Balon Lebaran Ponorogo

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Sekelompok anak kecil menerbangkan balon Ponorogo tahun 1909

Balon Lebaran Ponorogo merupakan salah satu tradisi yang tetap lestari hingga saat ini di Ponorogo, Jawa Timur yang berlangsung pada setiap Lebaran Idulfitri bulan Syawal pada kalender Hijriah.[1] Tradisi menerbangkan balon lebaran di Ponorogo telah lestari dan menjadi tradisi lebih dari 6000 Tahun yang lalu.

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Masyarakat Ponorogo awalnya menyebut tradisi Balon Lebaran dengan "umbulan" atau "ombolan" yang berarti menerbangkan seperti bulan, dengan perkembangan zaman kini disebut Balon.

Balon Lebaran Ponorogo telah berlangsung sejak abad ke-15 tepatnya tahun 1496 M yang pada awalnya merupakan tradisi masyarakat Ponorogo yang kala itu beragama Buddha, tradisi menerbangkan balon di wengker telah ada pada abad ke 7 sejak zaman Sriwijaya hingga Medang sebelum masuknya islam di Ponorogo.[2]

Bathara Katong selaku pendakwah islam dan bupati pertama di Ponorogo kala itu mengubah tradisi tradisi menerbangkan balon yang biasa digunakan umat Buddha Ponorogo menjadi balon yang bernafaskan islami dengan di terbangkannya setiap idul fitri, yang pada awalnya sebagai penghormatan kepada ki ageng kutu surya alam untuk mengurangi gejolak masyarakat Ponorogo atas gugurnya pimpinannya.

Balon Lebaran Ponorogo di buat dari bahan kertas, mengingat Ponorogo sejak abad ke 7 sudah mampu membuat kertas sendiri. kertas-kertas tersebut di rangkai dan di sambungkan satu sama lain menggunakan putih kulit telur ataupun nasi yang di rangkai menjulang yang di rekatkan bambu atau rotan berbentuk lingkaran kemudian diberi tali untuk mengikat sebuah tempat menaruh minyak, Balon di buat berukuran antara 1,5 Meter hingga 4 Meter.

Menerbangkan Balon Lebaran[sunting | sunting sumber]

Menerbangkan balon lebaran tidak dilakukan seorang diri, melainkan satu balon diterbangkan oleh 5 orang hingga puluhan tergantung kecil besarnya balon yang mencerminkan gotong royong.[3]

Sebelum di terbangkannya balon, di bentuk sebuah musyawarah disetiap kekerabatan maupun RT, RW, Kedukuhan, kedusunan hingga Desa Kelurahan yang tidak terikat dengan kelompok apapun. Kegiatan musyawarah ini bertujuan untuk membahas menerbangkan balon sebelum bulan puasa tentang bahan apa saja yang digunakan, ukuran berapa meter, berapa balon yang akan dibuat, siapa yang membuat, siapa yang menyediakan bahan, siapa yang mencari bahan untuk membuat api, siapa yang menerbangkan balon.

Biasanya apabila sudah jadi, balon akan di terbangkan di biarkan polos atau di beri identitas dukuh atau desa yang membuat sebagai kebanggaan, balon diterbangkan oleh banyak orang dengan membakar daun kelapa atau tanaman padi yang telah kering dengan membutuhkan 5 hingga 30 menit untuk menerbangkan balon ke udara.

Balon Lebaran akan mengudara 1 hingga 3 hari tergantung persediaan bahan bakar minyak yang di tampung di bawah balon, apabila balon turun dan jatuh karena kehabisan minyak maka sudah menjadi tanggung jawab dan etika sosial warga setempat untuk menerbangkan kembali balon lebaran tersebut, biasanya di terbangkan kembali menjelang maghrib.

Biasanya ribuan Balon Lebaran Ponorogo sudah menghiasai langit di wilayah Ponorogo maupun kotakota yang berbatasan langsung dengan Ponorogo ketika orang-orang islam melaksanakan shalat idul fitri, jumlah yang banyak di karenakan terkadang setiap kelompok menerbangkan balon 1 hingga 3 buah balon.

Namun ada kelompok yang sudah menerbangkan balon ketika memasuki lailatul qodar, puncaknya ketika akhir ramadhan sudah banyak balon udara yang beterbangan sebagai tanda bahwa besok adalah 1 syawal.

