Sunan Ampel: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
[revisi terperiksa][revisi terperiksa]
Konten dihapus Konten ditambahkan
Ada kesalahan nama ayah Sunan Ampel yang benar adalah Maulana Malik Ibrahim sedangkan Makdum Ibrhami adalah anak dari Sunan Ampel
revisi,
Baris 1: Baris 1:
{{rapikan}}
{{rapikan}}


'''Sunan Ampel''' pada masa kecilnya bernama '''Raden Rahmat''', dan diperkirakan lahir pada tahun [[1401]] di [[Champa]]. Ada dua pendapat mengenai lokasi Champa ini. Encyclopedia Van Nederlandesh Indie mengatakan bahwa [[Kerajaan Champa|Champa]] adalah satu negeri kecil yang terletak di [[Kamboja]]. Pendapat lain, [[Raffles]] menyatakan bahwa Champa terletak di [[Aceh]] yang kini bernama [[Jeumpa, Bireuen|Jeumpa]]. Menurut beberapa riwayat, orang tua Sunan Ampel adalah '''Maulana Malik Ibrahim''' (menantu Sultan Champa dan ipar Dwarawati). Dalam catatan [[Berita Cina|Kronik Cina]] dari [[Klenteng Sam Po Kong]], [[Sunan]] Ampel dikenal sebagai '''Bong Swi Hoo''', cucu dari Haji Bong Tak Keng - seorang Tionghoa (suku [[Hui]] beragama Islam [[mazhab Hanafi]]) yang ditugaskan sebagai Pimpinan Komunitas Cina di Champa oleh [[Ceng Ho|Sam Po Bo]]. Sedangkan Yang Mulia '''Ma Hong Fu''' - menantu Haji Bong Tak Keng ditempatkan sebagai duta besar Tiongkok di pusat kerajaan Majapahit, sedangkan Haji Gan En Cu juga telah ditugaskan sebagai kapten Cina di Tuban. Haji Gan En Cu kemudian menempatkan menantunya '''Bong Swi Hoo''' sebagai kapten Cina di Jiaotung (Bangil).<ref name="Muljana">{{id}} {{cite book|pages=63 |url=http://books.google.co.id/books?id=j9ZOKjMxVdIC&lpg=PA78&dq=suma%20oriental&pg=PA63#v=onepage&q=suma%20oriental&f=false|title=Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya negara-negara Islam di Nusantara|first=Slamet |last=Muljana|publisher=PT LKiS Pelangi Aksara|year=2005|isbn=9798451163}}ISBN 9789798451164</ref><ref>Bong (Wong) marga Tionghoa muslim bermazhab Hanafi dari [[Yunnan]]</ref>
'''Sunan Ampel''' adalah salah seorang wali diantara [[Walisongo]] yang menyebarkan ajaran Islam di [[Jawa|Pulau Jawa]]. Ia lahir [[1401]] di [[Champa]]. Ada dua pendapat mengenai lokasi Champa ini. Encyclopedia Van Nederlandesh Indie mengatakan bahwa [[Kerajaan Champa|Champa]] adalah satu negeri kecil yang terletak di [[Kamboja]]. Pendapat lain, [[Raffles]] menyatakan bahwa Champa terletak di [[Aceh]] yang kini bernama [[Jeumpa, Bireuen|Jeumpa]]. Menurut beberapa riwayat, orang tua '''Raden Rahmat''', nama lain Sunan Ampel, adalah Maulana Malik Ibrahim (menantu Sultan Champa dan ipar Dwarawati). Dalam catatan [[Berita Cina|Kronik Cina]] dari [[Klenteng Sam Po Kong]], [[Sunan]] Ampel dikenal sebagai Bong Swi Hoo, cucu dari Haji Bong Tak Keng - seorang Tionghoa (suku [[Hui]] beragama Islam [[mazhab Hanafi]]) yang ditugaskan sebagai Pimpinan Komunitas Cina di Champa oleh [[Ceng Ho|Sam Po Bo]]. Sedangkan Yang Mulia Ma Hong Fu - menantu Haji Bong Tak Keng ditempatkan sebagai duta besar Tiongkok di pusat kerajaan Majapahit, sedangkan Haji Gan En Cu juga telah ditugaskan sebagai kapten Cina di Tuban. Haji Gan En Cu kemudian menempatkan menantunya Bong Swi Hoo sebagai kapten Cina di Jiaotung (Bangil).<ref name="Muljana">{{id}} {{cite book|pages=63 |url=http://books.google.co.id/books?id=j9ZOKjMxVdIC&lpg=PA78&dq=suma%20oriental&pg=PA63#v=onepage&q=suma%20oriental&f=false|title=Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya negara-negara Islam di Nusantara|first=Slamet |last=Muljana|publisher=PT LKiS Pelangi Aksara|year=2005|isbn=9798451163}}ISBN 9789798451164</ref><ref>Bong (Wong) marga Tionghoa muslim bermazhab Hanafi dari [[Yunnan]]</ref>


