95 dalil Luther

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Sebuah cetakan laman tunggal dari 95 dalil Luther dalam dua kolom
Cetakan Nuremberg 1517 dari 95 dalil Luther seperti sebuah papan penanda, sekarang di Perpustakaan Negeri Berlin

95 dalil Luther atau Bantahan Martin Luther terhadap Kuasa dan Keampuhan Indulgensia (bahasa Latin: Disputatio pro declaratione virtutis indulgentiarum[a]) adalah sebuah daftar proporsi untuk persengketaan akademik yang ditulis pada 1517 oleh Martin Luther, profesor teologi moral di Universitas Wittenberg, Jerman. Dalil-dalil memajukan tuntutan-tuntutan Luther melawan ia yang ia anggap perbuatan tercela yang dilakukan oleh para imam yang menjual indulgensia, yang merupakan sertifikat yang dipercaya mengurangi hukuman temporal untuk dosa-dosa yang dikeluarkan oleh para imam itu sendiri atau kasih mereka dalam purgatorium. Dalam dalil-dalil tersebut, Luther mengklaim bahwa pengampunan yang diminta oleh Yesus dalam rangka agar dosa-dosa diampuni melibatkan kesadaran spiritual dari dalam diri dan bukannya sistem pertobatan sakramental dalam Gereja Katolik. Ia berpendapat bahwa indulgensia membuat umat Kristen terjauhkan dari pengampunan yang sebenarnya dan kesedihan karena dosa, meyakini bahwa mereka dapat mengampuninya dengan memusnahkan indulgensia. Menurut Luther, mereka juga memperalat umat Kristen dari pemberian kepada kaum miskin dan penunjukkan tindakan berbelaskasihan lainnya, yang meyakini bahwa sertifikat indulgensia lebih bernilai secara spiritual. Meskipun Luther mengklaim bahwa pendapat-pendapatnya tentang indulgensia ditujukan kepada orang-orang Paus, dalil-dalil tersebut menantang sebuah bulla kepausan abad keempat belas yang menyatakan bahwa Paus menggunakan harta kekayaan gereja dan barang-barang dari orang-orang suci pada masa lampau untuk mengampuni hukuman temporal terhadap dosa-dosa. Dalil-dalil tersebut lebih dijadikan sebagai bahan perdebatan ketimbang keperluan mewakili pendapat-pendapat Luther, namun Luther kemudian mengklarifikasikan pandangannya dalam Penjelasan Persengketaan Terkait Nilai Indulgensia.

Luther mengirim dalil-dalil tersebut melalui sebuah surat kepada Albert dari Brandenburg, Uskup Agung Mainz, pada 31 Oktober 1517, sebuah tanggap yang sekarang dianggap sebagai dimulainya Reformasi Protestan dan dirayakan setiap tahun sebagai Hari Reformasi. Luther juga menempelkan dalil-dalil tersebut di pintu Gereja Seluruh Orang Kudus, dan gereja-gereja lainnya di Wittenberg sesuai dengan kebiasaan Universitas pada 31 Oktober atau pertengahan November. Dalil-dalil tersebut sengan cepat dicetak ulang, diterjemahkan, dan disebarkan di seluruh Jerman dan Eropa. Mereka menginisiasikan perang pamflet dengan imam indulgensia Johann Tetzel, yang makin menyebarkan ketenaran Luther. Pembangkangan gerejawi Luther membuatnya dicap bidaah, yang berujung pada ekskomunikasi-nya pada 1521. Meskipun dalil-dalil tersebut merupakan awal dari Reformasi Protestan, Luther tidak menganggap indulgensia sepenting materi-materi teologi lainnya yang memisahkan gereja, seperti justifikasi oleh iman dan bundelan kehendak. Puncak masalah tersebut datang kemudian, dan ia tidak memandang penulisan dalil-dalil tersebut sebagai titik dimana kepercayaannya memisahkan diri dari Gereja Katolik.

