Lompat ke isi

95 dalil Luther: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Ign christian (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Ign christian (bicara | kontrib)
wikisource saya hapus karena isinya tidak benar; cobalah dimengerti kalau indulgensi bukan "pengampunan dosa" dan ''guilt'' bukan "dosa"
Baris 1: Baris 1:
[[Berkas:Luther 95 Thesen.png|thumb|alt=Sebuah cetakan laman tunggal dari 95 dalil Luther dalam dua kolom |Cetakan Nuremberg 1517 dari 95 dalil Luther seperti sebuah [[papan penanda]], sekarang di [[Perpustakaan Negeri Berlin]]]]
[[Berkas:Luther 95 Thesen.png|thumb|alt=Sebuah cetakan laman tunggal dari 95 dalil Luther dalam dua kolom |Cetakan ''95 Tesis'' tahun 1517 dari Nuremberg sebagai sebuah [[papan penanda]], sekarang di [[Perpustakaan Negeri Berlin]].]]


'''''95 dalil Luther''''' atau '''''Bantahan terhadap Kuasa dan Keampuhan Indulgensi''''' ({{lang-la|Disputatio pro declaratione virtutis indulgentiarum}}{{efn|Judul tersebut datang dari cetakan pamflet Basel 1517. Cetakan pertama dari 95 dalil Luther menggunakan sebuah [[incipit]] ketimbang sebuah judul yang menjelaskan isinya. Edisi papan penanda Nuremberg 1517 dibuka dengan kalimat {{lang|la|''Amore et studio elucidande veritatis: hec subscripta disputabuntur Wittenberge. Presidente R.P Martino Lutther ... Quare petit: vt qui non possunt verbis presentes nobiscum disceptare: agant id Uteris absentes.''}} Luther biasanya menyebutnya "{{lang|de|''meine Propositiones''}}" (proposisiku).{{sfn|Cummings|2002|p=32}}}}) adalah sebuah daftar proposisi untuk [[persengketaan]] akademik yang ditulis pada 1517 oleh [[Martin Luther]], profesor [[teologi moral Katolik|teologi moral]] di [[Universitas Martin Luther Halle-Wittenberg|Universitas Wittenberg]], Jerman. Dalil-dalil ini mengangkat tuntutan-tuntutan Luther terhadap apa yang ia anggap sebagai praktik penyalahgunaan oleh para pengkhotbah yang menjual [[indulgensi#Indulgensi penuh|indulgensi penuh]], yang merupakan sertifikat yang dipercaya mengurangi hukuman temporal atas [[pandangan Kristen terhadap dosa|dosa-dosa]] yang dilakukan oleh para pembelinya atau orang yang mereka kasihi yang berada dalam [[api penyucian]]. Dalam dalil-dalil tersebut, Luther mengklaim bahwa [[pertobatan (Kristen)|pertobatan]] yang disyaratkan oleh Yesus agar dosa-dosa diampuni melibatkan pertobatan rohani dari dalam batin dan bukan sekadar [[Sakramen Pertobatan|pengakuan sakramental]] dari luar. Ia berpendapat bahwa indulgensi membuat umat Kristen menjauh dari pertobatan sejati dan kesedihan karena dosa, meyakini bahwa mereka dapat mengabaikannya dengan membeli indulgensi. Menurut Luther, indulgensi juga membuat umat Kristen kehilangan semangat untuk memberi kepada kaum miskin dan melakukan tindakan belas kasih lainnya, karena meyakini bahwa sertifikat indulgensi lebih bernilai secara rohani. Meskipun Luther mengklaim bahwa posisinya atas indulgensi selaras dengan posisi [[Paus Leo X|Sri Paus]], dalil-dalil tersebut menantang sebuah [[bulla kepausan]] abad keempat belas yang menyatakan bahwa paus dapat memanfaatkan [[harta kekayaan Gereja]] dan perbuatan-perbuatan baik dari [[santo|orang-orang suci]] pada masa lampau untuk membebaskan seseorang dari hukuman temporal/sementara atas dosa-dosanya. Dalil-dalil tersebut disusun dalam bentuk proposisi-proposisi untuk diperdebatkan, tidak hanya sekadar merepresentasikan pendapat-pendapat Luther, namun Luther kemudian mengklarifikasikan pandangannya dalam ''Penjelasan dari Persengketaan Terkait Nilai Indulgensi''.
'''95 dalil Luther''', '''''95 Tesis''''', atau '''''Perdebatan tentang Kuasa Indulgensi''''' ({{lang-la|Disputatio pro declaratione virtutis indulgentiarum}}{{efn|Judul tersebut datang dari cetakan pamflet Basel 1517. Cetakan pertama dari 95 dalil Luther menggunakan sebuah [[incipit]] ketimbang sebuah judul yang menjelaskan isinya. Edisi papan penanda Nuremberg 1517 dibuka dengan kalimat {{lang|la|''Amore et studio elucidande veritatis: hec subscripta disputabuntur Wittenberge. Presidente R.P Martino Lutther ... Quare petit: vt qui non possunt verbis presentes nobiscum disceptare: agant id Uteris absentes.''}} Luther biasanya menyebutnya "{{lang|de|''meine Propositiones''}}" (proposisiku).{{sfn|Cummings|2002|p=32}}}}), adalah sebuah daftar proposisi untuk [[persengketaan|perdebatan]] akademik yang ditulis pada 1517 oleh [[Martin Luther]], profesor [[teologi moral Katolik|teologi moral]] di [[Universitas Martin Luther Halle-Wittenberg|Universitas Wittenberg]], Jerman. Dalil-dalil ini mengangkat tuntutan-tuntutan Luther terhadap apa yang ia anggap sebagai praktik penyalahgunaan oleh para pengkhotbah yang menjual [[indulgensi#Indulgensi penuh|indulgensi penuh]], yang merupakan sertifikat yang dipercaya mengurangi hukuman temporal atas [[pandangan Kristen terhadap dosa|dosa-dosa]] yang dilakukan oleh para pembelinya atau orang yang mereka kasihi yang berada dalam [[api penyucian]]. Dalam ''95 Tesis'', Luther mengklaim bahwa [[pertobatan (Kristen)|pertobatan]] yang disyaratkan oleh Yesus agar dosa-dosa diampuni melibatkan pertobatan rohani dari dalam batin dan bukan sekadar [[Sakramen Pertobatan|pengakuan sakramental]] dari luar. Ia berpendapat bahwa indulgensi membuat umat Kristen menjauh dari pertobatan sejati dan kesedihan karena dosa, meyakini bahwa mereka dapat mengabaikannya dengan membeli indulgensi. Menurut Luther, indulgensi juga membuat umat Kristen kehilangan semangat untuk memberi kepada kaum miskin dan melakukan tindakan belas kasih lainnya, karena meyakini bahwa sertifikat indulgensi lebih bernilai secara rohani. Meskipun Luther mengklaim bahwa posisinya atas indulgensi selaras dengan posisi [[Paus Leo X|Sri Paus]], ''95 Tesis'' menantang sebuah [[bulla kepausan]] abad keempat belas yang menyatakan bahwa paus dapat memanfaatkan [[harta kekayaan Gereja]] dan perbuatan-perbuatan baik dari [[santo|orang-orang suci]] pada masa lampau untuk membebaskan seseorang dari hukuman temporal/sementara atas dosa-dosanya. ''95 Tesis'' disusun dalam bentuk proposisi-proposisi untuk diperdebatkan, tidak hanya sekadar merepresentasikan pendapat-pendapat Luther, namun Luther kemudian mengklarifikasikan pandangannya dalam ''Penjelasan dari Perdebatan Terkait Nilai Indulgensi''.


Luther mengirim dalil-dalil tersebut beserta sebuah surat kepada [[Albertus dari Brandenburg]], [[Uskup Agung Mainz]], pada 31 Oktober 1517, tanggal yang sekarang dianggap sebagai awal mula Reformasi Protestan dan dirayakan setiap tahun sebagai [[Hari Reformasi]]. Luther juga memasangkan dalil-dalil tersebut di pintu [[Gereja Seluruh Orang Kudus, Wittenberg|Gereja Semua Orang Kudus]], dan gereja-gereja lainnya di Wittenberg sesuai dengan kebiasaan Universitas pada 31 Oktober atau pertengahan November. Dalil-dalil tersebut dengan cepat dicetak ulang, diterjemahkan, dan disebarkan di seluruh Jerman dan Eropa. Hal ini menyebabkan dimulainya [[perang pamflet]] dengan pengkhotbah indulgensi [[Johann Tetzel]], sehingga semakin menyebarkan ketenaran Luther. Para superior (atasan) gerejawi Luther mengadilinya karena [[ajaran sesat|bidah]], yang berpuncak pada [[ekskomunikasi]]nya pada 1521. Meskipun dalil-dalil tersebut merupakan awal dari Reformasi Protestan, Luther tidak menganggap indulgensi sepenting hal-hal teologis lainnya yang kelak memisahkan gereja, seperti [[justifikasi oleh iman]] dan [[Tentang Keterbelengguan Kehendak|keterbelengguan kehendak]]. Terobosannya pada isu-isu tersebut kelak muncul belakangan, dan ia tidak memandang penulisan dalil-dalil ini sebagai titik di mana keyakinan-keyakinannya menyimpang dari yang dianut Gereja Katolik.
Luther mengirim ''95 Tesis'' beserta sebuah surat kepada [[Albertus dari Brandenburg]], [[Uskup Agung Mainz]], pada 31 Oktober 1517, tanggal yang sekarang dianggap sebagai awal mula Reformasi Protestan dan dirayakan setiap tahun sebagai [[Hari Reformasi]]. Luther mungkin juga memasangkan ''95 Tesis'' di pintu [[Gereja Seluruh Orang Kudus, Wittenberg|Gereja Semua Orang Kudus]], dan gereja-gereja lainnya di Wittenberg sesuai dengan kebiasaan Universitas pada 31 Oktober atau pertengahan November. ''95 Tesis'' dengan cepat dicetak ulang, diterjemahkan, dan disebarkan di seluruh Jerman dan Eropa. Hal ini menyebabkan dimulainya [[perang pamflet]] dengan pengkhotbah indulgensi [[Johann Tetzel]], sehingga semakin menyebarkan ketenaran Luther. Para superior (atasan) gerejawi Luther mengadilinya karena [[ajaran sesat|bidah]], yang berpuncak pada [[ekskomunikasi]]nya pada 1521. Meskipun ''95 Tesis'' merupakan awal dari Reformasi Protestan, Luther tidak menganggap indulgensi sepenting hal-hal teologis lainnya yang kelak memisahkan gereja, seperti [[justifikasi oleh iman]] dan [[Tentang Keterbelengguan Kehendak|keterbelengguan kehendak]]. Terobosannya pada isu-isu tersebut kelak muncul belakangan, dan ia tidak memandang penulisan ''95 Tesis'' sebagai titik di mana keyakinan-keyakinannya menyimpang dari yang dianut Gereja Katolik.


