Lompat ke isi

Atheis (film)

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Atheis
SutradaraSjuman Djaya
ProduserSjuman Djaya
Handojo
Ditulis olehSjuman Djaya
Berdasarkan
Atheis (novel):
Achdiat Karta Mihardja
PemeranDeddy Sutomo
Christine Hakim
Emmy Salim
Kusno Sudjarwadi
Farouk Afero
Aedy Moward
Ernie Djohan
Maruli Sitompul
Kris Biantoro
Rita Zahara
Penata musikIdris Sardi
SinematograferSjamsudin Jusuf
DistributorMatari Film
Tanggal rilis
  • 1974 (1974)
Durasi127 menit
NegaraIndonesia
AnggaranRp. 80 juta

Atheis (atau juga berjudul Kafir) adalah film drama tragedi romantis tahun 1974 dari Indonesia yang disutradarai oleh Sjuman Djaya dan dibintangi oleh Deddy Sutomo dan Christine Hakim. Film ini dibuat berdasarkan novel sastra terkenal tahun 1949 berjudul "Atheis" karya Achdiat K. Mihardja, sastrawan angkatan 45 Indonesia asal Jawa Barat.

Diproduksi dengan anggaran sebesar Rp. 80 juta dan juga dibintangi oleh Emmy Salim, Kusno Sudjarwadi, dan Farouk Afero, film ini dimaksudkan untuk menjadi sebuah tantangan kepada komunitas agamais di Indonesia kala dirilis. Film ini menjadi kontroversial pada saat rilis, sempat ditolak oleh Badan Sensor Film Indonesia. Walaupun dinilai gagal mendapatkan banyak penonton pada rilis, film ini kemudian menjadi salah satu film Sjuman Djaya yang paling dikenal.

Film diawali dengan cerita meledaknya bom atom di Hiroshima dengan derita yang menyertainya. Hasan (Deddy Sutomo) adalah seorang santri keturunan, masa kanak-kanaknya sangat tradisional, pendidikannya setengah-setengah, dan bekerja sebagai pegawai Perusahaan Air Minum (PAM) di Bandung pada tahun 1940-an. Waktu masa kanak-kanak, Hasan jatuh cinta pada Rukmini (Christine Hakim), tetapi waktu dewasa terpesona dan akhirnya menikah dengan Kartini (Emmy Salim), perempuan bebas dan berpaham modern. Kartini bergaul erat dengan Rusli (Kusno Sudjarwadi), partisan politik yang bergerak di bawah tanah dan juga sahabat masa kecil Hasan. Tokoh-tokoh ini, ditambah lagi dengan Anwar (Farouk Afero) yang seorang nihilis, menjelaskan tema dan alur cerita yang diwarnai konflik tentang pertentangan pikiran kolot-modern dan perdebatan tentang Tuhan. Hasan, seorang yang peragu dan terombang-ambing, suatu saat mengetahui kenyataan paling pahit dalam hidupnya: istrinya, Kartini, menginap satu losmen dengan si nihilis Anwar. Dia harus mengambil keputusan: hadir atau tersingkir. Ia pun berangkat membunuh Anwar. Cerita mencapai akhir yang diwarnai kematian. Rusli meninggal ditembak Kempetai dan Hasan pun tertembak tentara Jepang setelah dendamnya terbalas, dan bersamanya berakhir pula pengejaran cakrawala yang dilukiskan saat Hasan kecil.[1]

Perbedaan antara cerita adaptasi film dengan novel

[sunting | sunting sumber]

Pada akhir cerita di versi adaptasi film, tokoh Rusli tewas karena ditembak oleh tentara Jepang sesaat sebelum Hasan juga tewas. Sementara di cerita novel karya Achdiat Karta Mihardja, tokoh Rusli bertahan hidup, di mana dia bersama Kartini meratapi kematian Hasan.

