Batik Betawi
Batik Betawi adalah kerajinan tradisional masyarakat Jakarta. Pembuatannya diawali pada abad ke-19. Motif awalnya mengikuti corak batik wilayah pesisir utara Pulau Jawa, yaitu bertemakan pesisiran.[1] Corak batik Betawi juga dipengaruhi oleh kebudayaan Tiongkok.[2] Motif batik Betawi menggunakan kaligrafi khas Timur Tengah.[3] Selain itu, batik Betawi menggunakan motif yang dikembangkan dari bentuk segitiga.[4]
Ciri khas
[sunting | sunting sumber]Corak batik Betawi memperoleh pengaruh dari kebudayaan Tiongkok, terutama dalam penggunaan warna dasar. Batik Betawi menggunakan warna merah, hijau, kuning, dan biru yang cerah.[2] Pengaruh budaya Islam juga terlihat pada motif yang tergambar pada kain batik. Motif batik Betawi memiliki medali, wajit, dan kembang. Beberapa motifnya juga memiliki gambar kaligrafi yang menjadi ciri khas motif Timur Tengah. Penggunaan kaligrafi diperkenalkan oleh Kesultanan Demak dan Kesultanan Cirebon melalui batik Demak dan Batik Cirebon. Selain itu, penggambaran makhluk hidup hanya sebagai simbol untuk menyampaikan pesan.[3] Salah satunya ialah buaya yang oleh masyarakat Betawi dianggap sebagai simbol kesetiaan kepada pasangan hidup.[5]
Motif
[sunting | sunting sumber]Batik Betawi menggunakan motif yang dikembangkan dari bentuk segitiga.[4] Motif segitiga yang digunakan adalah segitiga sama kaki dengan sudut lancip yang saling terhubung. Motif-motif yang dihasilkan yaitu motif penari cokek, tumpal, mancungan, dan pucuk rebung. Motif-motif ini kemudian dikembangkan dan dikelompokkan menjadi ragam hias flora, fauna, geometris, kesenian tradisional, bangunan ikonik dan bersejarah, makanan tradisional, cerita rakyat, dan permainan anak.[6]
Motif tapak kebo
[sunting | sunting sumber]Motif garuda (grudo) yang mengandung unsur mitologi Hindu pada kain batik Jawa Tengah kemudian diadaptasi dan dikenal sebagai motif tapak kebo pada kain batik Betawi.[7]
Motif ondel-ondel dan tanjidor
[sunting | sunting sumber]Motif Ondel-ondel dan Tanjidor menggunakan ondel-ondel dan tanjidor sebagai gambar utama. Ondel-ondel dimaknai sebagai penolak bencana dan pengusir makhluk halus yang gentayangan. Sedangkan Tanjidor adalah orkes khas kesenian Betawi yang menggunakan alat musik tiup. Ondel-ondel digambarkan secara utuh dengan garis lurus yang disusun memancar membentuk kembang api. Warna dasar yang digunakan adalah hitam, kuning, dan jingga.[8] Motif ondel-ondel pada Batik Betawi menampilkan boneka laki-laki dan perempuan dengan pakaian tradisional Betawi. Ondel-ondel lainnya ini dihiasi dengan hiasan bunga kelapa.[9]
Motif ondel-ondel pucuk rebung
[sunting | sunting sumber]Motif ondel-ondel pucuk rebung ini menyampaikan pesan bahwa masyarakat Betawi yang jujur dan apa adanya, Warna hijau dan biru digunakan sebagai warna dasar. Ondel-ondel digambarkan di tengah kain, sedangkan pucuk rebung digambarkan pada bagian tepi kain.[8]
Motif penari cokek
