Kerajaan Bangkalaan
Kerajaan Bangkalaan كراجأن بغكالأن | |
---|---|
1780–1905 | |
Agama | Islam Sunni |
Pemerintahan | Monarki |
Raja | |
• 1780–1800 | ♂ Sultan Sepuh |
• 1800-1820 | ♂ Ratu Agung |
• 1820-? | ♂ Pangeran Seria |
• 1820-1830 | ♀ Gusti Besar |
• 1830-1860 | ♂ Gusti Kamir |
• 1838-1840 | ♂ Pangeran Haji Musa |
• 1840-1841 | ♂ Pangeran Aji Jawi/Raja Jawa |
• 1845 | ♀ Ratu Intan II (Ratu Agung) |
• 1845-1846 | ♂ Pangeran Agung |
• 1846 | ♂ Pangeran Muda Muhammad Arifbillah |
• 1884-1905 | ♂ Pangeran Arga Kasuma |
Sejarah | |
• Didirikan | 1780 |
• Dibubarkan | 1905 |
Sekarang bagian dari | Indonesia |
Kerajaan Kepangeranan Bangkalaan, setelah bergabung dengan Hindia Belanda disebut Landschap Bangkalaan adalah Landschap atau suatu wilayah pemerintahan sipil yang dikepalai seorang bumiputera bagian dari Afdeeling Pasir en de Tanah Boemboe dalam pemerintahan kolonial Hindia Belanda di bawah kekuasaan Asisten Residen GH Dahmen yang berkedudukan di Samarinda.[butuh rujukan] Pemerintah swapraja daerah tersebut dikuasakan kepada seorang kepala bumiputera yaitu Pangeran Muda Muhammad Arifbillah (Aji Samarang). Daerah ini sebelumnya adalah kerajaan Suku Dayak Bangkalaan yang berdiri di Kotabaru, Kalimantan Selatan. Sekarang wilayah kerajaan ini menjadi beberapa desa di Kabupaten Kotabaru yaitu Kecamatan Kelumpang Hulu. Raja yang terkenal dari daerah ini adalah Pangeran Agung atau Raja Agung.[butuh rujukan]
Suku Dayak Bangkalaan memiliki gua sarang walet di Gua Temualuang.[butuh rujukan] Gua tersebut menjadi tempat untuk mengambil banyu dudus yang dipakai dalam upacara adat kerajaan tersebut.[butuh rujukan] Ketika Raja Batu Ganting memeluk Islam (Bangkalaan Melayu), Gua Temuluang tersebut diserahkan kepada suku Dayak Bangkalaan yang masih memeluk kepercayaan tradisional masyarakat setempat. Kerajaan Bangkalaan didirikan Kerajaan Paser dan kerajaan banjar.[1]
Kampung-kampung
[sunting | sunting sumber]Kampung-kampung di Kerajaan Bangkalaan pada masa Adji Pati gelar Pangeran Agung:
- Soengei Bangkala-an
- Roemah Adji Pati (sekarang disebut Bangkalaan Melayu)
Perkampungan Dayak
- Karangan Katatan (Karang Liwar ?)[2]
Raja Tanah Bumbu[3][4][5]
[sunting | sunting sumber]- Pangeran Dipati Tuha (Pangeran Dipati Mangkubumi) bin Sultan Saidullah (1660-1700).[6] Ia diutus Sultan Banjar mengamankan wilayah tenggara Kalimantan dari para pendatang atas permintaan penduduk lokal yaitu orang Dayak Samihim (golongan Dusun Maanyan) yang tinggal dahulu tinggal di kota Pamukan (seberang Tanjung Kersik Hitam) di muara sungai Cengal yang telah dihancurkan oleh para penyerang dari laut. Kemudian kedatangan rombongan Pangeran Dipati Tuha melalui jalan darat yang berasal dari Kelua (utara Kalsel) dan menetap di Sampanahan pada sebuah sungai kecil bernama sungai Bumbu