Kebebasan: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Sanchia Azaria (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Sanchia Azaria (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 6: Baris 6:


[[Individualisme|Individualis]] dan konsepsi [[Liberalisme|liberal]] dari kebebasan berhubungan dengan kebebasan dari individual dari luar keinginan; sebuah prespektif [[sosialisme|sosialis]], di sisi lain, mempertimbangkan kebebasan sebagai distribusi setara dari kekuasaan, berpendapat kalau kebebasan tanpa kesamaan jumlah ke [[dominasi]] dari yang [[kekuasaan (sosiologi)|paling berkuasa]].
[[Individualisme|Individualis]] dan konsepsi [[Liberalisme|liberal]] dari kebebasan berhubungan dengan kebebasan dari individual dari luar keinginan; sebuah prespektif [[sosialisme|sosialis]], di sisi lain, mempertimbangkan kebebasan sebagai distribusi setara dari kekuasaan, berpendapat kalau kebebasan tanpa kesamaan jumlah ke [[dominasi]] dari yang [[kekuasaan (sosiologi)|paling berkuasa]].

[[John Stuart Mill]], dalam karyanya, ''[[On Liberty]]'', merupakan pertama yang menyadari perbedaan antara kebebasan sebagai kebebasan bertindak dan kebebasan sebagai absennya [[koersi]]. Dalam bukunya, ''[[Two Concepts of Liberty]]'', [[Isaiah Berlin]] secara resmi merangka perbedaan antara dua prespektif ini sebagai perbedaan antara dua konsep kebebasan yang berlawanan: [[kebebasan positif]] dan [[kebebasan negatif]]. Penggunaan lain kemudian sebuah kondisi negatif di mana individu dilindunggi dari [[tirani]] dan [[arbrituari]] yang dilakukan oleh [[otoritas]], sementara yang sebelumnya memasukan hak untuk memakai [[hak sipil]], seperti pembuatan kantor.

Mill menawarkan penelusuran dalam pernyataan dari ''tirani lembek'' dan ''kebebasan mutual'' dengan ''[[prinsip gangguan]]''.<ref>John Stuart Mill, ''On Liberty and Utilitarianism'', (New York: Bantam Books, 1993), 12-16.</ref> Keseluruhan, penting untuk memahami konsep ini ketika mendiskusikan kebebasan karena semuanya mewakili bagian kecil dari teka-teki besar yang dikenal dengan [[Kebebasan (filosofi)]]. Dalam pengertian filosofis, [[moralitas]] harus berada di atas [[tirani]] dalam semua bentuk [[pemerintahan]] yang sah. Jika tidak, orang akan dibiarkan berada dalam [[sistem]] sosial yang diakari oleh [[keterbelakangan]], [[ketidakteraturan]], dan [[regresi]].


Dalam filsafat, kebebasan melibatkan kehendak bebas, berbeda dengan [[determinisme]].<ref>{{Cite journal|title=liberty, n.1|url=https://www.oed.com/view/Entry/107898|journal=OED Online|language=en-GB|publisher=Oxford University Press}}</ref> Dalam [[teologi]], kebebasan adalah kebebasan dari pengaruh "dosa, perbudakan rohani, atau ikatan duniawi". Terkadang kebebasan dibedakan menjadi dua makna. Pertama, kebebasan (''freedom'') berarti kemampuan untuk melakukan apa yang diinginkan dan apa yang memiliki kekuatan untuk dilakukan. Sementara kebebasan (''liberty'') berarti tidak adanya pembatasan sewenang-wenang, dengan mempertimbangkan hak-hak semua yang terlibat. Dalam pengertian ini, pelaksanaan kebebasan tunduk pada [[kemampuan]] dan dibatasi oleh hak-hak orang lain.<ref>{{Cite web|last=Mill|first=John Stuart|title=I. Introductory. Mill, John Stuart. 1869. On Liberty|url=https://www.bartleby.com/130/1.html|website=www.bartleby.com|access-date=2021-12-06}}</ref>
Dalam filsafat, kebebasan melibatkan kehendak bebas, berbeda dengan [[determinisme]].<ref>{{Cite journal|title=liberty, n.1|url=https://www.oed.com/view/Entry/107898|journal=OED Online|language=en-GB|publisher=Oxford University Press}}</ref> Dalam [[teologi]], kebebasan adalah kebebasan dari pengaruh "dosa, perbudakan rohani, atau ikatan duniawi". Terkadang kebebasan dibedakan menjadi dua makna. Pertama, kebebasan (''freedom'') berarti kemampuan untuk melakukan apa yang diinginkan dan apa yang memiliki kekuatan untuk dilakukan. Sementara kebebasan (''liberty'') berarti tidak adanya pembatasan sewenang-wenang, dengan mempertimbangkan hak-hak semua yang terlibat. Dalam pengertian ini, pelaksanaan kebebasan tunduk pada [[kemampuan]] dan dibatasi oleh hak-hak orang lain.<ref>{{Cite web|last=Mill|first=John Stuart|title=I. Introductory. Mill, John Stuart. 1869. On Liberty|url=https://www.bartleby.com/130/1.html|website=www.bartleby.com|access-date=2021-12-06}}</ref>
Baris 18: Baris 14:


