Park Chung Hee

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Park Chung-hee
박정희
Presiden Korea Selatan 3
Masa jabatan
17 Desember 1963 (Ketua SCNR 1961-63) – 26 Oktober 1979
Perdana MenteriChoi Doo Sun
Chung Il Kwon
Baek Du-jin
Kim Jong Pil
Choi Kyu Hah
Sebelum
Pendahulu
Yoon Po-son
Pengganti
Choi Kyu-ha
Sebelum
Ketua Dewan Tertinggi untuk Rekonstruksi Nasional
Masa jabatan
Juli 3, 1961 – Desember 17, 1963
Wakil Ketua dari Mei 16, 1961
Sebelum
Pendahulu
Chang Do-yong
Pengganti
Kantor Bangkrut
Sebelum
Informasi pribadi
Lahir14 November 1917
Gumi-si, Gyeongsang Utara, Jepang-Berkuasa di Korea (kini Korea Selatan)
Meninggal26 Oktober 1979(1979-10-26) (umur 62)
Seoul, Korea Selatan
KebangsaanKorea
Partai politikRepublik Demokrat
Suami/istriYuk Young-soo
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini
Nama Korea
Hangul
박정희
Hanja
朴正熙
Alih AksaraBak Jeonghui
McCune–ReischauerPak Chŏnghŭi
Nama pena
Hangul
중수
Hanja
中樹

Park Chung-hee (Korea: 박정희, 30 September 1917 – 26 Oktober 1979) adalah mantan jenderal Angkatan Darat Republik Korea dan diktator Republik Korea pada periode 1961-1979. Ia dituduh melakukan pelanggaran hak asasi manusia pada periode tambahan kepresidenannya.

Sebagai presiden, Park memulai serangkaian reformasi ekonomi yang akhirnya mengarah pada pertumbuhan ekonomi dan industrialisasi yang pesat, sebuah fenomena yang sekarang dikenal sebagai Keajaiban di Sungai Han. Era ini juga menyaksikan terbentuknya chaebol: perusahaan keluarga yang didukung oleh negara mirip dengan zaibatsu Jepang. Contoh chaebol yang signifikan termasuk Hyundai, LG, dan Samsung.

Park Chung Hee pernah lolos dari beberapa percobaan pembunuhan. Salah satunya pada tanggal 15 Agustus 1974, seorang agen Korea Utara Mun Se-gwang mencoba menembak Park saat berpidato. Park lolos dari percobaan pembunuhan tersebut, namun istrinya Yuk Yeong-su tewas. Park tetap meneruskan pidatonya tanpa memperdulikan kondisi istrinya yang kritis. Ia akhirnya terbunuh pada 26 Oktober 1979 oleh Kim Jae-kyu, direktur KCIA dan teman lamanya.

Park Chung Hee kini dianggap sebagai salah satu pemimpin paling penting dalam sejarah Korea, meskipun warisannya sebagai diktator militer terus menimbulkan kontroversi. Jajak pendapat Gallup Korea pada bulan Oktober 2021 menunjukkan Park, Kim Dae-jung (lawan lama Park yang coba dia eksekusi), dan Roh Moo-hyun sebagai presiden dengan peringkat paling tinggi dalam sejarah Korea Selatan dalam hal meninggalkan warisan positif, terutama di kalangan konservatif Korea Selatan dan orang lanjut usia.[1] Putri sulung Park, Park Geun-hye, kemudian menjabat sebagai presiden Korea Selatan ke-11 dari tahun 2013 hingga ia didakwa dan dihukum atas berbagai tuduhan korupsi pada tahun 2017.

Kehidupan Awal dan Pendidikan

Park lahir sekitar pukul 11:00 pada tanggal 14 November 1917, di Sangmo-dong, kota Gumi, Keishōhoku-dō (Gyeongsang Utara), Chōsen dari ayah Park Sŏng-bin dan ibu Paek Nam-ŭi. Dia adalah anak bungsu dari delapan bersaudara. Dia berasal dari klan Park Goryeong.[2]

Park dilahirkan dalam keluarga yang sangat miskin dan selalu kekurangan makanan.[3][4] Menurut Park, ayahnya sebenarnya berasal dari kelas atas (yangban) dan ditetapkan untuk mewarisi kepemilikan keluarga yang moderat, namun hak waris ayahnya dicabut dan diasingkan dari klan setelah dia berpartisipasi dalam Revolusi Petani Donghak tahun 1894–1895.[5] Pada tahun 1916, Park yang sudah tua pindah ke desa istrinya di Sangmo-dong, di mana ia diberi sebidang tanah kecil. Menurut wawancara selanjutnya, dia tidak menggarap lahan bersama istrinya, dan malah minum alkohol dan berkeliaran. Menurut cendekiawan Chong-Sik Lee, ia berspekulasi bahwa Park Sŏng-bin tidak ingin terlihat bekerja karena hal itu menandakan penerimaan atas status yangban-nya yang hilang.[6]