sehingga wilayah ini kemudian dinamakan Kerajaan Tanah Bumbu berdasarkan nama sungai Bumbu tersebut dengan wilayah kekuasaan membentang dari Tanjung Aru hingga Tanjung Silat. Pangeran Dipati Tuha (Pangeran Dipati Mangkubumi) memiliki dua putera yaitu Pangeran Mangu (Mangun Kesuma) dan Pangeran Citra (Citra Yuda). Setelah berhasil mengamankan Tanah Bumbu dari pendatang, Pangeran Citra kembali ke tanah lungguh milik ayahnya Pangeran Dipati Tuha yaitu negeri Kalua dan menjadi sultan negorij Kloeak. Sedangkan Pangeran Mangu dipersiapkan sebagai Raja Tanah Bumbu berikutnya.[7]
Menurut Lontara Bilang, pada 28 Juli 1699 atau 1 Safar 1111 Hijriyah, Pangeran-Aria (Pangeran Pamukan di pantai Timur Kalimantan) menikahi Daëng-Nisajoe (janda Aroe Teko ?), putri Karaëng Mandallé. Pada 18 Juli 1707/16 Rabiul akhir 1119 Pangeran Arija pergi bersama istrinya (Daëng-Nisajoe, putri Karaeng-Mandallé) ke negaranya (Pamoekan). Pada 1 Januari 1707 Karaeng-Balassari (Zainab Saëná, putri Aru Teko lahir dari Daeng-Nisayu) menikahi raja (masa depan) (Siradjoe-d-din). Pada 30 Desember /6 Shawal 1119 Karaeng-Balassari (saudara perempuan Aroe-Kadjoe dan istri calon raja Tello dan Gowa Siradju-d-din) melahirkan seorang putri bernama Karaeng-Tana-Sanga Mahbulaah Mamunja-ragi. Pada 9 Juli 1715/ 7 Rajab 1127. Daëng - Mamunooli Aroe-Kadjoe kembali dari Lau-poelo (pulau di selatan Kalimantan, biasa disebut Pulau Laut).
- Pangeran Mangu (Pangeran Mangun Kesuma) bin Pangeran Dipati Tuha (1700-1740); memiliki anak bernama Ratu Mas. Ratu Mas bersaudara dengan Ratu Sepuh.[8]
- Ratu Mas binti Pangeran Mangu (1740-1780); Ratu Mas menikah dengan seorang pedagang dari Gowa bernama Daeng Malewa yang bergelar Pangeran Dipati; pasangan ini memperoleh anak bernama Ratu Intan I. Dari dua istri orang bawahan, Daeng Malewa memiliki putra yaitu Pangeran Prabu dan Pangeran Layah. Ratu Intan I menikahi Aji Dipati yang bergelar Sultan Dipati Anom Alamsyah (Sultan Pasir III tahun 1768-1799).[9] Pernikahan Ratu Intan I dengan Sultan Anom tidak memiliki keturunan, tetapi dari istri selir Sultan Anom memiliki anak bernama: Pangeran Muhammad, Andin Kedot, Andin Girok, dan Andin Proah. Pangeran Layah memiliki anak bernama: Gusti Cita (putri) dan Gusti Tahora (putra). Sepeninggal Ratu Mas, maka sejak 1780, kerajaan Tanah Bumbu dibagi menjadi beberapa divisi (negeri). Ratu Intan I memperoleh negeri Cantung dan Batulicin.[8] Ratu Intan I masih dikenang dalam ingatan suku Dayak Meratus.[10] Pangeran Layah memperoleh negeri Buntar Laut. Sedangkan Pangeran Prabu bergelar Sultan Sepuh sebagai Raja Sampanahan, Bangkalaan, Manunggul dan Cengal.[8]
Negeri | Penguasa |
---|---|
Cantung, Batu Licin | Ratu Intan I binti Daeng Malewa/Pangeran Dipati (anak kandungnya) |
Buntar Laut | Pangeran Layah bin Daeng Malewa/Pangeran Dipati (anak tirinya) |