== Filsafat ==
== Filsafat ==
Sejak awal, banyak filsuf mempertimbangkan konsep kebebasan. Kaisar Roma, [[Marcus Aurelius]] memiliki gagasan sebagai berikut:<blockquote>"Sebuah pemerintahan di mana ada [[hukum]] yang adil untuk semua orang, sebuah pemerintahan yang dijalankan dengan memperhatikan kesetaraan persamaan hak dan kebebasan berbicara, dan gagasan tentang pemerintahan raja yang menghormati hampir semua kebebasan rakyatnya."<ref>{{Cite book|last=Marcus Aurelius|first=Emperor of Rome|date=1997|url=https://www.worldcat.org/oclc/38313529|title=Meditations|location=Ware, Hertfordshire|publisher=Wordsworth|isbn=1-85326-486-5|others=Robin Hard|oclc=38313529}}</ref></blockquote>Menurut [[Thomas Hobbes]] (1588-1679):<blockquote>"Orang yang bebas adalah seseorang yang dalam berbagai hal menggunakan kekuatan dan kecerdasan yang dimiliki, mampu melakukan apa yang dia ingin lakukan tanpa terhalang apapun.
Sejak awal, banyak filsuf mempertimbangkan konsep kebebasan. Kaisar Roma, [[Marcus Aurelius]] memiliki gagasan sebagai berikut:<blockquote>"Sebuah pemerintahan di mana ada [[hukum]] yang adil untuk semua orang, sebuah pemerintahan yang dijalankan dengan memperhatikan kesetaraan persamaan hak dan kebebasan berbicara, dan gagasan tentang pemerintahan raja yang menghormati hampir semua kebebasan rakyatnya."<ref>{{Cite book|last=Marcus Aurelius|first=Emperor of Rome|date=1997|url=https://www.worldcat.org/oclc/38313529|title=Meditations|location=Ware, Hertfordshire|publisher=Wordsworth|isbn=1-85326-486-5|others=Robin Hard|oclc=38313529}}</ref></blockquote>Menurut [[Thomas Hobbes]] (1588-1679):<blockquote>"Orang yang bebas adalah seseorang yang dalam berbagai hal menggunakan kekuatan dan kecerdasan yang dimiliki, mampu melakukan apa yang dia ingin lakukan tanpa terhalang apapun.— [[Lewiatan|Leviathan]], Bagian 2, Bab. XXI.</blockquote>[[John Locke]] (1632-1704) menolak definisi kebebasan tersebut. Meskipun tidak secara spesifik menyebut Hobbes, dia menyerang Sir Robert Filmer yang memiliki definisi yang sama. Menurut Locke:<blockquote>"Dalam keadaan alami, kebebasan berarti bebas dari kekuatan superior apa pun yang ada di Bumi. Orang yang tidak berada di bawah kehendak atau otoritas pembuat hukum orang lain tetapi hanya memiliki hukum alam untuk aturan mereka.

— [[Lewiatan|Leviathan]], Bagian 2, Bab. XXI.</blockquote>[[John Locke]] (1632-1704) menolak definisi kebebasan tersebut. Meskipun tidak secara spesifik menyebut Hobbes, dia menyerang Sir Robert Filmer yang memiliki definisi yang sama. Menurut Locke:<blockquote>"Dalam keadaan alami, kebebasan berarti bebas dari kekuatan superior apa pun yang ada di Bumi. Orang yang tidak berada di bawah kehendak atau otoritas pembuat hukum orang lain tetapi hanya memiliki hukum alam untuk aturan mereka.