== Latar belakang ==
== Latar belakang ==
{{lutheranism}}
{{lutheranism}}


[[Martin Luther]], seorang profesor [[Teologi moral Katolik|teologi moral]] di [[Universitas Martin Luther Halle-Wittenberg|Universitas Wittenberg]] dan pengkhotbah kota,{{sfn|Junghans|2003|pp=23, 25}} menulis 95 dalil menentang praktik kontemporer gereja terkait [[indulgensi]]. Dalam [[Gereja Katolik]], satu-satunya gereja Kristen di Eropa pada masa itu, indulgensi merupakan bagian dari [[Ekonomi Keselamatan|karya keselamatan]]. Dalam sistem tersebut, ketika umat Kristen [[pandangan Kristen tentang dosa|berdosa]] dan [[Sakramen Pengampunan|mengakukannya]], dosa-dosanya diampuni dan tidak akan lagi menerima hukuman abadi dalam neraka, namun, mungkin masih menanggung beban hukuman temporal.{{sfn|Brecht|1985|p=176}} [[Penitensi|Peniten]] dapat membebaskan diri dari hukuman tersebut dengan cara melakukan [[karya belas kasih]].{{sfn|Wengert|2015a|p=xvi}} Jika hukuman temporal tidak terpenuhi sepenuhnya semasa hidupnya di dunia ini, maka perlu dipenuhi dalam dalam [[api penyucian]]. Dengan indulgensi (yang dapat diterjemahkan sebagai "kemurahan hati"), hukuman temporal tersebut dapat dikurangi atau bahkan dihapuskan.{{sfn|Brecht|1985|p=176}} Dalam penyalahgunaan sistem indulgensi, kaum rohaniwan memanfaatkannya dengan menjual indulgensi dan [[Paus (Katolik)|paus]] memberikan pernyataan resmi dengan imbalan biaya tertentu.{{sfn|Noll|2015|p=31}}
[[Martin Luther]], seorang profesor [[Teologi moral Katolik|teologi moral]] di [[Universitas Martin Luther Halle-Wittenberg|Universitas Wittenberg]] dan pengkhotbah kota,{{sfn|Junghans|2003|pp=23, 25}} menulis ''95 Tesis'' menentang praktik kontemporer gereja terkait [[indulgensi]]. Dalam [[Gereja Katolik]], satu-satunya gereja Kristen di Eropa pada masa itu, indulgensi merupakan bagian dari [[Ekonomi Keselamatan|karya keselamatan]]. Dalam sistem tersebut, ketika umat Kristen [[pandangan Kristen tentang dosa|berdosa]] dan [[Sakramen Pengampunan|mengakukannya]], dosa-dosanya diampuni dan tidak akan lagi menerima hukuman abadi dalam neraka, namun, mungkin masih menanggung beban hukuman temporal.{{sfn|Brecht|1985|p=176}} [[Penitensi|Peniten]] dapat membebaskan diri dari hukuman tersebut dengan cara melakukan [[karya belas kasih]].{{sfn|Wengert|2015a|p=xvi}} Jika hukuman temporal tidak terpenuhi sepenuhnya semasa hidupnya di dunia ini, maka perlu dipenuhi dalam dalam [[api penyucian]]. Dengan indulgensi (yang dapat diterjemahkan sebagai "kemurahan hati"), hukuman temporal tersebut dapat dikurangi atau bahkan dihapuskan.{{sfn|Brecht|1985|p=176}} Dalam penyalahgunaan sistem indulgensi, kaum rohaniwan memanfaatkannya dengan menjual indulgensi dan [[Paus (Katolik)|paus]] memberikan pernyataan resmi dengan imbalan biaya tertentu.{{sfn|Noll|2015|p=31}}


[[Berkas:Indulgence selling from On Aplas von Rom.png|thumb|left|Gambaran seorang penjual indulgensi di sebuah gereja dari sebuah pamflet 1521.]]
[[Berkas:Indulgence selling from On Aplas von Rom.png|thumb|left|Gambaran seorang penjual indulgensi di sebuah gereja dari sebuah pamflet 1521.]]
Baris 15: Baris 15:
Pada 1515, [[Paus Leo X]] menganugerahkan suatu [[indulgensi#Indulgensi penuh|indulgensi penuh]] yang dimaksudkan untuk membiayai pembangunan [[Basilika Santo Petrus]] di [[Roma]].{{sfn|Brecht|1985|p=178}} Indulgensi tersebut berlaku untuk hampir semua dosa, termasuk perzinaan dan pencurian. Semua khotbah indulgensi lainnya dihentikan selama delapan tahun saat indulgensi tersebut ditawarkan. Para pengkhotbah indulgensi diberikan pengarahan ketat tentang bagaimana indulgensi tersebut harus dikhotbahkan, dan mereka lebih banyak menerima pujian karena indulgensi tersebut dibandingkan dengan indulgensi-indulgensi yang ditawarkan sebelumnya.{{sfn|Brecht|1985|p=180}} [[Johann Tetzel]] ditugaskan untuk berkhotbah dan menawarkan indulgensi tersebut pada 1517, dan kampanyenya di kota-kota dekat [[Wittenberg]] menarik minat banyak penduduk Wittenberg untuk mengunjungi kota-kota itu dan membelinya, karena penjualannya telah dilarang di Wittenberg dan kota-kota Sachsen (Saxon) lainnya.{{sfn|Brecht|1985|p=183}}
Pada 1515, [[Paus Leo X]] menganugerahkan suatu [[indulgensi#Indulgensi penuh|indulgensi penuh]] yang dimaksudkan untuk membiayai pembangunan [[Basilika Santo Petrus]] di [[Roma]].{{sfn|Brecht|1985|p=178}} Indulgensi tersebut berlaku untuk hampir semua dosa, termasuk perzinaan dan pencurian. Semua khotbah indulgensi lainnya dihentikan selama delapan tahun saat indulgensi tersebut ditawarkan. Para pengkhotbah indulgensi diberikan pengarahan ketat tentang bagaimana indulgensi tersebut harus dikhotbahkan, dan mereka lebih banyak menerima pujian karena indulgensi tersebut dibandingkan dengan indulgensi-indulgensi yang ditawarkan sebelumnya.{{sfn|Brecht|1985|p=180}} [[Johann Tetzel]] ditugaskan untuk berkhotbah dan menawarkan indulgensi tersebut pada 1517, dan kampanyenya di kota-kota dekat [[Wittenberg]] menarik minat banyak penduduk Wittenberg untuk mengunjungi kota-kota itu dan membelinya, karena penjualannya telah dilarang di Wittenberg dan kota-kota Sachsen (Saxon) lainnya.{{sfn|Brecht|1985|p=183}}