Sementara itu seorang putri dari '''Kyai Bantong''' (versi Babad Tanah Jawi) alias '''Syaikh Bantong''' (alias '''Tan Go Hwat''' menurut Purwaka Caruban Nagari) menikah dengan Prabu Brawijaya V (alias [[Bhre Kertabhumi]]) kemudian melahirkan Raden Fatah. Namun tidak diketahui apakah ada hubungan antara Ma Hong Fu dengan Kyai Bantong.
Sementara itu seorang putri dari Kyai Bantong (versi Babad Tanah Jawi) alias Syaikh Bantong (alias Tan Go Hwat menurut Purwaka Caruban Nagari) menikah dengan Prabu Brawijaya V (alias [[Bhre Kertabhumi]]) kemudian melahirkan Raden Fatah. Namun tidak diketahui apakah ada hubungan antara Ma Hong Fu dengan Kyai Bantong.


Dalam [[Serat Darmo Gandhul]], Sunan Ampel disebut Sayyid Rahmad [[merupakan]] keponakan dari Putri Champa permaisuri Prabu [[Brawijaya]] yang merupakan seorang muslimah.
Dalam [[Serat Darmo Gandhul]], Sunan Ampel disebut Sayyid Rahmad [[merupakan]] keponakan dari Putri Champa permaisuri Prabu [[Brawijaya]] yang merupakan seorang muslimah.
Baris 12: Baris 12:


== Silsilah ==
== Silsilah ==
* Sunan Ampel @ Raden Rahmat @ Sayyid Ahmad Rahmatillah bin
* Sunan Ampel / Raden Rahmat / Sayyid Ahmad Rahmatillah bin
* [[Maulana Malik Ibrahim]] @ Ibrahim Asmoro bin
* [[Maulana Malik Ibrahim]] / Ibrahim Asmoro bin
* [[Syaikh Jumadil Qubro]] @ [[Jamaluddin Akbar al-Husaini]] bin
* [[Syaikh Jumadil Qubro]] / [[Jamaluddin Akbar al-Husaini]] bin
* Ahmad Jalaludin Khan bin
* Ahmad Jalaludin Khan bin
* Abdullah Khan bin
* Abdullah Khan bin
Baris 33: Baris 33:
* [[Ali Zainal Abidin]] bin
* [[Ali Zainal Abidin]] bin
* [[Husain bin Ali|Imam Husain]] bin
* [[Husain bin Ali|Imam Husain]] bin
* [[Ali bin Abi Thalib]] dan [[Fatimah az-Zahra]] bin [[Muhammad]]
* [[Ali bin Abi Thalib]] dan [[Fatimah az-Zahra]] binti [[Muhammad]]


Jadi, Sunan Ampel memiliki darah Uzbekistan dan Champa dari sebelah ibu. Tetapi dari ayah leluhur mereka adalah keturunan langsung dari [[Ahmad al-Muhajir]], Hadhramaut. Bermakna mereka termasuk keluarga besar Saadah BaAlawi.
Jadi, Sunan Ampel memiliki darah Uzbekistan dan Champa dari sebelah ibu. Tetapi dari ayah leluhur mereka adalah keturunan langsung dari [[Ahmad al-Muhajir]], Hadhramaut. Bermakna mereka termasuk keluarga besar Saadah BaAlawi.


