Djaoeh di Mata: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Hanamanteo (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
k Gemintang Albhugury memindahkan halaman Djaoeh Dimata ke Djaoeh di Mata: Judul yang benar
 
(17 revisi perantara oleh 12 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{artikel pilihan}}
{{artikel pilihan}}
{{Infobox film
{{Infobox film
| name = Djaoeh Dimata
|name = Djaoeh Dimata
| image = Djaoeh Di Mata ad.jpg
|image = Djaoeh Di Mata ad.jpg
| image size = 300
|image size = 300
| border =
|border =
| alt =
|alt =
| caption = Iklan koran, [[Surabaya]]
|caption = Iklan koran, [[Surabaya]]
| director =[[Andjar Asmara]]
|director =[[Andjar Asmara]]
| producer =
|producer =
| writer = Andjar Asmara
|writer = Andjar Asmara
| starring = {{plain list|
|starring = {{plain list|
*[[Ratna Asmara]]
*[[Ratna Asmara]]
*Ali Yugo
*Ali Yugo
}}
}}
| music =
|music =
| cinematography = A.A. Denninghoff-Stelling
|cinematography = A.A. Denninghoff-Stelling
| editing =
|editing =
| studio = South Pacific Film Corporation
|studio = South Pacific Film Corporation
| distributor =
|distributor =
| released = {{Film date|1948|||Hindia Belanda|df=yes}}
|released = {{Film date|1948|||Hindia Belanda|df=yes}}
| runtime =
|runtime =
| country = {{plain list|
|country = {{plain list|
*[[Indonesia]]
*[[Indonesia]]
*[[Hindia Belanda]]
*[[Hindia Belanda]]
}}
}}
| language = Indonesia
|language = Indonesia
| budget =
|budget =
| gross =
|gross =
}}
}}
'''''Djaoeh Dimata'''''{{efn|Sejumlah sumber kontemporer mencantumkan ejaan ''Djaoeh di Mata'', ''Djauh Dimata'', dan ''Djauh di Mata''.}} adalah film Hindia Belanda/Indonesia tahun 1948{{efn|Film ini dirilis saat [[Revolusi Nasional Indonesia]], ketika Indonesia sudah menyatakan merdeka sedangkan [[Hindia Belanda]] masih berdiri secara resmi.}} yang ditulis dan disutradarai [[Andjar Asmara]] untuk South Pacific Film Corporation (SPFC). Dibintangi [[Ratna Asmara]] dan Ali Yugo, film ini mengisahkan seorang wanita yang pergi mencari kerja di [[Jakarta]] setelah suaminya menjadi buta akibat kecelakaan. Sebagai film pertama buatan SPFC, ''Djaoeh Dimata'' dibuat selama dua sampai tiga bulan dan memakan biaya hampir 130000 [[gulden Hindia Belanda|gulden]].
'''''Djaoeh Dimata'''''{{efn|Sejumlah sumber kontemporer mencantumkan ejaan ''Djaoeh di Mata'', ''Djauh Dimata'', dan ''Djauh di Mata''.}} adalah film Hindia Belanda/Indonesia tahun 1948{{efn|Film ini dirilis saat [[Revolusi Nasional Indonesia]], ketika Indonesia sudah menyatakan merdeka sedangkan [[Hindia Belanda]] masih berdiri secara resmi.}} yang ditulis dan disutradarai [[Andjar Asmara]] untuk South Pacific Film Corporation (SPFC). Dibintangi [[Ratna Asmara]] dan Ali Yugo, film ini mengisahkan seorang wanita yang pergi mencari kerja di [[Jakarta]] setelah suaminya menjadi buta akibat kecelakaan. Sebagai film pertama buatan SPFC, ''Djaoeh Dimata'' dibuat selama dua sampai tiga bulan dan memakan biaya hampir 130.000 [[gulden Hindia Belanda|gulden]].


Sebagai [[Daftar film Hindia Belanda|film buatan domestik]] pertama yang dirilis dalam kurun lima tahun, ''Djaoeh Dimata'' mendapat sambutan hangat meski keuntungannya secara komersial dikalahkan oleh ''Air Mata Mengalir di Tjitarum'' besutan [[Roestam Sutan Palindih]] (dirilis tidak lama setelah ''Djaoen Dimata''). Para pemerannya masih aktif di industri perfilman Indonesia selama 30 tahun berikutnya dan SPFC memproduksi 6 film lagi sebelum ditutup tahun 1949. Salinan filmnya masih ada di [[Sinematek Indonesia]].
Sebagai [[Daftar film Hindia Belanda|film buatan domestik]] pertama yang dirilis dalam kurun lima tahun, ''Djaoeh Dimata'' mendapat sambutan hangat meski keuntungannya secara komersial dikalahkan oleh ''Air Mata Mengalir di Tjitarum'' besutan [[Roestam Sutan Palindih]] (dirilis tidak lama setelah ''Djaoeh Dimata''). Para pemerannya masih aktif di industri perfilman Indonesia selama 30 tahun berikutnya dan SPFC memproduksi 6 film lagi sebelum ditutup tahun 1949. Salinan filmnya masih ada di [[Sinematek Indonesia]].


==Alur==
== Alur ==
Asrad (Ali Yugo), seorang warga desa yang miskin, menjadi buta setelah mengalami kecelakaan lalu lintas dan tidak bisa bekerja. Akibatnya, istrinya Soelastri ([[Ratna Asmara]]) pergi merantau ke ibu kota [[Jakarta]]. Karena Asrad tidak memercayai istrinya dan khawatir ia selingkuh, Asrad mengirimkan surat kepadanya supaya ia tidak pulang. Soelastri menjadi penyanyi dan terkenal tanpa sepengetahuan Asrad. Lagunya yang paling populer, "Djaoeh Dimata", diputar berkali-kali di radio dan langsung menjadi lagu kesukaan Asrad. Akhirnya Soelastri dibawa pulang oleh Soekarto (Iskandar Sucarno). Soekarto berusaha menjadikannya pembantu bagi Asrad. Saat Asrad mengenali suara istrinya, mereka bersatu kembali.<ref>{{harvnb|Filmindonesia.or.id, Djaoeh Dimata}}; {{harvnb|Het Dagblad 1949, 'Djaoeh di Mata'}}</ref>
Asrad (Ali Yugo), seorang warga desa yang miskin, menjadi buta setelah mengalami kecelakaan lalu lintas dan tidak bisa bekerja. Akibatnya, istrinya Soelastri ([[Ratna Asmara]]) pergi merantau ke ibu kota [[Jakarta]]. Karena Asrad tidak memercayai istrinya dan khawatir ia selingkuh, Asrad mengirimkan surat kepadanya supaya ia tidak pulang. Soelastri menjadi penyanyi dan terkenal tanpa sepengetahuan Asrad. Lagunya yang paling populer, "Djaoeh Dimata", diputar berkali-kali di radio dan langsung menjadi lagu kesukaan Asrad. Akhirnya Soelastri dibawa pulang oleh Soekarto (Iskandar Sucarno). Soekarto berusaha menjadikannya pembantu bagi Asrad. Saat Asrad mengenali suara istrinya, mereka bersatu kembali.<ref>{{harvnb|Filmindonesia.or.id, Djaoeh Dimata}}; {{harvnb|Het Dagblad 1949, 'Djaoeh di Mata'}}</ref>


