Korps Brigade Mobil: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 267: Baris 267:
{{Polri}}
{{Polri}}
{{Polri-stub}}
{{Polri-stub}}
[[Kategori:Kepolisian Republik Indonesia]]
[[Kategori:Kepolisian Negara Republik Indonesia]]
[[Kategori:Satuan Polri]]
[[Kategori:Satuan Polri]]
[[Kategori:Paramiliter]]
[[Kategori:Paramiliter]]

Revisi per 22 Mei 2022 17.29

Korps Brigade Mobil
Lambang Korps Brimob
Aktif14 November 1945
NegaraIndonesia Indonesia
Jumlah personelRahasia
Bagian dariKepolisian Republik Indonesia
MarkasCimanggis, Depok, Jawa Barat
MotoJiwaragaku Demi Kemanusiaan
Baret BIRU GELAP 
Pertempuran
Situs webkorbrimob.polri.go.id
Tokoh
KomandanInspektur Jenderal Pol. Drs. Anang Revandoko
Wakil KomandanBrigadir Jenderal Pol. Drs. Setyo Boedi Moempoeni Harso, S.H., M.Hum.
Komandan Pasukan PeloporBrigadir Jenderal Pol. Drs. Imam Widodo, M.Han.
Komandan Pasukan GeganaBrigadir Jenderal Pol. Reza Arief Dewanto, S.I.K.

Korps Brigade Mobil atau sering disingkat Korps Brimob adalah kesatuan operasi khusus yang bersifat paramiliter milik Polri. Korps Brimob juga dikenal sebagai salah satu unit tertua yang ada di dalam organisasi Polri. Beberapa tugas utamanya adalah penanganan terrorisme domestik, penanganan kerusuhan, penegakan hukum berisiko tinggi, pencarian dan penyelamatan (SAR), penyelamatan sandera, dan penjinakan bom (EOD). Korps Brigade Mobil juga bersifat sebagai komponen besar didalam Polri yang dilatih untuk melaksanakan tugas-tugas anti-separatis dan anti-pemberontakan, sering kali bersamaan dengan operasi militer.[1] Korps Brimob tergolong sebagai "Unit Taktis Polisi" (Police Tactical Unit - PTU) dan secara operasional bersifat kesatuan Senjata dan Taktik Khusus (SWAT) polisi (termasuk Densus 88 dan Gegana Brimob).

Korps Brimob terdiri dari 2 (dua) cabang yaitu Gegana dan Pelopor. Gegana bertugas untuk melaksanakan tugas-tugas operasi kepolisian khusus yang lebih spesifik seperti: Penjinakan Bomb (Bomb Disposal), Penanganan KBR (Kimia, Biologi, dan Radioaktif), Anti-Terror (Counter Terrorism), dan Inteligensi. Sementara, Pelopor bertugas untuk melaksanakan tugas-tugas operasi kepolisian khusus yang lebih luas dan bersifat Paramiliter seperti: Penanganan Kerusuhan/Huru-Hara (Riot control), Pencarian dan Penyelamatan (SAR), Pengamanan instalasi vital, dan operasi Gerilya serta pertempuran hutan terbatas.

Pada umumnya, kedua cabang ini sama-sama mempunyai kemampuan taktikal sebagai unit kepolisian khusus, diantaranya; kemampuan dalam tugas-tugas pembebasan sandera di area-area perkotaan (urban setting), Penggerebekan kepada kriminal bersenjata seperti terroris atau seperatis, dan operasi-operasi lainya yang mendukung kinerja kesatuan-kesatuan kepolisian umum. Setiap Polda di Indonesia mempunyai kesatuan Brimob masing-masing.