Berbeda dengan ayah Park, ibu Park dilihat oleh teman-temannya sebagai orang yang rajin dan fokus. Dia mengelola rumah tangga dan pertanian. Dia berusia sekitar 43 tahun pada saat Park lahir. Karena usianya yang lanjut dan situasi ekonomi yang buruk, ia mencoba menggugurkan kehamilannya dengan berbagai teknik, termasuk dengan meminum semangkuk kecap dan melemparkan dirinya dari tempat tinggi. Namun, ketika Park Chung Hee akhirnya lahir, dia dilaporkan sangat menyayangi anaknya tersebut.[7][8]

Ketika Park berusia dua tahun, dia merangkak dari lantai yang ditinggikan dan mendarat di lubang api yang membara. Dia dengan cepat diselamatkan dari lubang, tetapi lengannya mengalami luka bakar parah. Selama sisa hidupnya, ia dikabarkan sengaja mengenakan kemeja berlengan panjang untuk menyembunyikan bekas lukanya.[4]

Seorang penulis biografi Park, Cho Gab-je, mewawancarai banyak orang yang mengenal Park, dan mendapat kesan bahwa masa kecil Park cukup bahagia. Menurut Cho, Park mempunyai banyak teman dekat, orang tuanya rukun, dan keluarganya penuh kasih sayang terhadapnya.

Sekolah Dasar

Rumah masa kecil Park Chung Hee

Park adalah orang kedua di keluarganya, setelah kakak laki-lakinya Park Sang Hee, yang bersekolah di sekolah dasar.[9] Ia pertama kali mendaftar pada tanggal 1 April 1927, ketika ia berusia sembilan tahun, dan akhirnya lulus pada tanggal 25 Maret 1932. Sekolahnya, Sekolah Dasar Gumi, berjarak 6 kilometer (3,7 mil)[10] dari rumahnya, dan melalui jalan yang berbahaya. Lee berteori bahwa perjalanan harian yang berat dan kurangnya makanan berdampak buruk pada tubuh Park. Park secara konsisten termasuk di antara siswa terpendek di setiap sekolah yang ia hadiri, dan sering digambarkan sebagai orang yang sakit-sakitan dalam catatan sekolahnya. Di kelas enam, tingginya 135,8 cm (4 kaki 5+1⁄2 inci) dan berat 30 kg. Terlepas dari hambatan fisiknya, dia adalah siswa yang rajin dan memiliki nilai bagus. Park diangkat menjadi ketua kelas selama beberapa tahun; Teman-teman sekelasnya belakangan mengenang bahwa ia bisa bersikap sombong dalam menegakkan disiplin, bahkan menampar beberapa dari mereka.[11]

Pada hari Minggu, Park bersekolah di seodang (sekolah tradisional), di mana ia menerima pendidikan klasik Tiongkok. Pada saat yang sama, Park sering hadir ke Gereja Presbiterian Sangmo di Gumi. Keluarganya sering menggodanya karena mereka tidak pernah datang ke gereja. Park pun akhirnya berhenti ke gereja saat ia lulus sekolah dasar. Beberapa dekade kemudian, dia menyumbangkan uang untuk memperbaiki gereja yang rusak akibat Perang Korea.[12]

Orang-orang yang mengenal Park saat kecil menggambarkannya sebagai orang yang kompetitif dan gigih. Teman-teman sekelasnya kemudian mengingat bahwa setelah dia kalah dalam sebuah lomba atau permainan, seperti panco atau ssireum (gulat Korea), dia akan mengejek lawannya dan menuntut pertandingan ulang sampai dia menang.

Teman-teman Park mengingatnya sebagai seorang yang sangat gemar membaca sejarah, ia sering berbicara penuh semangat dan panjang lebar tentang pahlawan sejarahnya.[13] Ketika ia berusia sekitar 13 tahun, Park menjadi pengagum Kaisar Prancis Napoleon Bonaparte. Lee menyatakan Park terkesan karena "perawakan Napoleon yang pendek tidak menghalanginya untuk menjadi hebat". Sekitar waktu ini, dia juga mengidolakan laksamana Korea terkenal Yi Sun-sin. Park membaca biografi tentang laksamana karya Yi Gwangsu yang sangat menyentuh hatinya. Menurut Lee, sebagian besar isi biografi itu meremehkan politisi dan bahkan orang Korea pada umumnya, karena Yi Sun-sin yang kompeten diperlakukan dengan buruk oleh mereka selama hidupnya. Lee berspekulasi bahwa hal ini kemudian mempengaruhi gaya kepemimpinan otoriter Park.[14]

Sekolah Normal Taegu

Pada tahun 1932, Park diterima di Taegu Normal School, sebuah sekolah menengah yang melatih guru sekolah dasar. Penerimaan siswa sangat kompetitif, karena ini adalah sekolah ketiga di Korea dengan biaya sekolah gratis, dan posisi mengajar secara historis dipandang bergengsi di Korea. Park diterima dari 1.070 pelamar di kelas yang terdiri dari 10 siswa Jepang dan 90 siswa Korea, dan menduduki peringkat ke-50 pada saat penerimaan.[15]

