Lompat ke isi

Berita bohong

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
hoaks

Kabar bohong atau hoaks (bahasa Inggris: hoax) adalah informasi yang sesungguhnya tidak benar, tetapi dibuat seolah-olah benar adanya.[1] Hal ini tidak sama dengan rumor, ilmu semu, atau berita palsu, maupun April Mop.[2] Tujuan dari berita bohong adalah membuat masyarakat merasa tidak aman, tidak nyaman, dan kebingungan. Dalam kebingungan, masyarakat akan mengambil keputusan yang lemah, tidak meyakinkan, dan bahkan salah.[3]

Pengertian

[sunting | sunting sumber]

Menurut KBBI, Hoaks mengandung makna informasi atau berita bohong, berita tidak bersumber.[4][5][6] Menurut Silverman (2015), hoaks merupakan sebagai rangkaian informasi yang memang sengaja disesatkan, tetapi “dijual” sebagai kebenaran.[7] Hoaks bukan sekadar misleading alias menyesatkan, informasi dalam fake news juga tidak memiliki landasan faktual, tetapi disajikan seolah-olah sebagai serangkaian fakta [8]

Piring terbang palsu

Meski baru mengambil peran utama dalam panggung diskusi publik Indonesia di beberapa dekade terakhir ini, hoaks sebetulnya punya akar sejarah yang panjang.[9]

Terdapat 2 versi terkait dengan sejarah hoaks. Pertama yang dicatat pada 1661. Kasus tersebut adalah soal Drummer of Tedworth, yang berkisah soal John Mompesson -seorang tuan tanah- yang dihantui oleh suara-suara drum setiap malam di rumahnya.[10] Ia mendapat nasib tersebut setelah ia menuntut William Drury - seorang drummer band gipsy- dan berhasil memenangkan perkara. Mompesson menuduh Drury melakukan guna-guna terhadap rumahnya karena dendam akibat kekalahannya di pengadilan. Singkat cerita, seorang penulis bernama Glanvill mendengar kisah tersebut. Ia mendatangi rumah tersebut dan mengaku mendengar suara-suara yang sama. Ia kemudian menceritakannya ke dalam tiga buku cerita yang diakunya berasal dari kisah nyata. Kehebohan dan keseraman local horror story tersebut berhasil menaikkan penjualan buku Glancill. Namun, pada buku ketiga Glanvill mengakui bahwa suara-suara tersebut hanyalah trik dan apa yang ceritakan adalah bohong belaka.[11]

Ada juga kisah soal Benjamin Franklin yang pada tahun 1745 lewat harian Pennsylvania Gazette mengungkap adanya sebuah benda bernama “Batu China” yang dapat mengobati rabies, kanker, dan penyakit-penyakit lainnya.[12] Sayangnya, nama Benjamin Franklin saat itu membuat standar verifikasi kedokteran tidak dilakukan sebagaimana standar semestinya.Meski begitu, ternyata batu yang dimaksud hanyalah terbuat dari tanduk rusa biasa yang tak memiliki fungsi medis apapun. Hal tersebut diketahui oleh salah seorang pembaca harian Pennsylvania Gazette yang membuktikan tulisan Benjamin Franklin tersebut. Hoaks-hoaks senada beberapa kali terjadi sampai adanya Badan Makanan dan Obat-obatan Amerika Serikat pada awal abad 20.[11]

Meskipun demikian, kata hoaks sendiri baru mulai digunakan sekitar tahun 1808. Kata tersebut dipercaya datang dari hocus yang berarti untuk mengelabui. Kata-kata hocus sendiri merupakan penyingkatan dari hocus pocus, semacam mantra yang kerap digunakan dalam pertunjukan sulap saat akan terjadi sebuah punch line dalam pertunjukan mereka di panggung.[11]

Kedua, catatan historis "Great Moon Hoax ”tahun 1835, di mana New York Sun menerbitkan serangkaian artikel tentang penemuan kehidupan di bulan. Contoh yang lebih baru adalah 2006Flemish Secession Hoax", di mana stasiun televisi publik Belgia melaporkan bahwa Parlemen Flemish telah mendeklarasikan kemerdekaan dari Belgia, sebuah laporan bahwa yang membuat sejumlah besar penonton menjadi salah paham.[8]