==Latar belakang==
== Latar belakang ==
Pada dua tahun pertama 1940-an, terjadi pertumbuhan industri perfilman [[Hindia Belanda]]. Lebih dari 40 [[Daftar film Hindia Belanda|film dalam negeri]] diproduksi saat itu.{{sfn|Biran|2009|pp=385–387}} Pasca [[pendudukan Jepang di Indonesia|pendudukan Jepang]] bulan Februari 1942, produksi film menurun drastis dan hampir semua studio film ditutup. Studio terakhir, Multi Film yang dimiliki [[Tionghoa Indonesia|etnis Tionghoa]], disita oleh Jepang untuk mendirikan perusahaan produksi filmnya sendiri, Nippon Eigasha, di ibu kota kolonial Jakarta. Penyitaan tersebut mencakup perlengkapan Multi Film yang dimanfaatkan Nippon Eigasha untuk membuat film fitur ''[[Berdjoang]]'' (1943) besutan [[Rd Ariffien]], enam film pendek, dan beberapa [[rekaman berita]]. Semuanya adalah [[propaganda Jepang pada Perang Dunia II|propaganda pro-Jepang]].{{sfn|Biran|2009|pp=339–343}}
Pada dua tahun pertama 1940-an, terjadi pertumbuhan industri perfilman [[Hindia Belanda]]. Lebih dari 40 [[Daftar film Hindia Belanda|film dalam negeri]] diproduksi saat itu.{{sfn|Biran|2009|pp=385–387}} Pasca [[pendudukan Jepang di Indonesia|pendudukan Jepang]] bulan Februari 1942, produksi film menurun drastis dan hampir semua studio film ditutup. Studio terakhir, Multi Film yang dimiliki [[Tionghoa Indonesia|etnis Tionghoa]], disita oleh Jepang untuk mendirikan perusahaan produksi filmnya sendiri, Nippon Eigasha, di ibu kota kolonial Jakarta. Penyitaan tersebut mencakup perlengkapan Multi Film yang dimanfaatkan Nippon Eigasha untuk membuat film fitur ''[[Berdjoang]]'' (1943) besutan [[Rd Ariffien]], enam film pendek, dan beberapa [[rekaman berita]]. Semuanya adalah [[propaganda Jepang pada Perang Dunia II|propaganda pro-Jepang]].{{sfn|Biran|2009|pp=339–343}}


Setelah [[Penyerahan diri Jepang|Jepang menyerah]] bulan Agustus 1945, sejumlah karyawan [[pribumi Indonesia]] di Nippon Eigasha mendirikan [[Berita Film Indonesia]] dan menjadi pengguna pertama studio tersebut. Perusahaan ini bekerja sama dengan pemerintah Indonesia yang baru saja [[proklamasi kemerdekaan Indonesia|diproklamasikan]].{{sfn|Danujaya|Tjasmadi|1992|p=50}} Selama [[Revolusi Nasional Indonesia|era revolusi]], pasukan sekutu Belanda dan Britania Raya menduduki Jakarta bulan November 1945. Belanda mengambil alih studio ini dan produksi [[rekaman berita]] di studio Multi Film dimulai tahun 1947 di bawah merek Regerings Film Bedrijf. Pada tahun selanjutnya, Belanda mendirikan anak perusahaan untuk memproduksi [[film fiksi]]. Perusahaan baru ini, South Pacific Film Corporation (SPFC), sebagian disubsidi oleh [[Netherlands Indies Civil Administration]], pengganti bekas pemerintah kolonial Hindia Belanda.{{sfn|Biran|2009|p=359}}
Setelah [[Penyerahan diri Jepang|Jepang menyerah]] bulan Agustus 1945, sejumlah karyawan [[pribumi Indonesia]] di Nippon Eigasha mendirikan [[Berita Film Indonesia]] dan menjadi pengguna pertama studio tersebut. Perusahaan ini bekerja sama dengan pemerintah Indonesia yang baru saja [[proklamasi kemerdekaan Indonesia|diproklamasikan]].{{sfn|Danujaya|Tjasmadi|1992|p=50}} Selama [[Revolusi Nasional Indonesia|era revolusi]], pasukan sekutu Belanda dan Britania Raya menduduki Jakarta bulan November 1945. Belanda mengambil alih studio ini dan produksi [[rekaman berita]] di studio Multi Film dimulai tahun 1947 di bawah merek Regerings Film Bedrijf. Pada tahun selanjutnya, Belanda mendirikan anak perusahaan untuk memproduksi [[film fiksi]]. Perusahaan baru ini, South Pacific Film Corporation (SPFC), sebagian disubsidi oleh [[Netherlands Indies Civil Administration]], pengganti bekas pemerintah kolonial Hindia Belanda.{{sfn|Biran|2009|p=359}}


==Produksi==
== Produksi ==
{{multiple image
{{multiple image
| footer = [[Ratna Asmara]] dan Ali Yugo, para bintang film ini
| footer = [[Ratna Asmara]] dan Ali Yugo, para bintang film ini
Baris 55: Baris 55:
SPFC mempekerjakan [[Andjar Asmara]], mantan jurnalis dan pengarang lakon yang aktif di Java Industrial Film milik [[The Teng Chun]] sebelum pendudukan Jepang, untuk menyutradarai ''Djaoeh Dimata''.{{sfn|Encyclopedia of Jakarta, Andjar Asmara}} Ia membuat naskahnya berdasarkan drama yang pernah ia karang berjudul serupa.{{sfn|Sumardjo|1992|p=247}} Akan tetapi, seperti masa-masa sebelum perang, Andjar yang merupakan pribumi Indonesia menjadi pemeran dan [[pengarah dialog]]. Sinematografer Belanda, A.A. Denninghoff-Stelling, memiliki kewenangan kreatif yang lebih besar atas hasil akhirnya.{{sfn|Biran|2009|p=359}} [[Max Tera]] menjadi asisten sinematografer di film [[hitam putih]] ini.{{sfn|Filmindonesia.or.id, Max Tera}}
SPFC mempekerjakan [[Andjar Asmara]], mantan jurnalis dan pengarang lakon yang aktif di Java Industrial Film milik [[The Teng Chun]] sebelum pendudukan Jepang, untuk menyutradarai ''Djaoeh Dimata''.{{sfn|Encyclopedia of Jakarta, Andjar Asmara}} Ia membuat naskahnya berdasarkan drama yang pernah ia karang berjudul serupa.{{sfn|Sumardjo|1992|p=247}} Akan tetapi, seperti masa-masa sebelum perang, Andjar yang merupakan pribumi Indonesia menjadi pemeran dan [[pengarah dialog]]. Sinematografer Belanda, A.A. Denninghoff-Stelling, memiliki kewenangan kreatif yang lebih besar atas hasil akhirnya.{{sfn|Biran|2009|p=359}} [[Max Tera]] menjadi asisten sinematografer di film [[hitam putih]] ini.{{sfn|Filmindonesia.or.id, Max Tera}}


