyabet gelar Juara Kompetisi Divisi I PSSI tahun 2002. Gelar tersebut sekaligus mengantarkan tim kebanggaan warga Kota Kediri itu naik kelas sebagai kontestan Divisi Utama dalam Ligina untuk musim kompetisi IX/2003.
“Saya ingin Persik jadi Chievo-nya Indonesia. Kami sama-sama tim promosi di kasta tertinggi. Tim Persik juga seperti Chievo. Tanpa pemain bintang, namun memiliki daya juang dan militansi di lapangan.”
—kata Iwan Budianto saat itu.
Sejak kompetisi itu digelar pada bulan Januari 2003, Persik sudah mengklaim dirinya sebagai tim dari daerah yang tak sekadar numpang lewat. Tekad itu terpatri di dalam lubuk sanubari para pemain, sehingga dengan usaha keras dan penuh dramatis, Persik mampu mencuri perhatian publik bola di Tanah Air setelah berhasil memboyong Piala Presiden setelah mengukuhkan dirinya sebagai Juara kompetisi Divisi Utama Ligina IX Tahun 2003.
Persik mampu memupuskan harapan tim-tim besar, seperti PSM Makassar, Persija Jakarta, dan Persita Tangerang yang saat itu sangat berambisi menjadi kampiun dalam kompetisi paling bergengsi di Jagad Nusantara ini. Piala Presiden itu kembali berlabuh di Kota Kediri setelah Persik kembali berhasil menjadi Juara kompetisi Divisi Utama Ligina XII Tahun 2006 setelah menyudahi perlawanan sengit PSIS Semarang dengan skor 1-0 di partai final yang digelar di Stadion Manahan Solo.
Di awal kompetisi LBM IX berjalan, Persik terseok-seok bahkan pernah menduduki peringkat ke-13 klasemen sementara. Perlahan tetapi pasti, kemenangan demi kemenangan diraih hingga pada putaran pertama Persik sempat menempati puncak klasemen sementara. Pada putaran kedua prestasi Persik semakin stabil hingga kompetisi berakhir Persik sukses menjadi juara.
Dengan diperkuat tiga legiun asing asal Chili, yakni Fernando Guajardo, Juan Carlos dan Alejandro Bernal, pada tahun 2002 Persik menorehkan tinta emas setelah berhasil menyabet Juara Divisi I PSSI, di mana pertandingan empat besarnya diselenggarakan di Manado. Prestasi itu memastikan Persik masuk Divisi Utama Ligina IX/2003. Namun sebelum ikut kompetisi paling bergengsi di Tanah Air itu, Persik mencatat prestasi gemilang setelah sukses merengkuh gelar Juara Piala Gubernur Jatim I/2002 di Stadion 10 November Surabaya . Persik kembali menjadi Yang Terbaik pada Piala Gubernur Jatim III/2004 di Gelora Delta Sidoarjo setelah menyudahi perlawanan tim debutan Persekabpas Kabupaten Pasuruan. September 2004 lalu.
Prestasi demi prestasi yang ditorehkan Persik, tak bisa lepas dari perjuangan dan kegigihan beberapa tokoh sepak bola Kota Kediri. Sejak tahun 1999 Wali Kota Drs H.A. Maschut memegang jabatan sebagai Ketua Umum. Ia dibantu J.V. Antonius Rahman yang saat itu menjabat Ketua DPRD Kota Kediri sebagai Ketua Harian Persik dan tokoh sepak bola, Alm. Barnadi sebagai Sekretaris Umum.
Namun tak bisa dilupakan pula perjuangan Iwan Budianto sebagai manajer tim untuk mengangkat citra Kota Kediri di bidang sepak bola bersama Eko Soebekti dan Suryadi, masing-masing menempati posisi asisten manajer operasional dan asisten manajer keuangan.
Untuk aristek di lapangan baik pengurus maupun manajemen saat itu mengangkat mantan pemain Niac Mitra Surabaya, Jaya Hartono dibantu mantan pemain Arema Malang, Mecky Tata bertindak selaku asisten pelatih. Nama Iwan Budianto dan Jaya Hartono sudah cukup lama dikenal oleh publik bola di tanah air. Sebelum bergabung dengan Persik, Iwan Budianto pernah menjadi manajer tim Arema Malang pada Ligina V 1998/1999. Saat itu Arema menempati peringkat ketiga grup tengah II.
Sementara Jaya Hartono sudah tidak asing lagi. Selain malang melintang sebagai pemain di beberapa klub Galatama mulai dari Niac Mitra, Petrokimia Putra, BPD Jateng, Assyabaab Salim Group Surabaya, PKT Bontang hingga kariernya di timnas PSSI selama sepuluh tahun mulai 1986 sampai 1996. Sebagai orang yang bertangan dingin Jaya Hartono membawa Persik sebagai Juara Ligina IX/2003. Namun sayang Jaya Hartono tahun 2006 meninggalkan Persik Kediri dan digantikan Daniel Roekito hingga tahun 2007. Meski hanya dua tahun membesut Daniel Roekito juga menorehkan sejarah bagi Persik yakni membawa Persik Juara Ligina XII/2006.
