Baru, Sinjai Tengah, Sinjai

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 20 Januari 2022 02.17 oleh Laha Bete (bicara | kontrib)
Baru
Peta lokasi Desa Baru
Peta lokasi Desa Baru
Negara Indonesia
ProvinsiSulawesi Selatan
KabupatenSinjai
KecamatanSinjai Tengah
Kode pos
92652
Kode Kemendagri73.07.04.2004
Luas10,54 km²
Jumlah penduduk2.109 jiwa
- 1.058 laki-laki
- 1.051 perempuan
Kepadatan200,09 jiwa/km²

Baru adalah desa di kecamatan Sinjai Tengah, Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan, Indonesia

Sejarah Desa

Desa Baru secara administratif dibentuk pada tahun 1962. Jika dirunut ke belakang maka wilayah yang ada sekarang adalah bekas daerah kekuasaan Akkarungeng Ba'nyira yang dipimpin oleh seorang Arung (setingkat kepala desa). Sistem ini adalah hal yang umum ditemui dalam sistem pemerintahan kerajaan Bugis sebelum Indonesia merdeka. Pasca kemerdekaan kerajaan-kerajaan ini menggabungkan diri ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dalam struktur pemerintahan baru, Akkarungeng Ba'nyira & Akkarungeng Halimping dilebur menjadi satu pada tahun 1962. Nama Baru dipilih sebagai nama desa yang merupakan akronim dari dua nama wilayah yaitu Ba'nyira & Haru (nama wilayah dalam Akkarungeng Halimping). Desa yang baru terbentuk ini dibagi menjadi 4 dusun yakni ; Banyira, Bua, Haru, & Halimping.[1]

Wilayah Desa Baru membentang sangat luas, termasuk dalam wilayah Sinjai Tengah, beririsan langsung di sebelah selatan dengan Kecamatan Sinjai Selatan, dan berbatasan dengan Kecamatan Sinjai Borong di barat. Dengan infrastruktur dan sarana transportasi yang masih sangat terbatas, diperlukan pembagian wilayah administras pemerintahan agar pelayanan & pembangunan bisa berjalan efektif & merata. Akhirnya, pada tanggal 19 September 1989, Dusun Haru & Dusun Halimping berdiri sendiri sebagai desa mandiri bernama Desa Saotanre.

Berikut daftar kepala desa yang memimpin Desa Baru sejak awal pembentukan :

- Andi Muh. Hasan Pakerra (1962-1976)

- Andi Muh. Ali Mappima (1976-1987)

- Andi Takbir Paduppa (pelaksana tugas/Camat Sinjai Tengah /1987-1990)

- Andi Abdul Majid, S.H. (1990-2008/2 Periode)

- Drs. Andi Nasrullah (2008-2013)

- Andi Asfar Hasan (pelaksana tugas /2013-2015)

- Andi Abdul Majid (2015-2022)


Pariwisata

Wisata Bulu Lanceng[2][3]

Pemandangan Lembah Dari Bulu Lanceng

Terletak di Dusun Lopi, sejak tahun 2019 tempat wisata ini dibuka untuk umum. Dilengkapi anjungan yang menjorok ke tebing curam & tinggi sehingga membuat pengunjung leluasa menikmati hamparan pemandangan lembah hijau dari ketinggian. Dari jauh siluet Gunung Bawakaraeng makin menambah keindahan pemandangan dari obyek wisata ini.

Pengunjung juga dapat menikmati fasilitas lain berupa swing (ayunan), sepeda gantung, & gazebo.

Sarana & Prasarana[4]

Pendidikan

- Pendidikan anak usia dini : 3

- Taman kanak-kanak : 1

- Sekolah dasar : 2

- Madrasah sanawiah Swasta : 1

Sekolah setingkat SMP & SMA belum ada, sehingga pelajar harus menempuh jarak minimal 5 km ke desa terdekat atau kota kecamatan. Warga desa yang ingin melanjutkan ke pendidikan tinggi, pada umumnya memilih kuliah di ibu kota kabupaten Sinjai, Kota Makassar, bahkan Kota Palu.