Sejarah

Brimob pertama-tama terbentuk dengan nama Tokubetsu Keisatsutai (特別警察隊) atau Pasukan Polisi Istimewa. Kesatuan ini pada mulanya diberikan tugas untuk melucuti senjata tentara Jepang, melindungi kepala negara, dan mempertahankan ibu kota. Brimob turut berjuang dalam pertempuran 10 November 1945 di Surabaya. Di bawah pimpinan Inspektur Polisi I Mochammad Jasin, Pasukan Polisi Istimewa ini ikut terlibat dalam pertempuran 10 November 1945 melawan Tentara Sekutu, pada masa penjajahan Jepang Brimob dikenal dengan sebutan Tokubetsu Keisatsutai. Pasukan ini yang pertama kali mendapat penghargaan dari Presiden pertama Republik Indonesia Ir. Soekarno yaitu Sakanti Yano Utama

Menghadapi gerakan separatis

Prajurit Pelopor Brimob adalah kesatuan yang memiliki tugas pokok untuk melakukan tugas-tugas operasional bersifat Paramiliter guna untuk mengatasi gangguan Kamtibmas berkadar tinggi

Pada 1 Agustus 1947, Mobrig dijadikan satuan militer. Dalam kapasitasnya ini, Mobrig terlibat dalam menghadapi berbagai gejolak di dalam negeri. Pada tahun 1948, di bawah pimpinan Moehammad Jasin dan Inspektur Polisi II Imam Bachri bersama pasukan TNI berhasil menumpas pelaku Peristiwa Madiun di Madiun dan Blitar Selatan dalam Operasi Trisula. Mobrig juga dikerahkan dalam menghadapi gerakan separatis DI/TII di Jawa Barat yang dipimpin oleh S.M. Kartosuwiryo dan di Sulawesi Selatan dan Aceh yang dipimpin oleh Kahar Muzakar dan Daud Beureueh. Pada awal tahun 1950 pasukan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) yang dipimpin Kapten Raymond Westerling menyerbu kota Bandung. Untuk menghadapinya, empat kompi Mobrig dikirim untuk menumpasnya.

Mobrig bersama pasukan TNI juga dikerahkan pada April 1950 ketika Andi Azis beserta pengikutnya dinyatakan sebagai pemberontak di Sulawesi Selatan. Kemudian ketika Dr. Soumokil memproklamirkan berdirinya RMS pada 23 April 1950, kompi-kompi tempur Mobrig kembali ditugasi menumpasnya.

Pada tahun 1953, Mobrig juga dikerahkan di Kalimantan Selatan untuk memadamkan pemberontakan rakyat yang dipimpin oleh Ibnu Hajar. Ketika Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) diumumkan pada 15 Februari 1958 dengan Syafruddin Prawiranegara sebagai tokohnya, pemerintah pusat menggelar Operasi Tegas, Operasi Saptamarga dan Operasi 17 Agustus dengan mengerahkan Mobrig dan melalui pasukan-pasukan tempurnya yang lain. Batalyon Mobrig bersama pasukan-pasukan TNI berhasil mengatasi gerakan koreksi PRRI di Sumatra Utara, Sumatra Barat, Sumatra Timur, Riau dan Bengkulu.

Dalam Operasi Mena pada 11 Maret 1958 beberapa kompi tempur Mobrig melakukan serangan ke kubu-kubu pertahanan Permesta di Sulawesi Tengah dan Maluku.

Beralih menjadi Mobrig

Pada 14 November 1946 Perdana Menteri Sutan Sjahrir membentuk Mobile Brigade (Mobrig) sebagai ganti Pasukan Polisi Istimewa. Tanggal ini ditetapkan sebagai hari jadi Korps Baret Biru. Pembentukan Mobrig ini dimaksudkan Sjahrir sebagai perangkat politik untuk menghadapi tekanan politik dari tentara dan sebagai pelindung terhadap kudeta yang melibatkan satuan-satuan militer. Di kemudian hari korps ini menjadi rebutan antara pihak polisi dan militer.

Berganti nama menjadi Brimob

Brimob - Unit Penyergap Bermotor

Pada 14 November 1961 bersamaan dengan diterimanya Pataka Nugraha Sakanti Yana Utama, satuan Mobrig berubah menjadi Korps Brigade Mobil (Korps Brimob).

