Babi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 24 Januari 2020 07.46 oleh Aans03 (bicara | kontrib)
Babi
Sus scrofa domesticus

Rekaman

Taksonomi
KerajaanAnimalia
FilumChordata
KelasMammalia
OrdoArtiodactyla
FamiliSuidae
GenusSus
SpesiesSus scrofa
SubspesiesSus scrofa domesticus
Erxleben, 1777
Babi filipina (Sus philippensis)

Babi adalah sejenis hewan ungulata yang bermoncong panjang dan berhidung lemper dan merupakan hewan yang aslinya berasal dari Eurasia. Babi merupakan omnivora yang berarti mereka mengonsumsi daging maupun tumbuh-tumbuhan. Selain itu, babi termasuk salah satu mamalia yang paling cerdas, dan dilaporkan lebih pintar dan mudah dipelihara dibandingkan dengan anjing dan kucing.

Biologi


Taksonomi

Babi domestik sering dianggap sebagai subspesies dari babi hutan, yang diberi nama Sus scrofa oleh Carl Linnaeus pada 1758 setelah ini, nama resmi babi domestik adalah Sus scrofa domesticus.[1][2] Namun, pada 1777, Johann Christian Polycarp Erxleben mengklasifikasikan babi domestik sebagai spesies terpisah dari babi hutan. Dia memberinya nama Sus domesticus, yang masih digunakan oleh beberapa ahli taksonomi. [13] [14]

Sejarah


Reproduksi


Perilaku


Jenis


Pertanian

Ketika digunakan sebagai ternak, babi domestik kebanyakan diternak untuk dagingnya, babi. Produk makanan lain yang terbuat dari babi termasuk sosis babi (yang meliputi selubung yang dibuat dari usus), daging asap, gammon, ham dan kulit babi. Kepala babi dapat digunakan untuk membuat jeli yang diawetkan yang disebut keju kepala, yang kadang-kadang dikenal sebagai brawn. Hati, chitterling, darah (untuk puding hitam), dan jeroan babi lainnya juga banyak digunakan untuk makanan. Dalam beberapa agama, seperti Yudaisme dan Islam, babi adalah makanan yang tabu. Sekitar 1,5 miliar babi disembelih setiap tahun untuk daging.[3]

Penggunaan susu babi untuk konsumsi manusia memang terjadi, tetapi karena ada kesulitan tertentu dalam memperolehnya, ada sedikit produksi komersial.

Babi ternak dipamerkan di pameran pertanian, dinilai sebagai stok pejantan dibandingkan dengan fitur standar dari masing-masing ras babi, atau dalam kelas komersial di mana hewan-hewan tersebut dinilai terutama berdasarkan kelayakan mereka untuk disembelih untuk menyediakan daging premium.

Kulit babi digunakan untuk menghasilkan sarung jok, pakaian, kulit babi, dan barang-barang lainnya.

Di beberapa negara berkembang dan maju, babi domestik biasanya dipelihara di luar ruangan dalam pekarangan atau ladang. Di beberapa daerah, babi dibiarkan mencari makan di hutan di mana mereka bisa dirawat oleh babi hutan. Di negara-negara industri seperti Amerika Serikat, peternakan babi domestik telah beralih dari peternakan babi tradisional menjadi peternakan babi intensif skala besar. Ini menghasilkan biaya produksi yang lebih rendah, tetapi dapat menyebabkan masalah kekejaman yang signifikan. Karena konsumen mulai peduli dengan perlakuan manusiawi terhadap ternak, permintaan akan daging babi yang digembalakan di negara-negara ini telah meningkat.[4]

Biologi


Penelitian medis

Penelitian medis banyak menggunakan babi, karena secara anatomi dan fisiologi (fungsi) mirip hingga 90 persen dengan manusia, walaupun sistemnya berbeda. Babi adalah pemakan segala (omnivora) seperti manusia di mana ukuran dan fungsi jantung, ginjal dan pankreas babi mirip manusia. Hingga tahun 1980-an insulin dibuat dengan bantuan babi, tetapi sekarang ini semua insulin adalah sintetis. Ilmuwan telah berhasil mengunakan kelep jantung babi untuk manusia dan bertahan hingga 15 tahun, implan otot kaki manusia juga telah berhasil dibuat dari jaringan kandung kemih babi dan yang terbaru ilmuwan telah berhasil melakukan implan jantung babi yang telah direkayasa genetika pada primata. Alat-alat kedokteran dan juga obat-obat baru juga sering dites menggunakan babi. Dan yang terutama, babi mudah didapatkan dan murah, sehingga dapat mendampingi tikus putih dan kelinci dalam penelitian medis, penggunaan babi juga boleh dikatakan tidak mendapatkan tentangan dari pecinta hewan.[5]

Babi sebagai makanan

Dalam beberapa kepercayaan agama Abrahamik, babi tidak boleh untuk disentuh (najis) dan dianggap haram untuk dikonsumsi. Contohnya adalah seperti ditulis dalam kitab suci agama Islam al-Quran. Babi juga diharamkan untuk dikonsumsi dalam agama Yahudi dan Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh di agama Kristen.