Kesehatan

Fasilitas kesehatan yang tersedia adalah 1 pustu/poskedes & 5 posyandu yang digawangi 1 orang tenaga kesehatan perawat. Dengan demikian warga yang membutuhkan layanan kesehatan sedang atau berat harus ke fasilitas kesehatan di ibu kota kecamatan atau ibu kota kabupaten.

Olahraga

Terdapat 2 buah lapangan sepak bola dan 1 lapangan bola volley di seluruh desa. Kompetisi olahraga rutin tahunan biasanya diselenggarakan di Lappadata, ibu kota kecamatan Sinjai Tengah.

Ibadah

Penduduk yang 100% muslim difasilitasi dengan 7 buah masjid dan 2 buah Musala.

Ekonomi

Lebih dari 60% warga berprofesi sebagai petani & peternak. Selebihnya adalah pedagang, profesional, karyawan, pegawai negeri sipil, & wirausaha lainnya.

Ada 484 jumlah KK/Kepala keluarga dan 50 KK di antaranya masih termasuk keluarga pra sejahtera.

Pertanian sebagai tumpuan ekonomi utama terbagi atas 153 HA lahan persawahan & 681 HA lahan perkebunan. Sisaanya seluas 24 HA merupakan hutan rakyat.

Hamparan Persawahan Desa Baru

Lahan persawahan Padi & Palawija menghasilkan padi, jagung, kacang tanah, ubi kayu, cabai, timun, & kacang panjang. Varietas lain ditanam dalam skala terbatas. Desa Baru sejak lama dikenal sebagai penghasil buah-buahan unggul di Sinjai, terutama langsat, rambutan, dan durian.

Penduduk pada umumnya juga menanam manggis, mangga, jeruk, pisang, nenas, & pepaya. Untuk tanaman perkebunan, petani bertumpu pada produksi kakao, cengkeh, vanili, lada, kemiri, kelapa, aren, dan kopi.

Geografis

Desa Baru terletak di perbukitan di tengah-tengah Kabupaten Sinjai dan tidak memiliki pantai sebagai mana halnya seluruh desa/kelurahan di Kecamatan Sinjai Tengah. Berjarak 6 km dari ibu kota kecamatan (Lappadata) dan 16 km dari ibu kota kabupaten (Sinjai). Ketinggian dari permukaan laut 350 m - 400 mdpl dengan kontur melandai di timur dan semakin curam di area perbukitan sebelah barat desa.

Di timur laut desa, elevasi tanah sangat kontras dengan area sekelilingnya yang berbukit-bukit memanjang seperti jari-jari tangan. Pemukiman penduduk terpusat di sepanjang punggung perbukitan mengikuti alur jalan utama desa. Di lahan miring yang mencapai kecuraman 45° dimanfaatkan sebagai area perkebunan sekaligus menjadi perantara pemukiman & persawahan di kawasan landai di kaki bukit. Satu desa dengan desa lainnya biasanya dipisahkan oleh hamparan persawahan luas dengan kontras mencolok rimbunnya pepohonan sepanjang aliran sungai di tengah-tengah persawahan.

Perbatasan Desa

- Timur , tenggara, dan selatan : Desa Talle, Kecamatan Sinjai Selatan.

- Sebelah barat : Desa Saotanre

- Sebelah utara: Desa Kanrung & Desa Saotengah

Sungai Bihulo, Pembatas Desa Baru & Desa Kanrung

Penanda perbatasan di sebelah barat dan selatan adalah sungai. Sungai Bihulo melintang sebagai perbatasan di utara dengan Desa Kanrung. Sungai ini juga difungsikan sebagai bendungan yang mengairi persawahan di beberapa desa di Sinjai Tengah hingga Sinjai Timur. Sedangkan di selatan, Sungai Paenre Lompoe menjadi perbatasan dengan Desa Talle.

Demografi

Populasi

Berdasarkan sensus penduduk 2020, Desa Baru seluas 10,54 km² dihuni oleh 2.109 jumlah penduduk yang terdiri dari 1.058 laki-laki & 1.051 perempuan.