Dalam masyarakat politik, kebebasan berarti tidak berada di bawah kekuasaan pembuat undang-undang lain kecuali yang ditetapkan dengan persetujuan di [[persemakmuran]]. Orang-orang bebas dari kekuasaan kehendak atau pengekangan hukum apa pun selain dari yang ditetapkan oleh kekuatan pembuat undang-undang mereka sendiri menurut kepercayaan yang diberikan padanya.
Dalam masyarakat politik, kebebasan berarti tidak berada di bawah kekuasaan pembuat undang-undang lain kecuali yang ditetapkan dengan persetujuan di [[persemakmuran]]. Orang-orang bebas dari kekuasaan kehendak atau pengekangan hukum apa pun selain dari yang ditetapkan oleh kekuatan pembuat undang-undang mereka sendiri menurut kepercayaan yang diberikan padanya.
Baris 28: Baris 22:
Kebebasan dibatasi oleh [[hukum]], baik dalam keadaan alam maupun masyarakat politik. Kebebasan alam tidak boleh dikendalikan kecuali oleh [[Hukum Alam (Niyama Dhamma)|hukum alam]]. Kebebasan orang-orang di bawah pemerintahan tidak boleh dikekang selain dari aturan yang dibuat pembuat [[undang-undang]] untuk mengatur kehidupan bermasyarakat. Orang memiliki hak atau kebebasan untuk (1) mengikuti kehendaknya sendiri dalam segala hal yang tidak dilarang oleh hukum dan (2) tidak tunduk pada kehendak orang lain yang tidak tetap, tidak pasti, tidak diketahui, dan sewenang-wenang.<ref>{{Cite book|last=Locke|first=John|url=http://dx.doi.org/10.1017/cbo9780511810268.004|title=Two Treatises of Government and the Revolution of 1688|location=Cambridge|publisher=Cambridge University Press|pages=76|url-status=live}}</ref></blockquote>[[John Stuart Mill]] (1806–1873), dalam karyanya, ''On Liberty'', adalah orang pertama yang mengakui perbedaan antara kebebasan dalam bertindak dan kebebasan dengan tidak adanya paksaan.<ref>{{Cite book|last=Westbrook|first=Logan Hart|date=2008|url=https://www.worldcat.org/oclc/1149191308|title=Freedom : keys to freedom from twenty-one national leaders|location=Memphis, TN|publisher=Main Street Publications|isbn=9780980115208|pages=134|others=Benjamin L. Hooks|oclc=1149191308|url-status=live}}</ref>
Kebebasan dibatasi oleh [[hukum]], baik dalam keadaan alam maupun masyarakat politik. Kebebasan alam tidak boleh dikendalikan kecuali oleh [[Hukum Alam (Niyama Dhamma)|hukum alam]]. Kebebasan orang-orang di bawah pemerintahan tidak boleh dikekang selain dari aturan yang dibuat pembuat [[undang-undang]] untuk mengatur kehidupan bermasyarakat. Orang memiliki hak atau kebebasan untuk (1) mengikuti kehendaknya sendiri dalam segala hal yang tidak dilarang oleh hukum dan (2) tidak tunduk pada kehendak orang lain yang tidak tetap, tidak pasti, tidak diketahui, dan sewenang-wenang.<ref>{{Cite book|last=Locke|first=John|url=http://dx.doi.org/10.1017/cbo9780511810268.004|title=Two Treatises of Government and the Revolution of 1688|location=Cambridge|publisher=Cambridge University Press|pages=76|url-status=live}}</ref></blockquote>[[John Stuart Mill]] (1806–1873), dalam karyanya, ''On Liberty'', adalah orang pertama yang mengakui perbedaan antara kebebasan dalam bertindak dan kebebasan dengan tidak adanya paksaan.<ref>{{Cite book|last=Westbrook|first=Logan Hart|date=2008|url=https://www.worldcat.org/oclc/1149191308|title=Freedom : keys to freedom from twenty-one national leaders|location=Memphis, TN|publisher=Main Street Publications|isbn=9780980115208|pages=134|others=Benjamin L. Hooks|oclc=1149191308|url-status=live}}</ref>