Brimob pernah terlibat dalam beberapa peristiwa penting seperti Konfrontasi dengan Malaysia tahun 1963 dan aneksasi Timor Timur tahun 1975. Brimob sampai sekarang ini kira-kira berkekuatan 30.000 personel, ditempatkan di bawah kewenangan Kepolisian Daerah masing-masing provinsi.

Pada tahun 1981 Brimob membentuk sub unit baru yang disebut unit Penjinak Bahan Peledak (Jihandak).

Semenjak tahun 1992 Brimob pada dasarnya adalah organisasi yang dilatih dan diorganisasikan dalam kesatuan-kesatuan. Brimob memiliki kekuatan sekitar 12.000 personel. Brigade ini fungsi utamanya adalah sebagai korps untuk menanggulangi situasi darurat, yakni membantu tugas kepolisian kewilayahan dan menangani kejahatan dengan tingkat intensitas tinggi yang menggunakan senjata api dan bahan peledak dalam operasi yang membutuhkan aksi yang cepat. Mereka diterjunkan dalam operasi pertahanan dan keamanan domestik, dan telah dilengkapi dengan perlengkapan anti huru-hara khusus. Mereka telah dilatih khusus untuk menangani demonstrasi massa. Semenjak huru-hara yang terjadi pada bulan Mei 1998, Pasukan Anti Huru-Hara (PHH) kini telah menerima latihan anti huru-hara khusus.Dan terus menerus melakukan pembaharuan dalam bidang materi pelaksanaan Pasukan Huru-Hara(PHH).

Beberapa elemen dari Brimob juga telah dilatih untuk melakukan operasi lintas udara. Dan juga sekarang sudah melakukan pelatihan SAR(Search And Rescue)

Kualifikasi dan Peran

Badge Korps Brimob Polri

Kualifikasi

Kualifikasi setiap anggota Brimob adalah:

  1. Kemampuan dasar navigasi Peta dan Kompas.
  2. Intelijen.
  3. Anti Teror.
  4. Pengendali Huru-Hara.
  5. Perang Gerilya, Taktik Perang Jarak Dekat / Urban.
  6. Penjinakan Bahan Peledak (disingkat Jihandak).
  7. Menangani kejahatan berintensitas tinggi bersenjata.
  8. Mampu Mengoperasikan Komputer.
  9. Survailen, Penyamaran dan Pembuntutan.
  10. Kemampuan Perorangan dan Satuan.[2]

Peran

  1. Peran untuk membantu fungsi polisi lainnya,
  2. Peran untuk melengkapi operasi kepolisian kewilayahan yang dilakukan bersamaan dengan fungsi polisi lainnya,
  3. Peran untuk Melindungi anggota unit Polisi lainnya serta warga sipil yang berada di bawah ancaman,
  4. Peranan untuk memperkuat fungsi kepolisian lainnya dalam pelaksanaan tugas operasional daerah,
  5. Melayani untuk menggantikan dan menangani tugas-tugas Kepolisian kewilayahan apabila situasi atau sasaran sudah mengarah ke kejahatan berkadar tinggi.[3]

Peristiwa

Personil Brimob

Pendaratan di Irian Barat

Korps Brimob Polri mempesiapkan sejumlah Resimen Tim Pertempuran (RTP) di pulau-pulau di Provinsi Maluku yang terdekat dengan Irian Barat sebagai respon atas perintah Presiden Soekarno untuk merebut Irian Barat dari tangan Belanda. Perintah Bung Karno itu dikenal sebagai Tri Komando Rakyat (Trikora). Dalam operasi ini Korps Brimob bergabung dalam Komando Mandala pimpinan Mayjen Soeharto. Satu tim Brimob pimpinan Hudaya Sumarya berhasil mendarat di Fak-Fak Irian Barat menggunakan sebuah speedboat. Dari Fak-Fak pasukan ini menusuk masuk ke pedalaman Irian Barat untuk mengibarkan Sang Saka Merah Putih. Pada masa olah Yudha sebelum pendaratan di Papua, Brimob sempat dimasukkan kedalam daftar unit untuk operasi Naga, tetapi kemudian di batalkan mengingat terbatasnya kualitas Parasut yang dimiliki anggota Brimob saat itu. Operasi Naga akhirnya dilakukan oleh RPKAD di bawah komando Kapten Inf.Benny Moerdani yang kemudian mendapatkan penghargaan Bintang Sakti dari Presiden Soekarno.