Film ini dibintangi Ratna Asmara (istri Andjar), Ali Yugo, Iskandar Sucarno, dan Djauhari Effendi.{{efn|Beberapa sumber tidak menyebutkan peran Effendi.}}{{sfn|Filmindonesia.or.id, Kredit Djaoeh Dimata}} Semuanya pernah terlibat di dunia teater. Ratna dan Ali, bersama dengan Andjar, dulunya merupakan anggota grup sandiwara [[Dardanella]] pada awal 1930-an dan sama-sama memasuki industri perfilman pada tahun 1940 melalui film ''[[Kartinah]]''.<ref>{{harvnb|Filmindonesia.or.id, Ali Yugo}}; {{harvnb|Encyclopedia of Jakarta, Andjar Asmara}}</ref> Iskandar dan Djauhari sebelumnya aktif di teater pada masa pendudukan. Keduanya mengawali kariernya di perfilman melalui ''Djaoeh Dimata''.<ref>{{harvnb|Filmindonesia.or.id, Djauhari Effendi}}; {{harvnb|Filmindonesia.or.id, Iskander Sucarno}}; {{harvnb|Het Vrije Volk 1948, 'Djaoeh di Mata'}}</ref>
Film ini dibintangi Ratna Asmara (istri Andjar), Ali Yugo, Iskandar Sucarno, dan Djauhari Effendi.{{efn|Beberapa sumber tidak menyebutkan peran Effendi.}}{{sfn|Filmindonesia.or.id, Kredit Djaoeh Dimata}} Semuanya pernah terlibat di dunia teater. Ratna dan Ali, bersama dengan Andjar, dulunya merupakan anggota grup sandiwara [[Dardanella]] pada awal 1930-an dan sama-sama memasuki industri perfilman pada tahun 1940 melalui film ''[[Kartinah]]''.<ref>{{harvnb|Filmindonesia.or.id, Ali Yugo}}; {{harvnb|Encyclopedia of Jakarta, Andjar Asmara}}</ref> Iskandar dan Djauhari sebelumnya aktif di teater pada masa pendudukan. Keduanya mengawali kariernya di perfilman melalui ''Djaoeh Dimata''.<ref>{{harvnb|Filmindonesia.or.id, Djauhari Effendi}}; {{harvnb|Filmindonesia.or.id, Iskander Sucarno}}; {{harvnb|Het Vrije Volk 1948, 'Djaoeh di Mata'}}</ref>


[[Fotografi utama]]nya dilakukan di latar yang dibangun oleh pengarah artistik Hajopan Bajo Angin di studio SPFC di Jakarta. Perlengkapan perusahaan masih bagus, tetapi kondisinya tidak layak untuk perfilman. Sebuah laporan menyebutkan ada satu adegan (''take'') di dalam studio yang terganggu oleh suara mobil lewat.{{sfn|Limburgsch Dagblad 1948, In Batavia Wordt}} Perekamannya yang memakan dua{{sfn|De Vrije Pers 1948, Indonesische films}} sampai tiga bulan{{sfn|Het Vrije Volk 1948, 'Djaoeh di Mata'}} selesai pada tanggal 10 November 1948.{{sfn|Het Dagblad 1948, Camera draait}} Biaya produksinya hampir mencapai 130.000 [[gulden Hindia Belanda|gulden]].{{efn|Waktu itu, 130.000 gulden secara resmi setara dengan US$50.000 dengan nilai tukar 2,6 gulden per satu dolar. Akibat perang, harga dolar di pasar gelap mencapai 4 sampai 5 kali lipatnya {{harv|Mooney 1948, Holland}}.}} Separuh dana tersebut diperoleh dari sponsor etnis Tionghoa.<ref>{{harvnb|Limburgsch Dagblad 1948, In Batavia Wordt}}; {{harvnb|De Vrije Pers 1948, Indonesische films}}</ref> Film ni menyertakan beberapa lagu, termasuk hit [[Gesang Martohartono]] tahun 1940 "[[Bengawan Solo (lagu)|Bengawan Solo]]".{{sfn|De Vrije Pers 1949, (untitled)}}
[[Pengambilan gambar utama]]nya dilakukan di latar yang dibangun oleh pengarah artistik Hajopan Bajo Angin di studio SPFC di Jakarta. Perlengkapan perusahaan masih bagus, tetapi kondisinya tidak layak untuk perfilman. Sebuah laporan menyebutkan ada satu adegan (''take'') di dalam studio yang terganggu oleh suara mobil lewat.{{sfn|Limburgsch Dagblad 1948, In Batavia Wordt}} Perekamannya yang memakan dua{{sfn|De Vrije Pers 1948, Indonesische films}} sampai tiga bulan{{sfn|Het Vrije Volk 1948, 'Djaoeh di Mata'}} selesai pada tanggal 10 November 1948.{{sfn|Het Dagblad 1948, Camera draait}} Biaya produksinya hampir mencapai 130.000 [[gulden Hindia Belanda|gulden]].{{efn|Waktu itu, 130.000 gulden secara resmi setara dengan US$50.000 dengan nilai tukar 2,6 gulden per satu dolar. Akibat perang, harga dolar di pasar gelap mencapai 4 sampai 5 kali lipatnya {{harv|Mooney 1948, Holland}}.}} Separuh dana tersebut diperoleh dari sponsor etnis Tionghoa.<ref>{{harvnb|Limburgsch Dagblad 1948, In Batavia Wordt}}; {{harvnb|De Vrije Pers 1948, Indonesische films}}</ref> Film ni menyertakan beberapa lagu, termasuk hit [[Gesang Martohartono]] tahun 1940 "[[Bengawan Solo (lagu)|Bengawan Solo]]".{{sfn|De Vrije Pers 1949, (untitled)}}


==Rilis dan tanggapan==
== Rilis dan tanggapan ==
''Djaoeh Dimata'' dirilis pada akhir 1948 sebagai [[film cerita]] dalam negeri pertama sejak ''Berdjoang''.{{sfn|Said|McGlynn|Heider|1991|p=3}} Meski ada celah lima tahun, kritikus film [[Usmar Ismail]] menulis bahwa celah ini tidak membedakan formula film yang terbukti sukses sebelum perang,{{sfn|Ismail|1983|pp=54–56}} salah satunya menurut sejarawan film Indonesia [[Misbach Yusa Biran]] adalah lagu, pemandangan indah, dan romansa.{{sfn|Biran|2009|p=25}} ''Air Mata Mengalir di Tjitarum'' besutan [[Roestam Sutan Palindih]] yang memiliki tema serupa dirilis tidak lama setelah ''Djaoeh Dimata'' oleh rumah produksi saingan Tan & Wong Bros. Film tadi mendulang keuntungan besar.{{sfn|Biran|2009|p=367}} Hanya tiga film dalam negeri yang dirilis tahun 1946. Film terakhir adalah buatan SPFC berjudul ''Anggrek Bulan'' yang juga disutradarai Andjar.{{sfn|Biran|2009|p=385}}
''Djaoeh Dimata'' dirilis pada akhir 1948 sebagai [[film cerita]] dalam negeri pertama sejak ''Berdjoang''.{{sfn|Said|McGlynn|Heider|1991|p=3}} Meski ada celah lima tahun, kritikus film [[Usmar Ismail]] menulis bahwa celah ini tidak membedakan formula film yang terbukti sukses sebelum perang,{{sfn|Ismail|1983|pp=54–56}} salah satunya menurut sejarawan film Indonesia [[Misbach Yusa Biran]] adalah lagu, pemandangan indah, dan romansa.{{sfn|Biran|2009|p=25}} ''Air Mata Mengalir di Tjitarum'' besutan [[Roestam Sutan Palindih]] yang memiliki tema serupa dirilis tidak lama setelah ''Djaoeh Dimata'' oleh rumah produksi saingan Tan & Wong Bros. Film tadi mendulang keuntungan besar.{{sfn|Biran|2009|p=367}} Hanya tiga film dalam negeri yang dirilis tahun 1946. Film terakhir adalah buatan SPFC berjudul ''Anggrek Bulan'' yang juga disutradarai Andjar.{{sfn|Biran|2009|p=385}}


