Seni kecerdasan buatan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari AI art)
Sebuah gambar yang dihasilkan oleh CLIP-Guided Diffusion berdasarkan perintah teks "Lukisan yang enigmatik dan indah dari sebuah restoran gotik yang kompleks di malam hari"

Seni kecerdasan buatan adalah semua seni rupa yang dibuat dengan menggunakan kecerdasan buatan.[1]

Seniman mulai membuat karya seni kecerdasan buatan pada pertengahan hingga akhir abad ke-20, ketika disiplin ini terbentuk. Pada awal abad ke-21, ketersediaan perangkat seni kecerdasan buatan mulai meningkat, memberikan kesempatan yang lebih luas di luar lingkungan akademis dan seniman profesional. Sepanjang sejarahnya, seni kecerdasan buatan telah menimbulkan sejumlah kekhawatiran, meliputi hak cipta, penipuan, dan dampaknya terhadap seniman yang lebih tradisional.

Sejarah awal[sunting | sunting sumber]

Kecerdasan buatan berdiri sebagai sebuah disiplin ilmu pada tahun 1956, dan pada dekade-dekade berikutnya telah mengalami berbagai gelombang optimisme.[2] Sejak awal berdiri, para peneliti di bidang kecerdasan buatan telah mempersoalkan argumen filsafat mengenai kodrat akal manusia dan konsekuensi etis dari pembuatan hal buatan yang disertai dengan kepintaran seperti manusia; Isu-isu ini sebelumnya telah ditelusuri dalam berbagai mitos, fiksi dan filsafat sejak zaman kuno.[3]

Peralatan dan proses[sunting | sunting sumber]

Gambar[sunting | sunting sumber]

Sebuah gambar yang dibuat dengan Stable Diffusion

Sejumlah mekanisme untuk membuat seni kecerdasan buatan telah dikembangkan, termasuk pembuatan prosedural dengan pola matematis, algoritma yang mensimulasikan sapuan kuas dan efek lukis lainnya, dan algoritma pembelajaran seperti jaringan adversarial generatif dan transformer.

Salah satu sistem seni kecerdasan buatan pertama adalah AARON, yang dikembangkan oleh Harold Cohen mulai pada akhir tahun 1960-an di Universitas California di San Diego.[4] AARON adalah salah satu contoh seni kecerdasan buatan yang paling terkenal di era pemrograman GOFAI dengan penggunaan aturan simbolis untuk menghasilkan gambar teknis.[5] Cohen mengembangkan AARON dengan tujuan agar dapat melakukan koding terhadap seni lukis. Dalam bentuk awalnya, AARON hanya dapat membuat gambar hitam-putih. Cohen lalu menyelesaikan gambar dengan mewarnainya. Kemudian, dia juga membuat sebuah langkah untuk AARON agar dapat mewarnai lukisan. Cohen merancang AARON untuk mewarnai dengan menggunakan pigmen dan kuas khusus yang dipilih oleh program itu sendiri tanpa adanya campur tangan dari Cohen.[6]

Sebuah contoh gambar yang dibuat dengan VQGAN-CLIP (NightCafe Studio)

Jaringan adversarial generatif dirancang pada tahun 2014. Sistem ini menggunakan sebuah "generator" untuk membuat gambar baru dan sebuah "discriminator" untuk menentukan apa saja gambar yang dianggap sukses. DeepDream, yang dirilis oleh Google pada tahun 2015, menggunakan sebuah jaringan saraf konvolusional untuk mencari dan meningkatkan pola pada gambar melalui algoritma pareidolia, yang berakibat pada gambar dengan ciri khas tertentu. Setelah rilisnya DeepDream, sejumlah perusahaan merilis aplikasi yang mengubah foto menjadi gambar mirip lukisan dengan gaya berdasarkan kumpulan lukisan yang terkenal.[7][8] Situs Artbreeder, yang diluncurkan pada tahun 2018, menggunakan model StyleGAN dan BigGAN[9][10] untuk memudahkan pengguna dalam membuat dan memodifikasi gambar seperti wajah, landskap, dan lukisan.[11]

