Metrosel

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
PT Metro Selular Nusantara
Metrosel
Anak perusahaan (2003-2007)
IndustriOperator telekomunikasi seluler
NasibMerger dengan Mobile-8 Telecom
PenerusMobile-8 Telecom
Didirikan30 November 1995
Ditutup11 Juni 2007
Kantor
pusat
Wisma BII Lt. 11
Jl. Pemuda No. 60-70
Surabaya, Indonesia[1]
ProdukAMPS (1996-2003)
PemilikCentralindo Pancasakti Cellular (1996-2003)
Mobile-8 Telecom (2003-2007)
Situs webwww.metrosel.co.id di Wayback Machine (diarsipkan tanggal 5 Agustus 2002)

PT Metro Selular Nusantara (disingkat Metrosel) merupakan sebuah perusahaan operator seluler yang pernah beroperasi di Indonesia. Menggunakan teknologi AMPS dengan fokus layanan di Indonesia Timur dan sebagian Pulau Jawa,[2] pada tahun 1997 layanannya dapat diakses di seluruh Indonesia dan direncanakan akan diperluas hingga ke mancanegara dengan sistem roaming. Metrosel memiliki visi untuk membantu pemerintah dalam menyediakan layanan telekomunikasi murah, handal dan terpercaya dengan mengembangkan sumber daya manusia dan teknologi demi mencapai status sebagai world class operator.[1]

Adapun operasionalnya secara independen berakhir di tahun 2003, setelah diakuisisi oleh PT Mobile-8 Telecom (kini Smartfren) yang menjadikannya anak usaha yang mengelola jaringannya dengan sistem baru CDMA2000. Pada tahun 2007, Metrosel meleburkan diri dengan induknya Mobile-8, yang mengakhiri operasionalnya setelah berdiri selama 12 tahun.

Sejarah

Pendirian dan kinerja awal

PT Metro Selular Nusantara didirikan pada 30 November 1995, dengan awalnya dimiliki secara patungan oleh PT Telekomunikasi Indonesia sebesar 20,17%, Yayasan Dana Pensiun Pegawai Telkom sebesar 9,83%, PT Centralindo Pancasakti Cellular (CPSC, yang dikendalikan oleh Napan Group milik pengusaha Henry Pribadi) sebesar 64%, Pusat Koperasi ABRI sebesar 1% dan PT Djati Yudha Komunikautama sebesar 5%.[3] Perusahaan yang berkantor pusat di Surabaya ini didirikan untuk menyediakan layanan seluler dengan wilayah layanan (yang ditetapkan pemerintah) di Jawa Tengah, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta, Irian Jaya dan Maluku menggunakan sistem AMPS[2][4] berfrekuensi 800 MHz.[5] Sebagai modal awal dari perusahaan ini, adalah pelanggan AMPS PT CPSC yang dialihkan pada Metrosel.[6]

Cikal-bakal bisnis AMPS Metrosel bermula ketika sebuah perusahaan bernama PT Centralindo Panca Sakti (CPS) diberi izin untuk membangun jaringan AMPS bagi telepon mobil (istilah resminya STKB-N, Sistem Sambungan Telepon Kendaraan Bermotor Nasional) dari Deparpostel (sekarang Kemenparekraf) di sejumlah kota-kota besar, seperti Jakarta dan Surabaya bekerjasama dengan Industri Telekomunikasi Indonesia pada tahun 1990. Selanjutnya, proyek ini dilanjutkan ke Semarang-Yogyakarta-Solo dan Surabaya-Malang dengan kapasitas total 9.000 pengguna dan menggunakan perangkat dari Motorola.[7] Adapun layanan AMPS-nya kemudian diluncurkan pada 2 Juli 1991 (menjadikannya operator AMPS pertama di Indonesia), yang merupakan proyek kerjasama bagi hasil bersama Telkom.[8][9] Pada tahun 1995, pengguna layanan PT CPS mencapai 9.200, yang akan bertambah seiring pembangunan infrastruktur berkapasitas 20.000 hingga tahun 2000.[10] Belakangan, bisnis pengoperasian jaringan AMPS PT CPS diserahkan ke perusahaan afiliasinya, PT CPSC,[11] yang kemudian dialihkan kembali menjadi bisnis utama Metrosel yang mulai beroperasi pada akhir 1995.[12]