Atheis disutradarai oleh Sjuman Djaya, yang juga memproduseri film ini dengan Handojo. Sjuman Djaya telah belajar tentang perfilman di Uni Soviet, yang mungkin telah mempengaruhi cara pengambilan filmnya; adegan dari film 1925 Sergei Eisenstein berjudul Bronenosets Potyomkin (bahasa Indonesia: "Kapal Perang Potyomkin"), dari sebuah kereta bayi yang menggelinding di tangga batu, digunakan kembali dalam Atheis.[2] Adegan pertama dari film ini menunjukkan Kartini menangisi tubuh Hasan di sebuah rumah sakit; alur kemudian menunjukkan bagaimana kejadian ini terjadi.[3] Cara penuturan cerita yang sama juga digunakan dalam versi asli novelnya. Film ini menggunakan hitam-putih untuk menunjukkan adegan dari masa kecil Hasan, sementara adegan yang lebih modern dalam gambar berwarna; arsip rekaman sejarah digunakan untuk menunjukkan kedatangan Tentara Kekaisaran Jepang di Indonesia. Musisi biola Idris Sardi juga ikut andil dalam mengaransemen jalur lagu dalam film ini.[3]

Film ini diadaptasi dari novel Atheis tahun 1949 karya Achdiat Karta Mihardja, yang juga telah terbukti kontroversial pada kala dirilis tetapi secara luas dianggap sebagai karya terbaik Mihardja.[4] Dalam sebuah wawancara dengan Suara Karya, sutradara Sjuman Djaya menyatakan bahwa ia bermaksud menjadikan film ini sebagai tantangan untuk komunitas agamais di Indonesia, sebuah karya yang ia harap akan diterima oleh mereka.[5]

Para aktor dalam film ini yaitu Deddy Sutomo, Kusno Sudjarwadi, Emmy Salim, Farouk Afero, Christine Hakim, Aedy Moward, Ernie Djohan, Maruli Sitompul, Kris Biantoro, dan Rita Zahara. Novelis dan sarjana Islam Hamka membantu sebagai pengawas selama proses syuting.[6] Biaya produksi film ini Rp. 80 juta atau sekitar $AS 193.771 kala itu (Siregar 1999, hlm. 164).[5]

Penayangan dan penerimaan

[sunting | sunting sumber]

Atheis dirilis pada tahun 1974 dan diterpa banyak kontroversi. Kontroversi ini bahkan telah dimulai saat produksi. Pada Mei 1974 Badan Sensor Film Indonesia menulis bahwa film ini memiliki konten yang tidak cocok untuk penonton Indonesia. Sjuman Djaya membalas hal ini dengan menyatakan bahwa buku sumber cerita film ini telah lama menjadi bagian dari kurikulum untuk siswa SMP dan SMA.[7] Film ini akhirnya diijinkan, meskipun beberapa adegan kemudian dipotong.[5]

Meskipun film ini dipuji kritikus pada kala itu, Atheis tampil buruk di penjualan tiket.[6] Pada Festival Film Indonesia 1975 film ini memenangkan Penghargaan Adaptasi Terbaik dari Novel.[8] Kritikus film Salim Said berpendapat bahwa Sjuman Djaya mungkin paling bangga pada Atheis di antara karya-karyanya yang lain.[9]

Menulis setelah kematian Sjuman Djaya, Said menemukan bahwa film Atheis adalah film yang sangat serius, dan mencatat bahwa banyak novel Indonesia dengan struktur plot yang sederhana bisa digunakan sebagai gantinya.[10] Olin Monteiro, menulis artikel tinjauan untuk The Jakarta Globe pada tahun 2012, menulis bahwa film Atheis adalah salah satu dari karya Sjuman Djaya yang paling dikenal dan mencatat bahwa sutradara tersebut telah "berkonsentrasi pada pikiran terdalam karakter-karakter novel tersebut untuk menemukan makna sebenarnya dari keberadaan Tuhan dan perdebatan yang menyertainya", meninggalkan penonton untuk memutuskan sendiri apakah Tuhan itu ada atau tidak ada.[3]

Referensi

[sunting | sunting sumber]

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]