Hingga kini, eksistensi hoaks terus meningkat. Dari kabar palsu seperti entitas raksasa seperti Loch Ness, tembok China yang terlihat dari luar angkasa, hingga ribuan hoaks yang bertebaran di pemilihan umum presiden Amerika Serikat pada tahun 2016. Semua hoaks tersebut punya tujuan masing-masing, dari sesederhana publisitas diri hingga tujuan yang amat genting seperti politik praktis sebuah negara adidaya.[11]

Kemunculan internet semakin memperparah sirkulasi hoaks di dunia. Sama seperti meme, keberadaannya sangat mudah menyebar lewat media-media sosial. Apalagi biasanya konten hoaks memiliki isu yang tengah ramai di masyarakat dan menghebohkan, yang membuatnya sangat mudah memancing orang membagikannya.[11]

Menteri Komunikasi dan Informatika pernah mengungkapkan bahwa hoaks dan media sosial seperti vicious circle, atau lingkaran setan. Dari situ langkah pencegahan mulai gencar dilakukan. Termasuk oleh Facebook dan Twitter sebagai pemilik platform yang membuat tim khusus untuk meminimalisasi keberadaannya. Ditambah lagi dengan kemunculan media abal-abal yang sama sekali tak menerapkan standar jurnalisme. Peran media profesional yang seharusnya membawa kecerahan dalam sebuah persoalan yang simpang siur di masyarakat semakin lama semakin tergerus.[11]

Jenis misinformasi dan disinformasi

[sunting | sunting sumber]
types of mis and diinformation

Satir atau Parodi

[sunting | sunting sumber]

Satir atau parodi, dibuat dengan tidak berniat untuk merugikan, tetapi berpotensi untuk mengelabui. Satir tidak termasuk konten yang membahayakan. Akan tetapi, sebagian masyarakat masih banyak yang menanggapi informasi dalam konten tersebut sebagai sesuatu yang serius dan menganggapnya sebagai kebenaran.[13]

Konten menyesatkan

[sunting | sunting sumber]

Konten yang menyesatkan atau misleading content, di dalamnya biasanya ada penggunaan informasi yang sesat untuk membingkai sebuah isu atau individu. Misleading content dibentuk dengan cara memanfaatkan informasi asli, seperti gambar, pernyataan resmi, atau statistik, akan tetapi diedit sedemikian rupa sehingga tidak memiliki hubungan dengan konteks aslinya.[13]

Konten tiruan

[sunting | sunting sumber]

Konten tiruan atau Imposter content adalah ketika sebuah sumber asli ditiru atau diubah untuk mengaburkan fakta sebenarnya. Konten palsu ini juga bisa berbentuk konten tiruan dengan cara mendompleng ketenaran suatu pihak atau lembaga.[13]

Konten Palsu

[sunting | sunting sumber]

Konten palsu berupa konten baru yang 100% salah dan secara sengaja dibuat, didesain untuk menipu serta merugikan.[13]

Keterkaitan yang Salah

[sunting | sunting sumber]

Keterkaitan yang Salah, atau False connection Ini adalah ketika judul, gambar, atau keterangan tidak mendukung konten atau tidak terikat antara satu dengan yang lainnya. Ciri paling gamblang dalam mengamati konten jenis ini adalah ditemukannya judul yang berbeda dengan isi berita. Konten jenis ini biasanya diunggah demi memperoleh keuntungan berupa profit atau publikasi berlebih dari konten sensasional.[13]

Konten yang Salah

[sunting | sunting sumber]

Konten yang Salah atau False context, ketika konten yang asli dipadankan atau dikait-kaitkan dengan konteks informasi yang salah.[13]

Konten yang Dimanipulasi

[sunting | sunting sumber]

Konten yang Dimanipulasi atau Manipulated content ketika informasi atau gambar yang asli sengaja dimanipulasi untuk menipu.[14] Secara sederhana, konten jenis ini dibentuk dengan cara mengedit konten yang sudah ada dengan tujuan untuk mengecoh publik.

Konten Dugaan

[sunting | sunting sumber]

Berita yang bermuatan unsur 'dugaan' termasuk dalam jenis rumor yang tidak berdsar bukti konkrit, namun lebih pada penilaian atau opini subjektif yang diduga sebagai fakta. Umumnya konten ini bermuatan gosip, tuduhan hingga fitnah kepada seseorang atau kelompok tertentu. Konten dugaan juga memiliki ciri berakhiran tanda tanya, (semisal Tokoh X adalah seorang Y?) bertujuan memberi informasi yang tidak pasti dan tanpa validitas sehingga justru menyebabkan publik bertanya-tanya.