Luther juga pernah menerima indulgensi-indulgensi yang dikaitkan dengan [[Gereja Seluruh Orang Kudus, Wittenberg|Gereja Semua Orang Kudus di Wittenberg]].{{sfn|Brecht|1985|p=186}} Dengan [[venerasi|menghormati]] sejumlah besar [[relikui]] di gereja itu, seseorang dapat menerima suatu indulgensi.{{sfn|Brecht|1985|pp=117–118}} Pada awal 1514, ia berkhotbah menentang penyalahgunaan indulgensi dan cara mereka merendahkan anugerah atau kasih karunia alih-alih mengharuskan [[pertobatan (Kristen)|pertobatan]] sejati.{{sfn|Brecht|1985|p=185}} Pada 1517, Luther menjadi sangat prihatin saat jemaat parokinya, sekembalinya mereka dari membeli indulgensi Tetzel, mengklaim bahwa mereka tidak lagi perlu bertobat dan mengubah hidup mereka agar dapat diampuni dosanya. Setelah mendengar apa yang dikatakan Tetzel mengenai indulgensi dalam khotbah-khotbahnya, Luther mulai mempelajari isu tersebut dengan lebih seksama, dan menghubungi para ahli terkait subjek tersebut. Ia berkhotbah tentang indulgensi beberapa kali pada 1517, menjelaskan bahwa pertobatan yang sebenarnya lebih baik ketimbang membeli suatu indulgensi.{{sfn|Brecht|1985|p=184}} Ia mengajarkan kalau menerima suatu indulgensi mensyaratkan bahwa peniten telah mengakukan dosa-dosanya dan bertobat, karena jika tidak demikian maka indulgensi tidak berguna. Menurutnya, pendosa yang benar-benar bertobat juga tidak akan mencari suatu indulgensi, karena mereka mencintai kebenaran dari Allah dan menginginkan hukuman batin atas dosa-dosa mereka.{{sfn|Brecht|1985|p=187}} Khotbah-khotbahnya tampaknya dihentikan sejak April sampai Oktober 1517, diperkirakan saat itu Luther sedang menulis 95 dalilnya.{{sfn|Brecht|1985|p=188}} Ia menyusun sebuah ''Risalah tentang Indulgensi'', sepertinya pada awal musim gugur 1517. Dikatakan bahwa tulisannya itu merupakan suatu penelitian menyeluruh dan cermat terkait subjek tersebut.{{sfn|Wicks|1967|p=489}} Ia menghubungi para pemimpin gereja untuk membahas subjek tersebut melalui surat, termasuk superiornya {{Interlanguage link multi|Hieronymus Schulz|de}}, [[Uskup Brandenburg]], sekitar atau sebelum 31 Oktober, saat ia mengirim dalil-dalilnya kepada Uskup Agung [[Albertus dari Brandenburg]].{{sfn|Leppin|Wengert|2015|p=387}}
Luther juga pernah menerima indulgensi-indulgensi yang dikaitkan dengan [[Gereja Seluruh Orang Kudus, Wittenberg|Gereja Semua Orang Kudus di Wittenberg]].{{sfn|Brecht|1985|p=186}} Dengan [[venerasi|menghormati]] sejumlah besar [[relikui]] di gereja itu, seseorang dapat menerima suatu indulgensi.{{sfn|Brecht|1985|pp=117–118}} Pada awal 1514, ia berkhotbah menentang penyalahgunaan indulgensi dan cara mereka merendahkan anugerah atau kasih karunia alih-alih mengharuskan [[pertobatan (Kristen)|pertobatan]] sejati.{{sfn|Brecht|1985|p=185}} Pada 1517, Luther menjadi sangat prihatin saat jemaat parokinya, sekembalinya mereka dari membeli indulgensi Tetzel, mengklaim bahwa mereka tidak lagi perlu bertobat dan mengubah hidup mereka agar dapat diampuni dosanya. Setelah mendengar apa yang dikatakan Tetzel mengenai indulgensi dalam khotbah-khotbahnya, Luther mulai mempelajari isu tersebut dengan lebih seksama, dan menghubungi para ahli terkait subjek tersebut. Ia berkhotbah tentang indulgensi beberapa kali pada 1517, menjelaskan bahwa pertobatan yang sebenarnya lebih baik ketimbang membeli suatu indulgensi.{{sfn|Brecht|1985|p=184}} Ia mengajarkan kalau menerima suatu indulgensi mensyaratkan bahwa peniten telah mengakukan dosa-dosanya dan bertobat, karena jika tidak demikian maka indulgensi tidak berguna. Menurutnya, pendosa yang benar-benar bertobat juga tidak akan mencari suatu indulgensi, karena mereka mencintai kebenaran dari Allah dan menginginkan hukuman batin atas dosa-dosa mereka.{{sfn|Brecht|1985|p=187}} Khotbah-khotbahnya tampaknya dihentikan sejak April sampai Oktober 1517, diperkirakan saat itu Luther sedang menulis ''95 Tesis''.{{sfn|Brecht|1985|p=188}} Ia menyusun sebuah ''Risalah tentang Indulgensi'', sepertinya pada awal musim gugur 1517. Dikatakan bahwa tulisannya itu merupakan suatu penelitian menyeluruh dan cermat terkait subjek tersebut.{{sfn|Wicks|1967|p=489}} Ia menghubungi para pemimpin gereja untuk membahas subjek tersebut melalui surat, termasuk superiornya {{Interlanguage link multi|Hieronymus Schulz|de}}, [[Uskup Brandenburg]], sekitar atau sebelum 31 Oktober, saat ia mengirim dalil-dalilnya kepada Uskup Agung [[Albertus dari Brandenburg]].{{sfn|Leppin|Wengert|2015|p=387}}


==Isi==
==Isi==
{{wikisource|95 dalil Luther}}

Dalil pertamanya yang terkenal: "Ketika Tuhan dan Guru kita Yesus Kristus mengatakan, 'Bertobatlah,' Ia menghendaki keseluruhan hidup orang beriman sebagai satu bagian dari pertobatan." Dalam beberapa dalil pertamanya Luther mengembangkan gagasan tentang pertobatan sebagai perjuangan Kristen di dalam batinnya melawan dosa, alih-alih sistem pengakuan sakramental dari luar.{{sfn|Brecht|1985|p=192}} Dalil 5–7 kemudian menyatakan bahwa paus hanya dapat melepaskan orang-orang dari hukuman yang telah ia berikan sendiri atau melalui sistem penitensi gereja, bukan rasa bersalah akibat dosa. Paus hanya dapat menyatakan pengampunan Allah akan rasa bersalah akibat dosa di dalam nama-Nya.{{sfn|Waibel|2005|p=43}} Pada dalil 14–29, Luther menantang keyakinan umum mengenai api penyucian. Dalil 14–16 membahas gagasan bahwa hukuman dalam api penyucian dapat disamakan dengan rasa takut dan keputusasaan yang dirasakan oleh orang-orang yang sekarat.{{sfn|Wengert|2015b|p=36}} Pada dalil 17–24, ia menyatakan bahwa tidak ada yang dapat secara definitif mengatakan tentang keadaan rohani orang-orang yang berada dalam api penyucian. Pada dalil 25 dan 26, ia menyangkal bahwa paus memiliki kuasa apapun atas orang-orang dalam api penyucian. Pada dalil 27–29, ia menyerang gagasan bahwa orang yang dikasihi si pembayar dibebaskan dari api penyucian seketika setelah pembayaran dilakukan. Ia melihat hal itu sebagai pemicu [[ketamakan]] yang penuh dosa, dan mengatakan bahwa hal itu mustahil untuk dipastikan karena hanya Allah yang memiliki kekuasaan tertinggi untuk melepaskan hukuman-hukuman dalam api penyucian.{{sfn|Brecht|1985|p=194}}
Dalil pertamanya yang terkenal: "Ketika Tuhan dan Guru kita Yesus Kristus mengatakan, 'Bertobatlah,' Ia menghendaki keseluruhan hidup orang beriman sebagai satu bagian dari pertobatan." Dalam beberapa dalil pertamanya Luther mengembangkan gagasan tentang pertobatan sebagai perjuangan Kristen di dalam batinnya melawan dosa, alih-alih sistem pengakuan sakramental dari luar.{{sfn|Brecht|1985|p=192}} Dalil 5–7 kemudian menyatakan bahwa paus hanya dapat melepaskan orang-orang dari hukuman yang telah ia berikan sendiri atau melalui sistem penitensi gereja, bukan rasa bersalah akibat dosa. Paus hanya dapat menyatakan pengampunan Allah akan rasa bersalah akibat dosa di dalam nama-Nya.{{sfn|Waibel|2005|p=43}} Pada dalil 14–29, Luther menantang keyakinan umum mengenai api penyucian. Dalil 14–16 membahas gagasan bahwa hukuman dalam api penyucian dapat disamakan dengan rasa takut dan keputusasaan yang dirasakan oleh orang-orang yang sekarat.{{sfn|Wengert|2015b|p=36}} Pada dalil 17–24, ia menyatakan bahwa tidak ada yang dapat secara definitif mengatakan tentang keadaan rohani orang-orang yang berada dalam api penyucian. Pada dalil 25 dan 26, ia menyangkal bahwa paus memiliki kuasa apapun atas orang-orang dalam api penyucian. Pada dalil 27–29, ia menyerang gagasan bahwa orang yang dikasihi si pembayar dibebaskan dari api penyucian seketika setelah pembayaran dilakukan. Ia melihat hal itu sebagai pemicu [[ketamakan]] yang penuh dosa, dan mengatakan bahwa hal itu mustahil untuk dipastikan karena hanya Allah yang memiliki kekuasaan tertinggi untuk melepaskan hukuman-hukuman dalam api penyucian.{{sfn|Brecht|1985|p=194}}


Baris 35: Baris 33:


== Tujuan Luther ==
== Tujuan Luther ==
[[Berkas:Luther95theses.jpg|thumb|Gambar Luther sedang memasangkan 95 dalilnya di pintu Gereja Wittenburg pada [[1517]], karya [[Ferdinand Pauwels]].]]
[[Berkas:Luther95theses.jpg|thumb|Gambar Luther sedang memasangkan ''95 Tesis'' di pintu Gereja Wittenburg pada [[1517]], karya [[Ferdinand Pauwels]].]]
Dalil-dalil tersebut ditulis sebagai wadah argumen dalam [[persengketaan]] akademik resmi,{{sfn|Brecht|1985|pp=199–200}} meskipun tak ada bukti bahwa hal tersebut dilakukan.{{sfn|Leppin|Wengert|2015|p=388}} Dalam menampilkan dalil-dalil tersebut, Luther mengundang para cendekiawan yang berminat dari kota-kota lainnya untuk ikut serta. Mengadakan debat semacam itu adalah hak Luther sebagai seorang doktor, dan bukanlah hal tak lazim dalam ranah akademik.{{sfn|Brecht|1985|pp=199–200}} Luther menyiapkan dua puluh set dalil untuk dipersengketakan di Wittenberg antara 1516 dan 1521.{{sfn|Hendrix|2015|p=61}} [[Andreas Karlstadt]] telah menuliskan sebuah set dari dalil-dalil tersebut pada April 1517, dan menjadi lebih radikal dalam hal teologi ketimbang Luther. Ia memasangkannya pada Gereja Seluruh Orang Kudus, yang Luther anggap menyelesaikan dalil-dalilnya. Karlstadt memasangkan dalil-dalil tersebut dimana relik-relik gereja diletakkan di tempat penyimpanan, dan hal ini dianggap sebagai tindakan provokatif. Secara bersamaan, Luther memasangkan dalil-dalilnya pada malam [[Hari Seluruh Orang Kudus]], hari paling penting pada tahun tersebut karena relik-relik ditampilkan di Gereja Seluruh Orang Kudus.{{sfn|McGrath|2011|pp=23–24}}
''95 Tesis'' ditulis sebagai proposisi-proposisi untuk diperdebatkan dalam suatu [[persengketaan|perdebatan]] akademik resmi,{{sfn|Brecht|1985|pp=199–200}} meskipun tidak ada bukti bahwa peristiwa tersebut pernah terjadi.{{sfn|Leppin|Wengert|2015|p=388}} Dalam bagian judul ''95 Tesis'', Luther mengundang para akademisi yang berminat dari kota-kota lainnya untuk berpartisipasi. Mengadakan debat semacam itu merupakan suatu hak istimewa yang dimiliki Luther sebagai seorang doktor, dan bukan merupakan suatu bentuk yang tidak lazim dalam penyelidikan akademik.{{sfn|Brecht|1985|pp=199–200}} Luther menyiapkan dua puluh set dari ''95 Tesis'' untuk diperdebatkan di Wittenberg antara 1516 dan 1521.{{sfn|Hendrix|2015|p=61}} [[Andreas Karlstadt]] pernah menuliskan satu set tesis semacam itu pada April 1517, dan tesisnya lebih radikal dalam hal teologis daripada tesis Luther. Ia memasangkannya di pintu Gereja Semua Orang Kudus, tempat Luther diduga melakukannya juga dengan ''95 Tesis''. Karlstadt memasangkan tesisnya pada saat relikui-relikui gereja sedang diperlihatkan, dan hal ini mungkin dianggap sebagai suatu tindakan provokatif. Demikian pula Luther memasangkan ''95 Tesis'' pada malam menjelang [[Hari Raya Semua Orang Kudus]], hari paling penting pada tahun tersebut untuk menampilkan relikui-relikui di Gereja Semua Orang Kudus.{{sfn|McGrath|2011|pp=23–24}}


Dalil-dalil Luther bertujuan untuk memulai perdebatan di kalangan akademisi, bukannya revolusi populer,{{sfn|Hendrix|2015|p=61}} namun terdapat tanda-tanda bahwa ia memandang tindakannya bernubuat dan menonjol. Pada masa itu, ia mulai menggunakan nama "Luther" dan terkadang "Eleutherius", kata Yunani untuk "bebas", ketimbang "Luder". Hal ini dipandang untuk menyatakan bahwa ia bebas dari teologi cendekiawan yang ia tentang pada tahun tersebut.{{sfn|Lohse|1999|p=101}} Luther kemudian mengklaim bahwa tidak menepis kemungkinan bahwa dalil-dalil tersebut akan disebarluaskan. [[Elizabeth Eisenstein]] berpendapat bahwa kejutan klaimnya pada kesuksesan mereka merupakan keputusan sendiri dan Hans Hillerbrand mengklaim bahwa Luther berniat untuk menimbulkan kontroversi besar.{{sfn|Cummings|2002|p=32}} Dari masa ke masa, Luther memandang penggunaan pemikiran akademik dari dalil-dalilnya sebagai sebuah sampul yang memperbolehkannya untuk menyerang keyakinan-keyakinan yang ada meskipun menyangkal bahwa ia berniat menyerang ajaran gereja. Meskipun menulis sebuah set dari dalil-dalil tersebut demi persengketaan yang belum tentu sesuai bagi pengarang pandangan-pandangan tersebut, Luther menyangkal bahwa ia memegang gagasan paling teguh terhadap dalil-dalil tersebut.{{sfn|Cummings|2002|p=35}}
Dalil-dalil Luther dimaksudkan untuk memulai suatu perdebatan di kalangan akademisi, bukan untuk suatu revolusi umum,{{sfn|Hendrix|2015|p=61}} namun terdapat indikasi bahwa ia memandang tindakannya sebagai nubuat dan berarti penting. Sekitar waktu tersebut, ia mulai menggunakan nama "Luther" serta terkadang "Eleutherius", kata Yunani untuk "bebas", dan bukan "Luder". Hal ini tampaknya mengacu pada terbebasnya ia dari teologi [[skolastisisme|skolastik]] yang pernah ia tentang sebelumnya pada tahun itu.{{sfn|Lohse|1999|p=101}} Luther kemudian mengklaim tidak menginginkan ''95 Tesis'' disebarluaskan. [[Elizabeth Eisenstein]] berpendapat bahwa klaim keterkejutan atas kesuksesannya mungkin mengandung unsur penipuan diri, dan Hans Hillerbrand mengklaim bahwa Luther tentu berniat untuk menimbulkan suatu kontroversi besar.{{sfn|Cummings|2002|p=32}} Beberapa kali Luther tampaknya menggunakan sifat akademik dari ''95 Tesis'' sebagai suatu selubung yang memungkinkannya menyerang keyakinan-keyakinan yang ada sembari memungkinkannya menyangkal bahwa ia berniat untuk menyerang ajaran gereja. Karena menulis satu set tesis untuk suatu perdebatan belum tentu berarti bahwa penulisnya menganut pandangan-pandangan yang ditulisnya, Luther dapat menyangkal kalau ia memegang gagasan-gagasan yang dianggap paling provokatif itu di dalam ''95 Tesis''.{{sfn|Cummings|2002|p=35}}


==Penyebaran dan penerbitan==
==Penyebaran dan penerbitan==

Revisi per 2 Maret 2017 16.18

Sebuah cetakan laman tunggal dari 95 dalil Luther dalam dua kolom
Cetakan 95 Tesis tahun 1517 dari Nuremberg sebagai sebuah papan penanda, sekarang di Perpustakaan Negeri Berlin.

95 dalil Luther, 95 Tesis, atau Perdebatan tentang Kuasa Indulgensi (bahasa Latin: Disputatio pro declaratione virtutis indulgentiarum[a]), adalah sebuah daftar proposisi untuk perdebatan akademik yang ditulis pada 1517 oleh Martin Luther, profesor teologi moral di Universitas Wittenberg, Jerman. Dalil-dalil ini mengangkat tuntutan-tuntutan Luther terhadap apa yang ia anggap sebagai praktik penyalahgunaan oleh para pengkhotbah yang menjual indulgensi penuh, yang merupakan sertifikat yang dipercaya mengurangi hukuman temporal atas dosa-dosa yang dilakukan oleh para pembelinya atau orang yang mereka kasihi yang berada dalam api penyucian. Dalam 95 Tesis, Luther mengklaim bahwa pertobatan yang disyaratkan oleh Yesus agar dosa-dosa diampuni melibatkan pertobatan rohani dari dalam batin dan bukan sekadar pengakuan sakramental dari luar. Ia berpendapat bahwa indulgensi membuat umat Kristen menjauh dari pertobatan sejati dan kesedihan karena dosa, meyakini bahwa mereka dapat mengabaikannya dengan membeli indulgensi. Menurut Luther, indulgensi juga membuat umat Kristen kehilangan semangat untuk memberi kepada kaum miskin dan melakukan tindakan belas kasih lainnya, karena meyakini bahwa sertifikat indulgensi lebih bernilai secara rohani. Meskipun Luther mengklaim bahwa posisinya atas indulgensi selaras dengan posisi Sri Paus, 95 Tesis menantang sebuah bulla kepausan abad keempat belas yang menyatakan bahwa paus dapat memanfaatkan harta kekayaan Gereja dan perbuatan-perbuatan baik dari orang-orang suci pada masa lampau untuk membebaskan seseorang dari hukuman temporal/sementara atas dosa-dosanya. 95 Tesis disusun dalam bentuk proposisi-proposisi untuk diperdebatkan, tidak hanya sekadar merepresentasikan pendapat-pendapat Luther, namun Luther kemudian mengklarifikasikan pandangannya dalam Penjelasan dari Perdebatan Terkait Nilai Indulgensi.