Sejumlah program menggunakan model teks-ke-gambar untuk membuat berbagai variasi gambar berdasarkan perintah teks yang beragam. Diantaranya EleutherAI VQGAN-CLIP yang dirilis pada tahun 2021,[12] OpenAI DALL-E yang merilis sebuah seri gambar pada Januari 2021, Google Brain Imagen dan Parti yang diumumkan pada Mei 2022, Microsoft NUWA-Infinity,[13][14] Stable Diffusion yang dirilis pada Agustus 2022,[15][16] dan EleutherAI CLIP-Guided Diffusion yang dirilis pada Desember 2022.[17] Stability.ai mempunyai sebuah antarmuka Stable Diffusion yang disebut DreamStudio.[18] Stable Diffusion adalah perangkat lunak dengan sumber tersedia, yang mendukung pengembangan plugin untuk Krita, Photoshop, Blender, dan GIMP,[19] juga antarmuka berbasis web sumber terbuka Automatic1111.[20][21][22]

Dampak dan penerapan[sunting | sunting sumber]

Contoh penerapan seni kecerdasan buatan pada baliho kampanye Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming dalam pemilihan umum Presiden Indonesia 2024

Eksibisi "Thinking Machines: Art and Design in the Computer Age, 1959–1989" yang digelar di MoMA memperlihatkan ikhtisar tentang penerapan kecerdasan buatan untuk seni, arsitektur, dan desain. Eksibisi yang memperlihatkan penggunaan kecerdasan buatan untuk memproduksi karya seni adalah sebuah acara amal dan lelang di Yayasan Gray Area di San Francisco, dimana seniman bereksperimen dengan algoritma DeepDream dan eksibisi tahun 2017 berjudul "Unhuman: Art in the Age of AI", yang berlangsung di Los Angeles dan Frankfurt. Pada musim semi tahun 2018, Association for Computing Machinery mendedikasikan sebuah edisi majalah untuk subjek komputer dan seni. Pada Juni 2018, "Duet for Human and Machine", sebuah karya seni yang memperkenankan pengunjung untuk berinteraksi pada sebuah sistem kecerdasan buatan, tampil perdana di Beall Center for Art + Technology. Ars Electronica dan Museum Seni Terapan Wina membuka eksibisi tentang kecerdasan buatan pada tahun 2019.

Contoh augmentasi tersebut dapat mencakup misalnya pembuatan purwarupa yang sangat cepat, dan meningkatkan aksesibilitas pembuatan seni.[23]

Media sintetis, yang mencakup seni kecerdasan buatan, telah dianggap pada tahun 2022 sebagai tren berbasis teknologi utama yang akan memengaruhi dunia bisnis di tahun-tahun mendatang.[23]

Rekayasa dan berbagi perintah[sunting | sunting sumber]

Perintah untuk sejumlah model teks-ke-gambar juga dapat menyertakan gambar dan kata kunci dan parameter tertentu, seperti gaya artistik, umumnya menggunakan frasa kunci seperti "dengan gaya [nama seniman]" dalam perintah[24] dan/atau gaya seni/estetika yang lebih luas.[25][26] Ada sejumlah platform untuk berbagi, bertukar, menelusuri, menyempurnakan dan/atau berkolaborasi pada perintah untuk menghasilkan gambar tertentu dari penghasil gambar.[27][28][29][30] Perintah juga lazim dibagi beserta gambar di situs berbagi gambar seperti reddit dan situs khusus seni kecerdasan buatan. Sebuah perintah bukanlah masukan yang komplit untuk menghasilkan sebuah gambar, masukan yang lain juga menentukan seperti resolusi keluaran, benih acak, dan parameter sampling acak.[31]

Sintografi[sunting | sunting sumber]

