Megu Gede, Weru, Cirebon
Megu Gede | |
---|---|
Negara | Indonesia |
Provinsi | Jawa Barat |
Kabupaten | Cirebon |
Kecamatan | Weru |
Kode Kemendagri | 32.09.19.2003 |
Luas | 136.90071 Ha |
Jumlah penduduk | 10490 |
Kepadatan | - |
Megu Gede adalah desa di Kecamatan Weru, Cirebon, Jawa Barat, Indonesia. Di sebelah barat berbatasan dengan Desa Megu Cilik, utara dengan Desa Setu Kulon, timur dengan Kecamatan Tengahtani, selatan dengan Kelurahan Watubelah.per tahun 2022,menurut data BPS jumlah penduduk desa megu gede mencapai 10.490 jiwa.[1]
Desa Megu Gede terbagi dalam 4 Rukun Warga ( RW ) dan 23 Rukun Tetangga ( RT )
Terbagi dalam beberapa blok (kampung), yaitu:
- Tumaritis
- Masjid Lor
- Masjid Kidul
- Kapling Masjid Kramat Megu
- Pakuwon
- Desa Lor
- Desa Kidul
- Penegaran
- Kligung
- Babakan
- Sungapan Lor
- Sungapan Kidul
- Kleben
- Kecabean
- Lemah Abang
- Pesukunan
- Makam Tanjung
- Pengadangan
- Kawung
- Kemaron
Batas
[sunting | sunting sumber]Utara | Desa Setu Kulon Kecamatan Tengah |
Timur | Desa Palir Kecamatan Tengah Tani,Kelurahan Pejambon Kecamatan Sumber |
Selatan | Kelurahan Watubelah Kecamatan Sumber |
Barat | Desa Megucilik Kecamatan Weru |
Data diatas diambil dari PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 497 TAHUN 2022 TENTANG BATAS DESA MEGUGEDE KECAMATAN WERU KABUPATEN CIREBON[2]
Sejarah
[sunting | sunting sumber]Desa Megu mulai tahun 1986 telah dimekarkan menjadi dua desa, yaitu desa Megu Gede sebagai desa Induk dan Desa Megu Cilik sebagai pemerintahan desa baru. Desa Megu ada sejak lama terbukti dari peninggalannya yang masih abadi hingga kini, yaitu Masjid Kramat Megu yang dibangun pada sekitar abad ke 15-16 Masehi.[3]
Tempat bersejarah
[sunting | sunting sumber]Di desa megu terdapat tempat bersejarah yaitu masjid keramat megu. Masjid Keramat Megu dibangun Ki Buyut Megu atau Ki Buyut Atas Angin. Terletak di Desa Megugede Kecamatan Weru, Kabupaten Cirebon. Di dalam ruangan, terdapat tiga makam keramat yakni, makam Ki Buyut Megu dan istrinya Nyi Buyut Megu ,serta makam Pangeran Aria Natas Angin, seorang tokoh berpengaruh abad 18 dari Keraton Kasepuhan.[4]
Pendidikan
[sunting | sunting sumber]Taman kanak-Kanak (TK)
[sunting | sunting sumber]- SDIT Darul Qur'an
- DTA Nurul Hikmah
Sekolah Dasar (SD)
[sunting | sunting sumber]- SDN 1 Megu Gede
- SDN 2 Megu Gede
- SDN 3 Megu Gede
- SDN 4 Megu Gede
Sekolah Menengah Ke atas
[sunting | sunting sumber]- SMP ISLAM ATTAQWIYAH WERU
Kebudayaan
[sunting | sunting sumber]- Panjang Jimat
Kegiatan panjang jimat desa Megu Gede diawali dengan pencucian benda pusaka warisan leluhur desa di rumah kediaman Kuwu desa Megu Gede. Kemudian dengan diiringi ratusan masyarakat, benda pusaka tersebut di bawa kembali ke balai desa untuk disimpan kembali di kantor balai desa Megu Gede. Kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang rutin dilakukan setiap tahunnya di bulan Muharram.[5]
- Memayu dan Ider-Ideran
Masyarakat bersama pemerintah desa (Pemdes) dua desa, yakni Megu Gede dan Megu Cilik, Kecamatan Weru, Kabupaten Cirebon melestarikan tradisi “memayu welit” Bale Mangu yang berada di Masjid Keramat Megu. Kuwu Megu Gede, Iman Fitriyadi mengatakan, memayu atau ganti welit (atap yang terbuat dari rumbia-red) telah dilakukan secara turun temurun sejak zaman dahulu. sejumlah perangkat desa dan masyarakat turut terlibat dalam prosesi itu, karena ganti welit itu harus dilakukan sejumlah orang, sekaligus juga memperkenalkan tradisi memayu ini kepada generasi muda dan masyarakat.
