Ludwig Ingwer Nommensen: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
k Membatalkan 1 suntingan by Autoganteng (bicara): Spam pranala(Tw)
Tag: Pembatalan
 
(21 revisi perantara oleh 8 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{kegunaan lain|Nommensen (disambiguasi)}}
{{Kotak info pemegang jabatan|order=ke-1|office=Ephorus HKBP|term_start=1881|honorific_prefix='''Ompu i'''<br> [[Dr.]] [[Honoris Causa|(H.C.)]]|name=Ludwig Ingwer Nommensen|honorific_suffix=|image=Berkas:Ingwer Ludwig Nommensen (1834–1918).png|term_end=1918|predecessor=''tidak ada, jabatan baru''|successor={{ubl|[[Valentin Kessel]] <br> {{small|(Penjabat Ephorus)}}|[[Johannes Warneck]]}}|prior_term2=<!--Can be repeated up to 16 times by changing the number-->|birth_date={{Birth date|1834|2|6}}|birth_place=[[Nordstrand]], [[Kadipaten Schleswig]], [[Denmark]]<br>
{{Kotak info pemegang jabatan
(''sekarang [[Jerman]]'')|death_date={{dda|1918|5|23|1834|2|6}}|occupation=[[Pendeta]]|spouse=|children=|father=|mother=|relatives=|death_place= [[Sigumpar, Toba|Sigumpar]], [[Kabupaten Toba|Bataklanden]], [[Keresidenan Tapanuli]], [[Hindia Belanda]]
| order = ke-1
|resting_place= [[Makam Misionaris Dr. I.L. Nommensen]], [[Sigumpar, Toba]], [[Sumatra Utara]] |known_for=Misionaris [[Rheinische Missionsgesellschaft|RMG]] di [[Tapanuli|Tanah Batak]]}}
| office = Ephorus HKBP
| term_start = 1881
| honorific_prefix = '''Ompu i'''<br> [[Dr.]] [[Honoris Causa|(H.C.)]]
| name = Ludwig Ingwer Nommensen
| image = Berkas:Ingwer Ludwig Nommensen (1834–1918).png
| term_end = 1918
| predecessor = ''tidak ada, jabatan baru''
| successor = {{ubl|[[Valentin Kessel]] <br> {{small|(Penjabat Ephorus)}}|[[Johannes Warneck]]}}
| prior_term2 = <!--Can be repeated up to 16 times by changing the number-->
| birth_date = {{Birth date|1834|2|6}}
| birth_place = [[Nordstrand]], [[Kadipaten Schleswig]], [[Denmark]]<br>
(''sekarang [[Jerman]]'')
| death_date = {{dda|1918|5|23|1834|2|6}}
| occupation = [[Pendeta]]
| spouse = {{ubl
|{{marriage|Caroline Gutbrod|1866|1887}}
|{{marriage|Christine Harder|1892|1909}}}}
| children = 5
| death_place = [[Sigumpar, Toba|Sigumpar]], [[Kabupaten Toba|Bataklanden]], [[Keresidenan Tapanuli]], [[Hindia Belanda]]
| resting_place = [[Makam Misionaris Dr. I.L. Nommensen]], [[Sigumpar, Toba|Sigumpar]], [[Kabupaten Toba|Toba]], [[Sumatera Utara]] <br> {{Coord|2|23|42.93|N|99|9|21.37|E}}
| known_for = Misionaris [[Rheinische Missionsgesellschaft|RMG]] di [[Tapanuli|Tanah Batak]]
| parents = {{ubl|Peter Nommensen (ayah)|Antje Karstensen (ibu)}}
}}


[[Doktor|Dr.]] [[Honoris Causa|(H.C.)]] '''Ludwig Ingwer Nommensen''' (di daerah [[Tapanuli|Batak]] dikenal sebagai '''Ingwer Ludwig Nommensen''', disingkat sebagai '''I.L. Nommensen'''; {{lahirmati|[[Nordstrand]], [[Denmark]] (kini [[Jerman]])|6|2|1834|[[Sigumpar, Toba Samosir]]|23|5|1918}}) adalah seorang [[misionaris]] [[Lutheran]] asal [[Jerman]] yang diutus oleh [[Rheinische Missionsgesellschaft|Rheinische Missionsgesellschaft (RMG)]] ke [[Tapanuli]].<ref name="Willem">{{id}}F.D. Willem. 1987. Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh Dalam Sejarah Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm. 198, 199.</ref> Nommensen menghabiskan 56 tahun hidupnya sebagai [[Daftar misionaris Kristen di Tanah Batak|penginjil di Tapanuli]]. Dalam masa penginjilannya itu, terbentuk sebuah gereja [[Protestanisme|Protestan]], yaitu [[Huria Kristen Batak Protestan]] (HKBP). Oleh HKBP, Nommensen dihitung sebagai [[Daftar Pimpinan HKBP|Ephorus HKBP]] pertama.
[[Doktor|Dr.]] [[Honoris Causa|(H.C.)]] '''Ludwig Ingwer Nommensen''' (di daerah [[Tapanuli|Batak]] dikenal sebagai '''Ingwer Ludwig Nommensen''', disingkat sebagai '''I.L. Nommensen'''; {{lahirmati|[[Nordstrand]], [[Denmark]] (kini [[Jerman]])|6|2|1834|[[Sigumpar, Toba Samosir]]|23|5|1918}}) adalah seorang [[misionaris]] [[Lutheran]] asal [[Jerman]] yang diutus oleh [[Rheinische Missionsgesellschaft|Rheinische Missionsgesellschaft (RMG)]] ke [[Tapanuli]].<ref name="Willem">{{id}}F.D. Willem. 1987. Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh Dalam Sejarah Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm. 198, 199.</ref> Nommensen menghabiskan 56 tahun hidupnya sebagai [[Daftar misionaris Kristen di Tanah Batak|penginjil di Tapanuli]]. Dalam masa penginjilannya itu, terbentuk sebuah gereja [[Protestanisme|Protestan]], yaitu [[Huria Kristen Batak Protestan]] (HKBP). Oleh HKBP, Nommensen dihitung sebagai [[Daftar Pimpinan HKBP|Ephorus HKBP]] pertama.
Baris 9: Baris 32:
[[Berkas:PK-Nommensen-a.jpg|ka|tepi|400px|Kartu Pegawai Nommensen]]
[[Berkas:PK-Nommensen-a.jpg|ka|tepi|400px|Kartu Pegawai Nommensen]]