'Sintografi' adalah sebuah istilah untuk menyebut kegiatan menghasilkan gambar yang mirip dengan foto menggunakan kecerdasan buatan[32], terutama dengan rekayasa perintah terhadap sebuah model teks-ke-gambar untuk membuat atau menyunting gambar.[33][34] Sebuah gambar yang dihasilkan oleh sintografi disebut sintograf, dan orang yang melakukan kegiatan sintografi disebut sebagai sintografer.[35][36] Penggunaan sintografi meliputi foto produk, fotografi stok, dan sampul majalah.[37]

Pengembangan[sunting | sunting sumber]

Fungsi lebih lanjut yang berada dalam pengembangan dan mungkin dapat meningkatkan penerapan atau membuat sesuatu yang baru – seperti "Inversi Tekstual" yang merujuk pada penggunaan konsep yang disediakan pengguna (seperti obyek atau gaya tertentu) yang dipelajari dari gambar tertentu. Dengan inversi tekstual, seni yang memiliki keunikan pribadi dapat dihasilkan dari kata-kata yang berkaitan (kata kunci yang telah dipelajari, umumnya abstrak, konsep)[38][39] dan perluasan model/penyempurnaan model.

Analisa karya seni yang sudah ada menggunakan kecerdasan buatan[sunting | sunting sumber]

Selain untuk membuat karya seni orisinil, metode penelitian yang menggunakan kecerdasan buatan juga telah digunakan untuk melakukan analisa koleksi karya seni digital. Hal ini dimungkinkan dikarenakan gencarnya digitisasi karya seni berskala besar pada dekade-dekade lampau. Meskipun tujuan utama dari digitisasi adalah untuk memperluas keterjangkauan dan eksplorasi koleksi tersebut, penggunaan kecerdasan buatan untuk menganalisa koleksi juga telah membawa perspektif penelitian yang baru.[40]

Dua metode komputasional, membaca dekat dan memandang jauh, adalah pendekatan yang umum digunakan untuk menganalisa karya seni yang telah didigitasi. Tugas yang umum terkait dengan metode ini adalah klasifikasi otomatis, deteksi obyek, penugasan multimodal, penemuan pengetahuan pada sejarah seni, dan estetika komputasional.[40] Jika metode memandang jauh meliputi analisa koleksi besar, maka metode membaca dekat melibatkan satu buah karya seni.

Menurut Cetinic dan She (2022), menggunakan kecerdasan buatan untuk menganalisa koleksi seni yang sudah ada dapat memberikan perspektif segar mengenai perkembangan gaya artistik dan identifikasi pengaruh artistik. Studi dengan bantuan kecerdasan buatan mengenai karya seni yang sudah ada juga dapat membantu dalam pengorganisasian eksibisi seni dan mendukung proses pengambilan keputusan bagi kurator dan sejarawan seni.[41]

Perangkat lunak kecerdasan buatan dapat menghasilkan gambar baru yang mirip dengan sampel yang digunakan dalam pembelajaran secara otomatis. Manusia umumnya hanya perlu memasukan data dan memilih keluaran, kombinasi mekanisme kecerdasan buatan dan pembuatan karya seni manusia memungkinkan kecerdasan buatan untuk menghasilkan karya.[42]

Penjualan[sunting | sunting sumber]

Sebuah lelang karya seni kecerdasan buatan digelar di Christie's Auction House di New York pada tahun 2018, ketika karya seni kecerdasan buatan Edmond de Belamy terjual sebesar US$432,500, dimana ini 45 kali lipat lebih tinggi ketimbang estimasi di US$7,000–US$10,000. Karya seni ini dibuat oleh "Obvious", sebuah kelompok kolektif yang berbasis di Paris.

