Onom
Onom[1] (ᮇᮔᮧᮙ᮪) adalah sebutan untuk makhluk halus dalam mitologi Sunda. Penggunaan istilah ini dapat disepadankan dan umum diterjemahkan menjadi siluman. Makhluk ini dipercaya banyak menghuni area seperti rawa-rawa, hutan, dan sebagainya. Onom kerapkali dicirikan dengan wujud yang menyerupai manusia pada umumnya, tetapi berpakaian abnormal yaitu didominasi oleh bahan pakaian yang terbuat dari bambu dan akar-akaran di sekujur tubuhnya, mulai dari kalung yang digunakan hingga aksesoris di pergelangan tangan dan kakinya. Onom juga memiliki perilaku yang tak lazim ketika berada di kerumunan orang banyak. Masyarakat yang melihat ciri-ciri tersebut dihimbau untuk membiarkan dan tak mengganggunya, karena bila himbauan tersebut dilanggar, maka dipercaya akan terjadi hal-hal kurang baik.[a][2]
Kini, sebutan onom lebih mengerucut pada makhluk halus yang khusus dipercaya menghuni rawa di kawasan Kabupaten Ciamis, terutama daerah Ciamis Tenggara dan sekitarnya, seperti Lakbok dan Kota Banjar.[3] Menurut Legenda, onom sering menghadiri perayaan pesta yang dilakukan oleh para Bupati Galuh (nama lama Ciamis) serta senantiasa menjaga para keturunannya.[4] Tempat-tempat yang umumnya diyakini sebagai tempat bersarangnya para onom di antaranya yaitu Rawa Lakbok (Puloerang, Lakbok) dan Pulo Majeti (Purwaharja, Banjar).[5][6]
Etimologi
[sunting | sunting sumber]Peristilahan onom dapat dilacak asal-usul keberadaanya dari bahasa Sunda Kuno. Salah satu prasasti berupa piteket[b] dari Kerajaan Sunda yang dikeluarkan pada masa kekuasaan Sri Baduga Maharaja dan kini dinamakan sebagai Prasasti Kebantenan—sesuai tempat penemuannya di Kebantenan, Bekasi—menyuratkan adanya frasa yang ditransliterasikan berdasarkan ejaan Sunda Kuno menjadi lǝvǝṁ comon (ejaan Sunda Modern: leuweung comon) pada lempeng E.43 khususnya bagian belakang, yang diartikan sebagai 'hutan berhantu'. Lebih lengkapnya, hasil transliterasi dan terjemahan isi prasasti yang memuat frasa tersebut adalah sebagai berikut (baris 4-6 bagian depan & baris 1-3 bagian belakang).[7]
Catatan: frasa yang dimaksud bercetak tebal.
Transliterasi Gunawan & Griffiths (2021)[7] | Transliterasi alternatif[8] | Transliterasi Ejaan Sunda Modern | Terjemahan Sunda Modern[8] | Terjemahan Indonesia[9] |
---|---|---|---|---|
...mulaḥ vaya nu ṅahəryanan ya, ○ tebeḥ timur haṁgat· ciraAb·, ka saṁ hyaṁ salila, ti barat· haṁgat· ru‹ṁ›səb·, ka mu‹ñ›jul· ka ci- bakekeṁ, ciho‹ñ›je, ka mu(ha)ra cimu‹ñ›caṁ pun·, ti kiḍul· haṁgat· L̥vəṁ comon·, mulaḥ mo mihape ya, kena na ḍevasasana saṁgar kami ratu, saparaḥ jalan· gəḍe, kagiraṁkən·, L̥maḥ laraṁṅa○n· pigəsanən·na para viku... | ...mulah waya nu ngaheuryanan, tébéh timur haŋgat ciraab ka saŋ hyaŋ salila, ti barat haŋgat ruseb ka mu(ny)jul ka ci bakékéŋ ciho(ny)jé ka muhara cimu(ny)caŋ pun, ti kidul haŋgat leuweuŋ comon, mulah mo mihapé ya, kéna na déwa sasana saŋgar kami ratu, saparah jalan gedé kagiraŋkeun, lemah laraŋngan, pigeusaneun na para wiku... | ...mulah waya nu ngaheuryanan, tébéh timur hanggat ciraab ka sang hyang salila, ti barat hanggat ruseb ka mu(ny)jul ka ci bakékéng ciho(ny)jé ka muhara cimu(ny)cang pun, ti kidul hanggat leuweung comon, mulah mo mihapé ya, kéna na déwa sasana sanggar kami ratu, saparah jalan gedé kagirangkeun, lemah larangngan, pigeusaneun na para wiku... | ...ulah aya nu ngulinkeun, ti béh wétan ti