Deradikalisasi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Deradikalisasi mengacu pada tindakan preventif kontraterorisme atau stratregi untuk menetralisir paham-paham yang dianggap radikal dan membahayakan dengan cara pendekatan tanpa kekerasan. Tujuan dari deradikalisasi ini adalah untuk mengembalikan para aktor terlibat yang memiliki pemahaman radikal untuk kembali kejalan pemikiran yang lebih moderat.[1] Terorisme telah menjadi permasalahan serius bagi dunia internasional karena setiap saat akan membahayakan keamanan nasional bagi negara maka dari itu program deradikalisasi dibutuhkan sebagai formula penanggulangan dan pencegahan pemahaman radikal seperti terorisme.

Tujuan Deradikalisasi[sunting | sunting sumber]

Di dalam konteks terorisme, deradikalisasi bertujuan untuk membujuk para teroris untuk meninggalkan kekerasan yang mereka lakukan.[2] Netralisasi menjadi tujuan dan fokus utama dari deradikalisasi pemikiran kelompok atau individu yang mempunyai ideologi radikal sehingga ia memiliki kontra radikalisme. Sebagai sebuah program deradikalisasi, menurut Counter Terrorism Implementation Task Force (CTITF) adalah sebuah kebijakan dimana memberi paket-paket bantuan sosial, hukum, politik, ekonomi dan pendidikan yang ditujukan kepada para narapidana terorisme,[3] ini adalah salah satu tindakan yang menggunakan soft power. Pengertian deradikalisasi masih perlu untuk diperluas agar tak hanya untuk melawan terorisme melainkan harus lebih inklusif.

Tiga Subjek Deradikalisasi[sunting | sunting sumber]

A.S Hikam dalam bukunya yang berjudul "Peran Masyarakat Sipil Indonesia Membendung Radikalisme - Deradikalisasi" menyatakan bahwa ada tiga subjek Deradikalisasi, yaitu:

  • Suprastruktur yang merujuk pada peran pemerintah pusat maupun daerah, peran suprastruktur ini ditopang oleh berbagai undang-undang kontraterorisme seperti UU No. 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Terorisme, UU No. 15/2003 tentang TNI yang mengamanatkan penghadapan ancaman atas negara dari pelaku non-negara, UU No. 3/2002 tentang Pertahanan Nasional, Peraturan Presiden Nomor 12/2002 tentang Pertahanan Nasional Penanggulangan Terorisme, sampai UU No. 17/2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan yang melarang ideologi kontra Pancasila.
  • Infrastruktur yang merujuk pada lembaga pelaksana deradikalisasi, baik dari pemerintah maupun masyarakat.
  • Substruktur ialah individu-individu yang turut terlibat di dalam infrastruktur deradikalisasi.

Pemutusan dan Deideologisasi[sunting | sunting sumber]

Terdapat dua makna dalam deradikalisasi yaitu pemutusan dan deideologisasi yaitu:

  • Pemutusan (Disengagment) Pemutusan bisa berarti mendorong kelompok radikal untuk meorientasi diri melalui perubahan sosial kognitif sehingga mereka meninggalkan pemahaman radikal yang mereka anut sebelumnya, menuju norma yang baru dalam artian menuju kembali kepemikiran yang tidak radikal.
  • Deideologisasi (Deidelogization) artinya penghapusan ideologi atas agama serta agama tidak dipandang sebagai ideologi politik melainkan dapat dipahami sebagai nilai-nilai luhur yang menyemai pesan perdamaian.[4] Kemunculan Negara Islam Irak dan Suriah telah menimbulkan presepsi bahwa agama dijadikan ideologi politik sehingga mudah untuk merekrut anggota baru yang pemikiran agamanya sesuai dengan pemikiran mereka.

Sosialisasi Program Deradikalisasi[sunting | sunting sumber]

Di Indonesia, pemerintah telah melakukan berbagai strategi untuk menangkal pemahaman radikal seperti pembentukan Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila,[5] pembentukan unit tersebut diharapkan mampu mempersempit gerak ideologi-ideologi radikal. Pemerintah juga melakukan pendekatan terhadap narapidana terorisme dilapas melalui rehabilitasi baik itu dengan pendekatan karakter kebangsaan dan menanamkan nilai-nilai perdamaian, serta peran aktif ormas keagamaan dalam mempromosikan nilai-nilai pluralisme seperti yang dilakukan oleh Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah.[6] Sasaran utama dari sosialisasi deradikalisasi adalah tahanan ataupun mantan teroris serta sangat diperlukan dan dibutuhkan dukungan dari berbagai pemangku kekuasaan, lebih lagi sosialisasi deradikalisasi juga perlu diperuntukan kepada komunitas-komunitas masyarakat yang potensial di masuki paham radikal.

Pendekatan Sosialisasi Program Deradikalisasi[sunting | sunting sumber]

Diperlukan pendekatan dalam mensukseskan program deradikalisasi, seperti:

  • Pendekatan humanis,
  • Pendekatan komunikasi sosial,
  • Pendekatan partisipatif dari elemen masyarakat.[7]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Pusbangdatin. "Detailpost - Program Deradikalisasi sebagai upaya Pencegahan Terjadinya Tindakan Terorisme di Indonesia". Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM I Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-10-02. 
  2. ^ Op. cit, R. Petrus Golose (2007). Deradicalisation and Indonesia Prisons. Asia Report. hlm. 81. 
  3. ^ A.S., Hikam, Muhammad (2016). Deradikalisasi : peran masyarakat sipil Indonesia membendung radikalisme. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. ISBN 9789797099855. OCLC 934509967. 
  4. ^ Hikam, Muhammad A.S (2016). Peran Masyarakat Sipil Indonesia Membendung Radikalisme - DERADIKALISASI. Jakarta: Kompas. hlm. viii. ISBN 9789797099855. 
  5. ^ Kuwado, Fabian Januarius. Wedhaswary, Inggried Dwi, ed. "Jokowi Bentuk Unit Kerja Pembinaan Pancasila". Kompas.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-10-02. 
  6. ^ Afrisia, Rizky Sekar. "Jokowi Pamer Kesuksesan Deradikalisasi Indonesia di KTT G20". CNN Indonesia (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-10-02. 
  7. ^ Hikam, Muahammad A.S (2016). Peran Masyarakat Sipil Indonesia Membendung Radikalisme - DERADIKALISASI. Jakarta: Kompas. hlm. 163. ISBN 9789797099855.