Pada 28 November 1996, komposisi kepemilikan saham Metrosel berubah dengan masuknya Asialink B.V. (yang terafiliasi dengan perusahaan Grup Salim, First Pacific) dengan memegang 35% saham senilai US$ 147 juta. Diharapkan, kinerja Metrosel akan meningkat pasca bergabungnya Asialink.[13][14] Hasilnya, komposisi saham menjadi dimiliki oleh Asialink sebesar 35%, PT CPSC 36,7%, Telkom 20,17%, dan sisanya tetap dipegang PT Djati Yudha (4%), Pusat Koperasi ABRI (0,80%) dan YDPP Telkom.[15][16]

Pengembangan teknologi dan operasional

Di tahun 1996 itu juga, Metrosel terus mengembangkan usahanya di daerah operasionalnya (mulanya hanya di beberapa kota Jawa Tengah dan Jawa Timur yang dibantu 27 BTS), dengan memakan investasi senilai US$ 25 miliar dan menargetkan 29.000 pengguna.[17] Tahun selanjutnya, perusahaan ini memiliki sekitar 41.178 pelanggan, dan mulai merencanakan untuk menjadi pemimpin pasar wilayah Indonesia Timur serta meningkatkan jaringannya menjadi CDMA. Metrosel juga aktif memberikan bantuan kepada pemerintah dan militer untuk memperluas komunikasinya di Jawa Timur.[18] Pengguna layanan Metrosel dapat menggunakan layanannya di seluruh Indonesia, berkat kerjasama roaming dengan dua operator AMPS lain, Komselindo dan Telesera.[1]

Sempat awalnya terpengaruh oleh krisis ekonomi 1997 yang membuat penggunanya anjlok dari 38.990 menjadi 26.528 pada Maret 1998-1999,[19] Metrosel kemudian justru mencatat kenaikan pengguna, yaitu mencapai 41.424 pada akhir 1999 dan meningkat lagi menjadi 62.981 pelanggan pada Desember 2001. Seiring dengan penurunan pengguna AMPS karena kalah populer dari GSM (dari 48,4% pada 1995 menjadi 4,4% pada 1999), Telkom sebagai salah satu pemilik sahamnya berencana untuk menjalankan proyek konversi menjadi CDMA pada Maret 2001.[20][16] Metrosel juga sempat menjalin kerjasama jaringan dengan operator AMPS lainnya, Komselindo (yang beroperasi di Jabodetabek, Jawa Barat, Sumatra Utara dan Sulawesi), sehingga harga produk keduanya bisa ditekan hingga 40%.[21] Kedua perusahaan pada awal 2001 bahkan sudah merencanakan untuk merger,[22] yang kemudian pada pertengahan 2001 berusaha mengikutsertakan Telesera,[23] walaupun kemudian tidak terwujud.

Perubahan kepemilikan dan merger

Bagaimanapun, bisnis AMPS yang dikelola oleh Metrosel, memasuki tahun 2000-an menemui "titik akhir"-nya. Metrosel kemudian mengalami pergantian pemilik saham. Awalnya, perubahan hanya terjadi di pemegang saham minoritas, dengan kepemilikan Pusat Koperasi ABRI dan PT Djati Yudha menghilang dan struktur kepemilikannya menjadi Telkom (20,17%), PT CPSC (37,03%), Asialink (35%), YDPP Telkom (3%) dan PT Dwimarga Dwiutama (4,8%).[24] Namun, kemudian ada perubahan kepemilikan yang lebih besar lagi, ketika pada tahun 2001, saham PT CPSC, pemilik saham utama Metrosel beralih ke Bhakti Investama (perusahaan yang dimiliki oleh Hary Tanoesoedibjo) sebanyak 37%, setelah Bhakti membeli obligasi PT CPSC di Chase Manhattan Bank. (Kemudian, saham Bhakti meningkat menjadi 100% dengan menggelontorkan dana US$ 35 juta).[25][26]

