Diplomasi vaksin
Diplomasi vaksin adalah bagian dari diplomasi kesehatan global yang melibatkan proses negosiasi multitingkatan, dan multiaktor, serta membentuk dan mengelola lingkungan kebijakan global yang bertujuan untuk kesehatan. Pengelolaan ini bukan hanya berkaitan dengan kerja sama internasional terkait isu kesehatan saja, tetapi juga kerja sama bidang lain yang akan berdampak terhadap isu kesehatan global.[1]
Tujuan
[sunting | sunting sumber]Menurut Kilian dan Noviryani di situs The Conversation, tujuan dari diplomasi ini awalnya untuk menjamin ketersediaan berbagai obat-obatan, alat kesehatan, dan vaksin. Sementara itu, tujuan jangka panjangnya adalah memperkuat keamanan kesehatan dan kemandirian nasional. Ketika awal pandemi, diplomasi tersebut berfokus kepada penyediaan berbagai peralatan diagnostik dan terapi seperti alat pelindung diri, ventilator, dan bahan baku obat-obatan. Namun, seiring dengan meningkatnya kapasitas Indonesia untuk memproduksi berbagai peralatan dan obat-obatan maupun keberhasilan negara-negara lain untuk mulai membuat vaksin, fokus diplomasi ini mulai berubah menjadi ketersediaan vaksin.[2]
Diplomasi itu mempunyai dua sisi, yaitu diplomasi yang berhubungan dengan pemenuhan tujuan nasional atau kepentingan geopolitik dan diplomasi yang berkaitan dengan upaya kolektif untuk mengatasi permasalahan kesehatan global, seperti negosiasi regulasi kesehatan antarnegara.
Rujukan
[sunting | sunting sumber]- ^ Killian, Erza; Noviryani, Mely (2021-09-10). "Diplomasi vaksin Indonesia perlu lebih strategis, bukan semata soal stok vaksin". The Conversation (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-04-27.
- ^ Moussally, Joanna Myriam; Brosch, Tobias; Van der Linden, Martial (2016-12). "Time course of attentional biases toward body shapes: The impact of body dissatisfaction". Body Image. 19: 159–168. doi:10.1016/j.bodyim.2016.09.006. ISSN 1873-6807. PMID 27750205.