Nommensen berasal dari [[Nordstrand|Pulau Nordstrand]] di [[Schleswig]], yang pada waktu itu merupakan wilayah [[Denmark]] (''sekarang [[Jerman]]'').<ref name="Willem"/> Keluarganya hidup dalam kemiskinan dan penderitaan. Sejak kecil, Nommensen terbiasa hidup dalam kondisi yang demikian.<ref name="Willem"/><ref name="Steenbrink">{{en}}Jan Sihar Aritonang, Karel Steenbrink. 2008. A History of Christianity in Indonesia. Leiden: Koninklijke Brill. Hlm. 535.</ref><ref name="Nommensen"/> Ketika berusia 7 tahun, Nommensen memilih menggembalakan angsa daripada duduk di bangku sekolah.<ref name="Kozok">{{id}}Uli Kozok. 2010. Utusan Damai di Kemelut Perang: Perang Zending dalam Perang Toba. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Hlm. 35,38,92,123.</ref> Pada usia 8 tahun, ia mulai mencari nafkah untuk membantu orang tuanya dengan cara menggembalakan domba.<ref name="Willem"/><ref name="Kozok"/> Pada usia 9 tahun, ia belajar menjadi tukang atap.<ref name="Willem"/><ref name="Kozok"/> Lalu, pada usia 10 tahun, ia bekerja pada seorang petani kaya sambil belajar mengerjakan tanah.<ref name="Nommensen">{{id}}J.T. Nommensen. 1974. Ompu i Dr. Ingwer Ludwig Nommensen. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm. 9.</ref> Ia juga bekerja menuntun kuda yang menarik bajak untuk membajak tanah petani kaya tersebut.<ref name="Nommensen"/>
Nommensen berasal dari Pulau [[Nordstrand]] di [[Kadipaten Schleswig|Schleswig]], yang pada waktu itu merupakan wilayah [[Denmark]] (''sekarang [[Jerman]]'').<ref name="Willem"/> Keluarganya hidup dalam kemiskinan dan penderitaan. Sejak kecil, Nommensen terbiasa hidup dalam kondisi yang demikian.<ref name="Willem"/><ref name="Steenbrink">{{en}}Jan Sihar Aritonang, Karel Steenbrink. 2008. A History of Christianity in Indonesia. Leiden: Koninklijke Brill. Hlm. 535.</ref><ref name="Nommensen"/> Ketika berusia 7 tahun, Nommensen memilih menggembalakan angsa daripada duduk di bangku sekolah.<ref name="Kozok">{{id}}Uli Kozok. 2010. Utusan Damai di Kemelut Perang: Perang Zending dalam Perang Toba. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Hlm. 35,38,92,123.</ref> Pada usia 8 tahun, ia mulai mencari nafkah untuk membantu orang tuanya dengan cara menggembalakan domba.<ref name="Willem"/><ref name="Kozok"/> Pada usia 9 tahun, ia belajar menjadi tukang atap.<ref name="Willem"/><ref name="Kozok"/> Lalu, pada usia 10 tahun, ia bekerja pada seorang petani kaya sambil belajar mengerjakan tanah.<ref name="Nommensen">{{id}}J.T. Nommensen. 1974. Ompu i Dr. Ingwer Ludwig Nommensen. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm. 9.</ref> Ia juga bekerja menuntun kuda yang menarik bajak untuk membajak tanah petani kaya tersebut.<ref name="Nommensen"/>


Pada tahun [[1846]], saat berusia 12 tahun, Nommensen mengalami kecelakaan.<ref name="Willem"/><ref name="Nommensen"/> Sewaktu ia bermain kejar-kejaran dengan temannya, ia tertabrak kereta kuda yang menggilas kakinya sampai patah. Kecelakaan itu membuatnya harus berbaring di tempat tidur berbulan-bulan lamanya.<ref name="Willem"/> Saat itu, Nommensen berdoa meminta kesembuhan dan berjanji akan memberitakan [[Kabar Baik|Injil]] kepada orang kafir jika ia sembuh.<ref name="Willem"/><ref name="van den End"/> Setelah kakinya sembuh, Nommensen kembali menjadi buruh tani untuk membantu keluarganya setelah kematian ayahnya.<ref>Schreiner, Lothar "Nommensen in Selbstzeugnissen: unveröffentlichte Aufsätze, Entwürfe, und Dokumente eingeleitet, erklärt, und herausgegeben von Lothar Schreiner". Verlag an der Lottbek in Ammersbek. 1996. ISBN 3-86130-041-9</ref>
Pada tahun 1846, saat berusia 12 tahun, Nommensen mengalami kecelakaan.<ref name="Willem"/><ref name="Nommensen"/> Sewaktu ia bermain kejar-kejaran dengan temannya, ia tertabrak kereta kuda yang menggilas kakinya sampai patah. Kecelakaan itu membuatnya harus berbaring di tempat tidur berbulan-bulan lamanya.<ref name="Willem"/> Saat itu, Nommensen berdoa meminta kesembuhan dan berjanji akan memberitakan [[Kabar Baik|Injil]] kepada orang kafir jika ia sembuh.<ref name="Willem"/><ref name="van den End"/> Setelah kakinya sembuh, Nommensen kembali menjadi buruh tani untuk membantu keluarganya setelah kematian ayahnya.<ref>Schreiner, Lothar "Nommensen in Selbstzeugnissen: unveröffentlichte Aufsätze, Entwürfe, und Dokumente eingeleitet, erklärt, und herausgegeben von Lothar Schreiner". Verlag an der Lottbek in Ammersbek. 1996. ISBN 3-86130-041-9</ref>


=== Pendidikan dan misi ===
=== Pendidikan dan misi ===
Pada usia 20 tahun, Nommensen berangkat ke [[Barmen]] (sekarang [[Wuppertal]]) untuk melamar menjadi penginjil.<ref name="Willem"/><ref name="van den End"/> Selama empat tahun, ia belajar di seminari [[Misionaris|zending]] [[Gereja Lutheran|Lutheran]] [[Rheinische Missionsgesellschaft]] (RMG).<ref name="Willem"/><ref name="van den End"/> Sesudah lulus, ia kemudian ditahbiskan menjadi pendeta pada tahun [[1861]].<ref name="Willem"/> Ia ditugaskan oleh RMG ke [[Sumatra]] dan tiba pada tanggal 14 [[Mei]] [[1862]] di [[Kota Padang|Padang]].<ref name="Willem"/> Ia memulai misinya di [[Barus, Tapanuli Tengah|Barus]] dengan harapan akan mendapatkan izin untuk menetap di daerah [[Toba]].<ref name="van den End" /> Namun, pemerintah kolonial tidak mengizinkan dengan alasan keamanan.<ref name="Aritonang">{{id}}Jan S. Aritonang. 1988. Sejarah Pendidikan Kristen Di Tanah Batak. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm. 148,149,150, 157.</ref> Oleh sebab itu, ia bergabung dengan penginjil-penginjil lain yaitu Pdt. Heyni dan Pdt. Klammer yang telah berada di daerah [[Sipirok]] yang setelah [[Perang Padri]] dimasukkan dalam wilayah [[Hindia Belanda]].<ref name="Aritonang"/> Di situ, sebagian dari penduduk sudah memeluk agama [[Islam]] sehingga upaya penginjilan berjalan lambat.<ref name="Aritonang"/> Setelah berdiskusi dengan kedua misionaris tersebut, disepakati pembagian wilayah pelayanan, bahwa Nommensen akan bekerja di [[Silindung]].
Pada usia 20 tahun, Nommensen berangkat ke '''Barmen''' (''sekarang [[Wuppertal]]'') untuk melamar menjadi penginjil.<ref name="Willem"/><ref name="van den End"/> Selama empat tahun, ia belajar di seminari [[Misionaris|zending]] [[Gereja Lutheran|Lutheran]] [[Rheinische Missionsgesellschaft]] (RMG).<ref name="Willem"/><ref name="van den End"/> Sesudah lulus, ia kemudian ditahbiskan menjadi pendeta pada tahun 1861.<ref name="Willem"/> Ia ditugaskan oleh RMG ke [[Sumatra]] dan tiba pada tanggal 14 Mei 1862 di [[Kota Padang|Padang]].<ref name="Willem"/> Ia memulai misinya di [[Barus, Tapanuli Tengah|Barus]] dengan harapan akan mendapatkan izin untuk menetap di daerah [[Tapanuli|Toba]].<ref name="van den End" /> Namun, pemerintah kolonial tidak mengizinkan dengan alasan keamanan.<ref name="Aritonang">{{id}}Jan S. Aritonang. 1988. Sejarah Pendidikan Kristen Di Tanah Batak. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm. 148,149,150, 157.</ref> Oleh sebab itu, ia bergabung dengan penginjil-penginjil lain yaitu Pdt. Heyni dan Pdt. Klammer yang telah berada di daerah [[Sipirok, Tapanuli Selatan|Sipirok]] yang setelah [[Perang Padri]] dimasukkan dalam wilayah [[Hindia Belanda]].<ref name="Aritonang"/> Di situ, sebagian dari penduduk sudah memeluk agama [[Islam]] sehingga upaya penginjilan berjalan lambat.<ref name="Aritonang"/> Setelah berdiskusi dengan kedua misionaris tersebut, disepakati pembagian wilayah pelayanan, bahwa Nommensen akan bekerja di [[Silindung]].


