Lompat ke isi

Kesultanan Jambi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 29 September 2011 12.02 oleh 202.152.201.235 (bicara) (membatalkan 3 suntingan terakhir oleh 223.255.227.6 (Bicara))
Sultan Jambi di tahun 1877-1879
Kediaman Sultan Jambi di Dusun Tengah (sekarang di kecamatan Rambutan Masam, kabupaten Batanghari) di tahun 1877-1879

Kesultanan Jambi adalah kerajaan Islam yang berkedudukan di provinsi Jambi sekarang. Kerajaan ini berbatasan dengan Kerajaan Indragiri dan kerajaan-kerajaan Minangkabau seperti Siguntur dan Lima Kota di utara. Di selatan kerajaan ini berbatasan dengan Kesultanan Palembang (kemudian Keresidenan Palembang). Jambi juga mengendalikan lembah Kerinci, meskipun pada akhir masa kekuasaannya kekuasaan nominal ini tidak lagi dipedulikan.

Ibukota Kesultanan Jambi terletak di kota Jambi, yang terletak di pinggir sungai Batang Hari.

Geografi

Jambi berkembang di wilayah cekungan Batang Hari, sungai terpanjang di Sumatera. Sungai ini, dan anak-anak sungainya, seperti Tembesi, Tabir dan Merangin, merupakan tulang punggung wilayah tersebut. Sungai Tungkal yang berbatasan dengan Indragiri memiliki cekungan tangkapan air sendiri. Sungai-sungai itu merupakan andalan transportasi utama Jambi.

Kependudukan

Penduduk Jambi relatif jarang. Pada 1852 jumlah penduduk diperkirakan hanya sebanyak 60.000 jiwa, dan Jambi Timur nyaris tidak berpenghuni. Etnis Melayu berdiam di pinggiran sungai Batang Hari dan Tembesi. Orang Kubu menghuni hutan-hutan, sedangkan orang-orang Batin mendiami wilayah Jambi Hulu. Pendatang dari Minangkabau disebut sebagi orang Penghulu, yang menyatakan tunduk pada orang-orang Batin.

Sejarah

Wilayah Jambi dulunya merupakan wilayah Kerajaan Malayu, dan kemudian menjadi bagian dari Sriwijaya. Pada akhir abad ke-14 Jambi merupakan vasal Majapahit, dan pengaruh Jawa masih terus mewarnai kesultanan Jambi selama abad ke-17 dan ke-18.

Berdirinya kesultanan Jambi bersamaan dengan bangkitnya Islam di wilayah itu. Pada 1616 Jambi merupakan pelabuhan terkaya kedua di Sumatera setelah Aceh, dan pada 1670 kerajaan ini sebanding dengan tetangga-tetangganya seperti Johor dan Palembang. Namun kejayaan Jambi tidak berumur panjang. Tahun 1680-an Jambi kehilangan kedudukan sebagai pelabuhan lada utama, setelah perang dengan Johor dan konflik internal.

Pada tahun 1903 Jambi digabungkan dengan keresidenan Palembang oleh pemerintah Hindia Belanda, dan pada tahun 1906 kesultanan Jambi resmi dibubarkan oleh Belanda.

Pemerintahan

Kesultanan Jambi dipimpin oleh raja yang bergelar sultan. Raja ini dipilih dari perwakilan empat keluarga bangsawan (suku): suku Kraton, Kedipan, Perban dan Raja Empat Puluh. Selain memilih raja keempat suku tersebut juga memilih pangeran ratu, yang mengendalikan jalan pemerintahan sehari-hari. Dalam menjalankan pemerintahan pangeran ratu dibantu oleh para menteri dan dewan penasihat yang anggotanya berasal dari keluarga bangsawan. Sultan berfungsi sebagai pemersatu dan mewakili negara bagi dunia luar.

Rujukan

  • Elsbeth Locher-Schoten. Kesultanan Sumatra dan Negara Kolonial: Hubungan Jambi-Batavia (1830-1907) dan Bangkitnya Imperialisme Belanda.