Peristiwa G-30-S/PKI

Pada hari-hari setelah peristiwa G-30-S, Brimob tetap netral. Hal ini membingungkan banyak pihak, karena pada September 1965 Brimob adalah unsur yang sangat dekat dengan Amerika. Karena sikap ini, sebagian pengamat menganggap Brimob sebagai unsur yang setia kepada Presiden Soekarno.

Timor Timur

Pada pembebasan Timor Timur tahun 1975 Brimob membentuk satu detasemen khusus untuk bergabung dalam Operasi Seroja, bergabungan dengan pasukan ABRI lainnya. Detesemen khusus ini diberinama Detasemen Khusus (Densus) Alap-alap. Personil Densus Alap-alap terdiri dari mantan anggota Menpor (Resimen Pelopor). Resimen Pelopor merupakan kesatuan khusus Brimob, yang berkualifikasi Ranger. Resimen ini dibubarkan oleh Kapolri tahun 1974 setelah ikut malang melintang dalam beberapa operasi pertempuran, di antaranya dalam Operasi Trikora di Irian Barat dan Dwikora atau Ganyang Malaysia.

Densus Alap-alap bertugas sebagai pasukan pembantu (supporting) untuk memperkuat posisi yang direbut oleh pasukan ujung tombak yaitu RPKAD. Densus Alap-alap ini dibagi dalam tim-tim kecil yang merupakan tim gabungan ABRI.

Peristiwa Binjai

Semenjak Polri dipisahkan dari Tentara Nasional Indonesia, peristiwa bentrok antara Polri dan TNI (terutama TNI-AD) kerap terjadi. Satu peristiwa bentrok TNI-AD dan Polri dalam hal ini Brimob adalah peristiwa Binjai pada tanggal 30 September 2002. Insiden ini melibatkan unit infanteri Lintas Udara 100/Prajurit Setia dengan korps Brimob Polda Sumut yang sama-sama bermarkas di Binjai. Banyak pihak merasa kejadian bentrok TNI-POLRI adalah manifestasi politik adu domba yang dilakukan pihak asing untuk memperlemah kesatuan dan persatuan lembaga kepemerintahan RI. Melihat gelagat tersebut, Bapak Jenderal Polisi Soetanto telah mengusulkan kemungkinan penyatuan kembali matrikulasi akademi militer dan kepolisian. Hal ini diharapkan agar dapat meningkatkan persaudaraan dan kohesifnes daripada undur aset unsur bersenjata NKRI.

Dalam insiden dini hari tersebut pertama hanya dipicu oleh keributan kecil antara oknum prajurit Yonif Linud 100/PS dengan oknum kesatuan Polres Langkat. Namun kemudian, insiden pecah menjadi bentrok senjata antara Polres Langkat ditambah Brimob melawan Yonif Linud 100/PS.

Pelopor

Pasukan Pelopor Brimob

Keuntungan utama membentuk pasukan pada masa konflik adalah pasukan bisa langsung diuji coba di medan pertempuran sebenarnya. Pasukan Brimob Rangers ini menjalani test mission di kawasan Cibeber, Ciawi dan Cikatomas perbatasan Tasikmalaya-Garut Jawa Barat pada tahun 1959. Dalam penugasan ini mereka sering menghadapi penghadangan oleh gerombolan DI/TII dalam jumlah besar. Teknik bertempur anti gerilya teruji dalam test mission ini. Namun demikian, dalam test mission ini akhirnya ada juga anggota Rangers yang tidak siap mental dalam bertempur dan mereka akhirnya harus keluar dari pasukan.