Kunjungan pertama Nommensen ke [[Tarutung, Tapanuli Utara|Tarutung]] adalah pada 11 November 1863. Pada kunjungan pertama itu, Nommensen diterima oleh Ompu Pasang (Ompu Tunggul) untuk tinggal di rumahnya. Wilayah kediaman Ompu Pasang masuk dalam wilayah kekuasaan Raja Pontas Lumban Tobing. Dari sini, Nommensen kemudian kembali ke [[Sipirok, Tapanuli Selatan|Sipirok]] untuk mempersiapkan segala sesuatunya yang diperlukan dalam pelayanannya.
Kunjungan pertama Nommensen ke [[Tarutung, Tapanuli Utara|Tarutung]] adalah pada 11 November 1863. Pada kunjungan pertama itu, Nommensen diterima oleh Ompu Pasang (Ompu Tunggul) untuk tinggal di rumahnya. Wilayah kediaman Ompu Pasang masuk dalam wilayah kekuasaan [[Raja Pontas Lumbantobing]]. Dari sini, Nommensen kemudian kembali ke [[Sipirok, Tapanuli Selatan|Sipirok]] untuk mempersiapkan segala sesuatunya yang diperlukan dalam pelayanannya.


Pada pertengahan tahun berikutnya, [[1864]], Nommensen dengan membawa semua perlengkapannya berangkat kembali ke Tarutung, dan tiba di Tarutung pada tanggal [[7 Mei]] 1864. Nommensen kembali ke rumah Ompu Pasang (Ompu Tunggul), tetapi ia ditolak. Di Onan Sitahuru, Nommensen duduk dan merenung di bawah sebatang pohon beringin ([[Bahasa Batak Toba|bahasa Batak]]: ''hariara'') untuk memikirkan apa yang akan ia perbuat. Nommensen lalu pergi ke desa lain dan sampai ke desa milik [[Raja Amandari Sabungan Lumban Tobing]]. Nommensen berharap Raja Amandari dapat mengizinkannya tinggal di atas lumbung padinya. Akan tetapi, pada saat itu Raja Amandari sedang pergi ke desa lain membawa isterinya yang sakit keras. Melalui seorang utusan, Nommensen menyampaikan niatnya kepada Raja Amandari, namun Raja Amandari menolak. Nommensen meminta utusan itu untuk kembali menemui Raja Amandari kedua kalinya dengan pesan bahwa penyakit istri Raja Amandari akan hilang sekembalinya ia ke desanya. Raja Amandari setuju untuk mengizinkan Nommensen tinggal di desanya bila perkataan Nommensen terbukti benar. Penyakit istri Raja Amandari akhirnya sembuh. Raja Amandari kemudian mengizinkan Nommensen tinggal di rumahnya.
Pada pertengahan tahun berikutnya, 1864, Nommensen dengan membawa semua perlengkapannya berangkat kembali ke Tarutung, dan tiba di Tarutung pada tanggal 7 Mei 1864. Nommensen kembali ke rumah Ompu Pasang (Ompu Tunggul), tetapi ia ditolak. Di Onan Sitahuru, Nommensen duduk dan merenung di bawah sebatang pohon beringin ([[Bahasa Batak Toba|bahasa Batak]]: ''Hariara'') untuk memikirkan apa yang akan ia perbuat. Nommensen lalu pergi ke desa lain dan sampai ke desa milik [[Raja Amandari Sabungan Lumban Tobing]]. Nommensen berharap Raja Amandari dapat mengizinkannya tinggal di atas lumbung padinya. Akan tetapi, pada saat itu Raja Amandari sedang pergi ke desa lain membawa isterinya yang sakit keras. Melalui seorang utusan, Nommensen menyampaikan niatnya kepada Raja Amandari, namun Raja Amandari menolak. Nommensen meminta utusan itu untuk kembali menemui Raja Amandari kedua kalinya dengan pesan bahwa penyakit istri Raja Amandari akan hilang sekembalinya ia ke desanya. Raja Amandari setuju untuk mengizinkan Nommensen tinggal di desanya bila perkataan Nommensen terbukti benar. Penyakit istri Raja Amandari akhirnya sembuh. Raja Amandari kemudian mengizinkan Nommensen tinggal di rumahnya.


Keputusan Raja Amandari Sabungan Lumban Tobing untuk menerima Nommensen tinggal di rumahnya mendapat penolakan dari [[Raja Pontas Lumbantobing]]. Raja Pontas berusaha memengaruhi raja-raja di Silindung supaya menolak Nommensen. Sebaliknya, Raja Amandari berusaha mempengaruhi raja-raja di Silindung untuk menerima Nommensen. Masyarakat di sekitar Silindung terbagi dua dalam hal menerima Nommensen. Walaupun masyarakat Silindung terbagi dua (ada yang menerima dan ada yang menolak Nommensen), Nommensen tetap berada di Tarutung dan memulai pelayanannya mengabarkan Injil.
Keputusan Raja Amandari Sabungan Lumban Tobing untuk menerima Nommensen tinggal di rumahnya mendapat penolakan dari [[Raja Pontas Lumbantobing]]. Raja Pontas berusaha memengaruhi raja-raja di Silindung supaya menolak Nommensen. Sebaliknya, Raja Amandari berusaha mempengaruhi raja-raja di Silindung untuk menerima Nommensen. Masyarakat di sekitar Silindung terbagi dua dalam hal menerima Nommensen. Walaupun masyarakat Silindung terbagi dua (ada yang menerima dan ada yang menolak Nommensen), Nommensen tetap berada di Tarutung dan memulai pelayanannya mengabarkan Injil.
Baris 26: Baris 49:
Sejalan dengan pertumbuhan gereja di Silindung, Nommensen membuka [[Sekolah Pendeta HKBP|Sekolah Guru]] di [[Pansur Napitu, Siatas Barita, Tapanuli Utara|Pansur Napitu]]. Lulusan sekolah ini dijadikan sebagai guru Injil dan guru sekolah. Di kemudian hari, sekolah ini dipindahkan ke [[Sipoholon, Tapanuli Utara|Sipoholon]]. Kemudian, Nommensen membuka pos penginjilan baru di [[Sigumpar, Toba|Sigumpar]]. Dari Sigumparlah, ia menyebarkan Injil bersama para pembantunya ke seluruh [[Kabupaten Toba|Toba Holbung]] dan [[Pulau Samosir|Samosir]].
Sejalan dengan pertumbuhan gereja di Silindung, Nommensen membuka [[Sekolah Pendeta HKBP|Sekolah Guru]] di [[Pansur Napitu, Siatas Barita, Tapanuli Utara|Pansur Napitu]]. Lulusan sekolah ini dijadikan sebagai guru Injil dan guru sekolah. Di kemudian hari, sekolah ini dipindahkan ke [[Sipoholon, Tapanuli Utara|Sipoholon]]. Kemudian, Nommensen membuka pos penginjilan baru di [[Sigumpar, Toba|Sigumpar]]. Dari Sigumparlah, ia menyebarkan Injil bersama para pembantunya ke seluruh [[Kabupaten Toba|Toba Holbung]] dan [[Pulau Samosir|Samosir]].


[[Berkas:HKBP Dame Saitnihuta, Res. Dame Saitnihuta 01.jpg|jmpl|Gereja [[HKBP Distrik II Silindung|HKBP Dame Saitnihuta]] yang dibangun Nommensen]]
[[Berkas:HKBP Dame Saitnihuta, Res. Dame Saitnihuta 01.jpg|jmpl|Gereja [[Huria Kristen Batak Protestan|HKBP]] [[HKBP Distrik II Silindung|Dame Saitnihuta]] yang dibangun Nommensen.]]