Jenis konten[15]

[sunting | sunting sumber]
  • Agama, konten yang memuat segala hal yang berkaitan dengan ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan dan peribadatan kepada Tuhan yang maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.
  • Politik, konten yang memuat segala hal yang berhubungan dengan penyelenggaraan negara, pembagian kekuasaan, berupa kebijakan atau cara-cara mempertahankan kekuasaan.
  • Etnis, konten yang berkaitan dengan segala hal mengenai kelompok sosial dalam sistem sosial atau kebudayaan yang mempunyai arti atau kedudukan tertentu karena keturunan, adat, agama, suku, bahasa, budaya dan sebagainya.
  • Kesehatan, konten yang memuat segala hal yang berkaitan dengan keadaan sehat jasmani maupun rohani.
  • Bisnis, konten yang memuat tentang segala usaha komersial.
  • Penipuan, konten yang memuat segala hal yang berkaitan dengan upaya mengecoh yang mengakibatkan kerugian di pihak yang dikecoh baik berupa uang atau data pribadi.
  • Bencana alam, konten yang memuat hal-hal yang terkait kejadian alam yang memakan korban
  • Kriminalitas, konten yang memuat hal-hal yang berkaitan dengan tindak kejahatan
  • Lalu lintas, konten yang memuat hal-hal yang berkaitan dengan lalu lintas, baik itu berupa kebijakan atau insiden.
  • Peristiwa ajaib, konten yang memuat kejadian yang tidak lazim dan mustahil.
  • Lain-lain, konten lain yang tidak termasuk dalam kesepuluh kategori tersebut.
  • Narasi, biasanya digunakan untuk menggambarkan runtutan peristiwa seperti seolah-olah benar adanya. Narasi yang dibangun lebih kepada hal-hal yang bersifat membesar-besarkan, membanding-bandingkan, melebih-lebihkan hingga memprovokasi.
  • Gambar atau foto, biasanya digunakan untuk menambah keyakinan pada pembaca akan berita bohong yang dibuat. Biasanya gambar atau foto yang digunakan tidak ada keterkaitan dengan peristiwa yang terjadi atau telah di edit sedemikian rupa.
  • Video, biasanya digunakan untuk menggambarkan peristiwa yang terjadi secara lebih nyata. Biasanya video yang digunakan tidak ada keterkaitan dengan peristiwa yang terjadi hingga telah di edit sedemikian rupa.
  • Meme, biasanya digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang tidak sesuai dengan kenyataannya, tetapi bersifat humor, lucu.
  • Media massa, biasanya digunakan sebagai alat atau sarana untuk menyebarkan hoaks kepada khalayak secara serantak.

Alasan hoaks tetap ada

[sunting | sunting sumber]

Berbagai cara telah dilakukan, baik oleh pemerintah maupun masyarakat yang peduli dengan maraknya hoaks di kehidupan masyarakat. Pemerintah misalnya telah membuat pagar hukum dengan menyetujui lahirnya Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektonik, memblokir situs-situs yang menyebarkan hoaks, menangkap sindikat penyebar hoaks hingga membentuk lembaga siberkreasi yang berfokus dalam menangani hoaks. Tidak hanya itu, masyarakat juga turut serta dalam menekan peredaran hoaks dengan memberikan klarifikasi terhadap hoaks. Diantaranya adalah Mafindo (Masyarakat Anti Fitnah Indonesia) yang secara aktif dan peduli memberikan klarifikasi akan hoaks hingga melakukan literasi media, baik dikalangan masyarakat hingga jurnalis.[17] Lantas muncul pertanyaan, sebenarya faktor apa saja yang mempengaruhi hoaks masih terus ada dan berkembang. Berikut beberapa alasan hoaks tetap ada.