Mill menawarkan penelusuran dalam pernyataan dari ''tirani lembek'' dan ''kebebasan mutual'' dengan ''[[prinsip gangguan]]''.<ref>John Stuart Mill, ''On Liberty and Utilitarianism'', (New York: Bantam Books, 1993), 12-16.</ref> Keseluruhan, penting untuk memahami konsep ini ketika mendiskusikan kebebasan karena semuanya mewakili bagian kecil dari teka-teki besar yang dikenal dengan [[Kebebasan (filosofi)]]. Dalam pengertian filosofis, [[moralitas]] harus berada di atas [[tirani]] dalam semua bentuk [[pemerintahan]] yang sah. Jika tidak, orang akan dibiarkan berada dalam [[sistem]] sosial yang diakari oleh [[keterbelakangan]], [[ketidakteraturan]], dan [[regresi]].
Dalam bukunya ''Two Concepts of Liberty'', [[Isaiah Berlin]] secara formal memaknai perbedaan antara dua perspektif sebagai pembeda antara dua konsep kebebasan yang berlawanan, yakni kebebasan positif dan kebebasan negatif. Pada kondisi kebebasan negatif, seorang individu dilindungi dari tirani dan penggunaan otoritas yang sewenang-wenang. Sedangkan, pada kondisi positif, mengacu pada kebebasan yang berasal dari penguasaan diri dan paksaan batin seperti kelemahan maupun ketakutan.<ref>{{Cite journal|last=JOLLEY|first=KELLY DEAN|date=2009-04|title=MOTIVES FOR PHILOSOPHIZING DEBUNKING AND WITTGENSTEIN'SPHILOSOPHICAL INVESTIGATIONS|url=http://dx.doi.org/10.1111/j.1467-9973.2009.01581.x|journal=Metaphilosophy|volume=40|issue=2|pages=260–272|doi=10.1111/j.1467-9973.2009.01581.x|issn=0026-1068}}</ref>

Dalam bukunya ''Two Concepts of Liberty'', [[Isaiah Berlin]] secara formal memaknai perbedaan antara dua perspektif sebagai pembeda antara dua konsep kebebasan yang berlawanan, yakni [[kebebasan positif]] dan [[kebebasan negatif]]. Pada kondisi kebebasan negatif, seorang individu dilindungi dari tirani dan penggunaan otoritas yang sewenang-wenang. Sedangkan, pada kondisi positif, mengacu pada kebebasan yang berasal dari penguasaan diri dan paksaan batin seperti kelemahan maupun ketakutan.<ref>{{Cite journal|last=JOLLEY|first=KELLY DEAN|date=2009-04|title=MOTIVES FOR PHILOSOPHIZING DEBUNKING AND WITTGENSTEIN'SPHILOSOPHICAL INVESTIGATIONS|url=http://dx.doi.org/10.1111/j.1467-9973.2009.01581.x|journal=Metaphilosophy|volume=40|issue=2|pages=260–272|doi=10.1111/j.1467-9973.2009.01581.x|issn=0026-1068}}</ref>


== Politik ==
== Politik ==
Baris 41: Baris 37:
=== Kontrak Sosial ===
=== Kontrak Sosial ===
Teori [[kontrak sosial]] merupakan teori paling berpengaruh yang dirumuskan oleh [[Thomas Hobbes|Hobbes]], [[John Locke]], dan [[Jean-Jacques Rousseau|Rousseau]] (meskipun pertama kali disarankan oleh [[Plato]] dalam The Republic). Teori ini termasuk yang pertama memberikan klasifikasi politik hak, khususnya melalui gagasan [[kedaulatan]] dan [[Hak kodrati dan hak ikhtiyari|hak alami]]. Para pemikir [[Abad Pencerahan]] mengungkapkan bahwa hukum mengatur urusan surgawi dan manusia. Lebih lanjut, teori tersebut mengungkap bahwa hukum itu memberi kekuasaan untuk raja, bukan sebaliknya, kekuasaan raja yang memberi kekuatan hukum. [[Konsepsi hukum]] ini akan menemukan puncaknya dalam ide-ide [[Montesquieu]]. Konsepsi hukum dianggap sebagai hubungan antar individu, bukan keluarga yang difokuskan pada peningkatan kebebasan individu sebagai realitas [[Fundamentalisme|fundamental]], yang diberikan oleh "[[Alam]] dan Tuhan Alam". Di mana pada keadaan yang ideal hukum tersebut akan berubah menjadi seuniversal mungkin.
Teori [[kontrak sosial]] merupakan teori paling berpengaruh yang dirumuskan oleh [[Thomas Hobbes|Hobbes]], [[John Locke]], dan [[Jean-Jacques Rousseau|Rousseau]] (meskipun pertama kali disarankan oleh [[Plato]] dalam The Republic). Teori ini termasuk yang pertama memberikan klasifikasi politik hak, khususnya melalui gagasan [[kedaulatan]] dan [[Hak kodrati dan hak ikhtiyari|hak alami]]. Para pemikir [[Abad Pencerahan]] mengungkapkan bahwa hukum mengatur urusan surgawi dan manusia. Lebih lanjut, teori tersebut mengungkap bahwa hukum itu memberi kekuasaan untuk raja, bukan sebaliknya, kekuasaan raja yang memberi kekuatan hukum. [[Konsepsi hukum]] ini akan menemukan puncaknya dalam ide-ide [[Montesquieu]]. Konsepsi hukum dianggap sebagai hubungan antar individu, bukan keluarga yang difokuskan pada peningkatan kebebasan individu sebagai realitas [[Fundamentalisme|fundamental]], yang diberikan oleh "[[Alam]] dan Tuhan Alam". Di mana pada keadaan yang ideal hukum tersebut akan berubah menjadi seuniversal mungkin.

