Eli (Imam Besar)
Hakim Israel kuno |
---|
Kitab Yosua: |
†Tidak resmi diangkat sebagai hakim |
Eli (bahasa Ibrani: עֵלִי, Modern ʻEli Tiberias ʻĒlî ; "Naik"; bahasa Yunani Kuno: Ἤλι; bahasa Latin: Heli) adalah imam besar Israel di kota Silo, sebelum digantikan oleh Samuel, menurut Kitab 1 Samuel. Eli adalah orang Lewi dari garis keturunan Itamar bin Harun.
Catatan Alkitab
[sunting | sunting sumber]Eli melihat Hana, yang kemudian melahirkan Samuel, berdoa minta anak dari Allah dan mengira perempuan itu mabuk. Namun, setelah mendengar keluhannya, Eli memberkatinya. Hana bersumpah, jika diberi anak, akan memberikan anak itu kepada Allah. Setelah Samuel lahir dan disapih (berhenti menyusui), Hana membawanya untuk hidup melayani Allah di Silo, di bawah asuhan imam Eli.[1]
Nubuat melawan Eli
[sunting | sunting sumber]Kedua anak Eli, Hofni dan Pinehas, ternyata tidak menghormati Allah, dan menyalahgunakan jabatan imam mereka untuk melakukan perbuatan-perbuatan jahat termasuk di dalam kemah suci Allah. Waktu itu Eli sudah tua dan tidak dapat mengontrol perbuatan anak-anaknya. Akibatnya, Allah mengirimkan abdi-Nya untuk memberitahukan hukuman terhadap keluarganya; "Dengarlah, akan datang masanya Aku membunuh semua pemuda dalam keluarga dan margamu, sehingga tak seorang pria pun dalam keluargamu akan mencapai usia lanjut. Maka engkau akan memandang dengan mata bermusuhan kepada segala kebaikan yang akan Kulakukan kepada Israel dan dalam keluargamu takkan ada seorang kakek untuk selamanya. Tetapi seorang dari padamu yang tidak Kulenyapkan dari lingkungan mezbah-Ku akan membuat matamu rusak dan jiwamu merana; segala tambahan keluargamu akan mati oleh pedang lawan. Inilah yang akan menjadi tanda bagimu, yakni apa yang akan terjadi kepada kedua anakmu itu, Hofni dan Pinehas: pada hari yang sama keduanya akan mati." [2]
Nubuat ini diulangi lagi melalui Samuel. Kali ini Allah sendiri yang memanggil nama Samuel. Tiga kali Samuel mengira imam Eli yang memanggilnya. Eli akhirnya mengerti bahwa Allah yang berbicara langsung kepada Samuel. Eli menyuruh Samuel kembali ke tempat tidurnya, yaitu di samping Tabut Perjanjian Allah, dan bila dipanggil lagi untuk menjawab: "Berbicaralah, TUHAN, sebab hamba-Mu ini mendengar." Allah berbicara langsung dengan Samuel dan mengulangi peringatan dan hukuman atas keluarga Eli. Eli memaksa Samuel menceritakan semua perkataan itu, tetapi tidak mengambil tindakan apa-apa. Eli terus mengasuh Samuel, meskipun semua orang Israel mulai mengetahui bahwa TUHAN menyertai Samuel dan kepada Samuel telah dipercayakan jabatan nabi TUHAN.[3]
Kematian
[sunting | sunting sumber]Beberapa tahun kemudian, bangsa Israel berperang dengan orang-orang Filistin di dekat kota Eben-Haezer. Mereka mengalami kekalahan besar. Supaya menang, bangsa Israel membawa Tabut Perjanjian Allah dari Silo ke medan perang, bersama Hofni dan Pinehas. Namun, orang Filistin mengalahkan mereka, membunuh Hosni dan Pinehas, serta merampas Tabut Perjanjian itu. Eli, yang saat itu berusia 98 tahun, gemuk dan sudah bular matanya (tidak bisa melihat lagi), duduk menunggu di tepi jalan depan rumahnya. Waktu mendengar kabar kekalahan bangsa Israel dan direbutnya Tabut Perjanjian serta berita kematian kedua putranya, ia terjatuh dari tempat duduk yang ia duduki di sebelah pintu rumahnya, lehernya patah dan ia wafat tak lama kemudian. Eli memerintah sebagai hakim atas orang Israel 40 tahun lamanya.[4]
Keturunan
[sunting | sunting sumber]- Ikabod bin Pinehas: cucu Eli.[5] Ahitub adalah saudaranya.[6]
- Ahimelekh: cicit Eli, menjadi imam di kota Nob. Ia beserta keluarganya, dibunuh oleh Doeg, orang Edom, atas suruhan raja Saul, karena dituduh membantu Daud yang diburu untuk dibunuh oleh Saul. Hanya satu anaknya, Abyatar, yang berhasil lolos.[7] Ini merupakan penggenapan nubuat atas keturunan Eli.[2]
- Abyatar bin Ahimelekh, selamat dari pembantaian keluarganya di kota Nob, berpihak kepada Daud. Ketika Daud menjadi raja, ia diangkat menjadi Imam Besar.[8] dan penasehat raja.[9] Namun waktu Daud sudah tua, ia berpihak kepada Adonia, anak Daud, tidak kepada Salomo, yang kemudian menjadi raja menggantikan Daud. Akibatnya, jabatan Imam Besarnya dicopot, diberikan kepada imam Zadok dari keturunan Eleazar bin Harun dan Abyatar sendiri dibuang ke Anatot.[10] Ini juga merupakan penggenapan nubuat atas keturunan Eli.[11]
Referensi
[sunting | sunting sumber]