Ketika diberi izin oleh pemerintah kolonial, maka RMG menunjuk Nommensen untuk membuka pos zending baru di [[Silindung]].<ref name="Aritonang"/> Kehadiran zending ditantang oleh sebagian [[raja]] dan juga oleh sebagian besar penduduk karena mereka takut akan terkena bencana jika menyambut seorang asing yang tidak memelihara [[adat]].<ref name="van den End"/> Selain itu, sikap menolak para raja disebabkan pula oleh kekhawatiran bahwa dengan kedatangan orang-orang kulit putih ini menjadi perintis jalan bagi pemerintahan [[Belanda]] yang berkuasa pada waktu itu.<ref name="van den End"/> Sekalipun demikian, Nommensen berhasil mengumpulkan jemaatnya yang pertama di [[Hutatoruan I, Tarutung, Tapanuli Utara|Huta Dame]] (terjemahan dari Yerusalem - Kampung Damai).<ref name="Willem"/> Pada tahun [[1873]], ia mendirikan gedung gereja, sekolah, dan rumahnya di Pearaja dan hingga kini, Pearaja tetap menjadi pusat [[Huria Kristen Batak Protestan|Gereja HKBP]].<ref name="Willem"/>
Ketika diberi izin oleh pemerintah kolonial, maka RMG menunjuk Nommensen untuk membuka pos zending baru di [[Silindung]].<ref name="Aritonang"/> Kehadiran zending ditantang oleh sebagian [[raja]] dan juga oleh sebagian besar penduduk karena mereka takut akan terkena bencana jika menyambut seorang asing yang tidak memelihara [[adat]].<ref name="van den End"/> Selain itu, sikap menolak para raja disebabkan pula oleh kekhawatiran bahwa dengan kedatangan orang-orang kulit putih ini menjadi perintis jalan bagi pemerintahan [[Belanda]] yang berkuasa pada waktu itu.<ref name="van den End"/> Sekalipun demikian, Nommensen berhasil mengumpulkan jemaatnya yang pertama di [[Hutatoruan I, Tarutung, Tapanuli Utara|Huta Dame]] (terjemahan dari Yerusalem - Kampung Damai).<ref name="Willem"/> Pada tahun [[1873]], ia mendirikan gedung gereja, sekolah, dan rumahnya di Pearaja dan hingga kini, Pearaja tetap menjadi pusat [[Huria Kristen Batak Protestan|Gereja HKBP]].<ref name="Willem"/>


Karena kehadiran para [[misionaris]] tidak disetujui oleh sebagian raja, terutama oleh mereka yang berpihak pada [[Sisingamangaraja XII|Sisingamangaraja]], maka pada bulan Januari 1878, Sisingamangaraja XII sebagai raja yang, menurut pengakuannya sendiri, memiliki kedaulatan atas [[Silindung]], memberi ultimatum kepada para zendeling RMG untuk segera meninggalkan Silindung.<ref name="Kozok"/> Pada akhir Januari, Nommensen meminta kepada pemerintah kolonial Belanda untuk mengirim tentara untuk segera menaklukkan [[Tanah Batak]] yang pada saat itu masih merdeka.<ref name="Kozok"/> Pada awal tahun [[1878]], pasukan pertama di bawah pimpinan Kapten Scheltens bersama dengan Kontrolir Hoevell menuju Pearaja dan disambut oleh Nommensen. Antara Februari hingga Maret, 380 pasukan tambahan dan 100 narapidana didatangkan dari [[Kota Sibolga|Sibolga]]. Februari 1878, ekspedisi militer untuk menumpaskan pasukan Sisingamangaraja XII dimulai.<ref name="ulikozok">http://ulikozok.wordpress.com/peran-zending-dalam-perang-toba/. Diakses pada Jumat 15 April 2011. Pk. 19.55 WIB</ref> Penginjil Nommensen dan Simoneit mendampingi pasukan Belanda selama ekspedisi militer yang dikenal sebagai [[Perang Toba I]].<ref name="ulikozok"/> Keduanya menjadi penunjuk jalan dan penerjemah, serta malah dianggap ikut berperan dalam menentukan kampung-kampung mana yang akan dibakar. Sesudah ekspedisi militer berakhir, puluhan kampung, termasuk markas Sisingamangaraja XII= di Bangkara dibumihanguskan. Atas jasa membantu pemerintah Belanda, pada 27 Desember 1878, Nommensen dan Simoneit menerima surat penghargaan dari pemerintah Belanda, ditambah uang tunai sebanyak 1000 gulden.<ref name="Kozok"/>
Karena kehadiran para [[misionaris]] tidak disetujui oleh sebagian raja, terutama oleh mereka yang berpihak pada [[Sisingamangaraja XII|Si Singamangaraja]], maka pada bulan Januari 1878, Si Singamangaraja XII sebagai raja yang, menurut pengakuannya sendiri, memiliki kedaulatan atas [[Silindung]], memberi ultimatum kepada para zendeling RMG untuk segera meninggalkan Silindung.<ref name="Kozok"/> Pada akhir Januari, Nommensen meminta kepada pemerintah kolonial Belanda untuk mengirim tentara untuk segera menaklukkan [[Tapanuli|Tanah Batak]] yang pada saat itu masih merdeka.<ref name="Kozok"/> Pada awal tahun 1878, pasukan pertama di bawah pimpinan Kapten Scheltens bersama dengan Kontrolir Hoevell menuju Pearaja dan disambut oleh Nommensen. Antara Februari hingga Maret, 380 pasukan tambahan dan 100 narapidana didatangkan dari [[Kota Sibolga|Sibolga]]. Februari 1878, ekspedisi militer untuk menumpaskan pasukan Sisingamangaraja XII dimulai.<ref name="ulikozok">http://ulikozok.wordpress.com/peran-zending-dalam-perang-toba/. Diakses pada Jumat 15 April 2011. Pk. 19.55 WIB</ref> Penginjil Nommensen dan Simoneit mendampingi pasukan Belanda selama ekspedisi militer yang dikenal sebagai [[Perang Toba I]].<ref name="ulikozok"/> Keduanya menjadi penunjuk jalan dan penerjemah, serta malah dianggap ikut berperan dalam menentukan kampung-kampung mana yang akan dibakar. Sesudah ekspedisi militer berakhir, puluhan kampung, termasuk markas Sisingamangaraja XII di Bangkara dibumihanguskan. Atas jasa membantu pemerintah Belanda, pada 27 Desember 1878, Nommensen dan Simoneit menerima surat penghargaan dari pemerintah Belanda, ditambah uang tunai sebanyak 1000 gulden.<ref name="Kozok"/>