Meski gengsi dan biaya sekolah gratis, ibunya sebenarnya berharap ia tidak diterima. Biaya hidup yang dikeluarkan untuk pendidikannya, serta hilangnya bantuan dalam bertani akan memberikan beban yang cukup besar bagi keluarga. Menurut Lee, keluarga Park akan mengalami kesulitan ekonomi terburuk yang pernah mereka alami. Sekitar waktu ini, Asia sedang mengalami dampak Depresi Besar tahun 1929 dan kebijakan kolonial Jepang mengamanatkan bahwa orang Korea mengirimkan sebagian besar hasil pertanian mereka ke Jepang.[16]

Latihan militer di Taegu pada tahun 1930-an (dari album foto kelulusan 1939)[17]

Sekolah Park di Taegu bersifat militeristik, terutama karena perwira militer Jepang terlibat dalam menjalankannya. Pada musim gugur, seluruh sekolah berpartisipasi dalam enshū (演習)—program pelatihan militer. Menurut Lee, Park menikmati dan unggul dalam aspek-aspek pelatihan tersebut. Dia mempelajari kendo dan menjadi pemain terompet. Antusiasmenya menarik perhatian Letnan Kolonel Arikawa Keiichi (有川圭一, 1891–1945) dari Tentara Kwantung, yang menjalankan program pelatihan militer dan menyukai Park.[18]

Park menjadi tertarik, ia kemudian berhenti mengajar dan bergabung dengan militer. Namun bagi orang-orang sezamannya, peluangnya tampak kecil; masuk ke Akademi Militer Jepang sangat kompetitif bagi orang Korea ditambah nilai-nilai Park sendiri anjlok. Pada tahun 1935, dia berada di peringkat 73 dari 73 siswa di kelasnya, dan semakin sering bolos sekolah setiap tahunnya.[19] Guru Park mengaitkan hal ini dengan situasi ekonominya yang buruk. Lee berspekulasi bahwa ketidakhadiran tersebut disebabkan oleh ketidakmampuan orang tuanya mengumpulkan cukup uang untuk biaya sekolah sebelum awal tahun ajaran, yang menyebabkan dia melewatkan beberapa minggu pertama setiap semester. Selain itu, kakak laki-laki Park, Sang Hee, kehilangan pekerjaannya (dan dua anaknya karena penyakit) pada tahun 1935, membuatnya tidak dapat membantu anggota keluarga lainnya.[20]

Sebaliknya, banyak teman sekelas Park berasal dari keluarga yang mampu secara finansial. Beberapa dari mereka mengenang bahwa Park merasa terhina dengan situasinya. Ketika mereka mengumpulkan uang untuk membeli makanan ringan, Park akan pamit dan merajuk sendirian. Salah satu teman sekelasnya ingat saat melihat Park menangis pada suatu malam. Dia dipulangkan untuk mengumpulkan uang untuk biaya hidupnya, meskipun dia tahu bahwa keluarganya tidak akan memilikinya. Lee berspekulasi bahwa Park menjadi lebih pragmatis dan penuh perhitungan selama masa ini, karena sifat-sifat tersebut diperlukan tidak hanya untuk tetap bersekolah, tetapi juga untuk menghindari kelaparan.[21]

Kekasih dan Istri Pertama

Pada tahun 1934, Park diam-diam mulai berkencan dengan Yi Chŏng-ok, yang bersekolah di sekolah perempuan di kota yang sama. Ayah Park ingin melihat Park menikah sesegera mungkin, dan, karena tidak mengetahui tentang hubungan putranya, menjodohkannya dengan wanita lain: Kim Ho-nam. Keduanya menikah pada tahun 1935, saat Park masih mencintai Yi. Meskipun pernikahan tersebut pada akhirnya akan menghasilkan seorang anak perempuan, Kim terkejut dengan kemiskinan keluarga tersebut, dan pasangan tersebut sebisa mungkin menghindari satu sama lain. Setelah pernikahan mereka, Park punya waktu satu tahun lagi untuk bersekolah, jadi dia meninggalkannya di rumah Park yang kumuh dan kembali ke asrama.

