Nyeri pada ikan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Ikan salmon yang ditangkap dengan menggunakan kail, pertanyaannya adalah apakah mereka dapat merasakan sakit saat sedang dipancing.

Nyeri pada ikan merupakan isu yang kontroversial. Keberadaan nyeri pada hewan sulit untuk ditetapkan dengan menggunakan metode-metode pengamatan, tetapi kesimpulan bahwa hewan dapat merasakan nyeri sering kali dilandaskan pada indikasi kesadaran fenomenal yang dapat ditilik dari perbandingan fisiologi otak dan juga reaksi fisik dan perilaku.[1][2]

Ikan memenuhi beberapa syarat yang telah dicetuskan sebagai indikasi bahwa hewan selain manusia dapat merasakan sakit. Syarat-syarat yang telah terpenuhi adalah sistem saraf dan reseptor saraf yang sesuai, reseptor opioid, dan berkurangnya respon terhadap stimuli yang berbahaya jika diberi analgesik atau anastesia, perubahan fisiologis terhadap stimuli yang berbahaya, munculnya reaksi motor yang protektif, kemampuan untuk belajar dari pengalaman dengan menghindari stimuli yang buruk, serta penyeimbangan antara motivasi untuk mencari makan dengan penghindaran stimulus yang berbahaya.

Jika ikan dapat merasakan sakit, terdapat pertanyaan-pertanyaan etis yang perlu dibahas, termasuk praktik penangkapan ikan dan memancing, penangkaran ikan dan budi daya perairan, modifikasi genetika ikan, penggunaan ikan dalam penelitian, serta dampak polutan terhadap ikan.

Efek morfin[sunting | sunting sumber]

Ketika asam asetat disuntikkan ke dalam bibir ikan trout pelangi, mereka menunjukkan perilaku yang tidak biasa, seperti menggesek-gesekkan bibir mereka di pinggir dan dasar akuarium, dan tingkat pernapasan mereka juga meningkat. Apabila diberikan dengan morfin sebelum disuntikkan dengan asam tersebut, perilaku semacam ini berkurang dan begitu pula dengan tingkat pernapasannya.[3] Apabila stimulus yang sama diberikan kepada ikan zebra (Danio rerio), mereka akan mengurangi aktivitas mereka. Namun, jika diberikan morfin sebelum disuntikkan dengan asam, penurunan aktivitas akan berkurang dan kemujarabannya bergantung pada dosisnya.[4]

Penyuntikkan asam asetat ke dalam bibir ikan trout pelangi juga mengurangi neofobia (ketakutan akan hal baru), dan hal ini tidak akan terjadi jika mereka sudah diberikan morfin terlebih dahulu.[5]

Apabila ikan mas disuntikkan dengan morfin atau air garam dan kemudian dimasukkan ke dalam air dengan suhu yang tidak nyaman, ikan yang disuntikkan dengan air garam akan menunjukkan perilaku-perilaku pertahanan yang mengindikasikan kecemasan, rasa was-was, dan ketakutan, sementara mereka yang diberikan morfin tidak menunjukkan perilaku ini.[6]

Catatan kaki[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Abbott, F.V., Franklin, K.B.J. and Westbrook, R.F. (1995). "The formalin test: Scoring properties of the first and second phases of the pain response in rats". Pain. 60 (1): 91–102. doi:10.1016/0304-3959(94)00095-V. PMID 7715946. 
  2. ^ Key, B. (2015). "Fish do not feel pain and its implications for understanding phenomenal consciousness". Biology and Philosophy. 30 (2): 149–165. doi:10.1007/s10539-014-9469-4. 
  3. ^ Sneddon, L.U. (2003). "The evidence for pain in fish: The use of morphine as an analgesic". Applied Animal Behaviour Science. 83 (2): 153–162. doi:10.1016/s0168-1591(03)00113-8. 
  4. ^ Correia, A.D., Cunha, S.R., Scholze, M. and Stevens, E.D. (2011). "A novel behavioral fish model of nociception for testing analgesics". Pharmaceuticals. 4 (4): 665–680. 
  5. ^ Braithwaite, V. (2010). Do Fish Feel Pain?. Oxford University Press. 
  6. ^ Nordgreen, J., Joseph, P., Garner, J.P., Janczak, A.M., Ranheim, B., Muir, W.M. and Horsberg, T.E. (2009). "Thermonociception in fish: Effects of two different doses of morphine on thermal threshold and post-test behaviour in goldfish (Carassius auratus)". Applied Animal Behaviour Science. 119 (1–2): 101–107. doi:10.1016/j.applanim.2009.03.015.