Penugasan resmi operasi militer Brimob Rangers adalah dalam Gerakan Operasi Militer IV di kawasan Sumatra Selatan, Sumatra Barat dan Sumatra Utara. Dalam GOM IV ini pasukan Brimob Rangers menjadi bagian dari Batalyon Infanteri Bangka-Belitung pimpinan Letkol (Inf) Dani Effendi. Penugasan ke Sumatra ini dalam supervisi langsung dari Letjen Ahmad Yani. Pasukan Rangers mempunyai tugas khusus menangkap sisa-sisa pasukan PRRI yang masih bergerilya di hutan Sumatra pimpinan Mayor Malik.

Pasukan Brimob Rangers ini kemudian mengalami perubahan nama menjadi Pelopor pada tahun 1961 pada masa Kapolri Soekarno Djoyonegoro. Hal ini sesuai dengan keinginan Presiden Soekarno yang menghendaki nama Indonesia bagi satuan-satuan TNI/Polri. Pada masa ini pula, Rangers/Pelopor menerima senjata yang menjadi trade mark mereka yaitu AR-15. Penugasan selanjutnya dari pasukan ini adalah menyusup ke Irian Barat/Papua dalam rangka menjadi bagian dari Komando Trikora. Pasukan ini berhasil mendarat di Fak-fak pada bulan Mei 1962 dan terlibat dalam pertempuran dengan Angkatan Darat Belanda. Pasukan ini juga terlibat dalam konfrontasi dengan Malaysia pada tahun 1964.

Pada tahun 1972 pasukan ini secara resmi dibubarkan karena perubahan kebijakan politik pemerintah waktu itu nama pasukan ini pada waktu itu adalah Resimen Pelopor (Menpor) dengan markas di Kelapa Dua Cimanggis. Pada saat persiapan Operasi Seroja tahun 1975, pasukan ini dimobilisasi dan dimasukkan dalam pasukan khusus Detasemen Khusus Alap-alap. Namun, karena sebagian besar anggota Menpor yang masuk dalam Densus Alap-alap sudah bertugas sebagai polisi umum dan tidak pernah lagi berlatih sebagai Brimob, maka insting Brimob mereka jauh berkurang. Akibatnya banyak anggota Menpor yang gugur dalam pertempuran di Timor-Timur saat Operasi Seroja. Sayangnya pada masa inilah pasukan ini dikenang, sehingga kejayaan mereka saat menumpas DI/TII dan PRRI-Permesta, serta penyusupan ke Papua dan Malaysia seolah hilang sama sekali. Oleh karena itu, Brimob Ranger/Resimen Pelopor seolah terlupakan dari sejarah polisi Indonesia. Padahal salah satu mantan Komandan Resimen Pelopor adalah Kapolri yang populer yaitu almarhum Jenderal (Pol) Anton Soedjarwo.

Gegana

Latar Belakang

Gegana adalah bagian dari Kepolisian Indonesia (Polri). Pasukan ini mulai muncul sejak dibubarkannya Resimen Pelopor mulai 1972 dan dibentuklah Sat Gegana di Komdak Jakarta 14 November 1974, meski ketika itu baru berupa detasemen. Baru pada tahun 1995, dengan adanya pengembangan validasi Brimob bahwa kesatuan ini harus memiliki resimen, Detasemen Gegana lalu ditingkatkan menjadi satu resimen tersendiri, yakni Resimen II Brimob yang sekarang berubah nama Sat I Gegana(2003). Tugas utama Gegana ada tiga: mengatasi teror, SAR dan jihandak (penjinakan bahan peledak).