Ciraab nepi sang hyang Salila, ti kulon ti ruseb nepi munjul, ka Cibakékéng, Cihonjé, nepi ka muara Cimuncang, ti kidul nepi ka leuweung Comon, ulah teu miroséa sabab dasa sasana tempat pamujaan raja urang, sapaparat jalan gedé kagirangkeun, éta taneuh larangan pikeun ngageugeuhna para wiku... | ...janganlah ada yang mempermainkan. (Batasnya) di sebelah timur dari Ci Raub sampai Sanghyang Salila, di barat dari Rusĕb sampai Munjul, ke Ci Bakekeng, Ci Honje, (sampai) ke muara Ci Muncang, di selatan dari hutan comon. Jangan tidak mengindahkan, karena Dewasasana sanggar (pemujaan) raja kami. Sepanjang jalan besar ke arah hulu adalah tanah larangan yang telah disediakan untuk para wiku... |
Kata comon dalam bahasa Sunda Kuno berpadanan dengan onom dalam bahasa Sunda Modern karena adanya korespondensi antara fonem w dan c dalam bahasa Sunda.[c] Diperkirakan, perkembangan linguistik yang terjadi adalah fonem c pada kata comon berubah menjadi fonem w (womon) pada suatu masa, sebelum pada akhirnya kehilangan fonem w pada posisi depan dan kemudian bermetatesis serta berubah menjadi onom.[10]
Referensi
[sunting | sunting sumber]Keterangan
[sunting | sunting sumber]- ^ Perkara malapetaka yang terjadi dapat berupa terserangnya berbagai macam penyakit, seperti sakit panas, kedinginan atau sakit lainnya.
- ^ Piteket dapat dimaksudkan sebagai piagam penanda peringatan yang mencakup kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan oleh penguasa.
- ^ Bandingkan antara kata waringin dan caringin 'beringin'.
Catatan kaki
[sunting | sunting sumber]- ^ "onom". KBBI VI Daring.
- ^ Amalia (2022), hlm. 73.
- ^ Hardjasaputra (2004), hlm. 6.
- ^ Wildan (2005), hlm. 123-125.
- ^ Lubis (1998), hlm. 255-256.
- ^ Danadibrata (1979), hlm. 46.
- ^ a b Gunawan & Griffiths (2021), hlm. 166.
- ^ a b "Prasasti Kebantenan II". Yayasan Riksa Aksara Sunda.
- ^ Septiani (2010), hlm. 25.
- ^ Gunawan & Griffiths (2021), hlm. 168.
Bibliografi
[sunting | sunting sumber]- Amalia, R. (2022). Kearifan Ekologi dalam Naskah Dedongengan Jilid II: Studi Teks “Wana Ing Siluman” Karya Wirapremana. Prosiding Konferensi Nasional Etnoparenting (Bandung, 5 Juli 2022) (Paper). 1. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. hlm. 69–86.
- Danadibrata, R.A. (1979). Onom jeung Rawa Lakbok. Jakarta: Pustaka Jaya. OCLC 6427341.
- Gunawan, A.; Griffiths, A. (2021). "Old Sundanese inscriptions: Renewing the philological approach". Archipel. 101: 131–208. doi:10.4000/archipel.2365.
- Hardjasaputra, A.S. (2004). Bupati di Priangan: dan kajian lainnya mengenai budaya Sunda. Bandung: Pusat Studi Sunda. OCLC 71345829.
- Lubis, N.H. (1998). Kehidupan kaum ménak Priangan, 1800-1942. Bandung: Pusat Informasi Kebudayaan Sunda. OCLC 39515180.
- Septiani, S. (2010). Aktivitas keagamaan masyarakat kerajaan Sunda abad ke-14 hingga awal abad ke-16 masehi berdasarkan data tertulis dan tinggalan arkeologi : sebuah penelitian awal (Tesis S1). Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia. https://lib.ui.ac.id/detail?id=20160978.
- Wildan, D. (2005). Sejarah Ciamis. Ciamis & Bandung: Kerja sama Pemerintah Kabupaten Ciamis, LPPM Universitas Galuh [dengan] Humaniora, Buahbatu, Bandung. OCLC 237324336.
Pranala luar
[sunting | sunting sumber]- Rawa Onom di Warisan Budaya Takbenda Indonesia
- Sasakala Rawa Onom, Legenda Rawa Onom di YouTube oleh kuninganmedia