Mengajar

Foto kelulusan Park tahun 1937

Pada tanggal 20 Maret 1937, Park lulus dari Taegu, dengan peringkat 69 dari 70 di kelasnya.[22] Sebagai persyaratan dari sekolahnya, ia diharuskan mengajar setidaknya selama dua tahun,[23] dan ditempatkan di Sekolah Normal Umum Mungyeong. Sekolah tersebut berada di Mungyeong, yang sekarang menjadi objek wisata populer tetapi dulu menjadi kota pertambangan batu bara yang terisolasi. Dia akhirnya mulai menerima gaji yang cukup, yang sebagian dia kirimkan kepada keluarganya. Namun seperti yang pernah dia lakukan, murid-muridnya sering berjalan kaki ke sekolah setiap hari dari jauh dan kesulitan membeli makanan. Ia menawarkan bantuan kepada beberapa dari mereka agar mereka tetap datang ke sekolah. Meskipun Park dikenang oleh murid-muridnya sebagai guru yang penuh perhatian dan antusias, Lee berspekulasi bahwa, di kota kecil seperti itu, Park kesepian dan kurang bersemangat. Dia dan teman sekamarnya minum banyak makgeolli—anggur beras Korea—untuk menghabiskan waktu.[24]

Tak lama setelah Park mulai mengajar, Jepang melancarkan Perang Tiongkok-Jepang Kedua, dan mulai meraih kemenangan signifikan secara berurutan. Park terinspirasi oleh kesuksesan Jepang. Ia bahkan menulis drama panggung yang diperankan oleh murid-muridnya, berjudul [The Korean] Volunteer Soldiers Go to War. Drama tersebut mencerminkan peristiwa saat itu juga, sekitar bulan Februari 1938, pemerintah kolonial telah melembagakan Sistem Pendaftaran Relawan Khusus. Ribuan pemuda Korea melamar, meskipun sebagian besar melamar dengan sukarela, atau bahkan hanya karena gaji dan tunjangan, masih menjadi bahan perdebatan akademis. Namun, militer Jepang enggan menerima warga Korea karena kekhawatiran akan kesetiaan mereka, sehingga hanya menerima sebagian kecil pelamar setiap tahunnya. Jika orang Korea bisa menunjukkan patriotisme yang tak tergoyahkan, mereka dianggap mempunyai peluang lebih besar untuk diterima.[25]

Mendaftar ke Sekolah Militer dan Tumpah Darah

Pada tahun 1938, Park mendaftar ke Akademi Militer Angkatan Darat Manchukuo, yang akan dibuka pada tahun berikutnya. Namun, ia berusia tiga tahun melebihi batas usia maksimum 19 tahun untuk calon; sehingga ia menulis surat permintaan kepada panitia pendaftaran untuk mengabaikan usianya, namun akhirnya ditolak. Park mencari Kang Chae-ho, seorang kapten etnis Korea di Tentara Manchukuo dan penduduk asli Daegu untuk meminta nasihat. Kang menawarkan koneksinya untuk mencoba dan mendapatkan pengecualian atau privilige untuk Park. Dia juga menyarankan Park untuk bersumpah darah (혈서; 血書; hyŏlsŏ) untuk menunjukkan kesetiaannya kepada Jepang dan menarik perhatian publik demi tujuannya.

Park kemudian melakukannya. Pada tanggal 31 Maret 1939, surat kabar Manchukuo Manshū Shimbun memuat artikel berjudul "Sumpah Darah: Keinginan Menjadi Perwira Angkatan Darat: Guru Muda dari Semenanjung".[26]

Pada tanggal 29, petugas penerimaan dari komando Pemerintahan Militer sangat tersentuh oleh surat dari Park Chung Hee, seorang guru di Sekolah Umum Mungyeong Barat di Provinsi Gyeongsang Utara, Korea. Di dalam surat tersebut terdapat sebuah surat penuh semangat yang mengungkapkan keinginan Park untuk menjadi seorang perwira militer, serta sebuah sumpah yang ditulis dengan darah bertuliskan "Pelayanan Sampai Mati" (一死以テ御奉公)... Namun, menjadi seorang perwira terbatas pada mereka yang sudah menjadi tentara; karena berusia 23 tahun, ia melampaui batas usia 19 tahun. Oleh karena itu dan dengan menyesal, lamarannya ditolak dengan sopan.

Penerimaan dan Kontroversi

Terlepas dari penolakan kedua ini, Park akhirnya diterima di akademi. Keadaan seputar penerimaannya tidak diketahui secara pasti, bahkan menjadi sumber kontroversi.[27]

Teori utamanya adalah Arikawa, yang saat itu adalah seorang kolonel di Tentara Kwantung, secara pribadi meminta komandan akademi, Mayor Jenderal Nagumo, untuk mengizinkan Park masuk.[28]

Teori lain, yang diajukan oleh sejarawan Korea-Tiongkok Ryu Yŏn-san pada tahun 2003, menyatakan bahwa Park mungkin bergabung dengan Pasukan Khusus Gando sebagai wujud kesetiaannya. Unit ini dimaksudkan untuk menekan Gerakan Kemerdekaan Korea di wilayah Jiandao ("Gando" dalam bahasa Korea, "Kantō" dalam bahasa Jepang) di Tiongkok Timur Laut. Namun teori ini ditolak oleh penulis biografi Cho Gab-je dan Chong-Sik Lee, yang berpendapat bahwa kesaksian yang mendasari teori tersebut tidak sejalan dengan kronologi peristiwa yang diterima secara luas dalam kehidupan Park.[29][30]