Luther mengirim 95 Tesis beserta sebuah surat kepada Albertus dari Brandenburg, Uskup Agung Mainz, pada 31 Oktober 1517, tanggal yang sekarang dianggap sebagai awal mula Reformasi Protestan dan dirayakan setiap tahun sebagai Hari Reformasi. Luther mungkin juga memasangkan 95 Tesis di pintu Gereja Semua Orang Kudus, dan gereja-gereja lainnya di Wittenberg sesuai dengan kebiasaan Universitas pada 31 Oktober atau pertengahan November. 95 Tesis dengan cepat dicetak ulang, diterjemahkan, dan disebarkan di seluruh Jerman dan Eropa. Hal ini menyebabkan dimulainya perang pamflet dengan pengkhotbah indulgensi Johann Tetzel, sehingga semakin menyebarkan ketenaran Luther. Para superior (atasan) gerejawi Luther mengadilinya karena bidah, yang berpuncak pada ekskomunikasinya pada 1521. Meskipun 95 Tesis merupakan awal dari Reformasi Protestan, Luther tidak menganggap indulgensi sepenting hal-hal teologis lainnya yang kelak memisahkan gereja, seperti justifikasi oleh iman dan keterbelengguan kehendak. Terobosannya pada isu-isu tersebut kelak muncul belakangan, dan ia tidak memandang penulisan 95 Tesis sebagai titik di mana keyakinan-keyakinannya menyimpang dari yang dianut Gereja Katolik.

Latar belakang

Martin Luther, seorang profesor teologi moral di Universitas Wittenberg dan pengkhotbah kota,[2] menulis 95 Tesis menentang praktik kontemporer gereja terkait indulgensi. Dalam Gereja Katolik, satu-satunya gereja Kristen di Eropa pada masa itu, indulgensi merupakan bagian dari karya keselamatan. Dalam sistem tersebut, ketika umat Kristen berdosa dan mengakukannya, dosa-dosanya diampuni dan tidak akan lagi menerima hukuman abadi dalam neraka, namun, mungkin masih menanggung beban hukuman temporal.[3] Peniten dapat membebaskan diri dari hukuman tersebut dengan cara melakukan karya belas kasih.[4] Jika hukuman temporal tidak terpenuhi sepenuhnya semasa hidupnya di dunia ini, maka perlu dipenuhi dalam dalam api penyucian. Dengan indulgensi (yang dapat diterjemahkan sebagai "kemurahan hati"), hukuman temporal tersebut dapat dikurangi atau bahkan dihapuskan.[3] Dalam penyalahgunaan sistem indulgensi, kaum rohaniwan memanfaatkannya dengan menjual indulgensi dan paus memberikan pernyataan resmi dengan imbalan biaya tertentu.[5]

Gambaran seorang penjual indulgensi di sebuah gereja dari sebuah pamflet 1521.

Para paus memiliki kuasa untuk menganugerahkan indulgensi penuh, yang memberikan pembebasan sepenuhnya atas segala hukuman temporal yang masih tersisa akibat dosa, dan indulgensi juga dapat dibeli bagi orang-orang yang diyakini berada dalam api penyucian. Hal ini menyebabkan timbulnya ungkapan populer: "Begitu sekeping koin dalam peti uang berdenting, jiwa dari api penyucian melompat". Para teolog di Universitas Paris pernah mengecam ungkapan tersebut pada akhir abad kelima belas.[6] Para kritikus indulgensi sebelumnya misalnya John Wycliffe, yang menyangkal bahwa paus memiliki yurisdiksi atas api penyucian. Jan Hus dan para pengikutnya pernah mengadvokasikan suatu sistem penitensi atau silih yang lebih berat, yang di dalamnya tidak tersedia indulgensi.[7] Johannes von Wesel juga pernah menyerang indulgensi pada akhir abad kelima belas.[8] Para penguasa politik berkepentingan dalam mengendalikan indulgensi karena ekonomi lokal bergejolak saat uang untuk indulgensi pergi dari wilayah mereka masing-masing. Para penguasa seringkali berusaha mendapatkan bagian dari hasilnya atau melarang indulgensi sama sekali, seperti yang dilakukan Adipati Georgius di Elektorat Sachsen tempat Luther tinggal.[9]

Pada 1515, Paus Leo X menganugerahkan suatu indulgensi penuh yang dimaksudkan untuk membiayai pembangunan Basilika Santo Petrus di Roma.[10] Indulgensi tersebut berlaku untuk hampir semua dosa, termasuk perzinaan dan pencurian. Semua khotbah indulgensi lainnya dihentikan selama delapan tahun saat indulgensi tersebut ditawarkan. Para pengkhotbah indulgensi diberikan pengarahan ketat tentang bagaimana indulgensi tersebut harus dikhotbahkan, dan mereka lebih banyak menerima pujian karena indulgensi tersebut dibandingkan dengan indulgensi-indulgensi yang ditawarkan sebelumnya.[11] Johann Tetzel ditugaskan untuk berkhotbah dan menawarkan indulgensi tersebut pada 1517, dan kampanyenya di kota-kota dekat Wittenberg menarik minat banyak penduduk Wittenberg untuk mengunjungi kota-kota itu dan membelinya, karena penjualannya telah dilarang di Wittenberg dan kota-kota Sachsen (Saxon) lainnya.[12]

Luther juga pernah menerima indulgensi-indulgensi yang dikaitkan dengan Gereja Semua Orang Kudus di Wittenberg.[13] Dengan menghormati sejumlah besar relikui di gereja itu, seseorang dapat menerima suatu indulgensi.[14] Pada awal 1514, ia berkhotbah menentang penyalahgunaan indulgensi dan cara mereka merendahkan anugerah atau kasih karunia alih-alih mengharuskan pertobatan sejati.[15] Pada 1517, Luther menjadi sangat prihatin saat jemaat parokinya, sekembalinya mereka dari membeli indulgensi Tetzel, mengklaim bahwa mereka tidak lagi perlu bertobat dan mengubah hidup mereka agar dapat diampuni dosanya. Setelah mendengar apa yang dikatakan Tetzel mengenai indulgensi dalam khotbah-khotbahnya, Luther mulai mempelajari isu tersebut dengan lebih seksama, dan menghubungi para ahli terkait subjek tersebut. Ia berkhotbah tentang indulgensi beberapa kali pada 1517, menjelaskan bahwa pertobatan yang sebenarnya lebih baik ketimbang membeli suatu indulgensi.[16] Ia mengajarkan kalau menerima suatu indulgensi mensyaratkan bahwa peniten telah mengakukan dosa-dosanya dan bertobat, karena jika tidak demikian maka indulgensi tidak berguna. Menurutnya, pendosa yang benar-benar bertobat juga tidak akan mencari suatu indulgensi, karena mereka mencintai kebenaran dari Allah dan menginginkan hukuman batin atas dosa-dosa mereka.[17] Khotbah-khotbahnya tampaknya dihentikan sejak April sampai Oktober 1517, diperkirakan saat itu Luther sedang menulis 95 Tesis.[18] Ia menyusun sebuah Risalah tentang Indulgensi, sepertinya pada awal musim gugur 1517. Dikatakan bahwa tulisannya itu merupakan suatu penelitian menyeluruh dan cermat terkait subjek tersebut.[19] Ia menghubungi para pemimpin gereja untuk membahas subjek tersebut melalui surat, termasuk superiornya Hieronymus Schulz [de], Uskup Brandenburg, sekitar atau sebelum 31 Oktober, saat ia mengirim dalil-dalilnya kepada Uskup Agung Albertus dari Brandenburg.[20]

Isi

Dalil pertamanya yang terkenal: "Ketika Tuhan dan Guru kita Yesus Kristus mengatakan, 'Bertobatlah,' Ia menghendaki keseluruhan hidup orang beriman sebagai satu bagian dari pertobatan." Dalam beberapa dalil pertamanya Luther mengembangkan gagasan tentang pertobatan sebagai perjuangan Kristen di dalam batinnya melawan dosa, alih-alih sistem pengakuan sakramental dari luar.[21] Dalil 5–7 kemudian menyatakan bahwa paus hanya dapat melepaskan orang-orang dari hukuman yang telah ia berikan sendiri atau melalui sistem penitensi gereja, bukan rasa bersalah akibat dosa. Paus hanya dapat menyatakan pengampunan Allah akan rasa bersalah akibat dosa di dalam nama-Nya.[22] Pada dalil 14–29, Luther menantang keyakinan umum mengenai api penyucian. Dalil 14–16 membahas gagasan bahwa hukuman dalam api penyucian dapat disamakan dengan rasa takut dan keputusasaan yang dirasakan oleh orang-orang yang sekarat.[23] Pada dalil 17–24, ia menyatakan bahwa tidak ada yang dapat secara definitif mengatakan tentang keadaan rohani orang-orang yang berada dalam api penyucian. Pada dalil 25 dan 26, ia menyangkal bahwa paus memiliki kuasa apapun atas orang-orang dalam api penyucian. Pada dalil 27–29, ia menyerang gagasan bahwa orang yang dikasihi si pembayar dibebaskan dari api penyucian seketika setelah pembayaran dilakukan. Ia melihat hal itu sebagai pemicu ketamakan yang penuh dosa, dan mengatakan bahwa hal itu mustahil untuk dipastikan karena hanya Allah yang memiliki kekuasaan tertinggi untuk melepaskan hukuman-hukuman dalam api penyucian.[24]

Cukil kayu tahun 1525 yang menggambarkan pengampunan dari Kristus yang lebih bernilai daripada indulgensi paus.