Isu dan kontroversi[sunting | sunting sumber]

Hak cipta[sunting | sunting sumber]

Sejak seniman pertama kali menggunakan kecerdasan buatan untuk membuat karya seni pada abad ke-20, penggunaan seni kecerdasan buatan telah menimbulkan sejumlah perdebatan. Pada dekade 2020-an, sejumlah perdebatan tersebut bersoal pada apakah seni kecerdasan buatan dapat dianggap sebagai sebuah seni atau tidak dan mengenai dampaknya terhadap seniman.[43][44][45]

Diskusi ini kembali mencuat pada tahun 2022, bersamaan dengan kemunculan layanan seni kecerdasan buatan yang dapat digunakan oleh khalayak umum. Isu ini berpusat pada penggunaan karya yang memiliki hak cipta sebagai bagian dari kumpulan data latih kecerdasan buatan. Menurut Kantor Hak Cipta Amerika Serikat, program yang dihasilkan sepenuhnya oleh kecerdasan buatan tidak dapat memegang hak cipta.[46][47][48]

Pada Januari 2023, tiga seniman: Sarah Andersen, Kelly McKernan, dan Karla Ortiz mengajukan gugatan pelanggaran hak cipta terhadap Stability AI, Midjourney, dan DeviantArt, mengklaim bahwa perusahaan-perusahaan tersebut telah melanggar hak jutaan artis dengan melatih model kecerdasan buatan pada lima miliar gambar diambil dari web tanpa persetujuan dari seniman aslinya. Di bulan yang sama, Stability AI juga digugat oleh Getty Images karena menggunakan gambarnya dalam data pelatihan.

Pada Juli 2023, Hakim Distrik AS William Orrick menolak sebagian besar tuntutan hukum yang diajukan oleh Andersen, McKernan, dan Ortiz tetapi mengizinkan mereka mengajukan keluhan baru.

Hak cipta di Indonesia[sunting | sunting sumber]