Kepadatan penduduk adalah 200,09 jiwa/km². Laju pertumbuhan penduduk 0.08%/tahun. Pertumbuhan penduduk yang tergolong lambat selain dipengaruhi oleh suksesnya program Keluarga Berencana, juga diakibatkan tingginya tingkat perpindahan penduduk ke daerah lain atau kota-kota besar. Biasanya penduduk usia produktif yang telah menyelesaikan pendidikan tinggi & bekerja di kota, tidak kembali menetap. Demikian pula halnya warga yang sengaja merantau mencari pekerjaan di berbagai wilayah di Indonesia.

Agama & Suku Bangsa

Penduduk Desa Baru adalah Suku Bugis yang seluruhnya menganut agama Islam. Kegiatan keagamaan didukung dengan keberadaan 7 buah masjid & 2 musala.

Bahasa & dialek

Bahasa yang digunakan adalah Bahasa Bugis dialek Sinjai. Namun ada kekhasan lagi yang bisa dikenali dari intonasi maupun dialek yang membedakan penutur bahasa Bugis antar wilayah di Sinjai.

Di Desa Baru dialek & kosa kata cukup terpengaruh dengan rumpun bahasa Suku Konjo Pegunungan yang bertransisi di desa Pattongko, tetangga Desa Baru. Juga dipengaruhi dialek Bukukumba yang masuk melalui Sinjai Selatan. Sehingga ada perbedaan besar mendengarkan penutur bahasa Bugis dari Sinjai Utara (Sinjai Kota) yang mendapat pengaruh kuat dari logat Bugis Bone Selatan.

Adat Istiadat & Tradisi

Sebagai masyarakat suku Bugis dan beragama Islam, penduduk Desa Baru memiliki kekhasan dalam penyelenggaraan tata kehidupan. Tradisi & agama diintegrasikan dengan baik dalam segala aspek. Hingga saat ini beberapa hal yang masih dapat disaksikan & terus mewarnai kehidupan warga Desa Baru adalah :

Perkawinan[5]

Tradisi & adat perkawinan dalam masyarakat Desa Baru adalah salah satu hal yang sangat diantisipasi dan dipersiapkan bahkan sejak anak lahir. Orang tua yang memiliki anak laki-laki sebisa mungkin mempersiapkan tabungan/aset sejak dini untuk biaya rangkaian upacara pernikahan anaknya saat dewasa kelak. Hal ini didasari oleh tradisi bahwa pihak pengantin laki-laki adalah pihak yang menanggung biaya pernikahan pada dua keluarga yaitu keluarganya sendiri & pihak mempelai perempuan.

Mempelai laki-laki akan memberikan doi menre/mahar berupa uang dalam jumlah tertentu kepada pihak perempuan. Nilainya berkisar puluhan juta hingga ratusan juta rupiah. Itu pun masih harus dilengkapi dengan sompa(persembahan) berupa aset berharga tanah dan juga seserahan lainnya. Melihat besarnya nilai materi yang dibutuhkan dalam tradisi perkawinan ini, tak heran jika orang tua anak laki-laki sudah mempersiapkan diri sejak dini. Sedangkan orang tua anak perempuan memiliki beban lebih ringan secara materi karena menjadi pihak penerima.

Tradisi pernikahan dalam masyarakat desa baru mempersatukan adat & agama dalam batasan saling melengkapi & meninggikan. Tahapannya sebagai berikut :