Latar belakang

Reformasi Protestan
Reformasi
Sejarah dan asal-usul
Sejarah Protestanisme
Gerakan dan denominasi
Protestanisme
Reformator Protestan
Pendahulu

Martin Luther, profesor teologi moral di Universitas Wittenberg dan imam kota,[2] menulis 95 dalil menentang praktik kontemporer dari gereja dengan menekankan indulgensia. Dalam Gereja Katolik, satu-satunya gereja Kristen yang berpraktek di Eropa pada masa itu, indulgensia adalah bagian dari Ekonomi Keselamatan. Dalam sistem tersebut, dimana umat Kristen berdosa dan diampuni, dosa-dosa tersebut dilupakan dan tak akan mendapatkan hukuman abadi di neraka, namun masih diberi hukuman temporal.[3] Hukuman tersebut berupa memberikan karya-karya Kasih.[4] Jika hukuman temporal tidak dilakukan semasa hidup, hal tersebut akan dilakukan dalam api penyucian. Dengan sebuah indulgensia (yang dapat diterjemahkan menjadi "kebaikan"), hukuman temporal tersebut akan ditarik.[3] Di bawah penyalahgunaan sistem indulgensia, rohaniwan memanfaatkannya dengan menjual indulgensia dan Paus memberikan sanksi resmi berupa denda.[5]

Potongan kayu dari seorang penjual indulgensia di sebuah gereja dari sebuah pamflet 1521

Para Paus kemudian menarik biaya dari penjualan indulgensia, yang menyediakan penarikan bagi hukuman temporal yang masih tersisa manapun karena dosa, dan hal tersebut dilakukan atas perantara orang-orang yang meyakini api penyucian. Hal ini berujung pada perkataan populer, "Seperti halnya sebuah koin dalam cincin, jiwa berasal dari api penyucian". Para teolog di Universitas Paris telah mengkritik perkataan tersebut pada akhir abad kelima belas.[6] Para kritikus indulgensia awal meliputi John Wycliffe, yang menyangkal bahwa Paus memiliki yuridiksi atas api penyucian. Jan Hus dan para pengikutnya telah mengadvokasikan sistem penghukuman yang lebih baik, dimana indulgensia tidak diikutsertakan.[7] Johannes von Wesel juga menyerang indulgensia pada akhir abad kelima belas.[8] Para penguasa politik berkepentingan dalam mengendalikan indulgensia karena ekonomi-ekonomi lokal bergejolak saat uang-uang dari indulgensia pergi dari wilayahnya. Para penguasa seringkali mendapatkan bagian mengolah atau melarang indulgensia, seperti halnya Adipati George dalam Saxony Elektoral Luther.[9]

Pada 1515, Paus Leo X memanfaatkan keuntungan dari penjualan indulgensia untuk membiayai pembangunan Basilika Santo Petrus di Roma.[10] Hal tersebut kemudian diterapkan pada hampir dosa manapun, termasuk zina dan pencurian. Seluruh penerapan indulgensia lainnya dilakukan selama delapan tahun. Para imam indulgensia diberi pengarahan ketat tentang bagaimana indulgensia diterapkan, dan mereka lebih menekankan indulgensia ketimbang orang-orang indulgensia pada masa sebelumnya.[11] Johann Tetzel memerintahkan penerapan dan penjualan indulgensia pada 1517, dan kampanyenya di kota-kota dekat Wittenberg memerintahkan beberapa orang Wittenberg untuk mengunjungi kota-kota tersebut dan menawarkannya, sejak penjualannya telah dilarang di Wittenberg dan kota-kota Saxon lainnya.[12]

Gereja Kastil di Wittenberg di Kekaisaran Romawi Suci menyimpan salah satu koleksi artefak keagamaan terbesar di Eropa, yang dikumpulkan oleh Frederick III, Elektor Saxony.