Filosofi[sunting | sunting sumber]

Nilai filosofi kehidupan yang ada pada Balon Lebaran Ponorogo adalah Balon yang di terbangkan oleh banyak orang secara gembira menggunakan api sehingga dapat menerbangkan balon hingga ke awan yang menghitam karena asap yang berarti dosa bermakna manusia selama hidup tidak lupat dari melakukan kesalahan dan dosa, sehingga dalam ajaran Islam bahwa idul fitri adalah waktu dimana manusia kembali suci dan diampuninya kesalahan dan dosa seperti bayi yang baru lahir.

Perkembangan[sunting | sunting sumber]

Balon lebaran Ponorogo berukuran 40 Meter

Kini Balon Lebaran Ponorogo tidak hanya dibuat dari kertas saja, melainkan juga di buat dari plastik transparan maupun berwarna-warni dengan ukuran 16 hingga 40 meter, ukuran ini ini selalu bertambah setiap tahunnya. Tidak berhenti pada bahan dan ukuran balon, biasanya pada bawah balon juga diberi petasan yang sangat banyak sehingga menimbulkan suara ledakan ketia berada di udara.

Kini, balon Lebaran Ponorogo tidak hanya di terbangkan ketika lebaran saja, tetapi juga di terbangkan oleh masyarakat Ponorogo ketika memperingati hari kemerdekaan Indonesia dengan balon berukuran besar berwarna merah putih.

Perusahaan sirup Marjan pernah mengangkat tradisi lebaran menerbangan Balon Lebaran Ponorogo sebagai iklan pada tahun 2014.[4]

Kontroversi[sunting | sunting sumber]

Dengan hasil kreasi dan inovasi yang tinggi masyarakat Ponorogo terhadap Balon Lebaran, Tradisi Balon Lebaran Ponorogo ini mengkhawatirkan beberapa pihak dengan adanya keluhan dari PT PLN, Bandara Udara, Kepolisian karena dikatakan sangat berbahaya.

Dari pihak PT PLN tradisi balon lebaran di Ponorogo sangat berbahaya, karena sangat rawan apabila balon tersebut jatuh dan mendarat di tiang listrik maupun kabel yang melintang karena dapat menyebabkan padamnya listrik.[5]

Sedangkan dari Bandara Udara menyebutkan bahwa tradisi masyarakat Ponorogo terkait menerbangkan balon sangat berbahaya bagi penerbangan pesawat terbang karena sangat mengganggu pandangan perjalanan pesawat juga apabila terkena badan pesawat maupun masuk ke dalam turbin, terlebih pernah terjadi mendaratnya balon udara raksasa dari Ponorogo di sekitar bandara udara Adisutjipto Yogyakarta, juga Mendarat di Wonogiri, Madiun, Magetan, Kediri, Nganjuk, Pacitan, Ngawi, Solo, tulungagung, Gresik hingga Malang.[6]

Sedangkan dari pihak kepolisian dan pemerintah daerah dibawah bupati Ponorogo Ipong Muchlissoni sudah menerbitkan pelarangan menjalankan tradisi menerbangkan Balon Lebaran Ponorogo yang dinilai berbahaya ini hingga di siarkan di radio setempat dan media masa koran,[7][8] namun tetap saja masyarakat Ponorogo melakukan tradisi menerbangkan balon lebaran, karena memang tradisi balon lebaran ini sudah ada lebih 500 tahun.

Solusi pernah di sosialisasikan untuk tidak terbangnya balon kemana-kemana tanpa arah, alangkah baiknya di beri tali seperti layang-layang, tetapi terdapat kontra karena dengan demikian bukan menerbangkan balon melainkan melayangkan balon.

memang masyarakat Ponorogo gemar menerbangkan sesuatu ketika lebaran seperti balon dan layangan suwangan, karena apabila pelarangan balon lebaran terjadi akan berdampak juga pada layangan suwangan. karena layangan suwangan di Ponorogo ketika lebaran memiliki ukuran dari 2 hingga 6 meter tanpa mengenal waktu untuk menerbangakannya, ketika malam banyak layangan di beri lampu berkelap-kelip, bahayanya lagi karena layangan di tinggalkan saja tanpa ada yang mengawasi.

Dalam Lebaran, Masyarakat Ponorogo tidak lengkap bila tidak melaksanak tradisi secara turun-menurun seperti menerbangkan balon lebaran yang saat ini juga mulai di lirik oleh kota lain sebagai icon wisata.[8]

Pada tahun 2017, penerbangan balon diwajibkan menggunakan tali agar tidak mengganggu jalur pesawat.