  • Jurnalisme yang lemah, jurnalisme yang lemah membuat konten hoaks terus berkembang karena tidak terbiasa dengan proses verifikasi, cek dan recheck. Peran media profesional yang seharusnya membawa kecerahan dalam sebuah persoalan yang simpang siur di masyarakat semakin lama semakin tergerus.[18]
  • Ekonomi, Faktor ekonomi yang lemah membuat peredaran hoak terus ada. Bagaimana tidak, dengan memproduksi hoaks atau mengarang berita seseorang bisa mendapatkan penghasilan yang dapat mendokrak ekonominya.
  • Internet, kemunculan internet semakin memperparah sirkulasi hoaks di dunia. Sama seperti meme, keberadaannya sangat mudah menyebar lewat media-media sosial. Apalagi biasanya konten hoaks memiliki isu yang tengah ramai di masyarakat dan menghebohkan, yang membuatnya sangat mudah memancing orang membagikannya.[19]
  • Munculnya media abal-abal, kemunculan media abal-abal sama sekali tak menerapkan standar jurnalisme. Keadaan ini tentu semakin memperburuk kualitas informasi yang tersebar di masyarakat.[20]
  • Pendidikan, rendahnya kualitas pendidikan membuat seseorang tidak bisa menyaring informasi yang diterimanya apalagi mencoba untuk bertindak kritis dengan membandingkan setiap informasi yang diterimannya dengan informasi yang ada di berbagai media mainstream.[21]
  • Literasi media yang rendah, rendahnya literasi media membuat seseorang cenderung mempercayai sebuah informasi yang diterima, didapatkannya tanpa melakukan verifikasi. Rendahnya literasi media membuat seseorang cenderung untuk membagikan setiap informasi yang dapatkannya kepada orang lain tanpa mengetahui kebenaran dari sebuah informasi tersebut.[21]

Produsen hoaks

[sunting | sunting sumber]

Semua orang berpotensi sebagai pembuat hoaks. Hoaks terkait dengan apa saja yang tidak benar adanya, tetapi dijual sebagai sebuah kebenaran dengan tujuan tertentu. Namun, ada beberapa kasus yang menujukkan bahwa hoaks diproduksi oleh beberapa kalangan seperti Saracen dan Muslim Cyber Army dengan motif tertentu. Saracen dan Muslim Cyber Army merupakan organisasi-organisasi penyebar hoaks, ujaran kebencian atau hate speech dan SARA melalui media sosial. Berdasarkan temuan polisi, anggota sindikat ini telah memiliki beragam konten ujaran kebencian sesuai isu yang tengah berkembang. Mereka kemudian menawarkan produk itu dalam sebuah proposal. Dalam satu proposal yang ditemukan, kurang lebih setiap proposal nilainya puluhan juta rupiah.[22]

Diketahui, Sindikat Saracen diketahui memiliki ribuan akun. Mereka juga berbagi tugas untuk mengunggah konten pro dan kontra terhadap suatu isu. "Misalnya kurang lebih 2.000 akun itu dia membuat meme menjelek-jelekkan Islam, ribuan lagi kurang lebih hampir 2.000 juga menjelek-jelekkan Kristen. Itu yang kemudian tergantung pemesanan.[23]

Terkait masalah pemesanan itu, polisi menemukan ada salah satu proposal yang menawarkan senilai Rp 75 juta sampai Rp 100 juta. Meskipun demikian, polisi masih belum bisa memastikan harga pasti per proposal. Apalagi polisi masih terus menggali siapa saja yang pernah membeli jasa Saracen untuk menebar kebencian dan SARA.[24]

Dari pengungkapan tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa hoaks dipesan oleh sekelompok orang dengan beragam kepentingan di dalamnya. Hoaks diproduksi oleh orang-orang yang tidak bermoral dan beretikat buruk terhadap sesama.

Penyebab orang percaya berita bohong

[sunting | sunting sumber]

Menurut dr. Gina Inindyajati, SP.Kj setidaknya ada tiga faktor yang menyebabkan orang mudah mempercayai berita hoax:[25]

  • Penyangkalan atas apa yang terjadi, biasa sang penerima berita bohong akan menerima begitu saja karena seakan berlawanan dengan fakta yang ada;
  • Teori Konspirasi, teori yang biasa menjadi awal dari berita bohong menyebar ini merupakan teori yang sama sekali belum teruji dan tidak bisa terukur. Penyebab ini yang biasa sangat berdampak, karena sang penerima langsung mempercayai ini sebagai kebenaran dan menyebarkan ulang.
  • Keterikatan penerima secara ideologis/politik/aliran terhadap penyebar, biasa faktor ini terjadi saat ada kompetisi politik atau saat ada ketegangan antar kelompok.