== Asal-Usul Kebebasan Berpolitik ==

=== Inggris dan Britania Raya ===
Inggris dan Britania Raya merumuskan landasan konsep kebebasan individu. Pada tahun 1066, sebagai syarat penobatannya, [[William Sang Penakluk]] menyetujui [[Piagam Kebebasan London]] yang menjamin kebebasan "Saxon" Kota London.

Pada 1100, [[Piagam Kebebasan]] disahkan di mana menetapkan kebebasan tertentu bagi para bangsawan, pejabat gereja, dan individu.

Pada tahun 1166, [[Henry II dari Inggris]] mengubah hukum Inggris dengan mengeluarkan [[Assize of Clarendon]]. Tindakan tersebut merupakan cikal bakal pengadilan oleh juri dan memulai penghapusan pengadilan dengan pertempuran dan percobaan.


== Lihat pula ==
== Lihat pula ==

Revisi per 8 Desember 2021 13.54

Kebebasan adalah kemampuan untuk melakukan apa yang diinginkan, atau hak (kekebalan) dengan anugerah dan kelebihan yang dimiliki (yaitu hak istimewa).[1] Kebebasan, juga dapat diartikan memiliki kemampuan untuk bertindak atau berubah tanpa batasan. Sesuatu itu "bebas" jika dapat berubah dengan mudah dan tidak dibatasi dalam keadaan sekarang. Dalam filsafat dan agama, kebebasan dikaitkan dengan memiliki kehendak bebas dan keberadaan tanpa batasan yang tidak semestinya atau tidak adil, atau perbudakan, dan merupakan ide yang terkait erat dengan konsep kebebasan.

Kebebasan secara umum dimasukan dalam konsep dari filosofi politik dan mengenali kondisi di mana individu memiliki kemampuan untuk bertindak sesuai dengan keinginannya.

Dalam politik modern, kebebasan adalah keadaan bebas dalam masyarakat dari kontrol atau pembatasan berupa penindasan yang diberlakukan oleh otoritas pada berbagai aspek kehidupan, mencakup cara hidup, perilaku, atau pandangan politik seseorang.[2]

Individualis dan konsepsi liberal dari kebebasan berhubungan dengan kebebasan dari individual dari luar keinginan; sebuah prespektif sosialis, di sisi lain, mempertimbangkan kebebasan sebagai distribusi setara dari kekuasaan, berpendapat kalau kebebasan tanpa kesamaan jumlah ke dominasi dari yang paling berkuasa.

