Lompat ke isi

Makanan beku

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Memotong tuna beku menggunakan gergaji pita di pasar ikan Tsukiji
Raspbery beku

Makanan beku adalah makanan yang dibekukan dengan tujuan untuk mengawetkan makanan hingga siap dimakan. Sejak zaman dahulu, petani, nelayan, dan pemburu telah mengawetkan hasil usaha mereka di bangunan yang tidak terhangatkan ketika musim dingin.[1] Pembekuan memperlambat dekomposisi dengan mengubah kadar air yang tersisa menjadi es dan menghambat pertumbuhan sebagian besar spesies bakteri.

Pada dasarnya terdapat dua jenis proses pembekuan makanan, yaitu secara mekanik dan secara kriogenik (flash freezing). Kinetika pembekuan berperan penting dalam menentukan kualitas makanan yang dibekukan. Pembekuan yang cepat menyebabkan partikel air di dalam makanan yang membeku membentuk partikel es berukuran kecil. Pembekuan yang lambat cenderung menghasilkan partikel es berukuran besar sehingga merusak tekstur bagian dalam makanan. Pembekuan kriogenik saat ini merupakan teknologi pembekuan tercepat karena penggunaan nitrogen cair.[2] Secara umum perkembangan teknologi pembekuan menuju kepada proses pembekuan yang lebih cepat dan efisien secara energi dan biaya.

Mengawetkan makanan di dapur pada abad ke 20 dan 21 dilakukan menggunakan freezer. Ibu rumah tangga harus membekukan bahan pangan yang dibelinya pada hari yang sama jika tidak segera dimakan.[3]

Berdasarkan sebuah studi, masyarakat Amerika Serikat rata-rata mengkonsumsi 71 makanan beku per tahun, yang hampir semuanya adalah makanan beku pra-masak.[4] Sebuah acara web, Freezerburns, menjadi acara pertama yang menampilkan pengujian rasa dan kualitas makanan yang dibekukan.[5]

Pembekuan makanan secara alami (menggunakan hawa dingin musim dingin) telah digunakan oleh suku-suku tradisonal di daerah beriklim dingin selama berabad-abad. Pada tahun 1885 sejumlah kecil ayam dan angsa dikirimkan dari Rusia ke London, dan dikemas di peti-peti menggunakan teknik ini. Pada bulan Maret 1899, "British Refrigeration and Allied Interests" melaporkan bahwa sebuah perusahaan pengimpor makanan, "Baerselman Bros", mengirim sejumlah 200.000 ekor ayam dan angsa beku per minggu dari tiga depot Rusia ke New Star Wharf, Lower Shadwell, London selama tiga atau empat bulan pada masa musim dingin. Perdagangan di makanan beku ini dimungkinkan karena diperkenalkannya pabrik pembekuan udara dingin Linde di tiga depot Rusia dan gudang di London. Gudang Shadwell menyimpan bahan-bahan makanan beku ini sampai siap dibawa ke pasar-pasar di London, Birmingham, Liverpool dan Manchester. Teknik-teknik ini kemudian dikembangkan menjadi industri pengemasan daging.


Dimulai pada tahun 1929, Clarence Birdseye menawarkan cara untuk membekukan makanan secara cepat kepada masyarakat. Ide Birdseye didapatkan ketika berburu hewan di Labrador tahun 1912 dan 1916, ketika ia melihat penduduk asli setempat mengawetkan makanan dengan membekukannya.[6]

Teknologi

[sunting | sunting sumber]

Pembekuan secara mekanik dikembangkan terlebih dahulu dalam dunia industri dan masih menjadi metode pembekuan yang utama sampai sekarang. Pembekuan mekanik mensirkulasikan refrigeran dalam sebuah sistem yang mengambil panas di lingkungan sekitar makanan. Panas lalu dipindahkan ke kondenser dan dilepaskan ke lingkungan lewat konveksi ke udara maupun melalui cairan lainnya. Refrigeran dalam siklusnya terus menerus berubah fase dari cair menjadi gas, dari tekanan tinggi ke tekanan rendah.

Pembekuan secara kriogenik adalah pengembangan terbaru dari teknologi pembekuan makanan. Kriogenik memanfaatkan gas yang memiliki temperatur yang sangat rendah, biasanya nitrogen dalam wujud cair atau karbon dioksida dalam wujud padat (biang es) dan diterapkan secara langsung ke makanan.[7]

Keefektifan

[sunting | sunting sumber]

Pembekuan makanan adalah cara yang efektif dalam mengawetkan makanan karena patogen penyebab kerusakan makanan tidak dapat tumbuh, bahkan mati, pada temperatur beku. Namun proses ini kurang efektif dalam melawan patogen dibandingkan dengan proses termal seperti perebusan, karena bakteri, walau pertumbuhannya terhenti, tetapi masih dapat hidup pada temperatur dingin.[8] Masalah yang terdapat pada proses pembekuan makanan adalah bahaya kemungkinan patogen dapat aktif kembali setelah makanan beku dinormalkan kembali.