  1. Mappese'-pese' (membuka jalan). Langkah awal pihak laki-laki mendekati pihak perempuan untuk melakukan pembicaraan awal perihal rencana melamar.
  2. Madduta (melamar). Mengajukan lamaran secara resmi dengan mengirimkan utusan khusus yang terdiri dari keluarga tertua terdekat beserta orang berpengalaman yang dituakan. Masyarakat Desa Baru tidak melamar melalui keluarga inti tapi diwakilkan ke keluarga terdekat lainnya yang dituakan. Biasanya saudara kandung atau sepupu bapak/ibu kandung.
  3. Mappettu ada (menetapkan waktu & mahar). Mahar/doi menre adalah salah satu elemen terpenting dalam rangkaian acara perkawinan orang Bugis. Tahapan menentukan jumlah mahar yang harus diserahkan pihak laki-laki ini menjadi penentu apakah pernikahan akan terjadi atau tidak. Jika tercapai kesepakatan maka hari pernikahan pun ikut ditentukan.
  4. Mappaenre' doi (mengantar mahar). Pihak laki-laki mengantarkan sejumlah mahar yang telah disepakati ke pihak perempuan. Ada perjamuan khusus untuk menerima iring-iringan pihak laki-laki.
  5. Mappaisseng (mengundang). Menyampaikan undangan adalah sebuah tahapan khusus yang sangat penting. Undangan dibagi menjadi undangan lisan & kartu undangan. Pengundang terdiri dari minimal dua orang memakai baju adat mendatangi rumah yang diundang satu persatu. Untuk tetangga terdekat & keluarga terdekat pengundang dilakukan oleh anggota keluarga inti dan undangan disampaikan secara lisan. Sedangkan undangan lainnya pengundang dapat diwakilkan kepada orang lain & undangan dapat disampaikan secara lisan atau dengan kartu undangan.
  6. Manre ade' & mappacing (perjamuan adat & malam berinai/penyucian). Integrasi tradisi & agama dapat disaksikan dalam prosesi ini. Kedua mempelai di rumah masing-masing melakukan prosesi ini secara terpisah. Manre ade' berupa malam perjamuan terhadap semua elemen tokoh adat desa. Hidangan disajikan mengikuti aturan adat tertentu. Setiap tokoh yang datang mendapatkan detail perlakuan berbeda sesuai jabatan adatnya. Hal ini bisa dilihat pada posisi duduk, jumlah serta susunan piring di hadapannya. Acara perjamuan ini dirangkaikan dengan prosesi simbolistik pembersihan/penyucian mempelai dengan daun paccing/pacar/inai.
  7. Mapparola (menjemput mempelai perempuan). Mempelai laki-laki dan rombongan menjemput mempelai perempuan. Iring-iringan dilengkapi pembawa seserahan berbaju adat. Di antara seserahan itu terdapat sorong yakni kotak anyaman bambu besar berisi aneka buah-buahan.
  8. Kahing & Mappasiluka (Ijab Kabul & sentuhan pertama). Prosesi utama pengesahan pernikahan secara adat, agama, & negara. Secara adat mempelai pria dituntun untuk melakukan sentuhan simbolik kepada mempelai perempuan. Simbol bahwa mereka sudah sah sebagai suami istri.
  9. Tudang botting (resepsi). Perjamuan besar untuk para undangan. Berlangsung di rumah mempelai perempuan dan laki-laki.
  10. Rangkaian acara paska pernikahan yang berisi tindakan pertama pengakraban kedua mempelai dan keluarga masing-masing. Mabbenni tellu penni/menginap pertama & mabbaiseng/pertemuan besan termasuk dalam rangkaian acara penutup ini.


Kematian[6]

Masyarakat Desa Baru termasuk dinamis dalam menerapkan kabiasaan, adat, dan tradisi. Dalam hal kebiasaan rangkaian penyelenggaraan kematian yang dalam bahasa Bugis disebut Ammateang, banyak penyesuaian yang kini diterapkan mengikuti keyakinan & spiritualitas masing-masing individu dan keluarganya.

Penyelenggaraan Jenazah

Secara umum penyelenggaraan jenazah mengikuti ketentuan dalam agama Islam meliputi ; memandikan, mengafankan, menyalatkan, & memakamkan. Unsur tradisi khas dapat dilihat pada perlakuan saat jenazah diantarkan ke pemakaman.

Warga mengusung jenazah memakai keranda khusus dari bambu. Perbedaan keranda terletak pada detail, jika dilengkapi halasuji (anyaman bambu) dengan susunan tertentu, berarti yang meninggal dari golongan bangsawan. Usungan dilengkapi dengan cekko-cekko (penutup) yang juga terbuat dari bambu melengkung setengah lingkaran, dan teddung (payung).

Yang unik, keranda saat pertama kali akan diusung ke pemakaman, diangkat lalu melangkah ke depan, diturunkan lagi lalu diangkat lagi. Diulang 3 kali baru benar-benar berjalan diikuti rombongan pengantar. Terkadang satu orang keluarga terdekat ikut naik di atas usungan di samping jenazah.

Setelah dimakamkan, keranda bambu dipotong-potong dengan kepercayaan tertentu. Cekko-cekko diletakkan mengikuti gundukan tanah makam dan teddung ditancapkan di atas arah kepala jenazah.