Secara umum, hampir semua anggota Gegana mampu melaksanakan ketiga tugas utama tersebut. Namun, kemampuan khusus yang lebih tinggi hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu. Gegana tidak memiliki Batalyon ataupun Kompi. Kesatuan yang lebih kecil dari resimen adalah detasemen. Setelah itu subden dan yang paling kecil adalah unit. Satu unit biasanya terdiri dari 10 orang. Satu subden 40 orang, dan satu detasemen beranggotakan 280-an orang.

Satu operasi biasanya dilakukan oleh satu unit. Karena itu, dari sepuluh personel dalam satu unit tersebut, harus ada enam orang yang memiliki kemampuan khusus. Masing-masing: dua orang memiliki kemampuan khusus yang lebih tinggi di bidang jihandak, dua orang di bidang SAR dan dua lagi ahli teror. Kedua orang itu disebut operator satu dan operator dua. Yang lainnya mendukung.

Misalnya untuk teror: operatornya harus memiliki keahlian menembak jitu, harus memiliki kemampuan negosiasi, ahli dalam penggebrekan dan penangkapan. Namun semuanya tidak untuk mematikan. Sebab setiap operasi Gegana pertama-tama adalah berusaha untuk menangkap tersangka dan menyeretnya ke pengadilan. Kecuali dalam keadaan terpaksa, yang mengancam jiwa orang yang diteror, barulah terpaksa ada penembakan. Sementara untuk SAR, dituntut memiliki kemampuan dasar seperti menyelam, repling, jumping, menembak, juga P3K.

Demikian pula, operator jihandak harus memiliki keahlian khusus di bidangnya. Setiap anggota Gegana secara umum memang sudah diperkenalkan terhadap bom. Ada prosedur-prosedur tertentu yang berbeda untuk menangani setiap jenis bom, termasuk waktu yang dibutuhkan. Kepada anggota Gegana jenis-jenis bom tersebut dan cara-cara menjinakkannya, termasuk risiko-risikonya, sudah dijelaskan.

Gegana baru punya tiga kendaraan taktis EOD (explosive ordinance disposal) yang sudah lengkap dengan alat peralatan. Selain di Gegana, kendaraan EOD masing-masing satu unit ada di Polda Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Jadi se-Indonesia baru ada enam unit.

Gegana juga bekerjasama dengan pihak luar seperti Amerika Serikat dalam bidang anti terror. Dapat dilihat di periode 2003-2008, teknik dan takti dari Densus-88 semakin mirip dengan teknik dan taktik FBI HRT (Hostage rescue team) Selain itu peralatan yg digunakan oleh Densus-88 juga sama dengan pasukan FBI. Contoh peralatan yang sama adalah senapan serbu AR-15 dengan M-68 sight optik dan kolapsible stock (tipe CQB) Ladder entry teknik, kevlar helmet dll. Sampai saat ini Densus-88 berkonsentrasi untuk pengejaran dan penangkapan terroris yang relatif berkemampuan tempur rendah, sementara pertempuran spesial seperti Pembajakan pesawat dan pembebasan presiden dari penyanderaan masih ditangani oleh unsur TNI. Adapun topik pemberantasan teroris di Indonesia telah menjadi salah satu topik pembicaraan hangat di Trunojoyo III dan Cilangkap mengenai pembagian tugas di dalam pelaksanaan counter terror. POLRI memang telah mendapatkan mandat UU untuk memerangin teror di dalam negeri, tetapi para banyak kalangan merasa POLRI belum dapat beroperasi secara independent untuk memerangi teroris tanpa bantuan unsur luar sehingga para pengamat merasa sangat lebih baik bila POLRI berkerjasama dengan TNI daripada dengan pihak luar.