Dalam filsafat, kebebasan melibatkan kehendak bebas, berbeda dengan determinisme.[3] Dalam teologi, kebebasan adalah kebebasan dari pengaruh "dosa, perbudakan rohani, atau ikatan duniawi". Terkadang kebebasan dibedakan menjadi dua makna. Pertama, kebebasan (freedom) berarti kemampuan untuk melakukan apa yang diinginkan dan apa yang memiliki kekuatan untuk dilakukan. Sementara kebebasan (liberty) berarti tidak adanya pembatasan sewenang-wenang, dengan mempertimbangkan hak-hak semua yang terlibat. Dalam pengertian ini, pelaksanaan kebebasan tunduk pada kemampuan dan dibatasi oleh hak-hak orang lain.[4]

Dengan demikian, dalam kebebasan (liberty) diperlukan adanya rasa tanggung jawab yang dibatasi pada aturan-aturan hukum yang berlaku tanpa merampas kebebasan (freedom) orang lain. Kebebasan dapat menunjukkan berkurangnya pengekangan atau kemampuan tak terkendali untuk memenuhi keinginan seseorang. Misalnya, seseorang dapat memiliki kebebasan (freedom) untuk membunuh, tetapi tidak memiliki kebebasan (liberty) untuk membunuh, dikarenakan dapat dianggap merampas hak orang lain untuk tidak disakiti. Kebebasan dapat diambil sebagai bentuk hukuman. Di banyak negara, orang dapat dirampas kebebasannya jika mereka dihukum karena tindakan kriminal.

Kata "kebebasan" sering digunakan dalam slogan-slogan, seperti "Kehidupan, Kebebasan, dan Pencarian Kebahagiaan"[5] atau "Kebebasan, Kesetaraan, Persaudaraan"[6]

Filsafat

Sejak awal, banyak filsuf mempertimbangkan konsep kebebasan. Kaisar Roma, Marcus Aurelius memiliki gagasan sebagai berikut:

"Sebuah pemerintahan di mana ada hukum yang adil untuk semua orang, sebuah pemerintahan yang dijalankan dengan memperhatikan kesetaraan persamaan hak dan kebebasan berbicara, dan gagasan tentang pemerintahan raja yang menghormati hampir semua kebebasan rakyatnya."[7]

Menurut Thomas Hobbes (1588-1679):

"Orang yang bebas adalah seseorang yang dalam berbagai hal menggunakan kekuatan dan kecerdasan yang dimiliki, mampu melakukan apa yang dia ingin lakukan tanpa terhalang apapun.— Leviathan, Bagian 2, Bab. XXI.

John Locke (1632-1704) menolak definisi kebebasan tersebut. Meskipun tidak secara spesifik menyebut Hobbes, dia menyerang Sir Robert Filmer yang memiliki definisi yang sama. Menurut Locke:

"Dalam keadaan alami, kebebasan berarti bebas dari kekuatan superior apa pun yang ada di Bumi. Orang yang tidak berada di bawah kehendak atau otoritas pembuat hukum orang lain tetapi hanya memiliki hukum alam untuk aturan mereka.

Dalam masyarakat politik, kebebasan berarti tidak berada di bawah kekuasaan pembuat undang-undang lain kecuali yang ditetapkan dengan persetujuan di persemakmuran. Orang-orang bebas dari kekuasaan kehendak atau pengekangan hukum apa pun selain dari yang ditetapkan oleh kekuatan pembuat undang-undang mereka sendiri menurut kepercayaan yang diberikan padanya.

Jadi, kebebasan tidak seperti yang didefinisikan Sir Robert Filmer: 'Kebebasan bagi setiap orang untuk melakukan apa yang dia suka, untuk hidup sesukanya, dan tidak terikat oleh hukum apa pun.'

Kebebasan dibatasi oleh hukum, baik dalam keadaan alam maupun masyarakat politik. Kebebasan alam tidak boleh dikendalikan kecuali oleh hukum alam. Kebebasan orang-orang di bawah pemerintahan tidak boleh dikekang selain dari aturan yang dibuat pembuat undang-undang untuk mengatur kehidupan bermasyarakat. Orang memiliki hak atau kebebasan untuk (1) mengikuti kehendaknya sendiri dalam segala hal yang tidak dilarang oleh hukum dan (2) tidak tunduk pada kehendak orang lain yang tidak tetap, tidak pasti, tidak diketahui, dan sewenang-wenang.[8]

John Stuart Mill (1806–1873), dalam karyanya, On Liberty, adalah orang pertama yang mengakui perbedaan antara kebebasan dalam bertindak dan kebebasan dengan tidak adanya paksaan.[9]

Mill menawarkan penelusuran dalam pernyataan dari tirani lembek dan kebebasan mutual dengan prinsip gangguan.[10] Keseluruhan, penting untuk memahami konsep ini ketika mendiskusikan kebebasan karena semuanya mewakili bagian kecil dari teka-teki besar yang dikenal dengan Kebebasan (filosofi). Dalam pengertian filosofis, moralitas harus berada di atas tirani dalam semua bentuk pemerintahan yang sah. Jika tidak, orang akan dibiarkan berada dalam sistem sosial yang diakari oleh keterbelakangan, ketidakteraturan, dan regresi.

