Fumeripits
Fumeripits adalah tokoh penting dalam suku Asmat di Papua Selatan. Sebuah legenda suci mengisahkan bahwa Fumeripits adalah manusia pertama di tanah Asmat. Fumeripits terdampar di pantai dalam keadaan sekarat dan tidak sadarkan diri. Namun nyawanya diselamatkan oleh sekolompok burung ajaib, sehingga ia kembali pulih. Merasa kesepian, ia membuat patung ukiran-ukiran kayu menyerupainya dan sebuah alat musik tifa yang ditabuh terus menerus. Dengan tiba-tiba patung-patung tersebut bergerak dan hidup. Keturunan-keturunan Fumeripits inilah yang kemudian menjadi wow-ipits atau wow iwir, para pemahat Asmat.[1]
Mitologi
[sunting | sunting sumber]Legenda Fumeripits menggambarkan bahwa patung dan memahat adalah suatu yang memiliki nilai sakral bagi orang Asmat. Menurut mitologi suku Asmat, Fumeripits adalah yang pertama yang ada di bumi, dan ia juga menciptakan rumah bujang manusia pertama, atau jew (sebuah club house untuk pria di mana isu-isu masyarakat dibahas, karya seni dibuat, dan upacara diadakan).[2] Karena kesepian dan kesunyian yang menemani hari-harinya, maka Fumeripits memahat patung demi patung untuk mengisi kesepian. Tanpa disadari, jumlah patung pahatannya berjumlah puluhan. Lalu dia pun membuat sebuah alat musik tradisional yang kini dikenal dengan tifa untuk bernyanyi. Pada saat dia bernyanyi dan memainkan tifa-nyalah, puluhan patung manusia itu berubah menjadi hidup. Konon, dari patung-patung itulah orang Asmat terlahir. Fumeripits melanjutkan pengembaraannya di pesisir selatan Papua dan masuk ke hulu sungai besar di kawasan itu. Di setiap persinggahannya, Fumeripits kembali membangun jew dan memahat patung manusia. Setiap kali ia bernyanyi dengan menabuh tifa, patung itu kembali berubah menjadi manusia yang menurunkan suku Asmat yang sekarang kita kenal yang tersebar di pesisir selatan Papua. Keturunan-keturunan Fumeripits inilah yang kemudian menjadi wow-ipits atau wow iwir, para pemahat Asmat. Legenda Fumeripits menggambarkan bahwa patung dan memahat adalah suatu yang memiliki nilai sakral bagi orang Asmat. Patung dan ukiran umumnya mereka buat tanpa sketsa.[3]
Kehidupan setelah kematian
[sunting | sunting sumber]Dalam mengukir patung adalah saat di mana mereka berkomunikasi dengan leluhur yang ada di alam lain. Karena mereka mengenal tiga konsep dunia yaitu Ow Capinmi (alam kehidupan sekarang), Dampu ow Capinmi (alam persinggahan roh yang sudah meninggal), dan Safar (surga).
Jadi, arwah setiap orang Asmat yang baru meninggal diyakini sedang melakukan perjalanan jauh menuju surga (Safar). Sehingga roh yang masih tinggal di Dampu Om Capinmi adalah penyebab penyakit, penderitaan, gempa bumi, dan peperangan. Oleh karena itulah, bagi orang yang masih hidup harus menebus roh-roh ini agar roh itu dapat memasuki safar (surga) dengan cara membuat ukiran (yang diberi nama sesuai dengan nama orang yang meninggal) dan pesta-pesta seperti pesta Patung Bis (Bispokombi), pesta topeng, pesta perahu, dan pesta ulat sagu.
Ukiran tradisional Asmat yang paling spektakuler adalah tiang atau tugu leluhur yang disebut Bisj. Ukiran ini umumnya tersusun lebih dari dua figur. Setiap figur diukir diatas figur yang lain. Masing-masing figur menggambarkan keluarga yang telah meninggal.
Dahulu, Bisj dibuat dalam upacara tradisional yang dimeriahkan oleh pesta pemenggalan kepala (head hunting) dan kanibalisme agar arwah leluhur tenang. Setelah wilayah Papua menjadi bagian Republik Indonesia tahun 1963, pemerintah melarang pembuatan Bisj untuk mencegah upacara head hunting dan kanibalisme. Lambat laun tradisi Bisj memudar.
Tradisi dan budaya ini berjalan selama ratusan atau bahkan ribuan tahun. Anak cucu Fumeripits terus memahat patung untuk mengantarkan roh kerabatnya berpulang ke safar. Jadi, dapat dipahami jika seorang pemahat memiliki status sosial istimewa di antara orang Asmat.
Lihat juga
[sunting | sunting sumber]Bacaan terkait
[sunting | sunting sumber]- Rockefeller, Michael. The Asmat of New Guinea. Greenwich, Conn.: New York Graphic Society, 1967.
- Schneebaum, Tobias. Embodied Spirits: Ritual Carvings of the Asmat. Exhibition catalogue. Salem, Mass.: Peabody Museum, 1990.
- Smidt, Dirk A. M, ed. Asmat Art: Woodcarvings of Southwest New Guinea. New York: George Braziller, 1993.
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ "FUMERIPITS DAN SISTEM KEPERCAYAAN SUKU ASMAT". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-12-03. Diakses tanggal 2013-11-22.
- ^ "The Asmat". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-08-09. Diakses tanggal 2013-07-30.
- ^ "Fumeripits dan Suku Asmat".[pranala nonaktif permanen]