Setelah Silindung dan Toba ditaklukkan dalam Perang Toba I, ''[[Batakmission]]'' (zending Batak) mengalami kemajuan dengan pesat, khususnya di daerah Utara.<ref name="Kozok"/> Nommensen berhasil meyakinkan ratusan raja untuk berhenti mengadakan perlawanan.<ref name="Kozok"/> Tentunya, hal ini dapat terjadi setelah Nomensen meyakinkan kembali masyarakat bahwa ia bukan kaki tangan Belanda dan kedatangannya untuk membawa kebaikan.<ref name="Aritonang"/> Hal ini tampak dalam tindakan keseharian Nommensen bagi orang-orang Batak waktu itu.<ref name="Aritonang"/> Contoh beberapa raja yang akhirnya bersikap positif ialah Raja Pontas Lumban Tobing, Ompu Hatobung di [[Pansur Napitu, Siatas Barita, Tapanuli Utara|Pansur Napitu]], Kali Bonar di [[Pahae Julu, Tapanuli Utara|Pahae]], Ompu Batu Tahan di [[Balige, Toba|Balige]], dan lainnya.<ref name="Aritonang"/> Pada tahun [[1881]], Nommensen memindahkan tempat tinggalnya ke kampung [[Sigumpar, Toba|Sigumpar]], dan ia tinggal di sana sampai akhir hayatnya.<ref name="Kruger">{{id}}Muller Kruger. Sejarah Gereja di Indonesia. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm. 218.</ref> Pada tahun kematiannya, Batakmission (cikal bakal [[Huria Kristen Batak Protestan]] (HKBP) mencatat jumlah orang Batak yang dibaptis telah mencapai 180.000 orang.<ref name="Kozok"/>
Setelah Silindung dan Toba ditaklukkan dalam Perang Toba I, ''[[Batakmission]]'' (zending Batak) mengalami kemajuan dengan pesat, khususnya di daerah Utara.<ref name="Kozok"/> Nommensen berhasil meyakinkan ratusan raja untuk berhenti mengadakan perlawanan.<ref name="Kozok"/> Tentunya, hal ini dapat terjadi setelah Nomensen meyakinkan kembali masyarakat bahwa ia bukan kaki tangan Belanda dan kedatangannya untuk membawa kebaikan.<ref name="Aritonang"/> Hal ini tampak dalam tindakan keseharian Nommensen bagi orang-orang Batak waktu itu.<ref name="Aritonang"/> Contoh beberapa raja yang akhirnya bersikap positif ialah Raja Pontas Lumban Tobing, Ompu Hatobung di [[Pansur Napitu, Siatas Barita, Tapanuli Utara|Pansur Napitu]], Kali Bonar di [[Pahae Julu, Tapanuli Utara|Pahae]], Ompu Batu Tahan di [[Balige, Toba|Balige]], dan lainnya.<ref name="Aritonang"/> Pada tahun [[1881]], Nommensen memindahkan tempat tinggalnya ke kampung [[Sigumpar, Toba|Sigumpar]], dan ia tinggal di sana sampai akhir hayatnya.<ref name="Kruger">{{id}}Muller Kruger. Sejarah Gereja di Indonesia. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm. 218.</ref> Pada tahun kematiannya, Batakmission (cikal bakal [[Huria Kristen Batak Protestan]] (HKBP) mencatat jumlah orang Batak yang dibaptis telah mencapai 180.000 orang.<ref name="Kozok"/>


[[Berkas:HKBP DR. I.L. Nommensen, Res. Nommensen Sigumpar (1).jpg|jmpl|Gereja [[HKBP Distrik IV Toba|HKBP DR. I.L. Nommensen]] [[Sigumpar, Toba|Sigumpar]]]]
[[Berkas:HKBP DR. I.L. Nommensen, Res. Nommensen Sigumpar (1).jpg|jmpl|Gereja [[HKBP Distrik IV Toba|HKBP DR. I.L. Nommensen]] [[Sigumpar, Toba|Sigumpar]].]]


Untuk menjaga tatanan hidup dari ribuan orang yang baru masuk menjadi Kristen, Nommensen menyediakan bagi mereka suatu tatanan yang baru.<ref name="van den End"/> Pada tahun [[1866]], ditetapkanlah sebuah Aturan Jemaat.<ref name="van den End"/> Aturan itu meliputi kehidupan orang Kristen di dalam jemaat maupun dalam lingkungan keluarga menyangkut ibadah, perkawinan, hukum, dan pejabat gerejawi.<ref name="van den End"/> Di samping itu, Nommensen menerjemahkan kitab [[Perjanjian Baru]] ke dalam [[bahasa Batak Toba]].<ref name="Willem"/> Ia menerbitkan cerita-cerita Batak dan menerbitkan cerita-cerita PL.<ref name="Willem"/><ref name="Kruger"/> Ia juga berusaha untuk memperbaiki pertanian, peternakan, meminjamkan modal, dan menebus hamba-hamba dari tuannya.<ref name="Willem"/> Jasa Nommensen juga dikenang oleh orang Batak antara lain karena usahanya di bidang pendidikan dengan membuka sekolah penginjil yang menghasilkan penginjil-penginjil Batak [[pribumi]].<ref name="Willem"/> Demikian juga untuk memenuhi kebutuhan guru di sekolah, RMG bersama Nommensen membuka pendidikan guru.<ref name="Willem"/>
Untuk menjaga tatanan hidup dari ribuan orang yang baru masuk menjadi Kristen, Nommensen menyediakan bagi mereka suatu tatanan yang baru.<ref name="van den End"/> Pada tahun [[1866]], ditetapkanlah sebuah Aturan Jemaat.<ref name="van den End"/> Aturan itu meliputi kehidupan orang Kristen di dalam jemaat maupun dalam lingkungan keluarga menyangkut ibadah, perkawinan, hukum, dan pejabat gerejawi.<ref name="van den End"/> Di samping itu, Nommensen menerjemahkan kitab [[Perjanjian Baru]] ke dalam [[bahasa Batak Toba]].<ref name="Willem"/> Ia menerbitkan cerita-cerita Batak dan menerbitkan cerita-cerita PL.<ref name="Willem"/><ref name="Kruger"/> Ia juga berusaha untuk memperbaiki pertanian, peternakan, meminjamkan modal, dan menebus hamba-hamba dari tuannya.<ref name="Willem"/> Jasa Nommensen juga dikenang oleh orang Batak antara lain karena usahanya di bidang pendidikan dengan membuka sekolah penginjil yang menghasilkan penginjil-penginjil Batak [[pribumi]].<ref name="Willem"/> Demikian juga untuk memenuhi kebutuhan guru di sekolah, RMG bersama Nommensen membuka pendidikan guru.<ref name="Willem"/>


Karena kecakapan dan jasa-jasanya dalam pekerjaan penginjilan, maka pimpinan RMG, pada tahun [[1881]],mengangkat Nommensen sebagai [[Ephorus]].<ref name="van den End">{{id}}Th. van den End. 1993. Ragi Carita 2. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm. 175,177.</ref> Jabatan ini diembannya sampai akhir hidupnya.<ref name="Willem"/><ref name="van den End"/> Pada hari ulang tahunnya yang ke-70, Nommensen mendapat gelar Doktor Honoris Causa dari [[Universitas Bonn]].<ref name="Willem"/><ref name="Kozok"/> Pada tahun [[1911]], ia memperoleh penghargaan Kerajaan Belanda dengan diangkat sebagai [[Officer Ordo Oranye-Nassau|Officier in de Orde van Oranje-Nassau]].<ref name="Kozok"/> Ia pun akhirnya mendapat gelar sebagai Rasul Orang Batak.<ref name="Willem"/>
Karena kecakapan dan jasa-jasanya dalam pekerjaan penginjilan, maka pimpinan RMG, pada tahun [[1881]],mengangkat Nommensen sebagai [[Ephorus]].<ref name="van den End">{{id}}Th. van den End. 1993. Ragi Carita 2. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm. 175,177.</ref> Jabatan ini diembannya sampai akhir hidupnya.<ref name="Willem"/><ref name="van den End"/> Pada hari ulang tahunnya yang ke-70, Nommensen mendapat gelar Doktor Honoris Causa dari [[Universitas Bonn]].<ref name="Willem"/><ref name="Kozok"/> Pada tahun [[1911]], ia memperoleh penghargaan Kerajaan Belanda dengan diangkat sebagai ''Officier in de Orde van Oranje-Nassau''.<ref name="Kozok"/> Ia pun akhirnya mendapat gelar sebagai Rasul Orang Batak.<ref name="Willem"/>


=== Kematian ===
=== Kematian ===
Nommensen meninggal pada tanggal [[23 Mei]] [[1918]], pada usia 84 tahun.<ref name="Willem"/> Hingga saat kematiannya, ia telah bekerja sebagai [[pendeta]] di tengah-tengah orang [[Suku Batak|Batak]] selama 57 tahun. Nommensen dimakamkan di [[Sigumpar, Toba]].<ref name="Willem"/> [[Makam Misionaris Dr. I.L. Nommensen|Makamnya]] menjadi tempat wisata rohani di [[Kabupaten Toba]].
Nommensen meninggal pada tanggal 23 Mei 1918, pada usia 84 tahun.<ref name="Willem"/> Hingga saat kematiannya, ia telah bekerja sebagai [[pendeta]] di tengah-tengah orang [[Suku Batak|Batak]] selama 57 tahun. Nommensen dimakamkan di [[Sigumpar, Toba|Sigumpar]], [[Kabupaten Toba|Toba]].<ref name="Willem"/> [[Makam Misionaris Dr. I.L. Nommensen|Makamnya]] menjadi tempat wisata rohani di Kabupaten [[Kabupaten Toba|Toba]].