Dalil 30–34 menyinggung kepastian palsu yang Luther yakini ditawarkan oleh para pengkhotbah indulgensi kepada umat Kristen. Karena tidak ada seorang pun yang mengetahui apakah seseorang benar-benar bertobat, selembar surat yang menjamin seseorang akan pengampunannya dinilai berbahaya. Pada dalil 35 dan 36, ia menyerang gagasan yang menyampaikan bahwa suatu indulgensi membuat pertobatan tidak diperlukan. Hal ini mengarah pada kesimpulan bahwa orang-orang yang benar-benar bertobat, yakni satu-satunya kelompok orang yang dapat menerima manfaat dari indulgensi, telah menerima satu-satunya manfaat yang disediakan oleh indulgensi. Bagi Luther, umat Kristen yang sungguh-sungguh bertobat telah dilepaskan dari hukumannya maupun dari rasa bersalah akibat dosanya.[24] Pada dalil 37 dan 38, ia menyatakan bahwa umat Kristen tidak memerlukan indulgensi untuk dapat menerima seluruh manfaat yang disediakan oleh Yesus. Dalil 39 dan 40 menyatakan bahwa indulgensi menyebabkan pertobatan sejati lebih sulit dilakukan. Pertobatan sejati menginginkan hukuman Allah atas dosa, namun indulgensi mengajarkan seseorang untuk menghindari hukuman, karena hal itu merupakan tujuan dari membeli indulgensi tersebut.[25]

Pada dalil 41–47, Luther mengkritik indulgensi dengan pertimbangan bahwa indulgensi merendahkan karya-karya belas kasihan yang dilakukan oleh mereka yang membelinya. Di sini ia mulai menggunakan frasa "Umat Kristen harus diajarkan ..." untuk menyatakan bagaimana ia merasakan bahwa orang-orang seharusnya diberikan petunjuk mengenai nilai indulgensi. Mereka seharusnya diajarkan bahwa memberi kepada kaum miskin lebih penting daripada membeli indulgensi, bahwa membeli suatu indulgensi tanpa memberi kepada kaum miskin mendatangkan murka Allah, dan bahwa melakukan perbuatan baik menjadikan seseorang lebih baik sementara membeli indulgensi tidak demikian. Pada dalil 48–52, Luther menempatkan dirinya di sisi paus, mengatakan bahwa jika paus mengetahui apa yang sedang dikhotbahkan atas namanya maka ia akan lebih suka Basilika Santo Petrus terbakar daripada "terbangun dengan kulit, daging, dan tulang-tulang dombanya".[25] Dalil 53–55 mengeluhkan pembatasan-pembatasan dalam berkhotbah ketika indulgensi sedang ditawarkan.[26]

Luther mengkritik doktrin harta kekayaan Gereja yang menjadi dasar bagi doktrin indulgensi pada dalil 56–66. Ia menyatakan bahwa umat Kristen biasa tidak mengerti doktrin itu dan salah memahaminya. Bagi Luther, harta karun gereja yang sebenarnya adalah Injil Yesus Kristus. Harta tersebut cenderung untuk dibenci karena "orang yang terdahulu akan menjadi yang terakhir",[27] berdasarkan yang tertulis dalam Matius 19:30 dan 20:16.[28] Luther menggunakan kiasan dan permainan kata untuk mendeskripsikan harta karun Injil sebagai jala untuk menjaring orang kaya, sementara harta karun indulgensi adalah jala untuk menjaring kekayaan orang.[27]

Laman pamflet tunggal dengan huruf besar dekoratif awal.
Halaman pertama cetakan dalil-dalil Luther dari Basel pada 1517 dalam bentuk sebuah pamflet.

Pada dalil 67–80, Luther membahas lebih lanjut masalah-masalah terkait cara indulgensi dikhotbahkan, sebagaimana yang pernah ia singgung dalam surat kepada Uskup Agung Albertus. Para pengkhotbah mempromosikan indulgensi sebagai rahmat terbesar yang disediakan Gereja, namun mereka sebenarnya hanya mempromosikan keserakahan. Ia mengemukakan bahwa para uskup telah diinstruksikan untuk memberikan penghormatan kepada para pengkhotbah indulgensi yang memasuki yurisdiksi mereka, tetapi para uskup juga bertugas melindungi jemaat mereka dari para pengkhotbah yang mengkhotbahkan hal-hal yang bertentangan dengan maksud paus.[27] Ia kemudian menyerang keyakinan yang diduga disebarkan oleh para pengkhotbah bahwa indulgensi dapat mengampuni seseorang yang telah menghina Bunda Maria. Luther menyatakan bahwa indulgensi tidak dapat menghapuskan rasa bersalah akibat dosa, sekalipun yang paling ringan di antara dosa-dosa ringan. Ia mengecap beberapa pernyataan lain yang diduga disampaikan oleh para pengkhotbah indulgensi sebagai penghujatan: bahwa Santo Petrus tidak mungkin menganugerahkan suatu indulgensi yang lebih bernilai daripada paus yang sekarang, dan bahwa salib indulgensi dengan lambang kepausan adalah sama berharganya seperti salib Kristus.[29]

Luther mencantumkan beberapa kritik yang dikemukakan oleh kaum awam terhadap indulgensi pada dalil 81–91. Ia menyajikannya sebagai keberatan-keberatan sukar yang diajukan jemaatnya, bukan kritiknya semata. Bagaimana ia harus menjawab mereka yang bertanya mengapa paus tidak mengosongkan saja api penyucian jika itu berada dalam kuasanya? Apa yang harus ia katakan kepada mereka yang bertanya mengapa misa-misa peringatan bagi orang yang telah meninggal, yang ditujukan bagi orang-orang dalam api penyucian, tetap dilakukan bagi mereka yang telah ditebus melalui suatu indulgensi? Luther mengklaim kalau tampak aneh bagi beberapa orang bahwa orang-orang saleh yang berada dalam api penyucian dapat ditebus oleh orang yang tidak saleh yang masih hidup di dunia ini. Luther juga menyebut pertanyaan mengapa paus, yang dianggap sangat kaya, membutuhkan uang dari umat miskin untuk membangun Basilika Santo Petrus. Luther mengklaim bahwa menghiraukan pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat membuat orang-orang menertawakan paus.[29] Ia merujuk pada kepentingan finansial paus, mengatakan bahwa jika para pengkhotbah membatasi khotbah mereka berdasarkan posisi-posisi Luther terkait indulgensi (yang ia klaim juga merupakan posisi paus), keberatan-keberatan tersebut tidak akan relevan lagi.[30] Luther menutup dalil-dalil ini dengan menasihati umat Kristen untuk meneladani Kristus sekalipun hal itu mendatangkan rasa sakit dan penderitaan. Menanggung hukuman dan memasuki surga lebih baik daripada rasa aman yang palsu.[31]

Tujuan Luther

Gambar Luther sedang memasangkan 95 Tesis di pintu Gereja Wittenburg pada 1517, karya Ferdinand Pauwels.

95 Tesis ditulis sebagai proposisi-proposisi untuk diperdebatkan dalam suatu perdebatan akademik resmi,[32] meskipun tidak ada bukti bahwa peristiwa tersebut pernah terjadi.[33] Dalam bagian judul 95 Tesis, Luther mengundang para akademisi yang berminat dari kota-kota lainnya untuk berpartisipasi. Mengadakan debat semacam itu merupakan suatu hak istimewa yang dimiliki Luther sebagai seorang doktor, dan bukan merupakan suatu bentuk yang tidak lazim dalam penyelidikan akademik.[32] Luther menyiapkan dua puluh set dari 95 Tesis untuk diperdebatkan di Wittenberg antara 1516 dan 1521.[34] Andreas Karlstadt pernah menuliskan satu set tesis semacam itu pada April 1517, dan tesisnya lebih radikal dalam hal teologis daripada tesis Luther. Ia memasangkannya di pintu Gereja Semua Orang Kudus, tempat Luther diduga melakukannya juga dengan 95 Tesis. Karlstadt memasangkan tesisnya pada saat relikui-relikui gereja sedang diperlihatkan, dan hal ini mungkin dianggap sebagai suatu tindakan provokatif. Demikian pula Luther memasangkan 95 Tesis pada malam menjelang Hari Raya Semua Orang Kudus, hari paling penting pada tahun tersebut untuk menampilkan relikui-relikui di Gereja Semua Orang Kudus.[35]

Dalil-dalil Luther dimaksudkan untuk memulai suatu perdebatan di kalangan akademisi, bukan untuk suatu revolusi umum,[34] namun terdapat indikasi bahwa ia memandang tindakannya sebagai nubuat dan berarti penting. Sekitar waktu tersebut, ia mulai menggunakan nama "Luther" serta terkadang "Eleutherius", kata Yunani untuk "bebas", dan bukan "Luder". Hal ini tampaknya mengacu pada terbebasnya ia dari teologi skolastik yang pernah ia tentang sebelumnya pada tahun itu.[36] Luther kemudian mengklaim tidak menginginkan 95 Tesis disebarluaskan. Elizabeth Eisenstein berpendapat bahwa klaim keterkejutan atas kesuksesannya mungkin mengandung unsur penipuan diri, dan Hans Hillerbrand mengklaim bahwa Luther tentu berniat untuk menimbulkan suatu kontroversi besar.[1] Beberapa kali Luther tampaknya menggunakan sifat akademik dari 95 Tesis sebagai suatu selubung yang memungkinkannya menyerang keyakinan-keyakinan yang ada sembari memungkinkannya menyangkal bahwa ia berniat untuk menyerang ajaran gereja. Karena menulis satu set tesis untuk suatu perdebatan belum tentu berarti bahwa penulisnya menganut pandangan-pandangan yang ditulisnya, Luther dapat menyangkal kalau ia memegang gagasan-gagasan yang dianggap paling provokatif itu di dalam 95 Tesis.[37]