Karier Militer

Akademi Militer Manchukuo

Pada masa ini, ia mengadopsi nama Jepang Takagi Masao (高木正雄).[31] Dia lulus dengan nilai tertinggi di kelasnya pada tahun 1942 dan diakui sebagai perwira berbakat oleh instruktur Jepangnya, yang merekomendasikan dia untuk studi lebih lanjut di Akademi Akademi Angkatan Darat Kekaisaran Jepang di Jepang. Bakatnya sebagai perwira segera diakui dan dia adalah salah satu dari sedikit orang Korea yang diizinkan bersekolah di Akademi Angkatan Darat Kekaisaran Jepang dekat Tokyo. Dia kemudian ditempatkan di resimen Angkatan Darat Jepang di Manchuria dan bertugas di sana sampai Jepang menyerah pada akhir Perang Dunia II.[32]

di Manchukuo

Setelah lulus sebagai peringkaat kelima pada angkatan 1944, Park ditugaskan sebagai letnan di Angkatan Darat di Manchukuo, negara boneka Jepang, dan bertugas selama tahap akhir Perang Dunia II sebagai aide-de-camp komandan resimen.[33]

Kembali ke Korea

Park sebagai Brigadir Jenderal di Korea Selatan, 1957

Park kembali ke Korea setelah perang dan mendaftar di Akademi Militer Korea. Dia lulus di angkatan kedua pada tahun 1946 (salah satu teman sekelasnya adalah Kim Jae-gyu, teman dekatnya dan kemudian menjadi pembunuhnya) dan menjadi perwira di Angkatan Kepolisian di bawah Pemerintahan Militer Angkatan Darat Amerika Serikat di Korea. Pemerintah Korea Selatan yang baru dibentuk, di bawah kepemimpinan Syngman Rhee, menangkap Park pada bulan November 1948 dengan tuduhan bahwa ia memimpin sel Komunis di kepolisian Korea. Park kemudian dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan militer, namun hukumannya diringankan oleh Rhee atas desakan beberapa perwira tinggi militer Korea.[32]

Meskipun Park pernah menjadi anggota Partai Buruh Korea Selatan, tuduhan mengenai keterlibatannya dalam sel militer tidak pernah terbukti. Meski begitu, dia terpaksa keluar dari militer. Saat bekerja di Angkatan Darat sebagai asisten sipil yang tidak dibayar, ia bergaul dengan beberapa lulusan angkatan ke-8 Akademi Militer Korea (lulus tahun 1950), di antaranya adalah Kim Jong-pil, dan kelompok ini yang kemudian menjadi tulang punggung Kudeta 16 Mei. Tepat setelah Perang Korea dimulai dan dengan bantuan Paik Sun-Yup, Park kembali aktif bertugas sebagai mayor di Angkatan Darat Korea Selatan.[32]

Ia dipromosikan menjadi letnan kolonel pada bulan September 1950 dan menjadi kolonel pada bulan April 1951. Sebagai seorang kolonel, Park adalah wakil direktur Biro Intelijen Markas Besar Angkatan Darat pada tahun 1952 sebelum beralih ke artileri dan memimpin Korps Artileri II dan III selama perang. Pada saat perang berakhir pada tahun 1953, Park telah naik pangkat menjadi brigadir jenderal. Setelah penandatanganan Perjanjian Gencatan Senjata Korea, Park dipilih untuk mengikuti pelatihan enam bulan di Fort Sill di Amerika Serikat.[34]

Setelah kembali ke Korea, karier Park semakin meningkat. Dia adalah kepala Sekolah Artileri Angkatan Darat dan memimpin Divisi 5 dan 7 tentara Korea Selatan sebelum dipromosikan menjadi mayor jenderal pada tahun 1958.[32] Park kemudian diangkat menjadi Kepala Staf Angkatan Darat Pertama dan diangkat menjadi kepala Komando Distrik 1 dan 6 Korea, yang memberinya tanggung jawab untuk pertahanan Seoul. Pada tahun 1960, Park menjadi komandan Komando Logistik Pusan ​​sebelum menjadi Kepala Staf Operasi Angkatan Darat Korea Selatan dan wakil komandan Angkatan Darat Kedua. Oleh karena itu, ia adalah salah satu tokoh paling berkuasa dan berpengaruh di militer.[32]

Naik ke Kekuasaan

Pada tanggal 26 April 1960, Syngman Rhee, Presiden Korea Selatan perdana yang berkuasa secara otoriter, dipaksa turun dari jabatannya dan diasingkan setelah Gerakan 19 April, pemberontakan yang dipimpin mahasiswa. Pemerintahan demokratis yang baru mulai menjabat pada tanggal 13 Agustus 1960. Namun, masa pemerintahan parlementer di Korea Selatan hanya berumur pendek. Yun Bo-seonhanya menjadi presiden boneka sedangkan kekuasaan sesungguhnya berada di tangan Perdana Menteri Chang Myon. Permasalahan segera muncul karena tidak ada pemimpin yang dapat memperoleh dukungan dari suara mayoritas Partai Demokrat atau mencapai kesepakatan mengenai komposisi kabinet. Perdana Menteri Chang berusaha untuk mempertahankan koalisi yang lemah dengan merombak posisi kabinet sebanyak tiga kali dalam waktu lima bulan.[35]