== Strategi penginjilan ==
== Strategi penginjilan ==
Baris 48: Baris 71:
== Galeri ==
== Galeri ==
<gallery>
<gallery>
HKBP Dame Saitnihuta, Res. Dame Saitnihuta 09.jpg|Patung I.L. Nommensen di kompleks gereja [[HKBP Distrik II Silindung|HKBP Dame Saitnihuta]]
HKBP Dame Saitnihuta, Res. Dame Saitnihuta 09.jpg|Patung I.L. Nommensen di kompleks Gereja [[HKBP Distrik II Silindung|HKBP Dame Saitnihuta]]
HKBP Balige, Res. Balige (I.L. Nommensen).jpg|Lukisan I.L. Nommensen di gereja [[HKBP Distrik XI Toba Hasundutan|HKBP Balige]]
HKBP Balige, Res. Balige (I.L. Nommensen).jpg|Lukisan I.L. Nommensen di Gereja [[HKBP Distrik XI Toba Hasundutan|HKBP Balige]]
HKBP Dame Saitnihuta, Res. Dame Saitnihuta (Foto Nommensen) 08.jpg|Foto I.L. Nommensen di gereja [[HKBP Distrik II Silindung|HKBP Dame Saitnihuta]]
HKBP Dame Saitnihuta, Res. Dame Saitnihuta (Foto Nommensen) 08.jpg|Foto I.L. Nommensen di Gereja [[HKBP Distrik II Silindung|HKBP Dame Saitnihuta]]
HKBP DR. I.L. Nommensen, Res. Nommensen Sigumpar (2).jpg|Gapura gereja [[HKBP Distrik IV Toba|HKBP DR. I.L. Nommensen]] [[Sigumpar, Toba|Sigumpar]]
HKBP DR. I.L. Nommensen, Res. Nommensen Sigumpar (2).jpg|Gapura Gereja [[HKBP Distrik IV Toba|HKBP DR. I.L. Nommensen]] [[Sigumpar, Toba|Sigumpar]]
HKBP Dame Saitnihuta, Res. Dame Saitnihuta 04.jpg|jmpl|Gereja [[HKBP Distrik II Silindung|HKBP Dame Saitnihuta]]
HKBP Dame Saitnihuta, Res. Dame Saitnihuta 04.jpg|jmpl|Gereja [[HKBP Distrik II Silindung|HKBP Dame Saitnihuta]]
HKBP Dame Saitnihuta, Res. Dame Saitnihuta 06.jpg|jmpl|[[Altar]] gereja [[HKBP Distrik II Silindung|HKBP Dame Saitnihuta]]
HKBP Dame Saitnihuta, Res. Dame Saitnihuta 06.jpg|[[Altar]] Gereja [[HKBP Distrik II Silindung|HKBP Dame Saitnihuta]]
GKPI Dame Dr. I.L. Nommensen, Res. Saitnihuta 02.jpg|Gereja [[GKPI]] Dame Dr. I.L. Nommensen yang dibangun oleh [[GKPI]] pasca berpisah dari [[HKBP]]
GKPI Dame Dr. I.L. Nommensen, Res. Saitnihuta 02.jpg|Gereja GKPI Dame Dr. I.L. Nommensen yang dibangun oleh [[Gereja Kristen Protestan Indonesia|GKPI]] pasca berpisah dari [[Huria Kristen Batak Protestan|HKBP]]
</gallery>
</gallery>


== Pranala luar ==
== Lihat pula ==
* [[Salib Kasih]]

* [[Daftar misionaris Kristen di Tanah Batak]]
* {{id}} [http://ulikozok.wordpress.com/peran-zending-dalam-perang-toba/ Hubungan Nommensen, Singamangaraja, dan Belanda.]
* {{en}} [http://justus.anglican.org/resources/bio/163.html Ludwig Nommensen Missionary to Sumatra]


== Bibliografi ==
== Bibliografi ==

* [[1877]], ''The Gospel according to Saint John: Translated out of the Original Greek into Batta (Toba), the Language of the Batta in the Island of Sumatra.'' Elberfeld: Friderichs & Comp.
* [[1877]], ''The Gospel according to Saint John: Translated out of the Original Greek into Batta (Toba), the Language of the Batta in the Island of Sumatra.'' Elberfeld: Friderichs & Comp.
* [[1877]], ''Tobasch Spelboekje'', [[Batavia]]: 's Landsdrukkerij.
* [[1877]], ''Tobasch Spelboekje'', [[Batavia]]: 's Landsdrukkerij.
Baris 74: Baris 95:
{{reflist}}
{{reflist}}


== Lihat pula ==
== Pranala luar ==
* {{id}} [http://ulikozok.wordpress.com/peran-zending-dalam-perang-toba/ Hubungan Nommensen, Singamangaraja, dan Belanda.]

* {{en}} [http://justus.anglican.org/resources/bio/163.html Ludwig Nommensen Missionary to Sumatra]
* [[Salib Kasih, Siatas Barita]]
{{Ephorus HKBP}}
* [[Daftar misionaris Kristen di Tanah Batak]]

{{HKBP}}
{{HKBP}}
{{GKPS}}
{{GKPS}}
{{Terjemahan Alkitab}}
{{Terjemahan Alkitab}}
{{Authority control}}


{{DEFAULTSORT:Nommensen, Ludwig Ingwer}}
{{DEFAULTSORT:Nommensen, Ludwig Ingwer}}

Revisi terkini sejak 16 Oktober 2023 15.36

Ompu i
Dr. (H.C.)
Ludwig Ingwer Nommensen
Ephorus HKBP ke-1
Masa jabatan
1881–1918
Sebelum
Pendahulu
tidak ada, jabatan baru
Pengganti
Informasi pribadi
Lahir(1834-02-06)6 Februari 1834
Nordstrand, Kadipaten Schleswig, Denmark
(sekarang Jerman)
Meninggal23 Mei 1918(1918-05-23) (umur 84)
Sigumpar, Bataklanden, Keresidenan Tapanuli, Hindia Belanda
MakamMakam Misionaris Dr. I.L. Nommensen, Sigumpar, Toba, Sumatera Utara
2°23′42.93″N 99°9′21.37″E / 2.3952583°N 99.1559361°E / 2.3952583; 99.1559361
Suami/istri
  • Caroline Gutbrod
    (m. 1866⁠–⁠1887)
  • Christine Harder
    (m. 1892⁠–⁠1909)
Anak5
Orang tua
  • Peter Nommensen (ayah)
  • Antje Karstensen (ibu)
PekerjaanPendeta
Dikenal karenaMisionaris RMG di Tanah Batak
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Dr. (H.C.) Ludwig Ingwer Nommensen (di daerah Batak dikenal sebagai Ingwer Ludwig Nommensen, disingkat sebagai I.L. Nommensen; 6 Februari 1834 – 23 Mei 1918) adalah seorang misionaris Lutheran asal Jerman yang diutus oleh Rheinische Missionsgesellschaft (RMG) ke Tapanuli.[1] Nommensen menghabiskan 56 tahun hidupnya sebagai penginjil di Tapanuli. Dalam masa penginjilannya itu, terbentuk sebuah gereja Protestan, yaitu Huria Kristen Batak Protestan (HKBP). Oleh HKBP, Nommensen dihitung sebagai Ephorus HKBP pertama.