Sampanahan, Bangkalaan, Manunggul, Cengal | Pangeran Prabu (Sultan Sepuh) bin Daeng Malewa/Pangeran Dipati (anak tirinya) |
Raja Bangkalaan[3][11]
[sunting | sunting sumber]- Pangeran Prabu (Sultan Sepuh) bin Daeng Malewa/Pangeran Dipati (1780-1800) sebagai Raja Tanah Bumbu di pusat. Tanah lungguhnya meliputi Bangkalaan, Sampanahan, Manunggul, Cengal. Ia memiliki anak: Pangeran Nata (Ratu Agung), Pangeran Seria, Pangeran Muda (Gusti Kamir), Gusti Mas Alim, Gusti Besar, Gusti Lanjong, Gusti Alif, Gusti Redja dan Pangeran Mangku Bumi (Gusti Ali/Gusti Bajau). Divisi (negeri) Bangkalaan, Sampanahan dan Manunggul diberikan pada puteranya Pangeran Nata. Sedangkan divisi (negeri) Cengal diberikan kepada puteranya Pangeran Seria. Divisi (negeri) Cantung dan Batulicin tetap di bawah bibinya Ratu Intan I. Divisi (negeri) Buntar Laut di bawah pamannya Pangeran Layah.[8]
Negeri | Penguasa |
---|---|
Bangkalaan, Sampanahan, Manunggul | Pangeran Nata (Ratu Agung) bin Sultan Sepuh (putranya) |
Cengal | Pangeran Seria (putranya) |
Cantung, Batu Licin | Ratu Intan I binti [[[Daeng Malewa]] / Pangeran Dipati (kakak tirinya) |
Buntar Laut | Pangeran Layah bin Daeng Malewa / Pangeran Dipati (kakak kandungnya) |
- Pangeran Nata (Ratu Agung) bin Sultan Sepuh (1800-1820), sebagai Raja Tanah Bumbu. Pada mulanya ia sebagai sub-raja (raja daerah) Bangkalaan, Sampanahan dan Manunggul. Setelah mangkatnya maka negeri Bangkalaan, Sampanahan, Manunggul di bawah kekuasaan adik perempuannya yaitu Gusti Besar sebagai sub-raja. Divisi (negeri) Cengal tetap berada di bawah adiknya Pangeran Seria sebagai sub-raja.[8]
Negeri | Penguasa |
---|---|
Bangkalaan, Sampanahan, Manunggul | Gusti Besar binti Sultan Sepuh (adik perempuannya) |
- Pangeran Seria bin Sultan Sepuh (1800-?), sebagai Raja Tanah Bumbu (meliputi Bangkalaan, Sampanahan, Manunggul dan Cengal). Pada mulanya ia hanya sebagai sub-raja untuk daerah Cengal. Negeri Bangkalaan, Sampanahan, Manunggul di bawah kekuasaan Gusti Besar sebagai sub-raja menggantikan Pangeran Nata yang meninggal dunia[8]
Tempoh Pemerintahan | Negeri | Penguasa Sebelum |
---|---|---|
1800 - | Cengal (sub-raja) | |
1820 - | Bangkalaan, Samparahan, Manunggul, Cengal (Raja Pusat) | Pangeran Nata (Ratu Agung) bin Sultan Sepuh |
- Gusti Besar binti Sultan Sepuh (1820-1830) sebagai Raja Tanah Bumbu menggantikan Pangeran Seria. Gusti Besar dikenal sebagai Raja Bangkalaan, Sampanahan, Manunggul, Cengal, Cantung, Batulicin. Gusti Besar pada mulanya hanya sebagai raja daerah (sub-raja) Bangkalaan, Sampanahan, Manunggul, kemudian mewarisi daerah Cengal peninggalan Pangeran Seria. Gusti Besar kemudian mendapatkan divisi (negeri) Cantung dan Batulicin yang diserahkan kepadanya atas kemufakatan ahli waris setelah mangkatnya bibinya Ratu Intan I (raja daerah Cantung dan Batulicin). Gusti Besar menikahi Aji Raden. Kemudian Sultan Sulaiman Alamsyah (Sultan Pasir IV tahun 1799-1811) datang menyerbu dan menganeksasi Cengal, Manunggul, Bangkalaan, dan Cantung, tetapi kemudian dapat direbut kembali.[8]
