Kerajaan Jambu Lipo

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 19 Agustus 2021 00.52 oleh 182.3.102.253 (bicara) (Menambahkan ringkasa)

Kerajaan Jambu Lipo adalah sebuah kerajaan yang terletak di kecamatan Lubuk Tarok, kabupaten Sijunjung, Sumatra Barat sekarang.

Etimologi

Tidak ada data yang pasti tentang asal usul nama Kerajaan Jambu Lipo. Diperkirakan nama Jambu Lipo berasal dari kata "jambhu dwipa" dalam bahasa bahasa Sanskerta yang berarti "tanah asal".[1] Sedangkan menurut Tambo Minangkabau nama Jambu Lipo berasal dari hasil perjanjian Rajo Tigo Selo di Pagaruyung yang tidak boleh saling melupakan, dengan asal kata "jan bu lupo" yang berarti "jangan ibu lupa".[2]

Sejarah

Al-Mujahid beranjak dari Neger Pasai sesampainya di bukit jambu mendirikan kerajaan yang disebut kerajaan jambu lipo, Kerajaan Jambu Lipo merupakan salah satu cabang Kerajaan Pagaruyung yang berdiri pada awal abad ke-10 dengan raja pertamanya bergelar Dungku Dangka. Susunan Pemerintah Kerajaan Jambu Lipo sama dengan Kerajaan Pagaruyung yang dipakai oleh Rajo Tigo Selo. Pada sekita tahun 1287 para putra-putra Al-Mujahid masuk dan berkembangnya Islam di Bengkulu mukomuko.

Pada awalnya pusat Pemerintahan Kerajaan Jambu Lipo berada di Bukit Jambu Lipo. Pada masa pemerintahan raja ke-4 yang bernama Buayo Kumbang bersama pembesar lainnya mengadakan perundingan terhadap pertentangan Putih Mengenang yang disepakati untuk memindahkan pusat pemerintahan ke Nagari Lubuk Tarok.

Warisan Sejarah bukit jambu

Kebudayaan sebuah kelompok masyarakat dibentuk oleh tradisi leluhur yang diwariskan secara turun temurun. Meskipun pada perkembangannya terjadi asimilasi budaya, namun tradisi yang dipertahankan akan menjadi karakter tersendiri sebagai potensi yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan bagi generasi ke generasi. Seperti pada peninggalan Jambu Lipo, kerajaan Melayu yang mewariskan tradisi bersilaturahmi dan dakwah Islam yang tetap terjaga kelestariannya sebagai salah satu budaya yang tetap dijalankan oleh masyarakatnya hingga hari ini.

Beberapa tradisi Kerajaan Jambu Lipo yang masih membudaya di tengah masyarakat. Salah satunya, tradisi ‘menjalani rantau’ yang digelar sekali dua tahun oleh Rajo Ibadat. Pelestarian tradisi ini berisi kegiatan silaturahmi, penobatan pucuk adat, menyelesaikan sengketa yang ada di daerah rantau, dakwah Islam, dan pengobatan.” peninggalan Kerajaan Jambu Lipo, di antaranya; Istano, Keris (Sokin, Soka Daguk), Pedang Emas, Tombak Jogi, Pending Emas, Destar, Sepit Janggut sebanyak 12 buah, Guncang, Bintang (tempat nasi), Carano, dan Talam.[3]

Referensi

  1. ^ Tambo Alam Minangkabau: Penghapusan Sejarah dan Kekacauan Logika, 17 November 2011. Diakses pada 20 Desember 2011.
  2. ^ Djamaris, Edwar (1991). Tambo Minangkabau. Jakarta: Balai Pustaka.
  3. ^ https://islamictunes.cloud/tradisi-silaturahmi-dan-dakwah-islam-warisan-kerajaan-jambu-lipo/