Semua detail tradisi tersebut di atas saat ini sudah banyak mengalami penyederhanaan menyesuaikan pemahaman yang meninggal semasa hidup atau atas permintaan keluarga.

Pasca Pemakaman

Setelah pemakaman, pihak keluarga & tetangga terdekat selama 3 malam berturut-turut akan mengadakan takziah khatam Al Quran. Ini disebut mabbilang penni atau menghitung malam. Selanjutnya akan diikuti prosesi malam ketujuh, empat puluh, 100, dan seterusnya. Diadakan penyembelihan sapi atau hewan ternak lainnya dalam prosesi tersebut.

Namun saat ini simplifikasi turut diserap dalam tahapan ini. Bagi kalangan Muhammadiyah prosesi ini tidak dijalankan lagi sehingga waktu setelah penguburan jenazah hanya diisi dengan menerima lawatan dari keluarga dan tetangga. Mereka bercengkerama penuh kekeluargaan selama beberapa hari, melepas rindu satu sama lain, lalu kembali ke kota atau domisili masing-masing. Tidak ada prosesi khusus & doa-doa untuk almarhum dilakukan secara pribadi.

Pemerintahan

Kantor Kepala Desa Baru

Desa Baru terdiri dari 4 dusun/Pedukuhan yaitu:

- Dusun Bongki

Fasilitas pelayanan desa seperti kantor desa, pustu, & masjid desa, terpusat di dusun ini. Kemiringan tanah paling landai dibandingkan dusun lainnya.

- Dusun Ba'nyira

Kebanyakan warga luar mengasosiasikan Desa Baru dengan nama Ba'nyira. Secara historis keseluruhan perkampungan yang sekarang menjadi wilayah Desa Baru dulu memang bernama Ba'nyira. Setelah beberapa pemekaran, Ba'nyira akhirnya menjadi nama khusus dusun yang diapit dusun Bongki & dusun Lopi.

- Dusun Lopi

Dusun yang berada di area pegunungan yang curam. Dulu perkampungan ini sebelum menjadi dusun sendiri bernama "Bulu'" yang berarti 'gunung". Di dusun ini terdapat objek wisata Bulu Lanceng yang memanjakan mata dengan panorama lembah hijau dari ketinggian tebing tinggi & terjal.

- Dusun Bua

Dusun paling barat yang berbatasan langsung dengan Desa Saotanre. Topografinya identik dengan dusun Lopi. Pemukiman diapit tebing dan jalan cenderung sempit berkelok-kelok tajam mengikuti profil permukaan tanah.

Ke empat dusun ini dibagi menjadi 5 RW (Rukun warga) dan 11 RT (Rukun tetangga).

Pemerintahan desa dipimpin oleh Kepala desa.

Referensi

  1. ^ Saotanre.Sideka.id 2018, Sejarah Desa, hlm. http://saotanre.sideka.id/profil/sejarah/.
  2. ^ Tribunnews 2020, Bulu Lanceng Sinjai Sudah Ramai Dikunjungi Kaum Milenial, Hutan Lona Jadi Latar Selfie, hlm. https://makassar.tribunnews.com/amp/2020/06/21/bulu-lanceng-sinjai-sudah-ramai-dikunjungi-kaum-milenial-hutan-lona-jadi-latar-selfie.
  3. ^ Google Map 2021, Bulu Lanceng, hlm. https://g.co/kgs/qDbVyG.
  4. ^ BPS Kabupaten Sinjai 2021, Sinjai Tengah Dalam Angka 2021, hlm. https://sinjaikab.bps.go.id/publication/2019/09/26/59ef30cbc922f77238920515/kecamatan-sinjai-tengah-dalam-angka-2019.html.
  5. ^ Fakultas Adab dan Humaniora UIN Makassar 2019, Integrasi Islam dan Budaya Lokal Dalam Perkawinan Adat di Sinjai, hlm. http://fah.uin-alauddin.ac.id/artikel/detail_artikel/331.
  6. ^ Andi Mappaewa/guruku.blogspot, 2016 Upacara Kematian Pada Suku Bugis, hlm. http://guruku84.blogspot.com/2016/05/upacara-kematian-pada-suku-bugis.html?m=1.