Baris 66: Baris 66:
Andjar menyutradarai dua film lagi untuk South Pacific, ''Anggrek Bulan'' dan ''[[Gadis Desa]]'' (1949).{{sfn|Encyclopedia of Jakarta, Andjar Asmara}} Ratna tidak melanjutkan karier aktingnya, walaupun pada tahun 1950 ia menjadi sutradara wanita pertama Indonesia melalui film ''Sedap Malam'' untuk perusahaan Persari milik [[Djamaluddin Malik]].{{sfn|Swestin|2009|p=104}} Ali, Iskandar, dan Djauhari masih aktif menjadi aktor. Ali dan Iskandar sepanjang 1960-an dan Djauhari sampai 1970-an.<ref>{{harvnb|Filmindonesia.or.id, Ali Yugo}}; {{harvnb|Filmindonesia.or.id, Djauhari Effendi}}; {{harvnb|Filmindonesia.or.id, Iskander Sucarno}}</ref> SPFC membuat enam film lagi sebelum dibubarkan pada penghujung [[Revolusi Nasional Indonesia]] tahun 1949.{{Efn|Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia setelah [[Konferensi Meja Bundar|negosiasi selama beberapa bulan]]. Akhirnya pemerintah Indonesia mengakuisisi Regerings Film Bedrijf, perusahaan induk SPFC. Perusahaan ini digabung dengan Berita Film Indonesia dan terbentuklah Perusahaan Pilem Negara yang kelak berganti nama menjadi Perusahaan Film Negara {{harv|JCG, Berita Film Indonesia}}.}}{{sfn|Filmindonesia.or.id, South Pacific}} Salinan [[35&nbsp;mm]] ''Djaoeh Dimata'' disimpan di [[Sinematek Indonesia]], Jakarta.{{sfn|Filmindonesia.or.id, Djaoeh Dimata}}
Andjar menyutradarai dua film lagi untuk South Pacific, ''Anggrek Bulan'' dan ''[[Gadis Desa]]'' (1949).{{sfn|Encyclopedia of Jakarta, Andjar Asmara}} Ratna tidak melanjutkan karier aktingnya, walaupun pada tahun 1950 ia menjadi sutradara wanita pertama Indonesia melalui film ''Sedap Malam'' untuk perusahaan Persari milik [[Djamaluddin Malik]].{{sfn|Swestin|2009|p=104}} Ali, Iskandar, dan Djauhari masih aktif menjadi aktor. Ali dan Iskandar sepanjang 1960-an dan Djauhari sampai 1970-an.<ref>{{harvnb|Filmindonesia.or.id, Ali Yugo}}; {{harvnb|Filmindonesia.or.id, Djauhari Effendi}}; {{harvnb|Filmindonesia.or.id, Iskander Sucarno}}</ref> SPFC membuat enam film lagi sebelum dibubarkan pada penghujung [[Revolusi Nasional Indonesia]] tahun 1949.{{Efn|Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia setelah [[Konferensi Meja Bundar|negosiasi selama beberapa bulan]]. Akhirnya pemerintah Indonesia mengakuisisi Regerings Film Bedrijf, perusahaan induk SPFC. Perusahaan ini digabung dengan Berita Film Indonesia dan terbentuklah Perusahaan Pilem Negara yang kelak berganti nama menjadi Perusahaan Film Negara {{harv|JCG, Berita Film Indonesia}}.}}{{sfn|Filmindonesia.or.id, South Pacific}} Salinan [[35&nbsp;mm]] ''Djaoeh Dimata'' disimpan di [[Sinematek Indonesia]], Jakarta.{{sfn|Filmindonesia.or.id, Djaoeh Dimata}}