Tempoh Pemerintahan | Negeri | Penguasa Sebelum |
---|---|---|
1820 - 1830 | Bangkalaan, Sampanahan, Manunggul (sub-raja) | Pangeran Nata (Ratu Agung) bin Sultan Sepuh (kakandanya) |
Cengal (Raja Pusat) | Pangeran Seria bin Sultan Sepuh (kakandanya) | |
Cantung, Batu Licin | Ratu Intan I binti Daeng Malewa / Pangeran Dipati (bibinya) |
- Pangeran Moeda (Gusti Kamir) bin Sultan Sepuh (1830-1860) sebagai raja daerah (sub-raja) Bangkalaan yang ditunjuk oleh Ratu Intan 1.[12][13][14][15] Sedangkan raja daerah (sub-raja) Cantung dipegang Gusti Muso. Hal ini terjadi setelah berhasil merebut kembali divisi-divisi yang dahulu direbut oleh Sultan Sulaiman dari Pasir.[8]
Negeri | Penguasa |
---|---|
Bangkalaan | Pangeran Moeda (Gusti Kamir) bin Sultan Sepuh |
Cantung | Gusti Muso |
- Pangeran Haji Musa bin Pangeran Haji Muhammad (1838-1840) sebagai raja daerah Bangkalaan sekaligus Raja Batulicin dan Kusan.[16][17] Pada Januari 1840 Pangeran Haji Musa mangkat dalam usia sekitar 80 tahun.[8]
Negeri | Penguasa |
---|---|
Bangkalaan, Batu Licin, Kusan | Pangeran Haji Musa bin Pangeran Haji Muhammad |
- Pangeran Aji Jawi/Raja Jawa, putera dari Gusti Besar sebagai Raja Bangkalaan (1840-1841) setelah ia memperoleh negeri Bangkalaan dengan cara menikahi Gusti Kamil binti Pangeran Muda (Gusti Kamir). Pangeran Muda adalah raja daerah (sub-raja) Bangkalaan yang ditunjuk Ratu Intan 01. Pangeran Aji Jawi dikenal sebagai raja Tanah Bumbu yang memiliki 6 daerah (Cengal, Manunggul, Sampanahan, Bangkalaan, Buntar-Laut, Cantung). Pada mulanya Cengal adalah daerah pertama yang berhasil direbut kembali, kemudian Manunggul dan Sampanahan. Ia berhasil mempersatukan kembali negeri-negeri Tanah Bumbu. Divisi Cantung diperolehnya ketika ia menikahi Gusti Katapi puteri Gusti Muso, raja daerah (sub-raja) Cantung sebelumnya yang ditunjuk Ratu Intan 01. Tahun 1841 setelah mangkatnya Pangeran Aji Jawi, divisi negeri Sampanahan ditingkatan menjadi swapraja tersendiri di bawah pamannya Gusti Ali yang kini bergelar Pangeran Mangku Bumi yang sebelumnya hanya sebagai sub-raja (raja daerah)[8]
Negeri | Panguasa Sebelum |
---|---|
Bangkalaan | Pangeran Moeda (Gusti Kamir) bin Sultan Sepuh |
Cengal, Manunggul, Sampanahan | Sultan Sulaiman dari Pasir |
Cantung | Gusti Muso |