Pada saat itu, ada keyakinan bahwa seseorang yang melihat relikui akan memperoleh pengampunan dari penghukuman sementara atas dosa-dosanya di api penyucian. Pada 1509 Frederick telah memiliki lebih dari 5.000 buah relikui, "termasuk botol-botol kecil berisi susu Bunda Maria, jerami dari palungan [Yesus], dan tubuh salah seorang yang tidak bersalah yang dibantai oleh Raja Herodes."[13]

Relikui-relikui ini disimpan di tempat penyimpanan khusus dan diperlihatkan setahun sekali kepada umat untuk dihormati. "Pada 1509, masing-masing pengunjung yang saleh yang menyumbang untuk pemeliharan Gereja Kastil mendapatkan indulgensia sebanyak seratus hari untuk setiap relikui."

Pada 1520 Frederick telah memiliki lebih dari 19.000 relikui, yang memungkinkan para peziarah yang melihatnya menerima indulgensia yang akan mengurangi masa mereka di api penyucian sebanyak 5.209 tahun.[13]

Sebagai bagian dari upaya pengumpulan dana yang ditugasi oleh Albertus dari Mainz ( Uskup Agung Mainz) dan Paus Leo X untuk membiayai renovasi Basilika Santo Petrus di Roma, Johann Tetzel seorang [imam]] Dominikan mulai menjual surat-surat indulgensia. Meskipun pangeran yang berkuasa di daerah Luther, Frederick III, dan pangeran dari wilayah tetangganya, George, Duke dari Sachsen, melarang penjualan tersebut di wilayah mereka, umat di wilayah Luther bersedia menempuh perjalanan untuk membelinya. Ketika orang-orang ini datang untuk melakukan pengakuan dosa, mereka memperlihatkan surat indulgensia mereka yang lengkap, dan mengklaim bahwa mereka tidak perlu lagi mengakui dosa-dosa mereka, karena dokumen itu menjanjikan pengampunan untuk dosa-dosa mereka.

Dipakukan atau dikirim?

Menurut sebuah laporan yang ditulis oleh Philipp Melanchthon pada 1546, Luther mencantumkan ke-95 dalil itu di pintu Gereja Kastil di Wittenberg, Jerman, 31 Oktober 1517. Beberapa ahli telah mempertanyakan keakuratan laporan ini, karena mereka memperhatikan bahwa tidak ada bukti sezaman yang ada untuk menopangnya. [14]

Yang lainnya telah membantah bahwa bukti seperti itu tidak perlu, karena tindakan ini adalah cara yang lazim untuk mengumumkan suatu kejadian di sebuah kampus universitas pada masa Luther.[15] Pintu-pintu gereja pada masa itu berfungsi mirip sekali dengan papan pengumuman. Yang lainnya lagi berpendapat bahwa pemasangan dalil itu mungkin sekali terjadi sekitar November 1517. Kebanyakan sepakat bahwa, setidak-tidaknya, Luther mengirimkan dalil-dalil ini kepada Uskup Agung Mainz, Paus, teman-temannya dan universitas-universitas lain pada hari itu.[16]

Yang paling mutakhir, pada Februari 2007, media melaporkan bahwa sebuah catatan tulisan tangan oleh sekretaris Luther Georg Rörer, ditemukan di perpustakaan universitas di Jena, tampaknya mengukuhkan laporan tradisional bahwa Luther memakukan dalil-dalil ini di pintu tersebut. Penemuan baru ini masih harus diselidiki oleh para ahli.[17]

Apakah dalil-dalil ini memang dipasang di pintu gereja atau tidak, tidaklah terlalu penting. Yang penting adalah tanggapan dan kejadian-kejadian yang terjadi sesudahnya. Yang penting ialah bahwa pada tanggal 31 Oktober 1517 “Luther mendekati para pemimpin gereja yang kompeten dengan seruannya yang mendesak untuk mengadakan pembaruan. Pada hari itu ia menyampaikan kepada mereka dalil-dalilnya dan permintaan bahwa mereka menyerukan dihentikannya kegiatan-kegiatan yang tidak pantas dari para pengkhotbah indulgensia. Ketika para uskup tidak menanggapi, atau ketika mereka berusaha untuk hanya menghindarinya, Luther mengedarkan dalil-dalilnya ini secara pribadi. Dalil-dalil ini segera menyebar dan dicetak di Nurenberg, Leipzig, dan Basel. Tiba-tiba tulisannya itu bergema di seluruh Jerman hingga ke luar perbatasannya.” [18]

Reaksi kepada ke-95 dalil

Ke-95 dalil Luther.