Beberapa kasus

[sunting | sunting sumber]
  • Hoaks tentang Bendungan Bilibili di Kabupaten Gowa Retak, faktanya bendungan Bili-Bili masih dalam keadaan aman dan terkendali setelah dilakukan pengecekan oleh pihak Polsek Mamuju, Gowa.[26]
  • Hoaks korban musibah, faktanya foto yang digunakan tersebut adalah foto kejadian gempa dan tsunami Aceh 26 Desember 2004 yang disebarluaskan kembali sebagai dokumentasi korban gempa dan tsunami Palu 2018.
  • Hoaks Wali kota Palu Meninggal, faktanya Wali kota Palu Hidayat tidak meninggal dan kini turut melakukan tanggap darurat gempa bumi di Palu, Sulawesi Tengah.[27]
  • Hoaks gempa bumi susulan, faktanya tidak ada satu pun negara di dunia dan IPTEK yang mampu memprediksi gempa secara pasti, konfirmasi dari Sutopo Purwo Nugroho (Kepala Humas BNPB)
  • Hoaks Gerak cepat relawan FPI evakuasi korban gempa Palu 7.7, faktanya dalam gambar ini adalah relawan FPI membantu korban longsor di desa Tegal Panjang, Sukabumi.[28]
  • Hoaks mayat yang minta gempa, faktanya gambar itu diambil dari kejadian di Sungai Siak, Pekanbaru, Riau
  • Hoaks 2 Oktober terjadi gempa bumi lagi, faktanya tidak ada satu pun negara di dunia dan IPTEK yang mampu memprediksi gempa secara pasti, konfirmasi dari Sutopo Purwo Nugroho (Kepala Humas BNPB)
  • Hoaks Emmeril Khan Mumtadz ditemukan di sebagian wilayah Donbas yang diduduki oleh Republik Rakyat Donetsk, Rusia, faktanya jenazah putra sulung Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil itu ditemukan tidak jauh dari titik awal kejadian di sekitar Sungai Aare, Bern, Swiss setelah sempat dinyatakan hilang selama dua minggu.
  • Hoaks penerbangan gratis dari Makassar menuju Palu gratis bagi keluarga korban, faktanya Pesawat Hercules TNI AU menuju ke Palu diutamakan membawa bantuan logistik, paramedis, obat-obatan, makanan siap saji, dan alat berat. Pemberangkatan dari Palu prioritas untuk mengangkut pengungsi diutamakan lansia, wanita dan anak-anak, serta pasien ke Makassar.
  • FPI Bantu Korban Bencana Alam Di Palu Duluan, faktanya (1) Foto pertama: Bantuan FPI di Lombok, Agustus 2018. Ketika konten yang asli dipadankan dengan konteks informasi yang salah. (2) Foto kedua: FPI membantu korban penggusuran Pasar Ikan di Batang.[29]