- Aji Tukul (Ratu Intan II/Ratu Agung) binti Aji Jawi (1845). Sekitar tahun 1846 sebagai Raja Bangkalaan, Manunggul dan Cengal. Pernikahan Pangeran Aji Jawi/Raja Jawa dengan Gusti Kamil binti Gusti Kamir memiliki anak bernama Aji Tukul dan Aji Landasan. Sedangkan Pernikahan Pangeran Aji Jawi dengan Gusti Katapi binti Gusti Muso memiliki anak bernama Adji Madoera / Adji Daha, yang menjadi Raja Cantung, Adji Madura menganeksasi Buntar Laut setelah mangkatnya Gusti Dandai (Raja negeri Buntar Laut) yang tidak memiliki keturunan. Adji Madoera /Adji Daha menikah dengan Ratoe Jumantan (Anak Pangeran Praboe nata, Raja sampanahan) dan memiliki anak bernama Aji Pangeran Kusumanegara yang kelak menggantikan ayahandanya Adji Madoera sebagai Raja Cantung dan Buntar Laut. Ratu Intan II menikahi bangsawan Pasir bernama Aji Pati bin Sultan Sulaiman, kemudian bergelar Pangeran Agung, yang mendampinginya memegang tampuk pemerintahan sampai mangkatnya pada tahun 1846. Pada tahun 1849 Ratu Intan II menikahi Pangeran Abdul Kadir yang menjadi Raja Kusan, Batulicin dan Pulau Laut.[8]
Negeri | Penguasa | Penguasa Sebelum |
---|---|---|
Bangkalaan, Manunggul, Cengal (Raja Pusat) | Aji Tukul (Ratu Intan II/Ratu Agung) binti Aji Jawi | Pangeran Aji Jawi/Raja Jawa bin Gusti Besar |
Cantung | Adji Madoera / Adji Daha | |
Buntar Laut | Gusti Dandai |
- Aji Pati (Pangeran Agung) bin Sultan Sulaiman dari Pasir (1845-1846) sebagai Raja Bangkalaan, Manunggul dan Cengal. Suami dari Aji Tukul.[8]
Negeri | Penguasa Sebelum |
---|---|
Bangkalaan, Manunggul, Cengal | Aji Tukul (Ratu Intan II/Ratu Agung) binti Aji Jawi (isterinya) |
- Aji Samarang (Pangeran Muda Muhammad Arifbillah) bin Aji Pati (1846) sebagai Raja Bangkalaan, Manunggul, Cengal. Pangeran Muda[18] menikahi Ratu Sengeng (Arung Daeng Mengkau) Raja Pagatan dan Kusan.
Negeri | Penguasa Sebelum |
---|---|
Bangkalaan, Manunggul, Cengal | Aji Pati (Pangeran Agung) bin Sultan Sulaiman (ayahndanya) |
- Pangeran Syarif Hasyim al-Qudsi, (Besluit dd. 24 Maret 1864 no. 15 en als no.104.[19]
- Aji Mas Rawan (Pangeran Arga Kasuma) bin Aji Samarang (1884-1905) sebagai Raja Bangkalaan, Manunggul, dan Cengal.[20][21]
Negeri | Penguasa Sebelum |
---|---|
Bangkalaan, Manunggul, Cengal | Aji Samarang (Pangeran Muda Muhammad Arifbillah) bin Aji Pati (ayahndanya) |
Kronoogi Pemerintah/Penguasa Kerajaan Bangkalaan
[sunting | sunting sumber]Sampanahan | Bangkalaan | Manunggul | Cengal | Cantung | Batu Licin | Buntar Laut | Kusan |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Pangeran Prabu (Sultan Sepuh) bin Daeng Malewa / Pangeran Dipati | Ratu Intan I binti Daeng Malewa / Pangeran Dipati | Pangeran Layah bin Daeng Malewa / Pangeran Dipati | |||||
Pangeran Nata (Ratu Agung) bin Sultan Sepuh | Pangeran Seria bin Sultan Sepuh | ||||||
Gusti Besar binti Sultan Sepuh | |||||||
Gusti Besar binti Sultan Sepuh | |||||||
Pangeran Moeda (Gusti Kamir) bin Sultan Sepuh | Gusti Muso | Pangeran Haji Muhammad | |||||