[sunting | sunting sumber]Motif penari cokek menggunakan tari cokek sebagai temanya. Para penari cokek digambarkan sedang menari di sebelah tugu Monumen Nasional. atau MONAS Latar dari penari dan tugu adalah hiasan bunga kelapa. Warna dasar dari kain adalah merah dan jingga. Penari cokek, tugu Monumen Nasional dan bunga kelapa digambarkan dengan warna putih.[10]
Motif parang
[sunting | sunting sumber]Motif parang menggambarkan mulut buaya yang memperlihatkan gigi-giginya yang tajam. Tubuh buaya tidak digambarkan seluruhnya, tetapi hanya berupa garis-garis yang membentuk gambar rahang buaya yang panjang. Buaya dijadikan sebagai lambang kesetiaan kepada pasangan. [11]
Kegunaan
[sunting | sunting sumber]Pada awalnya, batik Betawi menggunakan motif pesisiran yang mirip dengan batik Pekalongan, batik Lasem, dan batik Cirebon. Tema yang digambarkan berupa pemandangan alam Indonesia, Eropa, dan Jawa Hokokai. Motif yang digunakan yaitu jamblang, babaran kalengan, dan jelamprang. Batik Betawi digunakan sebagai pakaian dan penutup perlengkapan dalam rumah. Selain itu, batik Betawi juga digunakan sebagai perlengkapan dan pakaian suci untuk mengusir makhlus halus.[12]
KBB (Keluarga Batik Betawi)
Belakangan ini Batik Betawi semakin berkembang baik dari ragam motif nya maupun pengrajin batik khusus motif betawian. oleh Ibu Hj. Umi S. Adi Susilo seorang anak betawi yang turut berpartisipasi mengembangkan budaya batik khusus nya motif batik betawian. melalui yayasan yang di didirikan beliau yaitu KBB (Keluarga Batik Betawi) membuka workshop di Perkampungan Budaya Betawi Setubabakan Jagakarsa - Jakarta Selatan.
workshop ini terbuka untuk masyarakat sekitar dan masyarakat indonesia pada umum nya yang tertarik/berminat mengenal, belajar, dan mengembangkan batik indonesia khususnya batik betawi. Yayasan KBB (Keluarga Batik Betawi) telah membina beberapa sanggar batik diantaranya Batik Seraci di Tarumajaya Kab. Bekasi, Batik Gandaria, Batik Terogong,pernah membina pengrajin di Rusun Marunda, dan beberapa sanggar batik betawi lainnya.
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ Ratnawati, lien (2017). Penetapan Warisan Budaya tak benda Indonesia tahun 2017. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. hlm. 91.
- ^ a b Casande 2011, hlm. 294–295.
- ^ a b Casande 2011, hlm. 296.
- ^ a b Soedarwanto, Muthi'ah, dan Maftukha 2018, hlm. 71–72.
- ^ Casande 2011, hlm. 297.
- ^ Soedarwanto, Muthi'ah, dan Maftukha 2018, hlm. 72.
- ^ Ibrahim, Lynda (2020-06-22). "Beragam Budaya dan Etnis dalam Warna-warni Busana Betawi". kumparan. Diakses tanggal 2024-06-23.
- ^ a b Nawingkapti, Purwanto, dan Gunadi 2019, hlm. 73.
- ^ Soedarwanto, Muthi'ah, dan Maftukha 2018, hlm. 74.
- ^ Nawingkapti, Purwanto, dan Gunadi 2019, hlm. 73–74.
- ^ Casande 2011, hlm. 294.
- ^ Soedarwanto, Muthi'ah, dan Maftukha 2018, hlm. 71.
Daftar pustaka
[sunting | sunting sumber]- Casande, Suwito (2011). "Ragam Hias Parang Gerigi pada Batik Betawi". Deiksis. 3 (3): 290–303.
- Nawingkapti, K. A., Purwanto, dan Gunadi (2019). "Seni Batik Betawi Terogong: Kajian Motif dan Proses Pembuatannya". Eduarts. 8 (2): 70–75.
- Soedarwanto, H., Muthi'ah, W., dan Maftukha, N. (2018). "Kajian Ekspresi Seni dalam Ragam Hias Batik Betawi". Narada. 5 (1): 67–79.