Lompat ke isi

Dhammacakkappavattana Sutta

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 14 Desember 2024 13.25 oleh Pierrewee (bicara | kontrib) (Pranala luar: +{{Buddha Gautama}})
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)
Khotbah Buddha di Taman Rusa, seperti yang tergambar di Wat Chedi Liam, Thailand
Terjemahan dari
Dhammacakkappavattana Sutta
IndonesiaKhotbah Mengenai Pemutaran Roda Dhamma
InggrisSetting in Motion the Wheel of the Dharma,
Promulgation of the Law Sutra,
The First Turning of the Wheel,
The Four Noble Truths Sutra
PaliDhammacakkappavattana Sutta
SanskertaDharmacakrapravartana Sūtra धर्मचक्रप्रवर्तनसूत्र
Tionghoa轉法輪經, 转法轮经
Jepang転法輪経
Korea초전법륜경
Myanmarဓမ္မစက္ကပဝတ္တနသုတ်
Thaith:ธัมมจักกัปปวัตนสูตร
(RTGS: Thammachakkappavatana Sut)
VietnamKinh Chuyển Pháp luân
Khmerធម្មចក្កប្បវត្តនសូត្រ
(Thormmachakkappavorttanak Sot)
Sinhalaධම්මචක්ක පවත්තන සූත්‍රය
Daftar Istilah Buddhis

Dhammacakkappavattana Sutta (Pali; Sanskerta: Dharmacakra Pravartana Sūtra; bahasa Indonesia: Khotbah Mengenai Pemutaran Roda Dhamma) adalah sebuah sutta berisi khotbah pertama yang dibabarkan oleh Buddha Gautama setelah mencapai Pencerahan Sempurna kepada lima orang petapa di Taman Rusa di Isipatana pada hari purnama bulan Āsāḷha, tahun 588 SM. Kelima petapa tersebut adalah Kondañña, Vappa, Bhaddiya, Mahānāma, dan Assaji, yang kemudian dikenal sebagai lima siswa pertama Buddha.[1]

Setelah mendengarkan khotbah ini, kelima petapa tersebut mencapai tingkat kesucian Sotapanna, dengan Koṇḍañña yang pertama kali mencapai kesucian disusul dengan yang lainnya.[2]

Latar belakang

[sunting | sunting sumber]

Pada minggu ketujuh setelah mencapai Pencerahan Sempurna, pada hari ke-50 pagi hari, setelah berpuasa selama tujuh minggu, dua orang pedagang, Tapussa dan Bhallika lewat di dekat tempat Sang Buddha sedang duduk bermeditasi di bawah pohon Rajayatana. Mereka menghampiri Buddha dan mempersembahkan makanan dari beras dan madu. Setelah Tapussa dan Bhallika melanjutkan perjalanannya, Buddha merenung apakah Dhamma yang ditemukannya akan diajarkan kepada khalayak ramai atau tidak, sebab Dhamma itu dalam sekali dan sulit untuk dimengerti sehingga timbul perasaan enggan dalam diri Buddha untuk mengajar Dhamma.[3]

Kesulitan umat manusia untuk memahami Dhamma yang sudah dicapai oleh Buddha dinyatakannya dalam syair berikut:[4]

Susah payah kupahami Dhamma
Tidak perlu membabarkan sekarang
Yang sulit dipahami mereka yang serakah dan benci
Orang diselimuti kegelapan takkan mengerti Dhamma
Dhamma menentang arus sulit dimengerti
Dhamma sangat dalam, halus, dan sukar dirasakan

Setelah itu, Buddha memutuskan untuk tidak membabarkan Dhamma yang ditemukannya karena menyadari Dhamma ini sangat sulit dimengerti manusia yang masih diliputi kegelapan batin. Sewaktu Buddha merenungkan demikian, pikirannya condong pada hidup nyaman, bukan mengajar Dhamma. Brahma Sahampati yang membaca pikiran Buddha, lalu berpikir, "Aduh, dunia ini sudah selesai! Aduh, dunia ini segera musnah, karena Sang Tathāgata, Sang Arahanta, Yang telah mencapai Penerangan Sempurna, condong pada hidup nyaman, bukan mengajar Dhamma."[4]

Kemudian Brahma Sahampati, turun dari Brahmaloka dan berdiri di hadapan Buddha. Setelah memberi penghormatan kepada Buddha, Brahma Sahampati berkata kepadanya, "Semoga Sang Tathagata, demi belas kasih kepada para manusia, berkenan mengajar Dhamma. Dalam dunia ini terdapat juga orang-orang yang sedikit dihinggapi kekotoran batin dan mudah mengerti Dhamma yang akan diajarkan." Dengan mata dewa, Buddha dapat mengetahui bahwa memang ada orang-orang yang tidak lagi terikat kepada hal-hal duniawi dan mudah mengerti Dhamma. Karena itu Buddha mengambil ketetapan hati untuk mengajar Dhamma demi belas kasihnya kepada umat manusia.[3]

Buddha menyatakan persetujuannya dengan berkata, "Pintu menuju tiada kematian, Nibbāna, sekarang telah terbuka. Akan kubabarkan Dhamma kepada semua makhluk agar mereka yang memiliki keyakinan dan pendengaran yang baik bisa sama-sama memetik manfaatnya."[5]

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ "Pemutaran Roda Dhamma". Bhagavant.com. Diakses tanggal 15 Juni 2020. 
  2. ^ Bhikkhu Sukhemo (20 Juli 2008). "Dhammacakkappavattana Sutta (Khotbah Tentang Pemutaran Roda Dhamma)". Dhammacakka Online Website Resmi Vihāra Jakarta Dhammacakka Jaya. Diakses tanggal 15 Juni 2020. 
  3. ^ a b Maha Pandita Sumedha Widyadharma (1999). "Riwayat Hidup Buddha Gotama – Bab II – Pelepasan Agung". Samaggi Phala. Diakses tanggal 16 Juni 2020. 
  4. ^ a b Karsan, Sulan (2016). "Pemutaran Roda Dhamma". Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekerti (PDF). Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. hlm. 19. ISBN 978-602-282-944-7. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2020-02-15. Diakses tanggal 16 Juni 2020. 
  5. ^ Ashin Kusaladhamma (Maret 2015). "Pemutaran Roda Dhamma". Kronologi Hidup Buddha. Yayasan Satipaṭṭhāna Indonesia dan Ehipassiko Foundation. hlm. 167-176. Diakses tanggal 21 Juli 2020. 