Pangeran Haji Musa bin Pangeran Haji Muhammad(Bangkalaan, Batu Licin, Kusan) | Pangeran Haji Musa bin Pangeran Haji Muhammad | Pangeran Haji Musa bin Pangeran Haji Muhammad | |||||
Pangeran Aji Jawi/Raja Jawa bin Gusti Besar | Gusti Dandai | ||||||
Aji Tukul (Ratu Intan II/Ratu Agung) binti Aji Jawi | Adji Madoera / Adji Daha | Adji Madoera / Adji Daha | |||||
Aji Pati (Pangeran Agung) bin Sultan Sulaiman | |||||||
Aji Samarang (Pangeran Muda Muhammad Arifbillah) bin Aji Pati | |||||||
Aji Mas Rawan (Pangeran Arga Kasuma) bin Aji Samarang |
Silsilah
[sunting | sunting sumber]- Sultan Hidayatullah/Panembahan Batu Hirang
- Sultan Mustainbillah/Marhum Panembahan/Pangeran Senapati
- Pangeran Dipati Anom/Panembahan di Darat
- Pangeran Dipati Tuha/Sultan Inayatullah/Ratu Agung
- Pangeran Dipati Anom/Sultan Dipati Anom/Sultan Agung/Pangeran Suryanata II/Raden Kasuma Lalana
- Sultan Saidullah/Ratu Anom/Raden Kasuma Alam/Panembahan Batu I
- Gusti Gade (anak Nyai Wadon Gadung)
- Sultan Saidillah 02/Amrullah Bagus Kasuma/Raden Bagus/Suria Angsa dari Banjar (anak Nyai Wadon)
- Sultan Tahlil-Lillah/ Radon Basus/Suria Negara(anak Nyai Wadon Raras)
- Pangeran Dipati Tuha/Pangeran Dipati Mangkubumi (Ratu Tanah Bumbu I) + Njahi Galih
- Pangeran Citra Yuda (Sultan negeri Kelua)
- Pangeran.......
- Pangeran Haji Muhammad
- Pangeran Hadji Mahmud
- Pangeran Hadji Musa x Ratu Salamah binti Sultan Sulaiman al-Mu'tamidullah
- Gusti Jamaluddin (anak Ratu Salamah binti Sultan Sulaiman)
- Pangeran Panji (anak Ratu Salamah binti Sultan Sulaiman) menikah dengan Aji Landasan binti Raja Aji Jawi
- Pg. Muhammad Nafis (anak Ratu Salamah binti Sultan Sulaiman)
- Ratu Wira Kasuma menikah dengan Pg. Wira Kasuma bin Sultan Muda Abdurrahman bin Sultan Adam Al-Watsiqu Billah
- Pangeran Jaya Sumitra (anak selir Pangeran Aji Musa)
- Pangeran Abdul Kadir (anak Ratu Salamah binti Sultan Sulaiman)
- Pangeran Berangta Kasuma
- Pangeran Amir Husin Kasuma
- Pangeran Muhammad Aminullah Kasuma
- Pangeran Abdurrahman Kasuma
- Pangeran Amir Husin Kasuma
- Pangeran Berangta Kasuma
- Pangeran Haji Muhammad
- Pangeran.......
- Pangeran Mangun Kasuma (Ratu Tanah Bumbu II)
- Ratu Sepuh
- Ratu Mas (Ratu Tanah Bumbu III) x Daeng Malewa/Pangeran Dipati x selir
- Ratu Intan I (anak Ratu Mas)
- Pangeran Daud
- Ratu Intan I (anak Ratu Mas)
- Pangeran Citra Yuda (Sultan negeri Kelua)
- Pangeran Dipati Tuha/Pangeran Dipati Mangkubumi (Ratu Tanah Bumbu I) + Njahi Galih
- Sultan Mustainbillah/Marhum Panembahan/Pangeran Senapati
Pustaka
[sunting | sunting sumber]- (Belanda) Utrechtsche bijdragen tot de geschiedenis, het staatsrecht en de economie van Nederlandsch-Indië, Volume 14
Pranala luar
[sunting | sunting sumber]- (Indonesia) Silsilah Ratu Agung Gusti Besar
- https://www.flickr.com/photos/125605764@N04/15729377071/in/set-72157645242442796/ Diarsipkan 2014-12-13 di Wayback Machine.