== Isteri dan Anak ==
== Keturunan ==
Isteri Pertama, yaitu: Dewi Condrowati alias Nyai Ageng Manila binti '''Aryo Tejo Al-Abbasyi''', berputera:
Isteri Pertama, yaitu: Dewi Condrowati alias Nyai Ageng Manila binti Aryo Tejo Al-Abbasyi, berputera:
#Maulana Mahdum Ibrahim/Raden Mahdum Ibrahim/ [[Sunan Bonang]]/'''Bong Ang'''
#Maulana Mahdum Ibrahim/Raden Mahdum Ibrahim/ [[Sunan Bonang]]/Bong Ang
#Syarifuddin/Raden Qasim/ [[Sunan Drajat]]
#Syarifuddin/Raden Qasim/ [[Sunan Drajat]]
#Siti Syari’ah/ Nyai Ageng Maloka/ Nyai Ageng Manyuran
#Siti Syari’ah/ Nyai Ageng Maloka/ Nyai Ageng Manyuran
Baris 45: Baris 45:
#Siti Hafsah
#Siti Hafsah


Isteri Kedua adalah '''Dewi Karimah''' binti '''Ki Kembang Kuning''', berputera:
Isteri Kedua adalah Dewi Karimah binti Ki Kembang Kuning, berputera:
#Dewi Murtasiyah/ Istri [[Sunan Giri]]
#Dewi Murtasiyah/ Istri [[Sunan Giri]]
#Dewi Murtasimah/ Asyiqah/ Istri [[Raden Fatah]]
#Dewi Murtasimah/ Asyiqah/ Istri [[Raden Fatah]]
Baris 60: Baris 60:
Sunan Ampel (Raden Rahmat) datang ke [[pulau Jawa]] pada tahun [[1443]], untuk menemui bibinya, Dwarawati. Dwarawati adalah seorang putri Champa yang menikah dengan raja [[Majapahit]] yang bernama [[Prabu Kertawijaya]].
Sunan Ampel (Raden Rahmat) datang ke [[pulau Jawa]] pada tahun [[1443]], untuk menemui bibinya, Dwarawati. Dwarawati adalah seorang putri Champa yang menikah dengan raja [[Majapahit]] yang bernama [[Prabu Kertawijaya]].


Sunan Ampel menikah dengan '''Nyai Ageng Manila''', putri seorang adipati di [[Tuban]] yang bernama '''Arya Teja'''.
Sunan Ampel menikah dengan Nyai Ageng Manila, putri seorang adipati di [[Tuban]] yang bernama Arya Teja.
Mereka dikaruniai 4 orang anak, yaitu:
Mereka dikaruniai 4 orang anak, yaitu:
#'''Putri Nyai Ageng Maloka''',
#Putri Nyai Ageng Maloka,
#'''Maulana Makdum Ibrahim''' ([[Sunan Bonang]]),
#Maulana Makdum Ibrahim ([[Sunan Bonang]]),
#'''Syarifuddin''' ([[Sunan Drajat]])
#Syarifuddin ([[Sunan Drajat]])
#'''Syarifah''', yang merupakan istri dari [[Sunan Kudus]].
#Syarifah, yang merupakan istri dari [[Sunan Kudus]].