==Catatan==
== Catatan ==
{{notelist}}
{{notelist}}


==Referensi==
== Referensi ==
{{reflist|30em}}
{{reflist|30em}}


==Kutipan==
== Kutipan ==
{{portal|Film|Indonesia}}
{{portal|Film|Indonesia}}
{{refbegin|40em}}
{{refbegin|2}}
* {{cite web
* {{cite web
| title = Ali Yugo
| title = Ali Yugo
Baris 83: Baris 83:
| location = Jakarta
| location = Jakarta
| accessdate = 1 December 2012
| accessdate = 1 December 2012
| archiveurl = http://www.webcitation.org/6CaSr61kQ
| archiveurl = https://www.webcitation.org/6CaSr61kQ?url=http://filmindonesia.or.id/movie/name/nmp4b9bad932aa5f_ali-yugo
| archivedate = 1 December 2012
| archivedate = 2012-12-01
| ref = {{sfnRef|Filmindonesia.or.id, Ali Yugo}}
| ref = {{sfnRef|Filmindonesia.or.id, Ali Yugo}}
| dead-url = no
}}
}}
*{{cite web
* {{cite web
|title=Andjar Asmara
|title=Andjar Asmara
|language=Indonesia
|language=Indonesia
Baris 95: Baris 96:
|ref={{sfnRef|Encyclopedia of Jakarta, Andjar Asmara}}
|ref={{sfnRef|Encyclopedia of Jakarta, Andjar Asmara}}
|accessdate=7 August 2012
|accessdate=7 August 2012
|archivedate=7 August 2012
|archivedate=2012-08-07
|archiveurl=http://www.webcitation.org/69jK75pUT
|archiveurl=https://www.webcitation.org/69jK75pUT?url=http://www.jakarta.go.id/jakv1/encyclopedia/detail/709
|dead-url=no
}}
}}
*{{cite web
* {{cite web
|title=Berita Film Indonesia
|title=Berita Film Indonesia
|language=Indonesia
|language=Indonesia
Baris 106: Baris 108:
|ref={{harvid|JCG, Berita Film Indonesia}}
|ref={{harvid|JCG, Berita Film Indonesia}}
|accessdate=2 December 2012
|accessdate=2 December 2012
|archiveurl=http://www.webcitation.org/6CbtLDUbe
|archiveurl=https://www.webcitation.org/6CbtLDUbe?url=http://www.jakarta.go.id/jakv1/encyclopedia/detail/3836
|archivedate=2 December 2012
|archivedate=2012-12-02
|dead-url=no
}}
}}
* {{cite book
* {{cite book
| title = [[Sejarah Film 1900–1950: Bikin Film di Jawa]]
|title = [[Sejarah Film 1900–1950: Bikin Film di Jawa]]
| language = Indonesia
|language = Indonesia
| last = Biran
|last = Biran
| first = Misbach Yusa
|first = Misbach Yusa
| authorlink = Misbach Yusa Biran
|authorlink = Misbach Yusa Biran
| location = Jakarta
|location = Jakarta
| publisher = Komunitas Bamboo working with the Jakarta Art Council
|publisher = Komunitas Bamboo working with the Jakarta Art Council
| year = 2009
|year = 2009
| isbn = 978-979-3731-58-2
|isbn = 978-979-3731-58-2
| ref = harv
|ref = harv
}}
}}
*{{cite news
* {{cite news
|title=Camera draait in studio's van Multifilm 'Djaoeh di Mata'
|title=Camera draait in studio's van Multifilm 'Djaoeh di Mata'
|trans_title=The Camera Turns in Multifilm's Studios for 'Djaoeh di Mata'
|trans_title=The Camera Turns in Multifilm's Studios for 'Djaoeh di Mata'
|language=Belanda
|language=Belanda
|work=Het Dagblad
|work=Het Dagblad
|date=11 November 1948
|date=11 November 1948
|page=2
|page=2
|url=http://kranten.kb.nl/view/article/id/ddd%3A010897595%3Ampeg21%3Ap002%3Aa0046
|url=http://kranten.kb.nl/view/article/id/ddd%3A010897595%3Ampeg21%3Ap002%3Aa0046
|ref={{sfnRef|Het Dagblad 1948, Camera draait}}
|ref={{sfnRef|Het Dagblad 1948, Camera draait}}
|location=Jakarta
|location=Jakarta
}}{{Pranala mati|date=Maret 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}
}}
*{{cite book
* {{cite book
|title=Layar Perak: 90 Tahun Bioskop di Indonesia
|title=Layar Perak: 90 Tahun Bioskop di Indonesia
|language=Indonesia
|language=Indonesia
|publisher=Gramedia
|publisher=Gramedia
|last1=Danujaya
|last1=Danujaya
|first1=Budiarto
|first1=Budiarto
|first2=Mohammad Johan
|first2=Mohammad Johan
|last2=Tjasmadi
|last2=Tjasmadi
|ref=harv
|ref=harv
|year=1992
|year=1992
|oclc=28028443
|oclc=28028443
|location=Jakarta
|location=Jakarta
}}
*{{cite news
|title='Djaoeh di Mata'
|language=Belanda
|work=Het Dagblad
|date=13 March 1949
|page=2
|url=http://kranten.kb.nl/view/article/id/ddd%3A010897696%3Ampeg21%3Ap002%3Aa0059
|ref={{sfnRef|Het Dagblad 1949, 'Djaoeh di Mata'}}
|location=Jakarta
}}
*{{cite news
|title='Djaoeh di Mata'&nbsp;– een Indonesiesche film
|trans_title='Djaoeh di Mata'&nbsp;– Sebuah Film Indonesia
|language=Belanda
|work=Het Vrije Volk
|date=4 December 1948
|page=6
|url=http://kranten.kb.nl/view/article/id/ddd%3A010897696%3Ampeg21%3Ap002%3Aa0059
|ref={{sfnRef|Het Vrije Volk 1948, 'Djaoeh di Mata'}}
|location=Rotterdam
}}
}}
* {{cite news
|title='Djaoeh di Mata'
|language=Belanda
|work=Het Dagblad
|date=13 March 1949
|page=2
|url=http://kranten.kb.nl/view/article/id/ddd%3A010897696%3Ampeg21%3Ap002%3Aa0059
|ref={{sfnRef|Het Dagblad 1949, 'Djaoeh di Mata'}}
|location=Jakarta
}}{{Pranala mati|date=Maret 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}
* {{cite news
|title='Djaoeh di Mata'&nbsp;– een Indonesiesche film
|trans_title='Djaoeh di Mata'&nbsp;– Sebuah Film Indonesia
|language=Belanda
|work=Het Vrije Volk
|date=4 December 1948
|page=6
|url=http://kranten.kb.nl/view/article/id/ddd%3A010897696%3Ampeg21%3Ap002%3Aa0059
|ref={{sfnRef|Het Vrije Volk 1948, 'Djaoeh di Mata'}}
|location=Rotterdam
}}{{Pranala mati|date=Maret 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}
* {{cite web
* {{cite web
| title = Djaoeh Dimata
| title = Djaoeh Dimata
Baris 174: Baris 177:
| location = Jakarta
| location = Jakarta
| accessdate = 23 August 2012
| accessdate = 23 August 2012
| archiveurl = http://www.webcitation.org/6A7g6Mdcc
| archiveurl = https://www.webcitation.org/6A7g6Mdcc?url=http://filmindonesia.or.id/movie/title/lf-d011-48-446958_djauh-dimata
| archivedate = 23 August 2012
| archivedate = 2012-08-23
| ref = {{sfnRef|Filmindonesia.or.id, Djaoeh Dimata}}
| ref = {{sfnRef|Filmindonesia.or.id, Djaoeh Dimata}}
| dead-url = no
}}
}}
* {{cite web
* {{cite web
Baris 186: Baris 190:
| location = Jakarta
| location = Jakarta
| accessdate = 1 December 2012
| accessdate = 1 December 2012
| archiveurl = http://www.webcitation.org/6CaT0jxD4
| archiveurl = https://www.webcitation.org/6CaT0jxD4?url=http://filmindonesia.or.id/movie/name/nmp4bc56cfc79c29_djauhari-effendi
| archivedate = 1 December 2012
| archivedate = 2012-12-01
| ref = {{sfnRef|Filmindonesia.or.id, Djauhari Effendi}}
| ref = {{sfnRef|Filmindonesia.or.id, Djauhari Effendi}}
| dead-url = no
}}
}}
*{{cite news
* {{cite news
|title=Een 'Anak Medan' als Filmster
|title=Een 'Anak Medan' als Filmster
|trans_title=Seorang 'Anak Medan' sebagai Seorang Aktris
|trans_title=Seorang 'Anak Medan' sebagai Seorang Aktris
|language=Belanda
|language=Belanda
|work=Het Nieuwsblad voor Sumatra
|work=Het Nieuwsblad voor Sumatra
|date=3 March 1949
|date=3 March 1949
|page=2
|page=2
|url=http://kranten.kb.nl/view/paper/id/ddd%3A010475041%3Ampeg21%3Ap002%3Aa0019
|url=http://kranten.kb.nl/view/paper/id/ddd%3A010475041%3Ampeg21%3Ap002%3Aa0019
|ref={{sfnRef|Het Nieuwsblad voor Sumatra 1949, Een 'Anak Medan'}}
|ref={{sfnRef|Het Nieuwsblad voor Sumatra 1949, Een 'Anak Medan'}}
|location=Medan
|location=Medan
}}{{Pranala mati|date=Maret 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}
}}
*{{cite news
* {{cite news
|title=In Batavia Wordt Gefilmd 'Djauh di mata' eerste Indonesische speelfilm
|title=In Batavia Wordt Gefilmd 'Djauh di mata' eerste Indonesische speelfilm
|trans_title=Difilmkan di Batavia: 'Djauh di Mata', Film Pertama Indonesia
|trans_title=Difilmkan di Batavia: 'Djauh di Mata', Film Pertama Indonesia
|language=Belanda
|language=Belanda
|work=Limburgsch Dagblad
|work=Limburgsch Dagblad
|date=26 November 1948
|date=26 November 1948
|page=5
|page=5
|url=http://kranten.kb.nl/view/article/id/ddd%3A010416175%3Ampeg21%3Ap005%3Aa0117
|url=http://kranten.kb.nl/view/article/id/ddd%3A010416175%3Ampeg21%3Ap005%3Aa0117
|ref={{sfnRef|Limburgsch Dagblad 1948, In Batavia Wordt}}
|ref={{sfnRef|Limburgsch Dagblad 1948, In Batavia Wordt}}