Dalam bukunya Two Concepts of Liberty, Isaiah Berlin secara formal memaknai perbedaan antara dua perspektif sebagai pembeda antara dua konsep kebebasan yang berlawanan, yakni kebebasan positif dan kebebasan negatif. Pada kondisi kebebasan negatif, seorang individu dilindungi dari tirani dan penggunaan otoritas yang sewenang-wenang. Sedangkan, pada kondisi positif, mengacu pada kebebasan yang berasal dari penguasaan diri dan paksaan batin seperti kelemahan maupun ketakutan.[11]

Politik

Sejarah

Konsep modern terkait kebebasan politik berasal dari pemahaman Yunani tentang kebebasan dan perbudakan.[12] Dalam konsep Yunani, menjadi individu bebas tidak berarti dikuasai orang lain, mandiri dari penguasa atau hidup sesuka hati.[13] Anggapan tersebut merupakan konsep asli Yunani tentang kebebasan. Hal ini terkait pula pada konsep demokrasi yang dikemukakan Aristoteles:

"Hal ini selanjutnya merupakan satu konsep kebebasan yang ditegaskan sebagai prinsip negara demokrat. Adapun hal lainnya yakni seseorang harus hidup sesukanya. Menurut mereka, kebebasan adalah hak istimewa orang yang merdeka karena di sisi lain, mereka yang tidak hidup seperti secara normal sebagai manusia adalah tanda seorang budak. Hal ini merupakan karakteristik kedua dari demokrasi, di mana telah muncul pendapat bahwa manusia seharusnya tidak diperintah oleh siapa pun, jika mungkin ataupun tidak, mereka dapat mengatur dan diatur secara bergiliran; dan dengan demikian ia berkontribusi pada kebebasan berdasarkan kesetaraan."[14]

Hal ini hanya berlaku untuk orang yang bebas atau merdeka. Di Athena, misalnya, perempuan tidak dapat memilih atau memegang jabatan karena secara hukum dan sosial, perempuan dianggap bergantung pada kerabat laki-laki.[15]

Penduduk Kekaisaran Persia menikmati beberapa tingkatan kebebasan. Warga dari semua agama dan kelompok etnis diberi hak maupun kebebasan beragama yang sama, perempuan memiliki hak yang sama dengan laki-laki, dan perbudakan dihapuskan (550 SM). Semua istana raja Persia dibangun oleh pekerja yang dibayar, di mana pada masa itu pekerjaan tersebut dikerjakan para budak yang tidak dibayar.[16]

Di Kekaisaran Maurya di India kuno, masyarakat dari semua agama dan kelompok etnis memiliki beberapa hak atas kebebasan, toleransi, dan kesetaraan. Perlunya toleransi atas dasar egaliter dapat ditemukan dalam Fatwa Ashoka Agung, di mana fatwa tersebut menekankan pentingnya toleransi dalam kebijakan publik oleh pemerintah. Pembantaian atau penangkapan tawanan perang juga telah dikutuk oleh Ashoka pada masa itu.[17]

Kontrak Sosial

Teori kontrak sosial merupakan teori paling berpengaruh yang dirumuskan oleh Hobbes, John Locke, dan Rousseau (meskipun pertama kali disarankan oleh Plato dalam The Republic). Teori ini termasuk yang pertama memberikan klasifikasi politik hak, khususnya melalui gagasan kedaulatan dan hak alami. Para pemikir Abad Pencerahan mengungkapkan bahwa hukum mengatur urusan surgawi dan manusia. Lebih lanjut, teori tersebut mengungkap bahwa hukum itu memberi kekuasaan untuk raja, bukan sebaliknya, kekuasaan raja yang memberi kekuatan hukum. Konsepsi hukum ini akan menemukan puncaknya dalam ide-ide Montesquieu. Konsepsi hukum dianggap sebagai hubungan antar individu, bukan keluarga yang difokuskan pada peningkatan kebebasan individu sebagai realitas fundamental, yang diberikan oleh "Alam dan Tuhan Alam". Di mana pada keadaan yang ideal hukum tersebut akan berubah menjadi seuniversal mungkin.