'''Mohlimo'''<ref>[http://www.mohlimo.com/ Mohlimo]</ref> adalah falsafah dakwah Sunan Ampel untuk memperbaiki kerusakan akhlak di tengah masyarakat pada zaman itu. Moh (bahasa Indonesia: tidak mau), limo (bahasa Indonesia: lima) yaitu:
[[Mohlimo]]<ref>[http://www.mohlimo.com/ Mohlimo]</ref> atau Molimo, Moh (tidak mau), limo (lima), adalah falsafah dakwah Sunan Ampel untuk memperbaiki kerusakan akhlak di tengah masyarakat pada zaman itu yaitu:
# Moh Mabok: tidak mau minum minuman keras, khamr dan sejenisnya.
# Moh Mabok: tidak mau minum minuman keras, khamr dan sejenisnya.
# Moh Main: tidak mau main judi, togel, taruhan dan sejenisnya.
# Moh Main: tidak mau main judi, togel, taruhan dan sejenisnya.
Baris 78: Baris 78:
Sunan Ampel diperkirakan wafat pada tahun [[1481]] di Demak dan dimakamkan di sebelah barat [[Masjid Ampel]], [[Surabaya]].
Sunan Ampel diperkirakan wafat pada tahun [[1481]] di Demak dan dimakamkan di sebelah barat [[Masjid Ampel]], [[Surabaya]].


== Rujukan ==
==Referensi==
* [[Johannes Jacobus Ras]], Hikayat Banjar terjemahan dalam [[Bahasa Malaysia]] oleh [[Siti Hawa Salleh]], Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka, Lot 1037, Mukim Perindustrian PKNS - [[Ampang]]/[[Hulu Kelang]] - [[Selangor]] Darul Ehsan, [[Malaysia]] [[1990]].

==Catatan kaki==
{{reflist}}
{{reflist}}


== Pustaka ==
* [[Johannes Jacobus Ras]], Hikayat Banjar terjemahan dalam [[Bahasa Malaysia]] oleh [[Siti Hawa Salleh]], Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka, Lot 1037, Mukim Perindustrian PKNS - [[Ampang]]/[[Hulu Kelang]] - [[Selangor]] Darul Ehsan, [[Malaysia]] [[1990]].
{{Walisongo}}
{{Walisongo}}



Revisi per 30 Agustus 2015 12.23


Sunan Ampel adalah salah seorang wali diantara Walisongo yang menyebarkan ajaran Islam di Pulau Jawa. Ia lahir 1401 di Champa. Ada dua pendapat mengenai lokasi Champa ini. Encyclopedia Van Nederlandesh Indie mengatakan bahwa Champa adalah satu negeri kecil yang terletak di Kamboja. Pendapat lain, Raffles menyatakan bahwa Champa terletak di Aceh yang kini bernama Jeumpa. Menurut beberapa riwayat, orang tua Raden Rahmat, nama lain Sunan Ampel, adalah Maulana Malik Ibrahim (menantu Sultan Champa dan ipar Dwarawati). Dalam catatan Kronik Cina dari Klenteng Sam Po Kong, Sunan Ampel dikenal sebagai Bong Swi Hoo, cucu dari Haji Bong Tak Keng - seorang Tionghoa (suku Hui beragama Islam mazhab Hanafi) yang ditugaskan sebagai Pimpinan Komunitas Cina di Champa oleh Sam Po Bo. Sedangkan Yang Mulia Ma Hong Fu - menantu Haji Bong Tak Keng ditempatkan sebagai duta besar Tiongkok di pusat kerajaan Majapahit, sedangkan Haji Gan En Cu juga telah ditugaskan sebagai kapten Cina di Tuban. Haji Gan En Cu kemudian menempatkan menantunya Bong Swi Hoo sebagai kapten Cina di Jiaotung (Bangil).[1][2]

Sementara itu seorang putri dari Kyai Bantong (versi Babad Tanah Jawi) alias Syaikh Bantong (alias Tan Go Hwat menurut Purwaka Caruban Nagari) menikah dengan Prabu Brawijaya V (alias Bhre Kertabhumi) kemudian melahirkan Raden Fatah. Namun tidak diketahui apakah ada hubungan antara Ma Hong Fu dengan Kyai Bantong.

Dalam Serat Darmo Gandhul, Sunan Ampel disebut Sayyid Rahmad merupakan keponakan dari Putri Champa permaisuri Prabu Brawijaya yang merupakan seorang muslimah.