|location=Heerlen
|location=Heerlen
}}{{Pranala mati|date=Maret 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}
}}
*{{cite news
* {{cite news
|title=Indonesische films
|title=Indonesische films
|trans_title=Film Indonesia
|trans_title=Film Indonesia
|language=Belanda
|language=Belanda
|work=De Vrije Pers
|work=De Vrije Pers
|date=11 November 1948
|date=11 November 1948
|page=2
|page=2
|url=http://kranten.kb.nl/view/article/id/ddd%3A011209980%3Ampeg21%3Ap002%3Aa0041
|url=http://kranten.kb.nl/view/article/id/ddd%3A011209980%3Ampeg21%3Ap002%3Aa0041
|ref={{sfnRef|De Vrije Pers 1948, Indonesische films}}
|ref={{sfnRef|De Vrije Pers 1948, Indonesische films}}
|location=Surabaya
|location=Surabaya
}}{{Pranala mati|date=Maret 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}
}}
* {{cite web
* {{cite web
| title =Iskandar Sucarno
| title = Iskandar Sucarno
| language = Indonesia
| language = Indonesia
| url = http://filmindonesia.or.id/movie/name/nmp4bc56cbfca4b3_iskandar-sucarno/filmography
| url = http://filmindonesia.or.id/movie/name/nmp4bc56cbfca4b3_iskandar-sucarno/filmography
Baris 231: Baris 236:
| location = Jakarta
| location = Jakarta
| accessdate = 1 July 2013
| accessdate = 1 July 2013
| archiveurl = http://www.webcitation.org/6Hmur0Hzv
| archiveurl = https://www.webcitation.org/6Hmur0Hzv?url=http://filmindonesia.or.id/movie/name/nmp4bc56cbfca4b3_iskandar-sucarno/filmography
| archivedate = 1 July 2013
| archivedate = 2013-07-01
| ref = {{sfnRef|Filmindonesia.or.id, Iskander Sucarno}}
| ref = {{sfnRef|Filmindonesia.or.id, Iskander Sucarno}}
| dead-url = no
}}
}}
*{{cite book
* {{cite book
|last=Ismail
|last=Ismail
|first=Usmar
|first=Usmar
|title=Usmar Ismail Mengupas Film
|title=Usmar Ismail Mengupas Film
|language=Indonesia
|language=Indonesia
|year=1983
|year=1983
|publisher=Sinar Harapan
|publisher=Sinar Harapan
|location=Jakarta
|location=Jakarta
|ref=harv
|ref=harv
|oclc=10435722
|oclc=10435722
}}
}}
* {{cite web
* {{cite web
Baris 254: Baris 260:
| location = Jakarta
| location = Jakarta
| accessdate = 1 July 2013
| accessdate = 1 July 2013
| archiveurl = http://www.webcitation.org/6HmuK6VgU
| archiveurl = https://www.webcitation.org/6HmuK6VgU?url=http://filmindonesia.or.id/movie/title/lf-d011-48-446958_djauh-dimata/credit
| archivedate = 1 July 2013
| archivedate = 2013-07-01
| ref = {{sfnRef|Filmindonesia.or.id, Kredit Djaoeh Dimata}}
| ref = {{sfnRef|Filmindonesia.or.id, Kredit Djaoeh Dimata}}
| dead-url = no
}}
}}
*{{cite web | title = Max Tera | language = Indonesian | url = http://filmindonesia.or.id/movie/name/nmp4b9bad50c31ee_max-tera| work = filmindonesia.or.id | publisher = Konfidan Foundation | location = Jakarta | accessdate = 13 January 2013 | archiveurl = http://www.webcitation.org/6A7imii3t|ref={{sfnRef|Filmindonesia.or.id, Max Tera}}| archivedate = 13 January 2013}}
* {{cite web | title = Max Tera | language = Indonesian | url = http://filmindonesia.or.id/movie/name/nmp4b9bad50c31ee_max-tera | work = filmindonesia.or.id | publisher = Konfidan Foundation | location = Jakarta | accessdate = 13 January 2013 | archiveurl = https://www.webcitation.org/6A7imii3t?url=http://filmindonesia.or.id/movie/title/lf-t006-49-102168_tjitra | ref = {{sfnRef|Filmindonesia.or.id, Max Tera}} | archivedate = 2012-08-23 | dead-url = no }}
*{{cite news
* {{cite news
|last=Mooney
|last=Mooney
|first=George A.
|first=George A.
|work=The New York Times
|work=The New York Times
|url=http://select.nytimes.com/gst/abstract.html?res=F50D10F93E59157A93C6A8178AD95F4C8485F9
|url=http://select.nytimes.com/gst/abstract.html?res=F50D10F93E59157A93C6A8178AD95F4C8485F9
|date=14 November 1948
|date=14 November 1948
|pages=F1, F2
|pages=F1, F2
|ref={{sfnRef|Mooney 1948, Holland}}
|ref={{sfnRef|Mooney 1948, Holland}}
|title=Holland Attacked on Indies Policies
|title=Holland Attacked on Indies Policies
|trans_title=Serangan Belanda pada Kebijakan Hindia
|trans_title=Serangan Belanda pada Kebijakan Hindia
}} {{subscription needed}}
}}{{subscription needed}}
*{{cite book
* {{cite book
|title=Cinema of Indonesia: Eleven Indonesian Films, Notes & Synopses
|title=Cinema of Indonesia: Eleven Indonesian Films, Notes & Synopses
|trans_title=Sinema Indonesia: Tujuh Film Indonesia, Catatan & Sinopsis
|trans_title=Sinema Indonesia: Tujuh Film Indonesia, Catatan & Sinopsis
|last1=Said
|last1=Said
|first1=Salim
|first1=Salim
|last2=McGlynn
|last2=McGlynn
|first2=John H.
|first2=John H.
|author2-link=John H. McGlynn
|author2-link=John H. McGlynn
|last3=Heider
|last3=Heider
|first3=Karl G
|first3=Karl G
|author3-link=Karl G. Heider
|author3-link=Karl G. Heider
|publisher=Festival of Indonesia Foundation
|publisher=Festival of Indonesia Foundation
|location=New York
|location=New York
|year=1991
|year=1991
|isbn=978-1-879578-00-5
|isbn=978-1-879578-00-5
|ref=harv
|ref=harv
}}
}}
* {{cite web
* {{cite web
Baris 295: Baris 302:
| location = Jakarta
| location = Jakarta
| accessdate = 1 December 2012
| accessdate = 1 December 2012
| archiveurl = http://www.webcitation.org/6Ca1Uc78e
| archiveurl = https://www.webcitation.org/6Ca1Uc78e?url=http://filmindonesia.or.id/movie/name/nmo4b9bcdde9ed16_south-pacific-film/filmography
| archivedate = 1 December 2012
| archivedate = 2012-12-01
| ref = {{sfnRef|Filmindonesia.or.id, South Pacific}}
| ref = {{sfnRef|Filmindonesia.or.id, South Pacific}}
| dead-url = no
}}
}}
*{{cite book
* {{cite book
|title=Perkembangan Teater Modern dan Sastra Drama Indonesia
|title=Perkembangan Teater Modern dan Sastra Drama Indonesia
|language=Indonesia
|language=Indonesia
|publisher=Citra Aditya Bakti
|publisher=Citra Aditya Bakti
|last1=Sumardjo
|last1=Sumardjo
|first1=Jakob
|first1=Jakob
|ref=harv
|ref=harv
|year=1992
|year=1992
|isbn=978-979-414-615-6
|isbn=978-979-414-615-6
|location=Bandung
|location=Bandung
}}
}}
* {{cite journal
* {{cite journal
| title = In the Boys' Club: A Historical Perspective on the Roles of Women in the Indonesian Cinema 1926&nbsp;– May 1998
| title = In the Boys' Club: A Historical Perspective on the Roles of Women in the Indonesian Cinema 1926&nbsp;– May 1998
| pages=103–111
| pages = 103–111
| month=July
| month = July
| year = 2009
| year = 2009
| url=http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/iko/article/viewFile/18314/18162
| url = http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/iko/article/viewFile/18314/18162
| archiveurl = http://www.webcitation.org/69zwHVXHA
| archiveurl = https://www.webcitation.org/69zwHVXHA?url=http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/iko/article/viewFile/18314/18162
| archivedate = 18 August 2012
| archivedate = 2012-08-18
| ref = harv
| ref = harv
| last = Swestin
| last = Swestin
| first = Grace
| first = Grace
| work=Scriptura
| work = Scriptura
| issue=2
| issue = 2
| location = Surabaya
| location = Surabaya
| publisher = Petra Christian University
| publisher = Petra Christian University
| volume=3
| volume = 3
| journal =
| access-date = 2013-09-28
| dead-url = no
}}
}}
*{{cite news
* {{cite news
|title=(untitled)
|title=(untitled)
|language=Belanda
|language=Belanda
|url=http://kranten.kb.nl/view/paper/id/ddd%3A011210134%3Ampeg21%3Ap004%3Aa0010
|url=http://kranten.kb.nl/view/paper/id/ddd%3A011210134%3Ampeg21%3Ap004%3Aa0010
|work=De Vrije Pers
|work=De Vrije Pers
|publisher=De Erven J.A. Wormser Mogelijk freelancers
|publisher=De Erven J.A. Wormser Mogelijk freelancers
|date=18 May 1949
|date=18 May 1949
|page=4
|page=4
|ref={{sfnRef|De Vrije Pers 1949, (untitled)}}
|ref={{sfnRef|De Vrije Pers 1949, (untitled)}}
}}{{Pranala mati|date=Maret 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}
}}
{{refend}}
{{refend}}
{{Andjar Asmara}}
{{Andjar Asmara}}
{{Authority control}}