Asal-Usul Kebebasan Berpolitik

Inggris dan Britania Raya

Inggris dan Britania Raya merumuskan landasan konsep kebebasan individu. Pada tahun 1066, sebagai syarat penobatannya, William Sang Penakluk menyetujui Piagam Kebebasan London yang menjamin kebebasan "Saxon" Kota London.

Pada 1100, Piagam Kebebasan disahkan di mana menetapkan kebebasan tertentu bagi para bangsawan, pejabat gereja, dan individu.

Pada tahun 1166, Henry II dari Inggris mengubah hukum Inggris dengan mengeluarkan Assize of Clarendon. Tindakan tersebut merupakan cikal bakal pengadilan oleh juri dan memulai penghapusan pengadilan dengan pertempuran dan percobaan.

Lihat pula

Referensi

  1. ^ The Merriam-Webster dictionary. Inc Merriam-Webster (edisi ke-New ed). Springfield, Mass.: Merriam-Webster. 2005. ISBN 0-87779-636-X. OCLC 57506684. 
  2. ^ "LIBERTY English Definition and Meaning | Lexico.com". Lexico Dictionaries | English (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-12-06. 
  3. ^ "liberty, n.1". OED Online (dalam bahasa Inggris). Oxford University Press. 
  4. ^ Mill, John Stuart. "I. Introductory. Mill, John Stuart. 1869. On Liberty". www.bartleby.com. Diakses tanggal 2021-12-06. 
  5. ^ Janssen, Sarah (2016). The world almanac and book of facts 2016. Sarah Janssen. New York, NY. ISBN 978-1-60057-199-2. OCLC 904812896. 
  6. ^ Embassy of France in Washington, D.C. "Liberty, Equality, Fraternity". France in the United States / Embassy of France in Washington, D.C. (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-12-06. 
  7. ^ Marcus Aurelius, Emperor of Rome (1997). Meditations. Robin Hard. Ware, Hertfordshire: Wordsworth. ISBN 1-85326-486-5. OCLC 38313529. 
  8. ^ Locke, John. Two Treatises of Government and the Revolution of 1688. Cambridge: Cambridge University Press. hlm. 76. 
  9. ^ Westbrook, Logan Hart (2008). Freedom : keys to freedom from twenty-one national leaders. Benjamin L. Hooks. Memphis, TN: Main Street Publications. hlm. 134. ISBN 9780980115208. OCLC 1149191308. 
  10. ^ John Stuart Mill, On Liberty and Utilitarianism, (New York: Bantam Books, 1993), 12-16.
  11. ^ JOLLEY, KELLY DEAN (2009-04). "MOTIVES FOR PHILOSOPHIZING DEBUNKING AND WITTGENSTEIN'SPHILOSOPHICAL INVESTIGATIONS". Metaphilosophy. 40 (2): 260–272. doi:10.1111/j.1467-9973.2009.01581.x. ISSN 0026-1068. 
  12. ^ P., Rodriguez, Junius (1997). The Historical encyclopedia of world slavery. ABC-CLIO. ISBN 0-87436-885-5. OCLC 37884790. 
  13. ^ Baldissone, Riccardo (2018). Farewell to freedom : a western genealogy of liberty. London: University of Westminster Press. ISBN 978-1-911534-61-7. OCLC 1051782805. 
  14. ^ Aristotle (1995-01-01). Politics. Oxford University Press. hlm. 62. 
  15. ^ Mikalson, Jon D. (2010). Ancient Greek religion (edisi ke-2nd ed). Chichester, West Sussex, U.K.: Wiley-Blackwell. hlm. 129. ISBN 978-1-4443-5819-3. OCLC 778339226. 
  16. ^ Robertson, A. H. (1996). Human rights in the world : an introduction to the study of the international protection of human rights. J. G. Merrills (edisi ke-4th ed). Manchester [England]: Manchester University Press. ISBN 0-7190-4922-9. OCLC 37261147. 
  17. ^ Sen, Amartya Kumar (1997). Human rights and Asian values. Carnegie Council on Ethics and International Relations. New York: Carnegie Council on Ethics and International Affairs. ISBN 0-87641-151-0. OCLC 38309616.