Sementara itu, pemerintahan baru terjebak antara perekonomian yang menderita akibat mismanajemen dan korupsi selama satu dekade di bawah kepemimpinan Rhee dan para mahasiswa yang menghasut pemecatan Rhee. Para pengunjuk rasa secara teratur memenuhi jalan-jalan dan menyampaikan tuntutan mengenai reformasi politik dan ekonomi yang lebih luas. Keamanan publik memburuk ditambah masyarakat yang tidak mempercayai polisi, karena berada di bawah kendali pemerintahan Rhee. Selain itu, Partai Demokrat yang berkuasa juga kehilangan dukungan publik setelah pertikaian antar faksi yang berkepanjangan.

Dengan dalih ketidakstabilan dan perpecahan sosial, Mayor Jenderal Park membentuk Komite Revolusi Militer. Ketika dia mengetahui bahwa dia memasuki masa pensiun dalam beberapa bulan ke depan, dia mempercepat rencana Komite. Mereka memimpin kudeta militer pada 16 Mei 1961, yang dipimpin oleh Kepala Staf Angkatan Darat Chang Do-yong setelah pembelotannya pada hari dimulainya kudeta. Pengambilalihan militer membuat pemerintahan Presiden Yun yang terpilih secara demokratis tidak berdaya, sehingga mengakhiri Republik Korea Kedua.

Awalnya, pemerintahan baru dibentuk dari kalangan perwira militer yang mendukung Park. Dewan Tertinggi Rekonstruksi Nasional bentukan reformis militer secara nominal dipimpin oleh Jenderal Chang. Setelah penangkapan Chang pada bulan Juli 1961, Park mengambil kendali keseluruhan dewan. Kudeta ini disambut baik oleh masyarakat umum yang kelelahan karena kekacauan politik. Meskipun Perdana Menteri Chang dan Jenderal AD Amerika Serikat Carter Magruder menolak upaya kudeta, Presiden Yun memihak militer dan membujuk Angkatan Darat Ke-8 Amerika Serikat dan para komandan berbagai unit tentara Korea Selatan untuk tidak ikut campur dalam pemerintahan baru.[35]


Segera setelah kudeta, Park dipromosikan menjadi Letnan Jenderal. Sejarawan Korea Selatan Hwang Moon Kyung menggambarkan pemerintahan Park sebagai sangat "militeristik", dan sejak awal ia menyatakan bahwa Park bertujuan untuk memobilisasi masyarakat Korea Selatan mengikuti "garis disiplin militer". Salah satu tindakan pertama Park setelah berkuasa adalah kampanye untuk "membersihkan" jalanan dengan menangkap dan mempekerjakan para tunawisma di "pusat kesejahteraan".

Sejarawan Amerika Carter Eckert menulis bahwa historiografi, termasuk karyanya seputar Park cenderung mengabaikan "gajah besar di dalam ruangan" yaitu cara Park melakukan kündaehwa (modernisasi) Korea Selatan dipengaruhi oleh cara khas militeristiknya dalam memahami dunia. Sedangkan sifat Japanofilia Park dari pendidikan militer Jepangnya dapat menciptakan apa yang oleh para sejarawan Korea Selatan disebut sebagai " kediktatoran pembangunan". Eckert menyebut Korea Selatan di bawah kepemimpinan Park sebagai salah satu negara paling termiliterisasi di seluruh dunia, menulis bahwa Park berupaya memiliterisasi masyarakat Korea Selatan dengan cara yang belum pernah dilakukan oleh pemimpin Korea Selatan lainnya.

Di Angkatan Darat Kekaisaran Jepang, ada kepercayaan bahwa Bushido akan memberi tentara Jepang "semangat" yang cukup sehingga membuat mereka tak terkalahkan dalam pertempuran, karena Jepang menganggap perang hanyalah masalah kemauan dan pihak yang lebih kuat akan selalu menang. Mencerminkan latar belakangnya sebagai seorang pria yang dilatih oleh perwira Jepang, salah satu ungkapan favorit Park adalah "kita bisa melakukan apa pun jika kita mencoba" karena Park berpendapat bahwa semua masalah dapat diatasi hanya dengan kemauan keras. Eckert menulis ketika mewawancarai teman-teman terdekat Park, dia selalu mendapat jawaban yang sama ketika dia bertanya kepada mereka apa pengaruh penting bagi Park, yaitu pelatihan perwira oleh Jepang di Manchukuo.[36] Semua teman Park memberi tahu Eckert bahwa untuk memahaminya, seseorang perlu memahami Ilbonsik sagwan kyoyuk (pelatihan perwira Jepang) karena semua aspek itu mempertahankan pribadi Park sebagai perwira Angkatan Darat Kekaisaran Jepang.[36]