Penyebaran dan penerbitan

Pada 31 Oktober 1517, Luther mengirim surat kepada Uskup Agung Mainz, Albertus dari Brandenburg, yang berada di bawah otoritas indulgensi yang dijual. Dalam surat tersebut, Luther menyampaikan masalah-masalah pastoral yang dibuat oleh pengkhotbah-pengkhotbah indulgensi kepada uskup agung tersebut. Ia memperingatkan bahwa Albertus belum sadar tentang apa yang dikotbahkan di bawah otoritasnya, dan menyatakan bahwa kotbah indulgensi telah mencemarkan nama baik Albertus. Ia belum menuntut indulgensi atau doktrin terkaitnya, bahkan kotbah-kotbah yang disampaikan, karena ia belum menyaksikannya dari tangan pertama. Selain itu, ia menyatakan perhatiannya terkait kesalahpahaman masyarakat tentang indulgensi yang disampaikan oleh para pengkhotbah, seperti keyakinan bahwa dosa apapun dapat diampuni oleh indulgensi atau bahwa balasan serta hukuman bagi dosa dapat diampuni oleh indulgensi. Dalam sebuah pesan, Luther menyatakan bahwa Albertus menemukan beberapa dalil pada materi yang disampaikan pada suratnya, sehingga ia memandang sinis doktrin indulgensi berseberangan dengan para pengkhotbah yang meyakini akan manfaat indulgensi.[38]

Lukisan abad kesembilan belas karya Julius Hübner ini menggambarkan Luther sedang menyampaikan dalil-dalilnya kepada kerumunan. Pada kenyataannya, dalil-dalil yang disampaikan sering dipersengketakan.

Dalil-dalil tersebut mendatangkan persengketaan saat dicetak oleh pers universitas dan disebarkan ke masyarakat.[39] Tak ada salinan dari cetakan 95 dalil Luther di Wittenberg yang masih ada, namun bukan berarti Luther tidak terkenal dan pengaruh dokumen tersebut tidak ada.[40][b] Di Wittenberg, statuta-statuta universitas menuntut agar dalil-dalil tersebut dipasangkan di setiap pintu gereja di kota tersebut, namun Philip Melanchthon, yang mula-mula menyebut pemasangan dalil-dalil tersebut, hanya menyebut pintu Gereja Seluruh Orang Kudus.[c][42] Melanchthon juga mengklaim bahwa Luther memasang dalil-dalilnya pada 31 Oktober, namun bertentangan dengan beberapa pernyataan Luther soal urutan kejadian,[32] dan Luther selalu mengklaim bahwa ia membawa obyeksinya melalui saluran-saluran yang disiapkan ketimbang menimbulkan kontroversi masyarakat.[43] Hal ini memungkinkan bahwa peristiwa Luther mengirimkan surat kepada Albertus pada 31 Oktober dipandang sebagai permulaan Reformasi, ia belum memasang dalil-dalil tersebut ke pintu gereja sampai pertengahan November, namun ia tidak memasangnya di seluruh pintu gereja.[32] Selain itu, dalil-dalil tersebut menjadi dikenal di kalangan elit intelektual Wittenberg setelah Luther mengirimkannya kepada Albertus.[40]

Dalil-dalil tersebut disalin dan disebar ke pihak-pihak yang berminat setelah Luther mengirimkan surat kepada Uskup Agung Albertus.[44] Dalil-dalilnya yang diterjemahkan dalam bahasa Latin dicetak dalam bentuk pamflet empat halaman di Basel, dan dalam bentuk papan penanda di Leipzig dan Nuremberg.[45] Secara keseluruham sekitar ratusan salilnan dalil-dalil tersebut dalam bahasa Latin dicetak di Jerman pada 1517. Kaspar Nützel [de] di Nuremberg menerjemahkannya ke dalam bahasa Jerman setahun kemudian, dan salinan-salinan terjemahan tersebut dikirim ke beberapa pihak yang berminat di seluruh belahan Jerman,[44] namun belum dicetak.[46][d]


Reaksi

Albertus diyakini meraih surat Luther dengan dalil-dalil tersebut sekitar akhir November. Ia meminta tanggapan para teolog di Universitas Mainz dan meminta nasehat kepada para penasehatnya. Para penasehatnya merekomendasikan agar ia melarang Luther berkotbah menentang indulgensi berkaitan dengan bulla indulgensi. Albertus meminta tindakan semacam itu kepada Kuria Roma.[48] Di Roma, Luther dipandang sebagai ancaman.[49] Pada Februari 1518, Paus Leo memerintahkan kepala Eremit Agustinian, ordo keagamaan Luther, agar memintanya untuk berhenti menyebarkan gagasan-gagasannya tentang indulgensi.[48] Sylvester Mazzolini juga ditunjuk untuk menulis sebuah tanggapan yang akan digunakan dalam pengadilan melawannya.[50] Mazzolini menulis Sebuah Dialog melawan Dalil-dalil yang Diberikan Martin Luther terhadap Kekuasaan Paus, yang lebih menyoroti pertanyaan Luther terhadap otoritas Paus ketimbang komplain-komplainnya terhadap kotbah indulgensi.[51] Luther menerima tanggapan dari Roma pada Agustus 1518.[50] Ia menanggapinya dengan Penjelasan Persengketaan Terkait Nilai Indulgensi, dimana ia berupaya untuk membersihkan dirinya sendiri dari dakwaan bahwa ia menyerang Paus.[51] Karena ia memberikan pandangan yang lebih ekstensif, Luther dipandang meyakini bahwa implikasi kepercayaannya membautnya lebih dari pengajaran asli ketimbang yang ia awalnya ketahui. Ia kemudian berkata bahwa ia tidak memulai kontroversi yang ia ketahui akan berujung demikian.[52] Penjelasan tersebut menjadi karya Reformasi pertama Luther.[53]

Sebuah pintu peringatan yang dipasang di Gereja Seluruh Orang Kudus, Wittenberg, di hari ulang tahun ke-375 Luther pada 1858.[54]

Johann Tetzel menanggapi dalil-dalil tersebut dengan menyerukan agar Luther dibakar karena bidaah dan teolog Konrad Wimpina menulis 106 dalil melawan karya Luther. Tetzel membelanya dalam sebuah persengketaan sebelum Universitas Frankfurt di Oder pada Januari 1518.[55] 800 salinan persengketaan yang dicetak dikirim untuk dijual di Wittenberg, namun para murid Universitas tersebut menjarahnya dari penjual buku dan membakarnya. Luther menjadi makin khawatir terhadap keadaan di luar kendali dan membahayakannya tersebut. Untuk menangkis para lawannya, ia menerbitkan Kotbah tentang Indulgensi dan Rahmat, yang tidak menentang otoritas Paus.[56] Pamflet yang ditulis dalam bahasa Jerman tersebut sangat pendek dan mudah dipahami bagi kaum awam.[46] Karya sukses pertama Luther tersebut dicetak ulang sebanyak dua puluh kali.[57] Tetzel menanggapinya dengan pembantahan poin per poin dan sering mengutip Alkitab dan pernyataan para teolog berpengaruh.[58][e] Pamfletnya hampir tak sepopuler buatan Luther. Selain itu, jawaban Luther kepada pamflet Tetzel menjadi karya sukses lainnya bagi Luther.[60][f]

Penentang menonjol lainnya terhadap dalil-dalil tersebut adalah Johann Eck, teman Luther dan seorang teolog di Universitas Ingolstadt. Eck menuliskan sebuah penentangan, yang ditujukan ke Uskup Eichstätt, berjudul Obelisk. Judulnya merujuk kepada obelisk yang digunakan untuk menandai orang-orang bidaah dalam teks-teks Abad Pertengahan. Karya tersebut berisi hujatan dan serangan pribadi yang tak ada hubungannya, dengan menuduh Luther bidaah dan bodoh. Luther menanggapinya secara pribadi dengan Asterisk, yang mengambil judul dari tanda asterisk yang saat itu digunakan untuk menandai teks-teks penting. Tanggapan Luther berisi kemarahan dan ia mencurahkan tanggapan bahwa Eck tidak memahami materi yang ia tuliskan.[62] Perseteruan antara Luther dan Eck menjadi terbuka dalam Debat Leipzig 1519.[58]

Luther dilawan oleh otoritas Paus karena membela dirinya sendiri melawan dakwaan bidaah yang dikeluarkan oleh Thomas Cajetan di Augsburg pada Oktober 1518. Cajetan tidak mengijinkan Luther untuk membela dirinya atas dakwaan bidaah-nya, namun ia mengidentifikasikan dua poin kontroversi. Yang pertama melawan lima puluh delapan dalil, yang menyatakan bahwa Paus tidak dapat menggunakan harta karun kasih untuk mengampuni hukuman dosa sementara.[63] Hal ini berlawanan dengan bulla kepausan Unigenitus yang dikeluarkan oleh Klemens VI pada 1343.[64] Poin kedua adalah apakah seseorang benar-benar terampuni saat dosa mereka dicabut oleh imam. Penjelasan Luther pada dalil tersebut menyatakan bahwa hal tersebut berdasarkan pada janji Allah, namun Cajetan berpendapat bahwa umat Kristen tak akan terpisahkan pendirian mereka terhadap Allah.[63] Luther menolak untuk mencabutnya dan meminta agar kasus tersebut dipertimbangkan oleh para teolog universitas. Permintaan tersebut ditolak, sehingga Luther mengecam Paus sebelum meninggalkan Augsburg.[65] Luther akhirnya diekskomunikasi pada 1521 setelah ia membakar bulla kepausan yang mengancamnya untuk mencabutnya atau menghadapi ekskomunikasi.[66]