Raden Rahmat dan Raden Santri adalah anak Makhdum Ibrahim (putra Haji Bong Tak Keng), keturunan suku Hui dari Yunnan yang merupakan percampuran bangsa Han/Tionghoa dengan bangsa Arab dan Asia Tengah (Samarkand/Asmarakandi). Raden Rahmat, Raden Santri dan Raden Burereh/Abu Hurairah (cucu raja Champa) pergi ke Majapahit mengunjungi bibi mereka bernama Dwarawati puteri raja Champa yang menjadi permaisuri raja Brawijaya. Raja Champa saat itu merupakan seorang muallaf. Raden Rahmat, Raden Santri dan Raden Burereh akhirnya tidak kembali ke negerinya karena Kerajaan Champa dihancurkan oleh Kerajaan Veit Nam.

Menurut Hikayat Banjar dan Kotawaringin (= Hikayat Banjar resensi I), nama asli Sunan Ampel adalah Raja Bungsu, anak Sultan Pasai. Dia datang ke Majapahit menyusul/menengok kakaknya yang diambil istri oleh Raja Mapajahit. Raja Majapahit saat itu bernama Dipati Hangrok dengan mangkubuminya Patih Maudara (kelak Brawijaya VII) . Dipati Hangrok (alias Girindrawardhana alias Brawijaya VI) telah memerintahkan menterinya Gagak Baning melamar Putri Pasai dengan membawa sepuluh buah perahu ke Pasai. Sebagai kerajaan Islam, mulanya Sultan Pasai keberatan jika Putrinya dijadikan istri Raja Majapahit, tetapi karena takut binasa kerajaannya akhirnya Putri tersebut diberikan juga. Putri Pasai dengan Raja Majapahit memperoleh anak laki-laki. Karena rasa sayangnya Putri Pasai melarang Raja Bungsu pulang ke Pasai. Sebagai ipar Raja Majapahit, Raja Bungsu kemudian meminta tanah untuk menetap di wilayah pesisir yang dinamakan Ampelgading. Anak laki-laki dari Putri Pasai dengan raja Majapahit tersebut kemudian dinikahkan dengan puteri raja Bali. Putra dari Putri Pasai tersebut wafat ketika istrinya Putri dari raja Bali mengandung tiga bulan. Karena dianggap akan membawa celaka bagi negeri tersebut, maka ketika lahir bayi ini (cucu Putri Pasai dan Brawijaya VI) dihanyutkan ke laut, tetapi kemudian dapat dipungut dan dipelihara oleh Nyai Suta-Pinatih, kelak disebut Pangeran Giri. Kelak ketika terjadi huru-hara di ibukota Majapahit, Putri Pasai pergi ke tempat adiknya Raja Bungsu di Ampelgading. Penduduk desa-desa sekitar memohon untuk dapat masuk Islam kepada Raja Bungsu, tetapi Raja Bungsu sendiri merasa perlu meminta izin terlebih dahulu kepada Raja Majapahit tentang proses islamisasi tersebut. Akhirnya Raja Majapahit berkenan memperbolehkan penduduk untuk beralih kepada agama Islam. Petinggi daerah Jipang menurut aturan dari Raja Majapahit secara rutin menyerahkan hasil bumi kepada Raja Bungsu. Petinggi Jipang dan keluarga masuk Islam. Raja Bungsu beristrikan puteri dari petinggi daerah Jipang tersebut, kemudian memperoleh dua orang anak, yang tertua seorang perempuan diambil sebagai istri oleh Sunan Kudus (tepatnya Sunan Kudus senior/Undung/Ngudung), sedang yang laki-laki digelari sebagai Pangeran Bonang. Raja Bungsu sendiri disebut sebagai Pangeran Makhdum.

Silsilah

Jadi, Sunan Ampel memiliki darah Uzbekistan dan Champa dari sebelah ibu. Tetapi dari ayah leluhur mereka adalah keturunan langsung dari Ahmad al-Muhajir, Hadhramaut. Bermakna mereka termasuk keluarga besar Saadah BaAlawi.