Sumber cetakan

[sunting | sunting sumber]

Kanon Pali

  • Bhikkhu Bodhi (penerjemah) (2000), The Connected Discourses of the Buddha: A New Translation of the Samyutta Nikaya, Boston: Wisdom Publications, ISBN 0-86171-331-1 
  • Bhikkhu Nanamoli (penerjemah) (1995), The Middle Length Discourses of the Buddha: A New Translation of the Majjhima Nikaya, Boston: Wisdom Publications, ISBN 0-86171-072-X 

Guru Buddhis

  • Anandajoti Bhikkhu (trans.) (2010). The Earliest Recorded Discourses of the Buddha (from Lalitavistara, Mahākhandhaka & Mahāvastu). Kuala Lumpur: Sukhi Hotu. Also available on-line.
  • Sumedho, Ajahn (2002), The Four Noble Truths, Amaravati Publications 
  • Sucitto, Ajahn (2010), Turning the Wheel of Truth: Commentary on the Buddha's First Teaching, Shambhala 
  • Dhamma, Ven. Dr. Rewata (1997), The First Discourse of the Buddha, Wisdom, ISBN 0-86171-104-1 
  • Geshe Tashi Tsering (2005), The Four Noble Truths: The Foundation of Buddhist Thought, Volume I, Wisdom, Kindle Edition 
  • Gethin, Rupert (1998), Foundations of Buddhism, Oxford University Press 
  • Goldstein, Joseph (2002), One Dharma: The Emerging Western Buddhism, HarperCollins 
  • Thich Nhat Hanh (1991), Old Path White Clouds, Parallax Press 
  • Thich Nhat Hanh (1999), The Heart of the Buddha's Teaching, Three River Press 
  • Thich Nhat Hanh (2012), Path of Compassion: Stories from the Buddha's Life, Parallax Press 
  • Rahula, Walpola (2007), What the Buddha Taught, Grove Press, Kindle Edition 

Sekunder

  • Anderson, Carol (2001), Pain and Its Ending: The Four Noble Truths in the Theravada Buddhist Canon, Motilall Banarsidas 
  • Bronkhorst, Johannes (1993), The Two Traditions of Meditation in Ancient India, Motilal Banarsidass Publ. 
  • Cohen, Robert S. (2006), Beyond Enlightenment: Buddhism, Religion, Modernity, Routledge 
  • Cousins, L.S. (2001), "Review of "Pain and its Ending: The Four Noble Truths in the Theravada Buddhist Canon" (PDF), Journal of Buddhist Ethics, 8: 36–41 
  • Davidson, Ronald M. (2003), Indian Esoteric Buddhism, Columbia University Press, ISBN 0-231-12618-2 
  • Gethin, Rupert (1998), Foundations of Buddhism, Oxford University Press 
  • Gombrich, Richard (1988, repr. 2002). Theravada Buddhism: A Social History from Ancient Benares to Modern Colombo. London: Routledge. ISBN 0-415-07585-8.
  • Gombrich, Richard F. (1997), How Buddhism Began: The Conditioned Genesis of the Early Teachings, Routledge, ISBN 978-1-134-19639-5 
  • Harvey, Peter (1990), Introduction to Buddhism, Cambridge University Press 
  • Lopez Jr, Donald S (1995), Buddhism in PracticePerlu mendaftar (gratis) (PDF), Princeton University Press, ISBN 0-691-04442-2 
  • Norman, K.R. (1982). "The Four Noble Truths: a problem of Pali syntax" in L.A. Hercus et al. (ed.), Indological and Buddhist Studies: Volume in Honour of Professor J.W. de Jong on his Sixtieth Birthday. Canberra, pp. 377–91.
  • Norman, K.R. (2003), "The Four Noble Truths", K.R. Norman Collected Papers II (PDF), diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2020-01-01, diakses tanggal 2020-06-15 
  • Schmithausen, Lambert (1981), On some Aspects of Descriptions or Theories of 'Liberating Insight' and 'Enlightenment' in Early Buddhism". In: Studien zum Jainismus und Buddhismus (Gedenkschrift für Ludwig Alsdorf), hrsg. von Klaus Bruhn und Albrecht Wezler, Wiesbaden 
  • Sharf, Robert H. (1995), "Buddhist Modernism and the Rhetoric of Meditative Experience" (PDF), NUMEN, 42, diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2019-04-12, diakses tanggal 2017-05-06 
  • Sharf, Robert H. (2000), "The Rhetoric of Experience and the Study of Religion" (PDF), Journal of Consciousness Studies, 7 (11-12): 267–87, diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2013-05-13, diakses tanggal 2017-05-06 
  • Vetter, Tilmann (1988), The Ideas and Meditative Practices of Early Buddhism, BRILL 
  • Warder, A.K. (1999), Indian Buddhism, Delhi 

Bacaan lebih lanjut

[sunting | sunting sumber]
Keilmuan
Komentar dalam bahasa Inggris

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]