Sulit menentukan dan menunjuk pada reaksi kepada ke-95 dalil itu karena begitu banyak yang terjadi pada saat yang bersamaan. Untuk benar-benar bisa mengaitkan suatu kejadian atau Gereja kepada dalil-dalil Luther sungguh sulit. Namun apa yang dapat kita pastikan ialah bahwa Luther menghasilkan dampak yang luar biasa kepada dunianya. Ke-95 dalilnya ini menjadi sangat populer dalam waktu yang sangat singkat. Gagasan-gagasannya tidak hanya berbicara kepada suatu kelompok masyarakat saja, karena para pengikutnya datang dari segala golongan. Namun, para pendukungnya yang bangsawan tidak selalu mengikuti doktrinnya. Penyitaan biara dan tanah-tanahnya menarik bagi para pangeran yang mengalami masalah-masalah keuangan. [19]

Paus Leo X berharap agar Martin Luther mencabut apa yang disebutnya sebagai ke-41 kesalahan Gereja, sebagian dari ke-95 dalilnya dan lain-lainnya dari tulisan-tulisan dan ucapan-ucapan yang dianggap berasal dari Luther. Luther menolaknya di hadapan Diet Worms pada 1521, dan dengan demikian secara simbolis memulai Reformasi Protestan.[20]

Bibliografi

  • Erwin Iserloh The Theses Were Not Posted: Luther Between Reform and Reformation. terj. oleh Jared Wicks, S.Y.. Boston: Beacon Press, 1968.

Catatan kaki

  1. ^ Cummings 2002, hlm. 32.
  2. ^ Junghans 2003, hlm. 23, 25.
  3. ^ a b Brecht 1985, hlm. 176.
  4. ^ Wengert 2015a, hlm. xvi.
  5. ^ Noll 2015, hlm. 31.
  6. ^ Brecht 1985, hlm. 182.
  7. ^ Brecht 1985, hlm. 177.
  8. ^ Waibel 2005, hlm. 47.
  9. ^ Brecht 1985, hlm. 178, 183.
  10. ^ Brecht 1985, hlm. 178.
  11. ^ Brecht 1985, hlm. 180.
  12. ^ Brecht 1985, hlm. 183.
  13. ^ a b Martin Treu, Martin Luther in Wittenberg: A Biographical Tour (Wittenberg: Saxon-Anhalt Luther Memorial Foundation, 2003), 15.
  14. ^ Iserloh, Erwin. The Theses Were Not Posted. Toronto: Saunders of Toronto, Ltd., 1966.
  15. ^ Helmar Junghans, "Luther's Wittenberg," in The Cambridge Companion to Martin Luther, ed. Donald K. McKim (New York: Cambridge University Press, 2003), 26
  16. ^ Junghans, 26.
  17. ^ E.g., "Neuer Beleg für Luthers Thesenanschlag". SPIEGEL Online. 1 Februari 2007.  (Jerman)
  18. ^ Iserloh, Erwin. The Theses Were Not Posted. Toronto: Saunders of Toronto, Ltd., 1966.
  19. ^ • Edwards, Mark. Luther: A Reformer for the Churches. Philadelphia: Fortress Press, 1983.
  20. ^ Schaff, Philip, History of the Christian Church, Vol VII, Bab III.

Pranala luar



Kesalahan pengutipan: Ditemukan tag <ref> untuk kelompok bernama "lower-alpha", tapi tidak ditemukan tag <references group="lower-alpha"/> yang berkaitan