Park bersama Presiden AS John F. Kennedy di Washington, D.C., pada tanggal 14 November, 1961

Pada tanggal 19 Juni 1961, dewan militer membentuk Badan Intelijen Nasional (Korea Selatan) atau KCIA untuk mencegah kudeta balasan dan menekan musuh potensial, baik asing maupun dalam negeri. Selain diberi kewenangan investigasi, KCIA juga diberi kewenangan untuk menangkap dan menahan siapa pun yang dicurigai melakukan kesalahan atau memiliki sentimen anti-pemerintah. Di bawah direktur pertamanya, pensiunan Brigjen Kim Jong-pil, kerabat Park dan salah satu perencana awal kudeta, KCIA akan memperluas kekuasaannya pada urusan ekonomi dan luar negeri.[37]

Presiden Yun tetap menjabat, memberikan legitimasi kepada rezim militer. Setelah Yun mengundurkan diri pada tanggal 24 Maret 1962, Letnan Jenderal Park, yang tetap menjadi ketua Dewan Tertinggi untuk Rekonstruksi Nasional, mengkonsolidasikan kekuasaannya dengan menjadi penjabat presiden; dia juga dipromosikan menjadi jenderal penuh. Park setuju untuk memulihkan pemerintahan sipil menyusul tekanan dari pemerintahan Kennedy.[38]

Pada tahun 1963, ia terpilih sebagai presiden dengan haknya sendiri sebagai kandidat dari Partai Republik Demokratik yang baru dibentuk. Dia menunjuk Park Myung-keun, Wakil Pemimpin partai sebagai kepala Kantor Kepresidenan. Dia mengalahkan mantan Presiden Yun, kandidat dari Partai Pemerintahan Sipil, dengan selisih tipis 156.000 suara—margin 1,5 persen. Park terpilih kembali sebagai presiden pada tahun 1967, mengalahkan Yun dengan sedikit kesulitan.

Kepresidenan (1962–1979)

Kebijakan Luar Negeri

Pada bulan Juni 1965 Park menandatangani Perjanjian Normalisasi Hubungan dengan Jepang, yang mencakup pembayaran reparasi dan pemberian pinjaman lunak dari Jepang. Hal ini menyebabkan peningkatan perdagangan dan investasi antara Korea Selatan dan Jepang. Pada bulan Juli 1966 Korea Selatan dan Amerika Serikat menandatangani Status of Forces Agreement yang membangun hubungan yang lebih setara antara kedua negara. Dengan kekuatan ekonomi yang semakin besar dan jaminan keamanan dari Amerika Serikat, ancaman invasi konvensional dari Korea Utara nampaknya semakin kecil. Menyusul eskalasi Perang Vietnam dengan pengerahan pasukan tempur darat pada bulan Maret 1965, Korea Selatan mengirimkan Divisi Capital dan Brigade Marinir ke-2 ke Vietnam Selatan pada bulan September 1965, diikuti oleh Divisi Kuda Putih pada bulan September 1966. Sepanjang tahun 1960-an, Park menyampaikan pidato yang menyalahkan Aliansi Inggris-Jepang dan Inggris atas pengambilalihan Korea oleh Jepang.[39]

Perang Vietnam

Atas permintaan Amerika Serikat, Park mengirimkan sekitar 320.000 tentara Korea Selatan untuk berperang bersama Amerika Serikat dan Vietnam Selatan selama Perang Vietnam. Alasan yang dikemukakan untuk hal ini adalah untuk membantu menjaga hubungan baik dengan Amerika Serikat, mencegah kemajuan komunisme lebih lanjut di Asia Timur[40] dan untuk meningkatkan kedudukan Republik ini di dunia internasional. Pada bulan Januari 1965, pada hari ketika sebuah rancangan undang-undang yang mewajibkan pengerahan pasukan dalam jumlah besar disahkan oleh Majelis Nasional (dengan 106 suara mendukung dan 11 menolak),[41] Park mengumumkan bahwa sudah "waktunya bagi Korea Selatan untuk melepaskan diri dari posisi pasif dalam menerima bantuan atau intervensi yang menderita, dan untuk mengambil peran proaktif dalam mengambil tanggung jawab terhadap isu-isu internasional yang besar.” Tentara Korea Selatan pada akhirnya tidak mampu mengalahkan Viet Cong, meskipun Korea Selatan dinilai cukup berhasil. Mereka juga terkenal karena kebrutalannya terhadap warga sipil dan dituduh melakukan banyak pembantaian "ala Pembantaian My Lai".

Meskipun tujuan utamanya adalah untuk memperkuat aliansi militer dengan Amerika Serikat, tetapi pemerintah Korea Selatan juga mendapat insentif finansial karena partisipasi mereka dalam perang tersebut. Personel militer Korea Selatan dibayar oleh pemerintah federal Amerika Serikat dan gaji mereka dikirimkan langsung ke pemerintah Korea Selatan. Park sangat ingin mengirim pasukan Korea Selatan ke Vietnam dan berkampanye dengan penuh semangat untuk memperpanjang perang. Sebagai imbalan atas komitmen pasukan, Korea Selatan menerima hibah, pinjaman, subsidi, transfer teknologi, dan pasar istimewa senilai puluhan miliar dolar, semuanya disediakan oleh pemerintahan Johnson dan Nixon.