Menghadapi Super Liga Persik mencoba pelatih asing asal Muldova yang cukup dikenal yakni Arcan Iurie (mantan pelatih Persib Bandung dan Persija) itupun hanya setengah kompetisi, selanjutnya Persik dibawah kendali Aji Santoso hingga akhir ISL 2008 dan menjadikan Persik dalam 5 besar (peringkat 4 ISL 2008). Memasuki ISL 2009/2010 Persik diarsiteki oleh Gusnul Yakin seiring pergantian Ketua Umum yang baru yang menggantikan Drs. H. A. Maschut kepada Dr Samsul Ashar Sp.PD yang juga wali kota terpilih dalam Pilkada 2008 lalu.
Degradasi ke kasta dua
Sejak dibawah kepemimpinan Dr.H Samsul Ashar, Persik Kediri terus mengalami penurunan prestasi dan berakhir degradasi di akhir kompetisi Liga Super Indonesia musim 2009/2010 yang mengharuskan Persik untuk bermain di kasta kedua liga Indonesia, hingga pada akhir kompetisi Divisi Utama tahun 2013, Persik baru bisa kembali dipromosikan ke Liga Super Indonesia setelah menempati peringkat ketiga klasemen Divisi Utama.
Didiskualifikasi dari peserta ISL 2015
Pada 12 Januari 2015, Persik didiskualifikasi dari peserta Liga Super Indonesia 2015, karena dianggap tidak memenuhi persyaratan baik dari segi keuangan maupun infrastruktur bersama dengan Persiwa Wamena selama proses verifikasi yang dilakukan mulai Desember 2014 oleh BOPI.[10] Persik Kediri harus rela turun kembali bermain di Divisi Utama. Pada tahun 2016 Ultras Cyberxtreme, Dentama Ardiratna mencoba kembali menghidupkan Persik dengan serangkaian laga ujicoba. Tetapi Persik terpuruk di musim berikutnya dan terrelegasi ke Liga 3 kompetisi kasta ketiga sepak bola di Liga Indonesia.
Stadion
Untuk pertandingan kandang Persik menggunakan Stadion Brawijaya, Kota Kediri. Sementara untuk kegiatan manajerial Persik dipusatkan di sekretariat Persik di Jl. Pahlawan Kusuma Bangsa No.114, Banjaran, Kec. Kota, Kabupaten Kediri. No. telp. dan faksimilinya adalah 0354-686690. Stadion Brawijaya adalah kandang bagi tim Persik Kediri. Terletak di tengah Kota Kediri, Jawa Timur. Stadion ini dibangun pada tahun 1983, dan mengalami pembenahan pada tahun 2000. Stadion Brawijaya memiliki kapasitas 10.000 tempat duduk. Stadion Brawijaya merupakan kebanggaan bagi masyarakat Kediri karena di stadion inilah Persik Kediri menjamu lawan-lawannya.
Pendukung
Persik Kediri didukung oleh suporternya yang fanatik dan militan yaitu Persikmania, yang terbentuk pada bulan Februari 2001. Di masa kini telah banyak bermunculan Persikmania dari generasi selanjutnya yang membuat subkelompok tersendiri seperti Brigata Cyberxtreme yang menempati tribun sisi utara Stadion Brawijaya. Selain itu terdapat juga suporter yang menamai diri mereka sebagai Militan Persik dan Gerakan Cinta Persik (GCP) yang biasa menempati sisi tribun timur, namun dalam sebutannya mereka semua masih menyebut dirinya sebagai Persikmania, dengan telah terbentuk suatu wadah bersama komunitas suporter yaitu Aliansi Suporter Persik. Aliansi ini merupakan aliansi suporter pertama di Indonesia yang memiliki badan hukum resmi.
Maskot
Persik Kediri memiliki maskot tim yang bernama Mapu, kependekan dari Macan Putih. Mapu bersama El-Tigre maskot lainnya selalu tampil mengiringi Persik dalam setiap pertandingan. Mapu lahir pada 5 September 2014 dan telah mempunyai tempat di hati para penggemar. Ketika dia dan El-Tigre muncul di arena stadion mereka menjadi hiburan tersendiri bagi penonton pria dan wanita, terutama bagi mereka yang sering membawa anak-anak ke stadion.
Jersey dan warna
Warna
Warna utama Persik Kediri adalah ungu, kuning dan putih.
^Aditya, Hermawan (2010-04-02). "Sejarah PERSIK Kediri". SKRIPSI Jurusan Pendidikan Jasmani dan Kesehatan - Fakultas Ilmu Keolahragaan UM. 0 (0). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-07-27. Diakses tanggal 2022-07-24.
^"Squad Persik Kediri Liga 1". ligaindonesiabaru.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 12 June 2022. Diakses tanggal 18 August 2021.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)