[[Category:Film hitam putih]]
[[Kategori:Film hitam putih]]
[[Category:Film Hindia Belanda]]
[[Kategori:Film Hindia Belanda]]
[[Category:Film yang disutradarai Andjar Asmara]]
[[Kategori:Film yang disutradarai Andjar Asmara]]

{{Link FA|en}}

Revisi terkini sejak 24 Januari 2023 11.00

Djaoeh Dimata
Iklan koran, Surabaya
SutradaraAndjar Asmara
Ditulis olehAndjar Asmara
Pemeran
SinematograferA.A. Denninghoff-Stelling
Perusahaan
produksi
South Pacific Film Corporation
Tanggal rilis
  • 1948 (1948) (Hindia Belanda)
Negara
BahasaIndonesia

Djaoeh Dimata[a] adalah film Hindia Belanda/Indonesia tahun 1948[b] yang ditulis dan disutradarai Andjar Asmara untuk South Pacific Film Corporation (SPFC). Dibintangi Ratna Asmara dan Ali Yugo, film ini mengisahkan seorang wanita yang pergi mencari kerja di Jakarta setelah suaminya menjadi buta akibat kecelakaan. Sebagai film pertama buatan SPFC, Djaoeh Dimata dibuat selama dua sampai tiga bulan dan memakan biaya hampir 130.000 gulden.

Sebagai film buatan domestik pertama yang dirilis dalam kurun lima tahun, Djaoeh Dimata mendapat sambutan hangat meski keuntungannya secara komersial dikalahkan oleh Air Mata Mengalir di Tjitarum besutan Roestam Sutan Palindih (dirilis tidak lama setelah Djaoeh Dimata). Para pemerannya masih aktif di industri perfilman Indonesia selama 30 tahun berikutnya dan SPFC memproduksi 6 film lagi sebelum ditutup tahun 1949. Salinan filmnya masih ada di Sinematek Indonesia.

Alur

Asrad (Ali Yugo), seorang warga desa yang miskin, menjadi buta setelah mengalami kecelakaan lalu lintas dan tidak bisa bekerja. Akibatnya, istrinya Soelastri (Ratna Asmara) pergi merantau ke ibu kota Jakarta. Karena Asrad tidak memercayai istrinya dan khawatir ia selingkuh, Asrad mengirimkan surat kepadanya supaya ia tidak pulang. Soelastri menjadi penyanyi dan terkenal tanpa sepengetahuan Asrad. Lagunya yang paling populer, "Djaoeh Dimata", diputar berkali-kali di radio dan langsung menjadi lagu kesukaan Asrad. Akhirnya Soelastri dibawa pulang oleh Soekarto (Iskandar Sucarno). Soekarto berusaha menjadikannya pembantu bagi Asrad. Saat Asrad mengenali suara istrinya, mereka bersatu kembali.[1]

Latar belakang

Pada dua tahun pertama 1940-an, terjadi pertumbuhan industri perfilman Hindia Belanda. Lebih dari 40 film dalam negeri diproduksi saat itu.[2] Pasca pendudukan Jepang bulan Februari 1942, produksi film menurun drastis dan hampir semua studio film ditutup. Studio terakhir, Multi Film yang dimiliki etnis Tionghoa, disita oleh Jepang untuk mendirikan perusahaan produksi filmnya sendiri, Nippon Eigasha, di ibu kota kolonial Jakarta. Penyitaan tersebut mencakup perlengkapan Multi Film yang dimanfaatkan Nippon Eigasha untuk membuat film fitur Berdjoang (1943) besutan Rd Ariffien, enam film pendek, dan beberapa rekaman berita. Semuanya adalah propaganda pro-Jepang.[3]