Lihat pula

Referensi

  1. ^ "[갤럽] "전두환 잘한 일 많다" 16%뿐…노태우는 21%". Naver News. October 29, 2021. Diakses tanggal May 16, 2022. 
  2. ^ Lee (2012), hlm. 8.
  3. ^ Lee (2012), hlm. 26, 34.
  4. ^ a b Cho 67 (1997).
  5. ^ Cho 68 (1997).
  6. ^ Lee (2012), hlm. 21–23.
  7. ^ Lee (2012), hlm. 25.
  8. ^ Cho 70 (1997).
  9. ^ Lee (2012), hlm. 38.
  10. ^ 임, 병도 (2016-06-07). "별의별 박정희 우상화, 북한과 뭐가 다른가" [How is the Idolization of Park Chung Hee Different From North Korea's?]. Huffington Post Korea (dalam bahasa Korea). Diakses tanggal 2023-12-23. 
  11. ^ Lee (2012), hlm. 41–42.
  12. ^ Lee (2012), hlm. 48–49.
  13. ^ Cho 84 (1998).
  14. ^ Lee (2012), hlm. 76–78.
  15. ^ Lee (2012), hlm. 52–53.
  16. ^ Lee (2012), hlm. 53–55.
  17. ^ 대봉동 구 대구사범학교 본관 및 강당 (dalam bahasa Korea). December 2005. ISBN 89-8124-506-1. Diakses tanggal 2023-10-24. 
  18. ^ Lee (2012), hlm. 60–61.
  19. ^ Lee (2012), hlm. 64–65.
  20. ^ Lee (2012), hlm. 68–69.
  21. ^ Lee (2012), hlm. 69–70.
  22. ^ Cho 97 (1998).
  23. ^ Lee (2012), hlm. 93.
  24. ^ Lee (2012), hlm. 82–84.
  25. ^ Lee (2012), hlm. 87–89.
  26. ^ Lee (2012), hlm. 104–105.
  27. ^ Lee (2012), hlm. 105–106.
  28. ^ Lee (2012), hlm. 110–111.
  29. ^ 신, 동호 (2005-09-13). "[조명]'친일파 박정희' 진실과 허구 사이" [[Shedding Light On] 'Chinilpa Park Chung Hee' Truth and Fiction]. weekly.khan.co.kr (dalam bahasa Korea). Diakses tanggal 2023-09-11. 
  30. ^ Lee (2012), hlm. 107–108.
  31. ^ 趙 甲済 (1991). 朴正煕:韓国近代革命家の実像. 亜紀書房. hlm. 65. ISBN 9784750591193. 
  32. ^ a b c d e "The Encyclopedia of the Cold War: A Political, Social, and Military History: Park Jung Hee (1917–1979)". American Broadcasting Company. Diakses tanggal March 24, 2013. 
  33. ^ 池東 旭 (2002). 韓国大統領列伝:権力者の栄華と転落. Tokyo: 中央公論新社. hlm. 96. ISBN 978-4121016508. 
  34. ^ Kim, Byung-Kook; Pyŏng-guk Kim; Ezra F Vogel (2011). The Park Jung Hee Era: the transformation of South Korea. Harvard University Press. hlm. 132–43. ISBN 978-0-674-06106-4. 
  35. ^ a b Savada, Andrea Matles; Shaw, William, ed. (1990). "The Democratic Interlude". South Korea: A Country Study. Washington: GPO for the Library of Congress. 
  36. ^ a b Eckert, Carter Park Chung Hee and Modern Korea The Roots of Militarism, Cambridge: Harvard University Press, 2016 page 4.
  37. ^ Savada, Andrea Matles; Shaw, William, ed. (1990). "Park Chung Hee, 1961–79". South Korea: A Country Study. Washington: GPO for the Library of Congress. 
  38. ^ Gregg, Donald (August 23, 1999). "Park Chung Hee". Time (dalam bahasa Inggris). ISSN 0040-781X. Diakses tanggal May 16, 2018. 
  39. ^ The Committee Office, House of Commons. "Dr. J. E. Hoare, providing written evidence to the British House of Commons Select Committee on Foreign Affairs". Publications.parliament.uk. Diakses tanggal February 18, 2013. 
  40. ^ Developmental Dictatorship and the Park Chung-hee Era p. 258 (Homa & Sekey, 2006)
  41. ^ Developmental Dictatorship and the Park Chung-hee Era p. 253 (Homa & Sekey, 2006)

Pranala luar

Didahului oleh:
Yun Bo-seon
Presiden Korea Selatan
19631979
Diteruskan oleh:
Choi Kyu-ha