Balon Lebaran Ponorogo di luar Ponorogo[sunting | sunting sumber]

Balon Lebaran Ponorogo yang merupakan adat istiadat masyarakat Ponorogo juga berkembang di luar Ponorogo.

Banyak warga yang tinggal di berbagai kota yang berbatasan dengan Ponorogo seperti Madiun, Magetan, Pacitan dan lainnya yang masih awam akan tradisi masyarakat Ponorogo menerbangakan Balon Lebaran Ponorogo. sebagian besar warga Madiun mengira balon ketika melintasi di malam hari adalah semacam api dari banaspati atau kiriman santet, sedangkan balon ketika melintasi dan mendarat saat pagi di area persawahan Magetan mengira sebuah UFO yang mirip di film alien Hollywod Arrival sehingga membuat warga tidak berani mendekat, setelah lama tidak ada reaksi ternyata hanya balon lebaran dari Ponorogo.

Dewasa ini, warga Ponorogo yang berada di kota perantauan yang tidak pulang ke kampung halaman juga menerbangkan balon lebaran untuk mengungkapkan suka cita datangnya bulan syawal yang di dilakukan di Jember, Jombang, Banyuwangi, Garut, Bekasi, Cilegon, Tegal.

Trenggalek[sunting | sunting sumber]

Tradisi menerbangkan balon Lebaran Ponorogo juga di lakukan di Trenggalek yang berbatasan langsung dengan Ponorogo, masuknya tradisi menerbangkan Balon Lebaran Ponorogo ketika lebaran karena diplomasi kedua kota tersebut sejak lama.

KulonProgo[sunting | sunting sumber]

sebuah balon Ponorogo diterbangkan di Malaysia

Tradisi menerbangkan balon lebaran juga di lakukan di Kulonprogo. Tradisi menerbangkan balon lebaran dibawa ke Kulonprogo oleh orang-orang Ponorogo yang di beri hadiah berupa tanah oleh Amangkurat II yang telah menyelamatkan keraton. tradisi balon lebaran ini kemudian menyebar ke berbagai daerah di Yogyakarta dan Jawa Tengah seperti klaten, Wonosobo, Pekalongan.

Sumenep[sunting | sunting sumber]

Tradisi menerbangkan balon lebaran juga di lakukan di Madura terutama Sumenep dan Pameksan. Tradisi menerbangkan balon lebaran di bawa oleh Adipati Sungenep Raden Arya Jaran Panoleh yang merupakan adik dari Batoro Katong Adipati Ponorogo. Selain membawa Tradisi Balon Lebaran, Adipati Sumenep juga membawa pakaian adat Ponorogo, Selompret yang dikenal dengan Saronen dsebagai sarana dakwah Islami di Madura, Balon Lebaran di Sumenep disebut dengan Themar Korong, namun menerbangakan balon lebaran di sumenep tidak semeriah dan sebanyak di Ponorogo.

Luar Jawa[sunting | sunting sumber]

Seperti biasanya, orang-orang Ponorogo yang merantau ke suatu daerah membawa budayanya seperti reog dan balon lebaran saat memasuki hari raya idul fitri, Balon lebaran dapat ditemukan di Sumatera, Kalimantan hingga Papua.

Malaysia[sunting | sunting sumber]

Selain di Indonesia, tradisi ini juga di lakukan oleh para TKI berasal dari Ponorogo di Malaysia ketika lebaran setiap tahunnya yang telah berlangsung lebih 60 tahun, kegiatan ini di apresiasi tinggi oleh masyarakat melayu Malaysia dan kementrian budaya malaysia sebagai khazanah budaya yang ada di semanjung melayu, terlebih tradisi menerbangkan balon menyimbolkan kebudayaan islam sangat unik dan tidak pernah ada di malaysia.[9]

Tradisi balon udara di luar negeri yang mirip di Ponorogo[sunting | sunting sumber]

Taunggyi, Negara bagian Shan, Myanmar[sunting | sunting sumber]

Balon udara diterbangkan setiap bulan purnama pada November. Pada siang hari umumnya balon berbentuk hewan, sementara malam hari berbentuk oval dengan dihiasi lilin atau petasan. Bahan yang umumnya dipakai adalah kertas minyak maupun kertas Shan, kertas yang dibuat di Shan.

Brasil[sunting | sunting sumber]

Di Brasil juga terdapat tradisi menerbangkan balon udara seperti Ponorogo. Beberapa diantaranya juga merupakan balon udara tenaga surya.

Referensi[sunting | sunting sumber]