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ MacDougall, Curtis D. (1958). Hoaxes. Dover. hlm. 6. ISBN 0-486-20465-0. 
  2. ^ Brunvand, Jan H. (2001). Encyclopedia of Urban Legends. W. W. Norton & Company. hlm. 194. ISBN 1-57607-076-X. 
  3. ^ Gumgum Gumilar, Justito Adiprasetio, Nunik Maharani (2017). "Literasi Media: Cerdas Menggunakan Media Sosial dalam Menanggulangi Berita Palsu (Hoax) oleh Siswa SMA". Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat. 1 (1): 36. ISSN 1410-5675. 
  4. ^ Wijayanti, Sri. "Arti kata Hoax - Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online". www.kbbionline.com. Diakses tanggal 2018-07-08. [pranala nonaktif permanen]
  5. ^ Azizah, Kurnia (18 Maret 2021). Azizah, Kurnia, ed. "Hoax Adalah Berita Bohong, Kenali Ciri-Ciri, Jenis dan Cara Mengatasinya". Merdeka.com. Diakses tanggal 1 Desember 2021. 
  6. ^ KOMINFO, PDSI. "Ini Cara Mengatasi Berita "Hoax" di Dunia Maya". Website Resmi Kementerian Komunikasi dan Informatika RI (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-12-01. 
  7. ^ Silverman, Craig. (2015).Journalism: A Tow/Knight Report."Lies, Damn Lies, and Viral Content". Columbia Journalism Review (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2018-10-07. 
  8. ^ a b Allcott, Hunt & Gentzkow, Matthew. (2017). Social Media and Fake News in the 2016 Election. Journal of Economic Perspectives Vol 31, No. 2, Spring 2017.
  9. ^ Tio. "Sejarah Hoaks dan Andilnya dari Masa ke Masa". Kumparan. Diakses tanggal 2021-12-01. 
  10. ^ Zumar Hakiki (19 Juni 2020). "Sejarah HOAX atau Berita Bohong". Informasi Terkini Berita Sumatera Selatan. Diakses tanggal 1 Desember 2021. 
  11. ^ a b c d e f Tio. "Sejarah Hoaks dan Andilnya dari Masa ke Masa". Kumparan. Diakses tanggal 2018-10-07. 
  12. ^ Junita, Nancy (14 Januari 2017). Herlinda, Wike Dita, ed. "Ini Sejarah Hoax dari Masa ke Masa". Bisnis.com. Diakses tanggal 1 Desember 2021. 
  13. ^ a b c d e f Wahid, Sobih Abdul. "Mengenal Tujuh Jenis Hoaks". Medcom.id. Diakses tanggal 2020-05-09. 
  14. ^ "Fake news. It's complicated". firstdraftnews.org (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2018-11-09. 
  15. ^ Hidayah, Nuril; Suryani, Cahyani; Dewi Wasdiana, Mizati (2018-09-30). Pemetaan Hoaks Di Indonesia (PDF). Mafindo. hlm. 4. 
  16. ^ Hidayah, Nuril; Suryani, Cahya; Mizati Dewi, Wasdiana (2018-09-30). Pemetaan Hoax Di Indonesia (PDF). Mafindo. hlm. 5. 
  17. ^ "Website Dinas Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau - Cegah Hoax : Ingat Selalu, Saring sebelum Sharing!". dinkes.kepriprov.go.id. Diakses tanggal 2021-12-01. 
  18. ^ Prasetya Utomo, Wisnu (2017-02-01). "Jurnalisme Memproduksi Hoax - Remotivi". remotivi. Diakses tanggal 2021-11-26. 
  19. ^ Anjar Sawitri, Angelina (2017-01-22). Baiduri, MC Nieke Indrietta, ed. "4 Penyebab Hoax Mudah Viral di Media Sosial". Tempo.co. Diakses tanggal 2021-11-26. 
  20. ^ Rahadi, Fernan (2017-01-13). "Masyarakat Diminta Waspadai Media Penyebar Hoax". Republika Online. Diakses tanggal 2021-11-26. 
  21. ^ a b Debora, Yantina (2017-05-01). "Literasi Rendah Sebabkan Masyarakat Mudah Percaya Hoax". Tirto.id. Diakses tanggal 2021-11-26. 
  22. ^ Santoso, Audrey. "Polisi Sebut Saracen Tawarkan Proposal Jasa Kampanye Politik". detikcom. Diakses tanggal 2018-11-13. 
  23. ^ Habibie, Nur (2017-08-23). Fadil, Iqbal, ed. "Punya 2.000 akun, Saracen pasang tarif puluhan juta sebar konten kebencian". Merdeka.com. Diakses tanggal 2021-11-26. 
  24. ^ Qodar, Nafiysul. Rinaldo; Haryanto, Andry; Sary, Hotnida Novita, ed. "Kelompok Penyebar Hoax MCA dan Saracen, Serupa tapi Tak Sama". Liputan6.com. Diakses tanggal 2018-10-08. 
  25. ^ Ika Suryani, Syarif (2021-06-29). "Faktor-Faktor Orang Percaya Hoaks dan Dampaknya". www.suarasurabaya.net. Diakses tanggal 2021-11-26. 
  26. ^ R, Nur Fajriani (2019-01-23). "Bendungan Bili-bili Retak Hoax atau Betul? Ini Penjelasan Pimpro Pembangunannya, Tentang Daya Tahan". Tribunnews.com. Diakses tanggal 2021-11-26. 
  27. ^ Rahman, Vanny El (2018-09-30). "CEK FAKTA: Kabar Wali Kota Palu Meninggal Akibat Gempa Hoax!". IDN Times. Diakses tanggal 2021-11-26. 
  28. ^ Salim, Karel (2018-10-03). "Kemenkominfo Identifikasi Informasi Hoaks Terkait Gempa Sulteng". Komisi Informasi Pusat. Diakses tanggal 2021-11-26. 
  29. ^ "FPI Terus Bantu Korban Penggusuran Di Pasar Ikan Dan Luar Batang - Berita Persatuan". beritapersatuan.com. Diakses tanggal 2018-10-08.