Makanan dapat diawetkan selama beberapa bulan dengan pembekuan. Penyimpanan beku jangka panjang membutuhkan temperatur -18 °C atau lebih rendah dari itu.[9]

Laju pembekuan memiliki dampak langsung terhadap ukuran dan jumlah kristal es yang terbentuk di dalam sel-sel makanan dan ruang antar sel. Pembekuan yang lambat membentuk jumlah kristal es yang sedikit namun berukuran besar, dan sebaliknya, pembekuan yang cepat menghasilkan jumlah kristal es yang banyak namun berukuran kecil. Ukuran kristal es yang besar dapat "menusuk" dinding sel dan menyebabkan kualitas tekstur berkurang.[10] Namun tingkat kerusakan ini tidak sama pada setiap jenis makanan sehingga setiap produk dapat memiliki laju pembekuan optimal yang berbeda-beda.

Bahan pengawet

[sunting | sunting sumber]

Makanan beku umumnya tidak membutuhkan bahan tambahan makanan lainnya karena mikroorganisme sudah terhambat pertumbuhannya pada tempratur beku dan hal itu cukup untuk menahan laju pembusukan. Namun untuk pembekuan jangka panjang pada temperatur yang lebih rendah dari -9.5 °C, bahan makanan dapat ditambahkan dengan karboksimetilselulosa (CMC) yang berfungsi sebagai penstabil. CMC tidak memiliki rasa, tidak memiliki bau, dan tidak merusak kualitas bahan makanan.[11]

Efek pada nutrisi

[sunting | sunting sumber]
  • Vitamin C: umumnya hilang lebih banyak dibandingkan vitamin lainnya,[12] namun jumlahnya bervariasi tergantung pada jenis bahan pertanian dan proses pra-pembekuan yang dilakukan (blanching/non-blanching, dikalengkan/tidak dikalengkan, dimasak/belum dimasak).[13][14] Vitamin C juga merupakan vitamin yang larut dalam air sehingga ketika air di dalam bahan makanan membeku akan mempengaruhi kondisi vitamin C.
  • Vitamin B1 (Thiamin): sama seperti Vitamin C, thiamin mudah larut di dalam air.[15]
  • Vitamin B2 (Riboflavin): sebuah studi menunjukan kehilangan riboflavin pada sayuran hijau yang dibekukan sebanyak 18 persen, dan studi lainnya 4 persen.[16]
  • Vitamin A (Karotena): jumlah kehilangan karotena lebih banyak diakibatkan oleh persiapan pra-pembekuan dibandingkan pada proses pembekuan itu sendiri. Dan jumlah vitamin yang menghilang akan bertambah seiring lamanya waktu pembekuan.[17]

Pengemasan

[sunting | sunting sumber]

Pengemasan makanan beku harus mampu mempertahankan integritas bahkan setelah melalui serangkaian proses seperti pengisian, penyegelan, pembekuan kembali, penyimpanan, transportasi, pencairan, dan pemasakan.[18] Berbagai makanan beku umumnya dimasak di oven microwave, sehingga berbagai pelaku manufaktur mengembangkan pengemasan yang mampu digunakan langsung di dalam oven microwave.

Pada tahun 1974, differential heating container (DHC) pertama dijual ke publik. DHC adalah lapisan logam yang didesain agar bahan pangan menerima sejumlah panas dengan tepat sesuai dengan hukum konduktivitas panas. Konsumen cukup menempatkan bahan makanan pada posisi tertentu untuk menginginkan bagian mana dari bahan makanan yang ingin lebih cepat dibekukan.[19]

Saat ini terdapat banyak pilihan untuk pengemasan makanan yang akan dibekukan, dari yang berbahan karton, polimer (PET), komposit, kaleng, dan sebagainya dalam berbagai bentuk dan ukuran.[20]

Pengemasan aktif adalah sebuah teknologi yang sedang dikembangkan. Teknologi ini secara aktif mendeteksi keberadaan bakteri dan spesies membahayakan lainnya lalu menetralkannya. Berbagai fungsi yang potensial untuk ditanamkan pada pengemasan aktif yang sedang diteliti diantaranya:

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Tressler, Evers. The Freezing Preservation of Foods Pg 213-217
  2. ^ Da-Wen Sun (2001), Advances in food refrigeration, Yen-Con Hung, Cryogenic Refrigeration, p.318, Leatherhead Food Research Association Publishing, http://www.worldcat.org/title/advances-in-food-refrigeration/oclc/48154735
  3. ^ Smithers, Rebecca (February 10, 2012). "Sainsbury's changes food freezing advice in bid to cut food waste". The Guardian. Diakses tanggal February 10, 2012. 
  4. ^ Harris, J. Michael and Rimma Shipstova, Consumer Demand for Convenience Foods: Demographics and Expenditures (PDF), AgEcon, hlm. 26, diakses tanggal 16 July 2011 
  5. ^ Stock, Sue (18 April 2010). "Web viewers warm up to frozen food show". News & Observer. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-12-28. Diakses tanggal 10 July 2011. 
  6. ^ "Frozen Foods". Massachusetts Institute of Technology. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2003-02-25. Diakses tanggal 2013-12-01. 
  7. ^ W.B.Bald, Food Freezing: Today and Tomorrow, J.P.Miller, The Use of Liquid Nitrogen in Food Freezing, p.157-170, Institute for Applied Biology, Springer-Verlag
  8. ^ Mathlouthi, M. Food Packaging and Preservation. Pg 112-115
  9. ^ Tressler, Evers, Evers. Into the Freezer - and Out. Pg 56-82
  10. ^ W.F.Stoecker,Industrial Refrigeration Handbook, 2000, Chapter 17 Refrigeration and freezing of foods, 17.10 The freezing process
  11. ^ Arsdel, Michael, Robert. Quality and Stability of Frozen Foods: Time-Temperature Tolerance and its Significance. Pg. 67-69
  12. ^ Tressler, Evers. The Freezing Preservation of Foods. Pg 620-624
  13. ^ Tressler, Evers. The Freezing Preservation of Foods. Pg 961-964
  14. ^ Tressler, Evers. The Freezing Preservation of Foods. Pg 627
  15. ^ Gould, Grahame. New Methods of Food Preservation. Pg 237-239
  16. ^ Tressler, Evers. Pg. 973-976
  17. ^ Tressler, Evers. The Freezing Preservation of Foods. Pg. 976-978
  18. ^ Decareau, Robert. Microwave Foods: New Product Development. Pg 45-48
  19. ^ Whelan, Stare. Panic in the Pantry: Facts and Fallacies About the Food You Buy
  20. ^ Russell, Gould. Food Preservatves. Pg 314
  21. ^ Sun, Da-Wen. Handbook of Frozen Food Processing and Packaging. Pg 786-792

Bahan bacaan terkait

[sunting | sunting sumber]
  • Arsdel, Wallace, B. Van, Michael, J Copley, and Robert, L. Olson. Quality and Stability of Frozen Foods: TIme-Temperature Tolerance and its Significance. New York, NY: John Wiley & Sons,INC, 1968.
  • "Clarence Birdseye." Encyclopedia of World Biography. Vol. 19. 2nd ed. Detroit: Gale, 2004. 25-27. Gale Virtual Reference Library. Gale. Brigham Young University - Utah. Nov. 3 2009 <http://go.galegroup.com/ps/start.do?p=GVRL&u=byu_main>
  • Copson, David. Microwave Heating. 2nd ed.. Westport, CT: The AVI Publishing Company, INC., 1975.
  • Decareau, Robert. Microwave Foods: New Product Development. Trumbull, CT: Food & Nutrition Press, INC., 1992.
  • Gould, Grahame. New Methods of Food Preservation. New York, NY: Chapman & Hall, 2000.
  • Mathlouthi, Mohamed. Food Packaging and Preservation. New York, NY: Chapman & Hall, 1994.*^Robinson, Richard. Microbiology of Frozen Foods. New York, NY: Elsevier Applied Science Publishers LTD, 1985.
  • Russell, Nicholas J., and Grahame W. Gould. Food Preservatives. 2nd ed. New York, NY: Kluwer Academic/Plenum Publishers, New York, 2003.
  • Sun, Da-Wen. Handbook of Frozen Food Processing and Packaging. Boca Raton, Fl: Taylor & Francis Group, LLC, 2006.
  • Tressler, Donald K., Clifford F. Evers, and Barbara, Hutchings Evers. Into the Freezer - and Out. 2nd ed. New York, NY: The AVI Publishing Company, INC., 1953.
  • Tressler, Donald K., and Clifford F. Evers. The Freezing Preservation of Foods. 3rd ed. 1st volume. Westport, CT: The AVI Publishing Company, INC., 1957.
  • Whelan, Elizabeth M., and Fredrick J. Stare. Panic in the Pantry: Facts and Fallacies About the Food You Buy. Buffalo, NY: Prometheus Books, 1998.

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]

Media tentang Frozen food di Wikimedia Commons