Pada masa sekarang, undang-undang hak cipta di Indonesia belum memiliki pasal yang spesifik mengatur hak cipta terhadap karya seni kecerdasan buatan, UU No 28 tahun 2014 hanya menyebutkan bahwa seseorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama menghasilkan suatu ciptaan, dalam hal ini manusia. Menurut Dr Ir Lukas, dosen Teknik Elektro dari Universitas Atma Jaya dan ketua Komunitas AI Indonesia, hak cipta yang timbul adalah sepenuhnya milik manusia yang menciptakan mesin generatif seni kecerdasan buatan ataupun yang menghasilkan karya seni kecerdasan buatan tersebut, dikarenakan seni kecerdasan buatan dibuat atas perintah manusia.[49]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Epstein, Ziv; Hertzmann, Aaron; Akten, Memo; Farid, Hany; Fjeld, Jessica; Frank, Morgan R.; Groh, Matthew; Herman, Laura; Leach, Neil (2023). "Art and the science of generative AI". Science. 380 (6650): 1110–1111. doi:10.1126/science.adh4451. 
  2. ^ Crevier, Daniel (1993). AI: The Tumultuous Search for Artificial Intelligence. New York, NY: BasicBooks. hlm. 109. ISBN 0-465-02997-3. 
  3. ^ Newquist, HP (1994). The Brain Makers: Genius, Ego, And Greed In The Quest For Machines That Think. New York: Macmillan/SAMS. hlm. 45–53. ISBN 978-0-672-30412-5. 
  4. ^ McCorduck, Pamela (1991). AARONS's Code: Meta-Art. Artificial Intelligence, and the Work of Harold Cohen (dalam bahasa English). New York: W. H. Freeman and Company. hlm. 210. ISBN 0-7167-2173-2. 
  5. ^ Poltronieri, Fabrizio Augusto; Hänska, Max (2019-10-23). "Technical Images and Visual Art in the Era of Artificial Intelligence". Proceedings of the 9th International Conference on Digital and Interactive Arts (dalam bahasa Inggris). Braga Portugal: ACM. hlm. 1–8. doi:10.1145/3359852.3359865. ISBN 978-1-4503-7250-3. 
  6. ^ "Fine art print - crypto art". Kate Vass Galerie (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-05-07. 
  7. ^ "A.I. photo filters use neural networks to make photos look like Picassos". Digital Trends (dalam bahasa Inggris). 18 November 2019. Diakses tanggal 9 November 2022. 
  8. ^ Biersdorfer, J. D. (4 December 2019). "From Camera Roll to Canvas: Make Art From Your Photos". The New York Times. Diakses tanggal 9 November 2022. 
  9. ^ Simon, Joel. "About". Diarsipkan dari versi asli tanggal March 2, 2021. Diakses tanggal March 3, 2021. 
  10. ^ George, Binto; Carmichael, Gail (2021). Mathai, Susan, ed. Artificial Intelligence Simplified: Understanding Basic Concepts -- the Second Edition. CSTrends LLP. hlm. 7–25. ISBN 9781944708047. 
  11. ^ Lee, Giacomo (July 21, 2020). "Will this creepy AI platform put artists out of a job?". Digital Arts Online. Diarsipkan dari versi asli tanggal December 22, 2020. Diakses tanggal March 3, 2021. 
  12. ^ Burgess, Phillip. "Generating AI "Art" with VQGAN+CLIP". Adafruit. Diakses tanggal July 20, 2022. 
  13. ^ "NUWA-Infinity". nuwa-infinity.microsoft.com. Diakses tanggal 2022-08-10. 
  14. ^ Vincent, James (May 24, 2022). "All these images were generated by Google's latest text-to-image AI". The Verge. Vox Media. Diakses tanggal May 28, 2022. 
  15. ^ Heikkilä, Melissa (16 September 2022). "This artist is dominating AI-generated art. And he's not happy about it". MIT Technology Review. Diakses tanggal 2 October 2022. 
  16. ^ "Stable Diffusion". CompVis - Machine Vision and Learning LMU Munich. 15 September 2022. Diakses tanggal 15 September 2022. 
  17. ^ "Releases". EleutherAI (dalam bahasa Inggris). 2023-02-26. Diakses tanggal 2023-08-21. 
  18. ^ "Stable Diffusion creator Stability AI accelerates open-source AI, raises $101M". VentureBeat. 18 October 2022. Diakses tanggal 10 November 2022. 
  19. ^ Choudhary, Lokesh (23 September 2022). "These new innovations are being built on top of Stable Diffusion". Analytics India Magazine. Diakses tanggal 9 November 2022. 
  20. ^ Dave James (27 October 2022). "I thrashed the RTX 4090 for 8 hours straight training Stable Diffusion to paint like my uncle Hermann". PC Gamer (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 9 November 2022. 
  21. ^ Lewis, Nick (16 September 2022). "How to Run Stable Diffusion Locally With a GUI on Windows". How-To Geek. Diakses tanggal 9 November 2022. 
  22. ^ Edwards, Benj (4 October 2022). "Begone, polygons: 1993's Virtua Fighter gets smoothed out by AI". Ars Technica (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 9 November 2022. 