- Said Abas.[22]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ Syamsul Arifin, Nafik Muthohirin, M. Khusnul Khuluq (2020). MINORITAS DALAM PANDANGAN SYARIAH DAN HAM Narasi Kaum Muda. hlm. 56.
- ^ Aardrijkskundig en statistisch woordenboek van Nederlandsch Indië: bewerkt naar de jongste en beste berigten (dalam bahasa Belanda). 2. Dutch East Indies: Van Kampen. 1869. hlm. 59.
- ^ a b Truhart P., Regents of Nations. Systematic Chronology of States and Their Political Representatives in Past and Present. A Biographical Reference Book, Part 3: Asia & Pacific Oceania, München 2003, s. 1245-1257, ISBN 3-598-21545-2.
- ^ "Administrative sub-divisions in Dutch Borneo, ca 1879". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-05-24. Diakses tanggal 2011-07-24.
- ^ "Native states (zelfbesturen) in Dutch Borneo, 1900". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-12-11. Diakses tanggal 2012-07-25.
- ^ Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, Lembaga Kebudajaan Indonesia (1857). "Tijdschrift voor Indische taal-, land-, en volkenkunde" (dalam bahasa Belanda). 6. Lange & Co.: 245.
- ^ Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (1853). Tijdschrift voor Indische taal-, land- en volkenkunde (dalam bahasa Belanda). 1. Lange. hlm. 339.
- ^ a b c d e f g h i j k l Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamatijdschrift
- ^ http://www.guide2womenleaders.com/indonesia_substates.htm#T
- ^ (Indonesia) Anna Lowenhaupt Tsing, Di Bawah Bayang-Bayang Ratu Intan: Proses Marjinalisasi pada Masyarakat, Yayasan Obor Indonesia ISBN 979-461-306-1, 9789794613061
- ^ "Administrative sub-divisions in Dutch Borneo, ca 1879". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-05-24. Diakses tanggal 2011-07-24.
- ^ Landsdrukkerij, Landsdrukkerij (1851). Almanak en NaamRegisteer van Nederlandsch-Indië voor 1851 (dalam bahasa Belanda). 24. Batavia: Ter Lands-Drukkerij. hlm. 94.
- ^ Landsdrukkerij, Landsdrukkerij (1858). Almanak en NaamRegisteer van Nederlandsch-Indië voor 1858 (dalam bahasa Belanda). 31. Batavia: Ter Lands-Drukkerij. hlm. 134.
- ^ Landsdrukkerij, Landsdrukkerij (1860). Almanak en NaamRegisteer van Nederlandsch-Indië voor 1860 (dalam bahasa Belanda). 33. Batavia: Ter Lands-Drukkerij. hlm. 141.
- ^ (Belanda) Institut voor taal-, land- en volkenkunde von Nederlandsch Indië, The Hague, Bijdragen tot de taal-, land- en volkenkunde van Nederlandsch-Indië, Bagian 4 M. Nijhoff, 1856
- ^ Mayur, Gusti (1979). Perang Banjar. Rapi. hlm. 123.
- ^ Willem Adriaan Rees, bandjermasinsche krijg van 1859-1863: met portretten, platen en een terreinkaart, D. A. Thieme, 1865
- ^ Verhandelingen en Berigten Betrekkelijk het Zeewegen, Zeevaartkunde, de Hydrographie, de Koloniën, Jilid 13, 1853
- ^ (Belanda) Lembaga Kebudajaan Indonesia, Tijdschrift voor Indische taal-, land-, en volkenkunde, Volume 15, Lange & Co., 1866
- ^ (Belanda) Dutch East Indies. Dienst van den Mijnbouw, Netherlands. Departement van Kolonien, Jaarboek van het mijnwezen in Nederlandsch-Indië, Volume 17, J.G. Stemler., 1888
- ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-10-29. Diakses tanggal 2016-10-29.
- ^ Regeerings-almanak voor Nederlandsch-Indie (dalam bahasa Belanda). Dutch East Indies. 1906. hlm. 243.