Komandan

Korps Brimob Polri di pimpin oleh pejabat Perwira Tinggi Polri berbintang dua (Irjen Pol). Sebelumnya panggilan untuk pimpinan korps Brimob adalah kepala, namun pada Februari 2017, berdasarkan Kepres No. 5 Tahun 2017 dan telegram rahasia Kapolri nomor ST/261/II/2017 bahwa ada perubahan nomenklatur dan beberapa perubahan di tubuh Kepolisian Republik Indonesia salah satunya penyebutan untuk pimpinan korps brimob dari Kepala Korps menjadi Komandan Korps.[4] Saat ini Komadan Korps Brimob adalah Irjen Pol Anang Revandoko dia menggantikan Komandan Korps Brimob sebelumnya, Irjen Pol Ilham Salahudin.

Berikut ini adalah Komandan Korps Brimob dari masa ke masa:[5]


Tokubetsu Keisatsutai


1. Kombes. Pol. Raden Soemarto (1945—1950)


Pasukan Polisi Istimewa


2. Kombes. Pol. Mohammad Jasin (1950—1959)
3. Kombes. Pol. Soetjipto Joedodihardjo (1959—1963)


Komandan Mobrig Polisi Pusat


4. Kombes. Pol. Soetjipto Danoekoesoemo (1963—1965)
5. Brigjen. Pol. Daryono Wasito (1965—1972)
6. Brigjen. Pol. Benny Hassan (1973—1974)
7. Kolonel Pol. Anton Soedjarwo (1974—1975)
8. Brigjen. Pol. K.E. Lumi (1975—1978)
9. Kolonel Pol. Sadiman (1978—1981)
10. Brigjen. Pol. Yusuf Chusen Saputra (1981—1982)
11. Brigjen. Pol. Soetrisno Ilham (1982—1983)
12. Brigjen. Pol. Soekardi (1983—1986)
13. Kolonel Pol. Pranoto (1986—1989)
14. Kolonel Pol. R. Suprapto (1989—1990)
15. Kolonel Pol. Fachrie (1990—1993)
16. Brigjen. Pol. Drs. Sutiyono (1993—1998)


Kepala Korps Brimob


17. Brigjen. Pol. Drs. Sylvanus Yulian Wenas (1998—1999)
18. Brigjen. Pol. Firman Gani (1999—2000)
19. Brigjen. Pol. Nurudin Usman (2000—2001)
20. Brigjen. Pol. Jusuf Manggabarani (2001—2002)
21. Irjen. Pol. Drs. S.Y. Wenas (2002—2009)
22. Irjen. Pol. Drs. Imam Sudjarwo, M.Si. (2009—2010)
23. Irjen. Pol. Drs. Syafei Aksal (2010—2012)
24. Irjen. Pol. Drs. Unggung Cahyono (2012—2013)
25. Irjen. Pol. Drs. M. Rum Murkal (2013—2014)
26. Irjen. Pol. Drs. Robby Kaligis (2014—2016)


Komandan Korps Brimob


27. Irjen. Pol. Drs. Murad Ismail (2016—2018)
28. Irjen. Pol. Drs. Rudy Sufahriadi (2018—2019)
29. Irjen. Pol. Drs. Ilham Salahudin, S.H., M.Hum. (2019)
30. Irjen. Pol. Drs. Anang Revandoko (2019—Sekarang)

Pembagian Satuan

Pusat

Komando tertinggi setiap operasi Gegana langsung berada di bawah Kapolri yang dilaksanakan oleh Asop Kapolri.

Daerah

Lihat juga

Referensi

  1. ^ Publikasi Bisnis Internasional Amerika Serikat, Buku Pegangan Hubungan Diplomatik dan Politik AS-Indonesia, 2008
  2. ^ Motto Brimob, Brimob Polri, diakses tanggal 6 May 2017 
  3. ^ Tugas Pokok, Fungsi dan Peranan Brimob, POLDA BABEL, diakses tanggal 6 May 2017 [pranala nonaktif permanen]
  4. ^ Nomenklatur Diubah, Kepala Densus 88 Diganti Kompas
  5. ^ "Daftar Dankorbrimob dari Masa ke Masa"
  6. ^ Pasukan Gegana
  7. ^ Pasukan Pelopor

Pranala luar