Warisan

Cetakan yang dibuat untuk Jubilee Reformasi 1617 menampilkan Luther sedang menuliskan dalil-dalilnya di pintu gereja Wittenberg dengan sebuah pena bulu besar

Kontroversi indulgensi yang disebabkan oleh dalil-dalil tersebut menjadi permulaan Reformasi Protestan, sebuah perpecahan dalam Gereja Katolik yang menimbulkan perubahan sosial dan politik di Eropa.[67] Luther kemudian menyatakan bahwa masalah indulgensi adalah hal sepele dari kontroversi yang ia masukkan kemudian, seperti perdebatannya dengan Erasmus tentang Keterbelengguan Kehendak,[68] sehingga ia memandang kontroversi tersebut mempengaruhi titik balik intelektualnya terhadap Injil. Luther kemudian menulis bahwa pada masa dalil-dalil tersebut, ia masih menjadi seorang "papist", dan ia tidak berpikir bahwa dalil-dalil tersebut membuat perpecahan dengan doktrin Katolik yang ada.[43] Namun, kontroversi indulgensi telah menjadi gerakan yang memulai Reformasi, dan kontroversi yang dilayangkan Luther terhadap pemimpin membuat ia menimbulkan gerakan tersebut.[68] Dalil-dalil tersebut juga menjadi bukti bahwa Luther meyakini bahwa gereja tidak berkotbah dengan benar dan bahwa hal ini menempatkan kaum awam dalam keadaan bahaya yang serius. Selain itu, dalil-dalil tersebut berseberangan dengan dekrit Paus Klemens VI, yang menyatakan bahwa indulgensi adalah harta karun gereja. Hal ini dicabut oleh otoritas kepausan berbarengan dengan konflik-konflik yang terjadi pada masa berikutnya.[69]

31 Oktober 1517, hari Luther mengirim dalil-dalil tersebut kepada Albertus, diperingati sebagai permulaan Reformasi pada 1527, saat Luther dan teman-temannya mengangkat segelas bir untuk memperingati "terhempasnya indulgensi".[70] Pemasangan dalil-dalil tersebut dicantumkan dalam historiografi Reformasi sebagai permulaan gerakan oleh Philip Melanchthon dalam Historia de vita et actis Lutheri buatannya pada 1548. Pada Jubilee Reformasi 1617, peringatan keseratus 31 Oktober dirayakan dengan sebuah prosesi menuju Gereja Wittenberg dimana Luther diyakini memasang dalil-dalil tersebut. Sebuah engravir dibuat yang menampilkan Luther sedang menulis dalil-dalilnya di pintu gereja dengan sebuah pena bulu raksasa. Pena bulu tersebut memiliki ujung kepala singa yang melambangkan Paus Leo X.[71] Pada 1668, 31 Oktober dijadikan Hari Reformasi, sebuah perayaan tahunan di Elektorat Sachsen, yang tersebar ke wilayah Lutheran lainnya.[72]

Bibliografi

  • Erwin Iserloh The Theses Were Not Posted: Luther Between Reform and Reformation. terj. oleh Jared Wicks, S.Y.. Boston: Beacon Press, 1968.

Catatan kaki

Catatan

  1. ^ Judul tersebut datang dari cetakan pamflet Basel 1517. Cetakan pertama dari 95 dalil Luther menggunakan sebuah incipit ketimbang sebuah judul yang menjelaskan isinya. Edisi papan penanda Nuremberg 1517 dibuka dengan kalimat Amore et studio elucidande veritatis: hec subscripta disputabuntur Wittenberge. Presidente R.P Martino Lutther ... Quare petit: vt qui non possunt verbis presentes nobiscum disceptare: agant id Uteris absentes. Luther biasanya menyebutnya "meine Propositiones" (proposisiku).[1]
  2. ^ Pencetak Wittenberg-nya adalah Johann Rhau-Grunenberg [de]. Cetakan Rhau-Grunenberg dari "Persengketaan Melawan Teologi Cendekiawan" karya Luther, diterbitkan delapan minggu sebelum 95 dalil Luther, yang ditemukan pada 1983.[41] Bentuknya sangat mirip dengan cetakan 95 dalil Luther di Nuremberg. Ini adalah bukti cetakan 95 dalil Luther di Rhau-Grunenberg, karena cetakan Nuremberg merupakan salinan dari cetakan Wittenberg.[40]
  3. ^ Georg Rörer, tukang tulis Luther, mengklaim dalam sebuah catatan bahwa Luther memasangkan dalil-dalil tersebut pada setiap pintu gereja.
  4. ^ Tidak ada terjemahan Jerman 1517 yang masih ada.[47]
  5. ^ Pamflet Tetzel berjudul Balasan Terhadap Kotbah Sesat dari Dua Puluh Artikel Keliru.[59]
  6. ^ Jawaban Luther terhadap Balasan Tetzel berjudul Terkait Kebebasan Kotbah tentang Indulgensi Kepausan dan Rahmat. Luther menjunjung kebebasan berkotbah terhadap hinaan-hinaan Tetzel.[61]

Referensi

  1. ^ a b Cummings 2002, hlm. 32.
  2. ^ Junghans 2003, hlm. 23, 25.
  3. ^ a b Brecht 1985, hlm. 176.
  4. ^ Wengert 2015a, hlm. xvi.
  5. ^ Noll 2015, hlm. 31.
  6. ^ Brecht 1985, hlm. 182.
  7. ^ Brecht 1985, hlm. 177.
  8. ^ Waibel 2005, hlm. 47.
  9. ^ Brecht 1985, hlm. 178, 183.
  10. ^ Brecht 1985, hlm. 178.
  11. ^ Brecht 1985, hlm. 180.
  12. ^ Brecht 1985, hlm. 183.
  13. ^ Brecht 1985, hlm. 186.
  14. ^ Brecht 1985, hlm. 117–118.
  15. ^ Brecht 1985, hlm. 185.
  16. ^ Brecht 1985, hlm. 184.
  17. ^ Brecht 1985, hlm. 187.
  18. ^ Brecht 1985, hlm. 188.
  19. ^ Wicks 1967, hlm. 489.
  20. ^ Leppin & Wengert 2015, hlm. 387.
  21. ^ Brecht 1985, hlm. 192.
  22. ^ Waibel 2005, hlm. 43.
  23. ^ Wengert 2015b, hlm. 36.
  24. ^ a b Brecht 1985, hlm. 194.
  25. ^ a b Brecht 1985, hlm. 195.
  26. ^ Waibel 2005, hlm. 44.
  27. ^ a b c Brecht 1985, hlm. 196.
  28. ^ Wengert 2015a, hlm. 22.
  29. ^ a b Brecht 1985, hlm. 197.
  30. ^ Brecht 1985, hlm. 198.
  31. ^ Brecht 1985, hlm. 199.
  32. ^ a b c d Brecht 1985, hlm. 199–200.
  33. ^ Leppin & Wengert 2015, hlm. 388.
  34. ^ a b Hendrix 2015, hlm. 61.
  35. ^ McGrath 2011, hlm. 23–24.
  36. ^ Lohse 1999, hlm. 101.
  37. ^ Cummings 2002, hlm. 35.
  38. ^ Brecht 1985, hlm. 190–192.
  39. ^ Pettegree 2015, hlm. 128.
  40. ^ a b c Pettegree 2015, hlm. 129.
  41. ^ Pettegree 2015, hlm. 97.
  42. ^ Wengert 2015b, hlm. 23.
  43. ^ a b Marius 1999, hlm. 138.
  44. ^ a b Hendrix 2015, hlm. 62.
  45. ^ Cummings 2002, hlm. 32; Hendrix 2015, hlm. 62.
  46. ^ a b Leppin & Wengert 2015, hlm. 389.
  47. ^ Oberman 2006, hlm. 191.
  48. ^ a b Brecht 1985, hlm. 205–206.
  49. ^ Pettegree 2015, hlm. 152.
  50. ^ a b Brecht 1985, hlm. 242.
  51. ^ a b Hendrix 2015, hlm. 66.
  52. ^ Marius 1999, hlm. 145.
  53. ^ Lohse 1986, hlm. 125.
  54. ^ Stephenson 2010, hlm. 17.
  55. ^ Brecht 1985, hlm. 206–207.
  56. ^ Hendrix 2015, hlm. 64.
  57. ^ Brecht 1985, hlm. 208–209.
  58. ^ a b Hendrix 2015, hlm. 65.
  59. ^ Pettegree 2015, hlm. 144.
  60. ^ Pettegree 2015, hlm. 145.
  61. ^ Brecht 1985, hlm. 209.
  62. ^ Brecht 1985, hlm. 212.
  63. ^ a b Hequet 2015, hlm. 124.
  64. ^ Brecht 1985, hlm. 253.
  65. ^ Hequet 2015, hlm. 125.
  66. ^ Brecht 1985, hlm. 427.
  67. ^ Dixon 2002, hlm. 23.
  68. ^ a b McGrath 2011, hlm. 26.
  69. ^ Wengert 2015a, hlm. xliii–xliv.
  70. ^ Stephenson 2010, hlm. 39–40.
  71. ^ Cummings 2002, hlm. 15–16.
  72. ^ Stephenson 2010, hlm. 40.

Sumber

Pranala luar