Pada 21 Maret 2003, salah satu pemegang saham Metrosel, Asialink sepakat mengonversi 35% sahamnya menjadi 14,6% kepemilikannya di anak perusahaan Bhakti lain, PT Mobile-8 Telecom pada 21 Maret 2003.[27] Lalu, pada RUPSLB pada 14 Mei 2003, pemilik saham lain seperti PT Dwimarga dan PT CPSC (ditambah Asialink sebelumnya) juga sepakat untuk menyerahkan 76,3% kepemilikan sahamnya di Metrosel kepada Mobile-8 dengan ganti kepemilikan saham minoritas di Mobile-8.[28] Selanjutnya, di tanggal 8 Agustus 2003, PT CPSC dan Telkom sepakat melakukan pertukaran saham dalam transaksi bernilai total Rp 364,8 miliar:[29] Telkom menjual seluruh sahamnya kepada PT CPSC sebesar 20,17% (ditambah 14,20% saham Komselindo dan 100% saham Telesera) dengan biaya Rp 185,10 miliar, dan sebagai gantinya, PT CPSC menyerahkan saham PT Indonusa Telemedia (penyelenggara televisi berlangganan TelkomVision) sebesar 35% dan memberi hak untuk membeli 16,85% sahamnya di Pasifik Satelit Nusantara pada Telkom.[30] Dengan transaksi ini, praktis kepemilikan Bhakti (lewat anak usahanya, yaitu Mobile-8 dan CPSC) atas Metrosel menjadi 100%.

Di bawah penguasaan manajemen baru, tampak bahwa mereka memutuskan untuk membangun perusahaan dan merek operator seluler baru dengan melanjutkan pembangunan jaringan CDMA yang disiapkan Metrosel (dan Komselindo) sebelumnya, yaitu oleh PT Mobile-8 Telecom. Sebagai persiapannya, Bhakti (dan anak usahanya Bimantara Citra) menjadikan tiga perusahaan komunikasi yang telah diakusisinya, yaitu Komselindo, Metrosel dan Telesera menjadi anak perusahaan Mobile-8.[31][30][25] (Awalnya, saham Mobile-8 di Metrosel hanya 76,3%, namun kemudian 20,17% saham PT CPSC dialihkan ke Mobile-8 sehingga kepemilikannya menjadi 100%).[32]

Pada akhirnya, sebagai "penerus" Metrosel adalah Fren yang diluncurkan pada 8 Desember 2003 dan berbasis CDMA2000, dengan modal awal salah satunya adalah bekas pelanggan AMPS Metrosel yang dipindah menjadi CDMA. Di kondisi terakhirnya (2003), Metrosel merupakan perusahaan dengan pelanggan AMPS terbesar di Indonesia, sebesar 51.788 (walaupun menurun dari 78.519 pada 2002), mengalahkan Komselindo.[33] Sejak saat itu, Metrosel hanya menjadi anak perusahaan Mobile-8 yang tidak terlalu aktif, yaitu (bersama Telesera dan Komselindo) menjadi pemegang izin jaringan CDMA yang dioperasikan oleh Mobile-8. Pada akhirnya, PT Metro Selular Nusantara dimerger dengan induknya, Mobile-8 pada 11 Juni 2007.[34] Merger ini mengakibatkan izin operasional Mobile-8, yang sebelumnya salah satunya atas nama Metrosel, kini beralih ke Mobile-8.[35]

Produk dan layanan

Sama seperti operator seluler lainnya di eranya, produk Metrosel diawali oleh layanan pascabayar. Untuk berlangganan produknya, diwajibkan membayar biaya Rp 75.000 untuk pendaftaran (baik membeli bundling nomor dan perangkat telepon, maupun membeli nomor saja), dan selanjutnya akan dikenakan biaya pemakaian (minimal Rp 65.000/bulan) yang terdiri dari biaya pulsa dan airtime.[1] Namun, seiring perkembangan zaman, Metrosel juga meluncurkan produk lain yang berbasis prabayar maupun modifikasi pascabayar, yaitu:[36]