Kisah hidup[sunting | sunting sumber]

Masa kecil[sunting | sunting sumber]

Kartu Pegawai Nommensen
Kartu Pegawai Nommensen

Nommensen berasal dari Pulau Nordstrand di Schleswig, yang pada waktu itu merupakan wilayah Denmark (sekarang Jerman).[1] Keluarganya hidup dalam kemiskinan dan penderitaan. Sejak kecil, Nommensen terbiasa hidup dalam kondisi yang demikian.[1][2][3] Ketika berusia 7 tahun, Nommensen memilih menggembalakan angsa daripada duduk di bangku sekolah.[4] Pada usia 8 tahun, ia mulai mencari nafkah untuk membantu orang tuanya dengan cara menggembalakan domba.[1][4] Pada usia 9 tahun, ia belajar menjadi tukang atap.[1][4] Lalu, pada usia 10 tahun, ia bekerja pada seorang petani kaya sambil belajar mengerjakan tanah.[3] Ia juga bekerja menuntun kuda yang menarik bajak untuk membajak tanah petani kaya tersebut.[3]

Pada tahun 1846, saat berusia 12 tahun, Nommensen mengalami kecelakaan.[1][3] Sewaktu ia bermain kejar-kejaran dengan temannya, ia tertabrak kereta kuda yang menggilas kakinya sampai patah. Kecelakaan itu membuatnya harus berbaring di tempat tidur berbulan-bulan lamanya.[1] Saat itu, Nommensen berdoa meminta kesembuhan dan berjanji akan memberitakan Injil kepada orang kafir jika ia sembuh.[1][5] Setelah kakinya sembuh, Nommensen kembali menjadi buruh tani untuk membantu keluarganya setelah kematian ayahnya.[6]

Pendidikan dan misi[sunting | sunting sumber]

Pada usia 20 tahun, Nommensen berangkat ke Barmen (sekarang Wuppertal) untuk melamar menjadi penginjil.[1][5] Selama empat tahun, ia belajar di seminari zending Lutheran Rheinische Missionsgesellschaft (RMG).[1][5] Sesudah lulus, ia kemudian ditahbiskan menjadi pendeta pada tahun 1861.[1] Ia ditugaskan oleh RMG ke Sumatra dan tiba pada tanggal 14 Mei 1862 di Padang.[1] Ia memulai misinya di Barus dengan harapan akan mendapatkan izin untuk menetap di daerah Toba.[5] Namun, pemerintah kolonial tidak mengizinkan dengan alasan keamanan.[7] Oleh sebab itu, ia bergabung dengan penginjil-penginjil lain yaitu Pdt. Heyni dan Pdt. Klammer yang telah berada di daerah Sipirok yang setelah Perang Padri dimasukkan dalam wilayah Hindia Belanda.[7] Di situ, sebagian dari penduduk sudah memeluk agama Islam sehingga upaya penginjilan berjalan lambat.[7] Setelah berdiskusi dengan kedua misionaris tersebut, disepakati pembagian wilayah pelayanan, bahwa Nommensen akan bekerja di Silindung.

Kunjungan pertama Nommensen ke Tarutung adalah pada 11 November 1863. Pada kunjungan pertama itu, Nommensen diterima oleh Ompu Pasang (Ompu Tunggul) untuk tinggal di rumahnya. Wilayah kediaman Ompu Pasang masuk dalam wilayah kekuasaan Raja Pontas Lumbantobing. Dari sini, Nommensen kemudian kembali ke Sipirok untuk mempersiapkan segala sesuatunya yang diperlukan dalam pelayanannya.

Pada pertengahan tahun berikutnya, 1864, Nommensen dengan membawa semua perlengkapannya berangkat kembali ke Tarutung, dan tiba di Tarutung pada tanggal 7 Mei 1864. Nommensen kembali ke rumah Ompu Pasang (Ompu Tunggul), tetapi ia ditolak. Di Onan Sitahuru, Nommensen duduk dan merenung di bawah sebatang pohon beringin (bahasa Batak: Hariara) untuk memikirkan apa yang akan ia perbuat. Nommensen lalu pergi ke desa lain dan sampai ke desa milik Raja Amandari Sabungan Lumban Tobing. Nommensen berharap Raja Amandari dapat mengizinkannya tinggal di atas lumbung padinya. Akan tetapi, pada saat itu Raja Amandari sedang pergi ke desa lain membawa isterinya yang sakit keras. Melalui seorang utusan, Nommensen menyampaikan niatnya kepada Raja Amandari, namun Raja Amandari menolak. Nommensen meminta utusan itu untuk kembali menemui Raja Amandari kedua kalinya dengan pesan bahwa penyakit istri Raja Amandari akan hilang sekembalinya ia ke desanya. Raja Amandari setuju untuk mengizinkan Nommensen tinggal di desanya bila perkataan Nommensen terbukti benar. Penyakit istri Raja Amandari akhirnya sembuh. Raja Amandari kemudian mengizinkan Nommensen tinggal di rumahnya.

Keputusan Raja Amandari Sabungan Lumban Tobing untuk menerima Nommensen tinggal di rumahnya mendapat penolakan dari Raja Pontas Lumbantobing. Raja Pontas berusaha memengaruhi raja-raja di Silindung supaya menolak Nommensen. Sebaliknya, Raja Amandari berusaha mempengaruhi raja-raja di Silindung untuk menerima Nommensen. Masyarakat di sekitar Silindung terbagi dua dalam hal menerima Nommensen. Walaupun masyarakat Silindung terbagi dua (ada yang menerima dan ada yang menolak Nommensen), Nommensen tetap berada di Tarutung dan memulai pelayanannya mengabarkan Injil.

Satu tahun kemudian, 27 Agustus 1865, Nommensen melakukan pembaptisan pertama kepada satu orang Batak. Di kemudian hari, Raja Pontas Lumban Tobing yang dulunya menolak Nommensen, juga meminta supaya ia dan keluarganya dibaptis. Pada saat itu, Raja Pontas meminta supaya Nommensen pindah dari Huta Dame ke Pearaja. Setelah Raja Pontas dan keluarganya menjadi Kristen, masyarakat Silindung semakin banyak yang menjadi Kristen.

Sejalan dengan pertumbuhan gereja di Silindung, Nommensen membuka Sekolah Guru di Pansur Napitu. Lulusan sekolah ini dijadikan sebagai guru Injil dan guru sekolah. Di kemudian hari, sekolah ini dipindahkan ke Sipoholon. Kemudian, Nommensen membuka pos penginjilan baru di Sigumpar. Dari Sigumparlah, ia menyebarkan Injil bersama para pembantunya ke seluruh Toba Holbung dan Samosir.

Gereja HKBP Dame Saitnihuta yang dibangun Nommensen.

Ketika diberi izin oleh pemerintah kolonial, maka RMG menunjuk Nommensen untuk membuka pos zending baru di Silindung.[7] Kehadiran zending ditantang oleh sebagian raja dan juga oleh sebagian besar penduduk karena mereka takut akan terkena bencana jika menyambut seorang asing yang tidak memelihara adat.[5] Selain itu, sikap menolak para raja disebabkan pula oleh kekhawatiran bahwa dengan kedatangan orang-orang kulit putih ini menjadi perintis jalan bagi pemerintahan Belanda yang berkuasa pada waktu itu.[5] Sekalipun demikian, Nommensen berhasil mengumpulkan jemaatnya yang pertama di Huta Dame (terjemahan dari Yerusalem - Kampung Damai).[1] Pada tahun 1873, ia mendirikan gedung gereja, sekolah, dan rumahnya di Pearaja dan hingga kini, Pearaja tetap menjadi pusat Gereja HKBP.[1]