Keturunan

Isteri Pertama, yaitu: Dewi Condrowati alias Nyai Ageng Manila binti Aryo Tejo Al-Abbasyi, berputera:

  1. Maulana Mahdum Ibrahim/Raden Mahdum Ibrahim/ Sunan Bonang/Bong Ang
  2. Syarifuddin/Raden Qasim/ Sunan Drajat
  3. Siti Syari’ah/ Nyai Ageng Maloka/ Nyai Ageng Manyuran
  4. Siti Muthmainnah
  5. Siti Hafsah

Isteri Kedua adalah Dewi Karimah binti Ki Kembang Kuning, berputera:

  1. Dewi Murtasiyah/ Istri Sunan Giri
  2. Dewi Murtasimah/ Asyiqah/ Istri Raden Fatah
  3. Raden Husamuddin (Sunan Lamongan)
  4. Raden Zainal Abidin (Sunan Demak)
  5. Pangeran Tumapel
  6. Raden Faqih (Sunan Ampel 2)

Sejarah dakwah

Syekh Jumadil Qubro (alias Haji Bong Tak Keng), dan kedua anaknya, Maulana Malik Ibrahim dan Maulana Ishak bersama sama datang ke pulau Jawa. Setelah itu mereka berpisah, Syekh Jumadil Qubro tetap di pulau Jawa, Maulana Malik Ibrahim ke Champa, Vietnam Selatan, dan adiknya Maulana Ishak mengislamkan Samudra Pasai.

Di Kerajaan Champa, Maulana Malik Ibrahim berhasil mengislamkan Raja Champa, yang akhirnya mengubah Kerajaan Champa menjadi Kerajaan Islam. Akhirnya dia dijodohkan dengan putri raja Champa (adik Dwarawati), dan lahirlah Raden Rahmat. Di kemudian hari Maulana Malik Ibrahim hijrah ke Pulau Jawa tanpa diikuti keluarganya.

Sunan Ampel (Raden Rahmat) datang ke pulau Jawa pada tahun 1443, untuk menemui bibinya, Dwarawati. Dwarawati adalah seorang putri Champa yang menikah dengan raja Majapahit yang bernama Prabu Kertawijaya.

Sunan Ampel menikah dengan Nyai Ageng Manila, putri seorang adipati di Tuban yang bernama Arya Teja. Mereka dikaruniai 4 orang anak, yaitu:

  1. Putri Nyai Ageng Maloka,
  2. Maulana Makdum Ibrahim (Sunan Bonang),
  3. Syarifuddin (Sunan Drajat)
  4. Syarifah, yang merupakan istri dari Sunan Kudus.

Mohlimo[3] atau Molimo, Moh (tidak mau), limo (lima), adalah falsafah dakwah Sunan Ampel untuk memperbaiki kerusakan akhlak di tengah masyarakat pada zaman itu yaitu:

  1. Moh Mabok: tidak mau minum minuman keras, khamr dan sejenisnya.
  2. Moh Main: tidak mau main judi, togel, taruhan dan sejenisnya.
  3. Moh Madon: tidak mau berbuat zina, homoseks, lesbian dan sejenisnya.
  4. Moh Madat: tidak mau memakai narkoba dan sejenisnya.
  5. Moh Maling: tidak mau mencuri, korupsi, merampok dan sejenisnya.

Pada tahun 1479, Sunan Ampel mendirikan Mesjid Agung Demak. Dan yang menjadi penerus untuk melanjutkan perjuangan dakwah dia di Kota Demak adalah Raden Zainal Abidin yang dikenal dengan Sunan Demak, dia merupakan putra dia dari istri dewi Karimah.Sehingga Putra Raden Zainal Abidin yang terakhir tercatat menjadi Imam Masjid Agung tersebut yang bernama Raden Zakaria (Pangeran Sotopuro).

Sunan Ampel diperkirakan wafat pada tahun 1481 di Demak dan dimakamkan di sebelah barat Masjid Ampel, Surabaya.

Referensi

  1. ^ (Indonesia) Muljana, Slamet (2005). Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya negara-negara Islam di Nusantara. PT LKiS Pelangi Aksara. hlm. 63. ISBN 9798451163. ISBN 9789798451164
  2. ^ Bong (Wong) marga Tionghoa muslim bermazhab Hanafi dari Yunnan
  3. ^ Mohlimo

Pustaka