Menurut Kuwu Iman, kuncen yang dibantu oleh masyarakat bergotong royong membongkar dan memasang atap alang-alang yang oleh masyarakat setempat biasa disebut dengan welit di atas bangunan Bale Mangu yang pada zaman dahulu tempat tersebut dijadikan peristirahatan atau musyawarah para tokoh.[6]
Memayu dan ider-ideran Trusmi merupakan tradisi mapag udan (baca: menyambut hujan) yang dilakukan oleh warga Desa Trusmi, Kecamatan Weru, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Dalam pelaksaan upacara memayu dan ider-ideran dimeriahkan juga dengan berbagai macam kegiatan, seperti pertunjukan wayang, tahlilan, dan pentas brai. Istilah memayu berasal dari bahasa kawi yang artinya mbagusi atau memperbaiki atau membuat bagus, yang mana dalam konteks upacara memayu dan ider-ideran ia mengandung dua pengertian. Pertama, memperbaiki atap-atap yang sudah lama dan menggantikannya dengan yang baru. Kedua, memperbaiki diri manusia dari sifat-sifat lama (jelek) dengan sifat-sifat yang baik dan terpuji. Penelitian ini membahas dua hal, yaitu latar belakang sejarah munculnya tradisi upacara memayu dan ider-ideran Trusmi, dan alasan mengapa tradisi tersebut masih bertahan dan lestari ditengah masyarakat yang telah modern saat ini. Untuk membahas kedua pokok masalah tersebut, penulis menggunakan teori fungsionalisme Bronislow Malinowski. Data dikumpulkan melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Adapun pendekatan yang digunakan ialah metode kualitatif. Dari hasil penellitian ini ditemukan bahwa nama Trusmi terbentuk dari dua kata, yaitu terus dan semi yang memiliki arti tumbuh terus-menerus. Asal-usul nama ini berawal dari cerita Ki Gede Bambangan yang sedang duduk-duduk di depan pondoknya sehabis membersihkan pekarangannya dari rerumputan. Tiba-tiba terdengar salam yang tidak tahu persis dari mana datangnya suara itu. Lalu secara menakjubkan tiba-tiba semua rumput dan tanaman liar yang tadinya sudah dibabat itu tumbuh kembali sehingga pemangkasan menjadi sia-sia. Ketika ia melihat sekeliling dengan perasaan kesal bercampur heran, tiba-tiba dua orang laki-laki berjalan kearahnya seraya menyapa, “Assalamu’alaikum.” Suara sapan itu ternyata berasal dari pangeran Cakra Buana dan Sunan Gunung Jati. Akhirnya bermula dari persistiwa itu Ki Gede Bambangaan memeluk Islam dan daerah tersebut dinamakan Trusmi. Yaitu suatu daerah dimana rerumputannya terus-menerus tumbuh kembali. Khusus pada Masjid Trusmi, upacara memayu dilakukan untuk mengganti atap masjid yang terbuat dari welit sebagai gentengnya, dan kayu sebagai kusennya. Penggantian welit itu dilakukan sebagai persiapan menjelang pergantian musim dari kemarau ke musim hujan. Satu tahun sebagai angka periodik penggantian welit. Selanjutnya memayu juga dijadikan sebagai sarana sedekah bumi bagi masyarakat se-wilayah tiga untuk memulai musim tanam. Harapannya kelak dapat memberikan keberkahan dan panennya pun akan sukses. Terlepas dari keyakinan masyarakat tentang memayu, ritus ini merupakan ungkapan mensyukuri nikmat yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu bisa disimpulkan bahwa tradisi memayu dan ider-ideran di desa Trusmi adalah rentetan upacara ritual sakral yang didalamnya juga memuat nilai-nilai kebudayaan yang sampai hari ini masih dilestarikan oleh masyarakat Cirebon, khususnya penduduk Desa Trusmi.[7]