  23. ^ a b Elgan, Mike (1 November 2022). "How 'synthetic media' will transform business forever". Computerworld (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 9 November 2022. 
  24. ^ Robertson, Adi (15 November 2022). "How DeviantArt is navigating the AI art minefield". The Verge. Diakses tanggal 16 November 2022. 
  25. ^ Proulx, Natalie (September 2022). "Are A.I.-Generated Pictures Art?". The New York Times. Diakses tanggal 16 November 2022. 
  26. ^ Roose, Kevin (21 October 2022). "A.I.-Generated Art Is Already Transforming Creative Work". The New York Times. Diakses tanggal 16 November 2022. 
  27. ^ Vincent, James (15 September 2022). "Anyone can use this AI art generator — that's the risk". The Verge. Diakses tanggal 9 November 2022. 
  28. ^ Davenport, Corbin. "This AI Art Gallery Is Even Better Than Using a Generator". How-To Geek. Diakses tanggal 9 November 2022. 
  29. ^ Robertson, Adi (2 September 2022). "Professional AI whisperers have launched a marketplace for DALL-E prompts". The Verge. Diakses tanggal 9 November 2022. 
  30. ^ "Text-zu-Bild-Revolution: Stable Diffusion ermöglicht KI-Bildgenerieren für alle". heise online (dalam bahasa Jerman). Diakses tanggal 9 November 2022. 
  31. ^ Mohamad Diab, Julian Herrera, Musical Sleep, Bob Chernow, Coco Mao (2022-10-28). "Stable Diffusion Prompt Book" (PDF). Diakses tanggal 2023-08-07. 
  32. ^ Reinhuber, Elke (2 December 2021). "Synthography–An Invitation to Reconsider the Rapidly Changing Toolkit of Digital Image Creation as a New Genre Beyond Photography". Google Scholar. Diakses tanggal 20 December 2022. 
  33. ^ Smith, Thomas (26 October 2022). "What is Synthography? An Interview With Mark Milstein - Synthetic Engineers". syntheticengineers.com. Synthetic Engineers. Diakses tanggal 20 December 2022. 
  34. ^ Oosthuizen, Megan (20 December 2022). "Artist Shows Us What A Live-Action Movie Could Look Like". fortressofsolitude.co.za. Fortress Entertainment. Diakses tanggal 10 February 2023. 
  35. ^ Ango, Stephan (3 July 2022). "A Camera for Ideas". stephanango.com. Diakses tanggal 10 February 2023. 
  36. ^ Growcoot, Matt (17 March 2023). "AI Photographers or 'Synthographers'". petapixel.com. PetaPixel. Diakses tanggal 25 March 2023. 
  37. ^ Katz, Neil (8 March 2023). "Synthography is the Future of Photography". thisismeteor.com. Meteor. Diakses tanggal 2 April 2023. 
  38. ^ A bot will complete this citation soon. Click here to jump the queue"An Image is Worth One Word: Personalizing Text-to-Image Generation using Textual Inversion". MISSING LINK.. 
  39. ^ "Textual Inversion · AUTOMATIC1111/stable-diffusion-webui Wiki". GitHub (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 9 November 2022. 
  40. ^ a b Cetinic, Eva; She, James (2022-02-16). "Understanding and Creating Art with AI: Review and Outlook". ACM Transactions on Multimedia Computing, Communications, and Applications. 18 (2): 66:1–66:22. arXiv:2102.09109alt=Dapat diakses gratis. doi:10.1145/3475799. ISSN 1551-6857.  Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama ":12" didefinisikan berulang dengan isi berbeda
  41. ^ Cetinic, Eva; She, James (2022-05-31). "Understanding and Creating Art with AI: Review and Outlook". ACM Transactions on Multimedia Computing, Communications, and Applications (dalam bahasa Inggris). 18 (2): 1–22. arXiv:2102.09109alt=Dapat diakses gratis. doi:10.1145/3475799. ISSN 1551-6857. 
  42. ^ Tao, Feng (2022-03-04). "A New Harmonisation of Art and Technology: Philosophic Interpretations of Artificial Intelligence Art". Critical Arts. 36 (1–2): 110–125. doi:10.1080/02560046.2022.2112725. ISSN 0256-0046. 
  43. ^ Metz, Rachel (3 September 2022). "AI won an art contest, and artists are furious". CNN. Diakses tanggal 2 October 2022. 
  44. ^ Edwards, Benj (12 September 2022). "Flooded with AI-generated images, some art communities ban them completely". Ars Technica. Diakses tanggal 2 October 2022. 
  45. ^ Ocampo, Rodolfo (13 September 2022). "AI art is everywhere right now. Even experts don't know what it will mean". The Conversation. Diakses tanggal 2 October 2022. 
  46. ^ Magazine, Smithsonian; Recker, Jane. "U.S. Copyright Office Rules A.I. Art Can't Be Copyrighted". Smithsonian Magazine. 
  47. ^ "You can't copyright AI-created art, according to US officials". Engadget. 
  48. ^ "Re: Second Request for Reconsideration for Refusal to Register A Recent Entrance to Paradise" (PDF). 
  49. ^ Setiyawan, Iwan (2023-03-06). "Hak Cipta dan Kebebasan Berkarya di AI". kompas.id. Diakses tanggal 2023-08-19.