  • Metrostar: Produk prabayar utama dari Metrosel, yang menawarkan kelebihan dapat menelepon dengan hemat dan menerima panggilan dari manapun secara gratis. Produk ini diluncurkan pada akhir 1999.[37]
  • Metro One: Sama seperti layanan pascabayar, namun dengan biaya pendaftaran/sambung yang lebih murah dan biaya berlangganan yang dihitung selama 1, 3 atau 6 bulan. Layanan yang diberikan berfokus pada penerimaan telepon dari manapun secara gratis.
  • Metro One Plus: Sama seperti layanan pascabayar, namun dengan biaya pendaftaran/sambung yang lebih murah dan biaya berlangganan yang dihitung selama tiga bulan. Layanan yang diberikan berfokus pada penerimaan telepon dari manapun secara gratis, ditambah komunikasi ke telepon seluler AMPS di seluruh Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan biaya terjangkau.
  • Closed User Group: Layanan pascabayar khusus korporasi, keluarga, atau lainnya secara berkelompok (lebih dari 2).
  • RCP (Rural Communication Program): Layanan khusus daerah perintis, berupa telepon yang mirip PSTN namun tidak menggunakan kabel melainkan jaringan Metrosel.

Dalam produk-produknya, Metrosel menawarkan fitur khusus seperti layanan Sambungan Langsung Internasional (SLI, kerjasama dengan Indosat dan Satelindo), no answer transfer/call forwarding, busy transfer/call diversion, call waiting, three way calling, nomor PIN khusus, dan 2 in 1 (dapat menggunakan dua nomor dalam satu perangkat telepon genggam).[1]

Adapun kantor-kantor pelayanan Metrosel tersebar di Surabaya (3 lokasi), Gresik, Jember, Tuban, Mojokerto, Probolinggo, Banyuwangi, Situbondo, Malang, Kediri, Madiun, Semarang (2 lokasi), Salatiga, Kudus, Tegal, Pekalongan, Jepara, Pati, Purwodadi, Magelang, Yogyakarta, Surakarta, Klaten, Purwokerto, Ambon dan Jayapura.[38]

Lihat pula

Referensi

  1. ^ a b c d e BAB III
  2. ^ a b Annual report First Pacific 1996
  3. ^ Media caraka
  4. ^ Annual Report
  5. ^ Warta ekonomi: mingguan berita ekonomi & bisnis, Volume 14,Masalah 8-12
  6. ^ Mergent International Manual, Volume 2
  7. ^ 50 tahun peranan pos & telekomunikasi
  8. ^ The APT Yearbook
  9. ^ Eksekutif, Masalah 159-162
  10. ^ JP/Telkom prepares two join ventures
  11. ^ Annual Report
  12. ^ Asia-Pacific Telecommunication Indicators
  13. ^ Warta ekonomi: mingguan berita ekonomi & bisnis, Volume 8,Masalah 41-49
  14. ^ JP/Asia Link buys 35 percent stake in PT Metrosel
  15. ^ ECON TO TAKE 40% CENTRALINDO PANCA STAKE
  16. ^ a b Towards a Knowledge-based Economy: East Asia's Changing Industrial Geography
  17. ^ Informasi, Masalah 203-208
  18. ^ Buletin penerangan Pemilu '97, Masalah 4
  19. ^ JP/AMPS cell phone operators to launch prepaid service
  20. ^ Yearbook of Asia-Pacific Telecommunications
  21. ^ Warta ekonomi: mingguan berita ekonomi & bisnis, Volume 14,Masalah 1-7
  22. ^ Komselindo to merge[pranala nonaktif permanen]
  23. ^ JP/Three cellular operators plan to merge this year
  24. ^ Perusahaan Perseroan (Persero) P.T. Telekomunikasi Indonesia Tbk.
  25. ^ a b Gamma, Volume 3,Masalah 6-14
  26. ^ Warta ekonomi: mingguan berita ekonomi & bisnis, Volume 19,Masalah 7-13
  27. ^ First Pacific Annual Report 2002
  28. ^ Perusahaan Perseroan (Persero) P.T. Telekomunikasi Indonesia Tbk.
  29. ^ Annual Report Telkom 2002
  30. ^ a b Tempo, Volume 31,Masalah 48-52
  31. ^ Telecommunications Reform in the Asia-Pacific Region
  32. ^ Laporan Keuangan FREN Q1 2009
  33. ^ Yearbook of asia-pacific telecommunications
  34. ^ Merger Tiga Anak Usaha Mobile-8 Efektif
  35. ^ Laporan Keuangan Mobile-8 Telecom, 2007
  36. ^ PASCA BAYAR (REGULAR)
  37. ^ JP/AMPS cell phone operators to launch prepaid service
  38. ^ KANTOR LAYANAN PELANGGAN