Karena kehadiran para misionaris tidak disetujui oleh sebagian raja, terutama oleh mereka yang berpihak pada Si Singamangaraja, maka pada bulan Januari 1878, Si Singamangaraja XII sebagai raja yang, menurut pengakuannya sendiri, memiliki kedaulatan atas Silindung, memberi ultimatum kepada para zendeling RMG untuk segera meninggalkan Silindung.[4] Pada akhir Januari, Nommensen meminta kepada pemerintah kolonial Belanda untuk mengirim tentara untuk segera menaklukkan Tanah Batak yang pada saat itu masih merdeka.[4] Pada awal tahun 1878, pasukan pertama di bawah pimpinan Kapten Scheltens bersama dengan Kontrolir Hoevell menuju Pearaja dan disambut oleh Nommensen. Antara Februari hingga Maret, 380 pasukan tambahan dan 100 narapidana didatangkan dari Sibolga. Februari 1878, ekspedisi militer untuk menumpaskan pasukan Sisingamangaraja XII dimulai.[8] Penginjil Nommensen dan Simoneit mendampingi pasukan Belanda selama ekspedisi militer yang dikenal sebagai Perang Toba I.[8] Keduanya menjadi penunjuk jalan dan penerjemah, serta malah dianggap ikut berperan dalam menentukan kampung-kampung mana yang akan dibakar. Sesudah ekspedisi militer berakhir, puluhan kampung, termasuk markas Sisingamangaraja XII di Bangkara dibumihanguskan. Atas jasa membantu pemerintah Belanda, pada 27 Desember 1878, Nommensen dan Simoneit menerima surat penghargaan dari pemerintah Belanda, ditambah uang tunai sebanyak 1000 gulden.[4]

Setelah Silindung dan Toba ditaklukkan dalam Perang Toba I, Batakmission (zending Batak) mengalami kemajuan dengan pesat, khususnya di daerah Utara.[4] Nommensen berhasil meyakinkan ratusan raja untuk berhenti mengadakan perlawanan.[4] Tentunya, hal ini dapat terjadi setelah Nomensen meyakinkan kembali masyarakat bahwa ia bukan kaki tangan Belanda dan kedatangannya untuk membawa kebaikan.[7] Hal ini tampak dalam tindakan keseharian Nommensen bagi orang-orang Batak waktu itu.[7] Contoh beberapa raja yang akhirnya bersikap positif ialah Raja Pontas Lumban Tobing, Ompu Hatobung di Pansur Napitu, Kali Bonar di Pahae, Ompu Batu Tahan di Balige, dan lainnya.[7] Pada tahun 1881, Nommensen memindahkan tempat tinggalnya ke kampung Sigumpar, dan ia tinggal di sana sampai akhir hayatnya.[9] Pada tahun kematiannya, Batakmission (cikal bakal Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) mencatat jumlah orang Batak yang dibaptis telah mencapai 180.000 orang.[4]

Gereja HKBP DR. I.L. Nommensen Sigumpar.

Untuk menjaga tatanan hidup dari ribuan orang yang baru masuk menjadi Kristen, Nommensen menyediakan bagi mereka suatu tatanan yang baru.[5] Pada tahun 1866, ditetapkanlah sebuah Aturan Jemaat.[5] Aturan itu meliputi kehidupan orang Kristen di dalam jemaat maupun dalam lingkungan keluarga menyangkut ibadah, perkawinan, hukum, dan pejabat gerejawi.[5] Di samping itu, Nommensen menerjemahkan kitab Perjanjian Baru ke dalam bahasa Batak Toba.[1] Ia menerbitkan cerita-cerita Batak dan menerbitkan cerita-cerita PL.[1][9] Ia juga berusaha untuk memperbaiki pertanian, peternakan, meminjamkan modal, dan menebus hamba-hamba dari tuannya.[1] Jasa Nommensen juga dikenang oleh orang Batak antara lain karena usahanya di bidang pendidikan dengan membuka sekolah penginjil yang menghasilkan penginjil-penginjil Batak pribumi.[1] Demikian juga untuk memenuhi kebutuhan guru di sekolah, RMG bersama Nommensen membuka pendidikan guru.[1]

Karena kecakapan dan jasa-jasanya dalam pekerjaan penginjilan, maka pimpinan RMG, pada tahun 1881,mengangkat Nommensen sebagai Ephorus.[5] Jabatan ini diembannya sampai akhir hidupnya.[1][5] Pada hari ulang tahunnya yang ke-70, Nommensen mendapat gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Bonn.[1][4] Pada tahun 1911, ia memperoleh penghargaan Kerajaan Belanda dengan diangkat sebagai Officier in de Orde van Oranje-Nassau.[4] Ia pun akhirnya mendapat gelar sebagai Rasul Orang Batak.[1]

Kematian[sunting | sunting sumber]

Nommensen meninggal pada tanggal 23 Mei 1918, pada usia 84 tahun.[1] Hingga saat kematiannya, ia telah bekerja sebagai pendeta di tengah-tengah orang Batak selama 57 tahun. Nommensen dimakamkan di Sigumpar, Toba.[1] Makamnya menjadi tempat wisata rohani di Kabupaten Toba.

Strategi penginjilan[sunting | sunting sumber]

Strategi misi yang dikembangkan oleh Nommensen adalah mengubah strategi penginjilan, yang awalnya menekankan konversi perorangan menjadi konversi kelompok.[2] Untuk mewujudkan hal itu, Nommensen membuka pos-pos penginjilan baru, termasuk sekolah, dengan tujuan menjalin hubungan baik dengan raja-raja setempat.[7] Keputusan para raja ini sangat menentukan berhasil atau tidaknya upaya penginjilan karena mereka merupakan tokoh yang sangat berpengaruh di tengah-tengah masyarakatnya.[7]

Galeri[sunting | sunting sumber]

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Bibliografi[sunting | sunting sumber]

  • 1877, The Gospel according to Saint John: Translated out of the Original Greek into Batta (Toba), the Language of the Batta in the Island of Sumatra. Elberfeld: Friderichs & Comp.
  • 1877, Tobasch Spelboekje, Batavia: 's Landsdrukkerij.
  • 1878, The New Testament of our Lord and Saviour Jesus Christ: Translated out of the original Greek into Batta (Toba), the language of the Batta in the island of Sumatra. Elberfeld: R. L. Friderichs & Comp,
  • 1885, Tobasch Spelboekje, Elberfeld: R.L. Friderichs & Comp.
  • 1886, Djamita sian Hata ni Debata na di Padan na Robi, Elberfeld: R.L. Friderichs & Comp.
  • 1908, Jamita sian hata ni Debata na di padan na robi, Elberfeld: R.L. Friderichs & Comp.

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x (Indonesia)F.D. Willem. 1987. Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh Dalam Sejarah Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm. 198, 199.
  2. ^ a b (Inggris)Jan Sihar Aritonang, Karel Steenbrink. 2008. A History of Christianity in Indonesia. Leiden: Koninklijke Brill. Hlm. 535.
  3. ^ a b c d (Indonesia)J.T. Nommensen. 1974. Ompu i Dr. Ingwer Ludwig Nommensen. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm. 9.
  4. ^ a b c d e f g h i j k (Indonesia)Uli Kozok. 2010. Utusan Damai di Kemelut Perang: Perang Zending dalam Perang Toba. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Hlm. 35,38,92,123.
  5. ^ a b c d e f g h i j k (Indonesia)Th. van den End. 1993. Ragi Carita 2. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm. 175,177.
  6. ^ Schreiner, Lothar "Nommensen in Selbstzeugnissen: unveröffentlichte Aufsätze, Entwürfe, und Dokumente eingeleitet, erklärt, und herausgegeben von Lothar Schreiner". Verlag an der Lottbek in Ammersbek. 1996. ISBN 3-86130-041-9
  7. ^ a b c d e f g h i (Indonesia)Jan S. Aritonang. 1988. Sejarah Pendidikan Kristen Di Tanah Batak. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm. 148,149,150, 157.
  8. ^ a b http://ulikozok.wordpress.com/peran-zending-dalam-perang-toba/. Diakses pada Jumat 15 April 2011. Pk. 19.55 WIB
  9. ^ a b (Indonesia)Muller Kruger. Sejarah Gereja di Indonesia. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm. 218.

Pranala luar[sunting | sunting sumber]