Babi sendiri sebenarnya telah diternak dan dikonsumsi selama ribuan tahun oleh orang Eropa dan orang Asia kebanyakan. Babi adalah makanan yang umum di nusantara sebelum masuknya agama Islam dari Timur Tengah. Beberapa suku bangsa di Indonesia yang masih menjalankan tradisi aslinya selain suku Tionghoa-Indonesia masih mengonsumsi babi sebagai makanan keseharian, seperti Suku Dayak, suku Bali, Toraja, Papua, Batak, Manado, dll. Dalam masyarakat Jawa, babi disebut celeng dan juga merupakan hewan ternak yang umum sebelum menyebarnya agama Islam yang mengharamkan babi di Nusantara.

Masakan dari daging babi

  • Babi panggang merah (manis) khas Tionghoa.
  • Babi panggang putih (asin) khas Tionghoa.
  • Sekba: Masakan berisi jeroan babi dengan kuah khas Tionghoa (Jakarta, Bogor, Bandung, Tangerang).
  • Kitoba: Irisan bagian kepala babi yang diolah dengan cara dikukus. Untuk menikmatinya harus dicelupkan ke dalam cuka aren yang disediakan khas Tionghoa Bogor.
  • Sate babi khas Tionghoa: Daging sate seperti pada umumnya, namun tusukannya lebih besar dan rasanya manis.
  • Ngo hiang / Go Hiong: Daging babi cincang yang dibungkus dengan kulit kembang tahu tipis (Jakarta, Bogor, Bandung).
  • Babi cin: Hidangan daging babi ditambah minyak dengan kuah yang rasanya manis karena kecap manis.
  • Bakut: Hidangan khas Tionghoa yang merupakan paduan dari sayur asin dan kaldu iga babi (dapat dijumpai di seluruh Indonesia).
  • Wadi: Olahan daging babi khas suku Dayak.
  • Jane Kasam: Daging babi olahan khas suku Dayak.
  • Jane Pansoh: Daging babi panggang bambu khas suku Dayak Iban.
  • Pa'piong: Daging babi yang dipanggang menggunakan batang bambu khas suku Toraja.
  • Pantollo' Pammarasan: Olahan daging babi khas daerah Tana Toraja
  • Harinake: Masakan daging babi khas suku Nias.
  • Ni'owuru: Daging babi yang diawetkan dengan garam, makanan khas Suku Nias.
  • Se'i: Daging babi panggang khas Nusa Tenggara Timur.
  • Saksang: Olahan daging babi khas daerah Tapanuli.
  • Babi rica-rica: Daging babi olahan khas Manado yang rasanya sangat pedas.
  • Babi guling: Olahan daging babi khas Bali.
  • Babi putar: Olahan daging babi khas Manado yang umumnya disajikan pada saat perayaan
  • Babi panggang Karo: Daging babi diiris dan dipanggang dan dinikmati beserta saus yang berasal dari darah babi, cabai rawit, dan asam kencong khas dari suku Karo.
  • Lomok-lomok: Olahan khas suku Karo, agak mirip dengan saksang.
  • lawar babi: Olahan khas bali yang berupa daging babi yang dicincang dan dicampur dengan sayur-sayuran yang dicincang yang biasanya sayur nangka muda dan kacang panjang.
  • Songsui: Olahan daging babi khas Bangka.

Babi sebagai hewan peliharaan


Penyakit

DR Murad Hoffman, Daniel S Shapiro, MD, seorang Pengarah Clinical Microbiology Laboratories, Boston Medical Center, Massachusetts, dan juga merupakan asisten Profesor di Pathology and Laboratory Medicine, Boston University School of Medicine, Massachusetts, Amerika menyatakan terdapat lebih dari 25 penyakit yang bisa dijangkiti dari babi. Di antaranya:[butuh rujukan]

Galeri

Referensi

  1. ^ "Taxonomy Browser". ncbi.nlm.nih.gov. 
  2. ^ Anthea Gentry; Juliet Clutton-Brock; Colin P. Groves (2004). "The naming of wild animal species and their domestic derivatives" (PDF). Journal of Archaeological Science. 31 (5): 645–651. doi:10.1016/j.jas.2003.10.006. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 8 April 2011. 
  3. ^ "FAOSTAT". www.fao.org. Diakses tanggal 2020-01-24. 
  4. ^ Strom, Stephanie (2014-01-20). "Demand Grows for Hogs That Are Raised Humanely Outdoors". The New York Times (dalam bahasa Inggris). ISSN 0362-4331. Diakses tanggal 2020-01-24. 
  5. ^ Lusia Kus Anna (May 10, 2014). "Mengapa Babi Menjadi Hewan Penting dalam Riset Kedokteran". 

Pranala luar