Setelah Jepang menyerah bulan Agustus 1945, sejumlah karyawan pribumi Indonesia di Nippon Eigasha mendirikan Berita Film Indonesia dan menjadi pengguna pertama studio tersebut. Perusahaan ini bekerja sama dengan pemerintah Indonesia yang baru saja diproklamasikan.[4] Selama era revolusi, pasukan sekutu Belanda dan Britania Raya menduduki Jakarta bulan November 1945. Belanda mengambil alih studio ini dan produksi rekaman berita di studio Multi Film dimulai tahun 1947 di bawah merek Regerings Film Bedrijf. Pada tahun selanjutnya, Belanda mendirikan anak perusahaan untuk memproduksi film fiksi. Perusahaan baru ini, South Pacific Film Corporation (SPFC), sebagian disubsidi oleh Netherlands Indies Civil Administration, pengganti bekas pemerintah kolonial Hindia Belanda.[5]

Produksi

Ratna Asmara, foto tahun 1940
Ali Yugo, foto tahun 1948
Ratna Asmara dan Ali Yugo, para bintang film ini

SPFC mempekerjakan Andjar Asmara, mantan jurnalis dan pengarang lakon yang aktif di Java Industrial Film milik The Teng Chun sebelum pendudukan Jepang, untuk menyutradarai Djaoeh Dimata.[6] Ia membuat naskahnya berdasarkan drama yang pernah ia karang berjudul serupa.[7] Akan tetapi, seperti masa-masa sebelum perang, Andjar yang merupakan pribumi Indonesia menjadi pemeran dan pengarah dialog. Sinematografer Belanda, A.A. Denninghoff-Stelling, memiliki kewenangan kreatif yang lebih besar atas hasil akhirnya.[5] Max Tera menjadi asisten sinematografer di film hitam putih ini.[8]

Film ini dibintangi Ratna Asmara (istri Andjar), Ali Yugo, Iskandar Sucarno, dan Djauhari Effendi.[c][9] Semuanya pernah terlibat di dunia teater. Ratna dan Ali, bersama dengan Andjar, dulunya merupakan anggota grup sandiwara Dardanella pada awal 1930-an dan sama-sama memasuki industri perfilman pada tahun 1940 melalui film Kartinah.[10] Iskandar dan Djauhari sebelumnya aktif di teater pada masa pendudukan. Keduanya mengawali kariernya di perfilman melalui Djaoeh Dimata.[11]

Pengambilan gambar utamanya dilakukan di latar yang dibangun oleh pengarah artistik Hajopan Bajo Angin di studio SPFC di Jakarta. Perlengkapan perusahaan masih bagus, tetapi kondisinya tidak layak untuk perfilman. Sebuah laporan menyebutkan ada satu adegan (take) di dalam studio yang terganggu oleh suara mobil lewat.[12] Perekamannya yang memakan dua[13] sampai tiga bulan[14] selesai pada tanggal 10 November 1948.[15] Biaya produksinya hampir mencapai 130.000 gulden.[d] Separuh dana tersebut diperoleh dari sponsor etnis Tionghoa.[16] Film ni menyertakan beberapa lagu, termasuk hit Gesang Martohartono tahun 1940 "Bengawan Solo".[17]

Rilis dan tanggapan

Djaoeh Dimata dirilis pada akhir 1948 sebagai film cerita dalam negeri pertama sejak Berdjoang.[18] Meski ada celah lima tahun, kritikus film Usmar Ismail menulis bahwa celah ini tidak membedakan formula film yang terbukti sukses sebelum perang,[19] salah satunya menurut sejarawan film Indonesia Misbach Yusa Biran adalah lagu, pemandangan indah, dan romansa.[20] Air Mata Mengalir di Tjitarum besutan Roestam Sutan Palindih yang memiliki tema serupa dirilis tidak lama setelah Djaoeh Dimata oleh rumah produksi saingan Tan & Wong Bros. Film tadi mendulang keuntungan besar.[21] Hanya tiga film dalam negeri yang dirilis tahun 1946. Film terakhir adalah buatan SPFC berjudul Anggrek Bulan yang juga disutradarai Andjar.[22]

Ulasan untuk film semua umur ini[17] beragam. Satu ulasan di koran Jakarta Het Dagblad menyebut film ini memiliki banyak adegan lemah sekaligus adegan kuat. Ulasan tersebut memuji peran Ali sebagai pria yang buta dan permainan kamera Denninghoff-Stelling.[23] Pengulas lainnya di majalah Mestika mendeskripsikan Ratna sebagai "sosok tragediwati yang tak terduga"[e] yang mampu membuat penonton mengeluarkan "air mata emosi yang tak terbendung".[f][24]

Andjar menyutradarai dua film lagi untuk South Pacific, Anggrek Bulan dan Gadis Desa (1949).[6] Ratna tidak melanjutkan karier aktingnya, walaupun pada tahun 1950 ia menjadi sutradara wanita pertama Indonesia melalui film Sedap Malam untuk perusahaan Persari milik Djamaluddin Malik.[25] Ali, Iskandar, dan Djauhari masih aktif menjadi aktor. Ali dan Iskandar sepanjang 1960-an dan Djauhari sampai 1970-an.[26] SPFC membuat enam film lagi sebelum dibubarkan pada penghujung Revolusi Nasional Indonesia tahun 1949.[g][27] Salinan 35 mm Djaoeh Dimata disimpan di Sinematek Indonesia, Jakarta.[28]

Catatan

  1. ^ Sejumlah sumber kontemporer mencantumkan ejaan Djaoeh di Mata, Djauh Dimata, dan Djauh di Mata.
  2. ^ Film ini dirilis saat Revolusi Nasional Indonesia, ketika Indonesia sudah menyatakan merdeka sedangkan Hindia Belanda masih berdiri secara resmi.
  3. ^ Beberapa sumber tidak menyebutkan peran Effendi.
  4. ^ Waktu itu, 130.000 gulden secara resmi setara dengan US$50.000 dengan nilai tukar 2,6 gulden per satu dolar. Akibat perang, harga dolar di pasar gelap mencapai 4 sampai 5 kali lipatnya (Mooney 1948, Holland).
  5. ^ Original: "... een tragedienne zonder weerga"
  6. ^ Original: "... zijn tranen van ontroering, niet bedwingen kan."
  7. ^ Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia setelah negosiasi selama beberapa bulan. Akhirnya pemerintah Indonesia mengakuisisi Regerings Film Bedrijf, perusahaan induk SPFC. Perusahaan ini digabung dengan Berita Film Indonesia dan terbentuklah Perusahaan Pilem Negara yang kelak berganti nama menjadi Perusahaan Film Negara (JCG, Berita Film Indonesia).

Referensi

Kutipan