Wisata
[sunting | sunting sumber]- Wisata Religi di Masjid Keramat Megu Gede
Setiap Lebaran Idul Fitri tiba, objek wisata tradisi di Masjid Kramat Megugede menjadi sasaran keluarga bersama anak-anak untuk melepas kebahagiaan setelah selesai melaksanaan puasa Ramadan. Masyarakat dari wilayah Plered, Weru, Plumbon, dan sekitarnya tumpah ruah. Area yang terletak di Jalan Fatahillah itu, tepi kanan dan kirinya berjejer pedagang yang didominasi menjual tahu petis dan martabak hingga sepanjang ratusan meter. Sebagaimana biasanya, pada hari pertama Idul Fitri itu mereka mendapat berkah Lebaran, karena dagangannya laris manis.
Seperti yang dialami Ny Karmi, pedagang martabak itu mengaku dalam seharian Idul Fitri, untuk membuat martabak menghabiskan terigu sebanyak satu karung ukuran 25 kg dengan harga Rp170 ribu. Selama Ramadan memang dirinya sudah mangkal di tepi jalan tersebut, namun dalam sehari-hari hanya menghabiskan 3 kg terigu.
Permintaan akan martabak memang sangat meningkat hanya dalam satu hari itu saja. Diakuinya, meskipun menghabiskan terigu sebanyak satu karung, namun tahun ini keuntungannya tidak begitu banyak. [8]
Sumber Pendapatan
[sunting | sunting sumber]- Sumber Pendapatan warga Desa Megu
UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) adalah usaha produktif yang dimiliki oleh individu, kelompok, rumah tangga, atau badan usaha kecil yang memenuhi kriteria tertentu. UMKM yang ada di Desa Megu diantaranya yaitu ada pabrik tahu, makanan ringan, makanan merat dan ada juga yang sudah GOINTERNASIONAL salah satunya yaitu pabrik rotan sintetis.
Fasilitas Desa Megu Gede
[sunting | sunting sumber]- Lapangan bola
- Kolam ikan
- Budidaya jangkrik
- Kebun pertanian
- Balai Desa
- Karang taruna
- Masjid keramat
- Gor
- Posyandu
- ^ Admin, Admin. "Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Desa di Kecamatan Weru (Jiwa)". Badan pusat statistik.
- ^ "PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 497 TAHUN 2022 TENTANG BATAS DESA MEGUGEDE KECAMATAN WERU KABUPATEN CIREBON". jdih kabupaten cirebon. 07 Juli 2023.
- ^ "Sejarah Desa Megu Kec Weru Kab Cirebon". sejarah cirebon. 2019-10-25. Diakses tanggal 2024-08-13.
- ^ "Sejarah Masjid Keramat Megu Cirebon Dibangun Utusan Prabu Siliwangi". detik jabar. 2024-03-15. Diakses tanggal 2024-10-15.
- ^ "Desa Megu Gede Gelar Panjang Jimat". republiqu.id. 2023-09-27. Diakses tanggal 2024-10-16.
- ^ "Desa Megu Gede dan Megu Cilik Lestarikan Memayu". suara cirebon. 2023-11-24. Diakses tanggal 2024-10-16.
- ^ "TRADISI UPACARA MEMAYU DAN IDER-IDERAN TRUSMI KABUPATEN CIREBON JAWA BARAT". Institutional Repository UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 2015-08-20. Diakses tanggal 2024-08-16.
- ^ "Wisata Religi di Masjid Keramat Megu". fahmina institut. 2008-10-7. Diakses tanggal 2024-8-16.