Pengejaran SMS Goeben dan SMS Breslau

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Pengejaran SMS Goeben dan SMS Breslau
Bagian dari Perang Dunia I

SMS Goeben dan SMS Breslau yang terlihat dari kapal Inggris.
Tanggal4-10 Agustus 1914[a]
LokasiLaut Tengah
Hasil

Keberhasilan di pihak Jerman

  • Pelarian berhasil; SMS Goeben dan SMS Breslau berhasil berlabuh di Konstantinopel
Pihak terlibat
Kerajaan Bersatu Britania Raya dan Irlandia Kerajaan Inggris
 Prancis
 Kekaisaran Jerman
Tokoh dan pemimpin
Britania Raya Archibald Berkeley Milne
Britania Raya Ernest Troubridge
Prancis Augustin Boué de Lapeyrère
Kekaisaran Jerman Wilhelm Souchon
Kekuatan
3 Kapal penjelajah tempur
4 Kapal penjelajah lapis baja
4 Kapal penjelajah ringan
14 Kapal penghancur
1 Kapal penjelajah tempur
1 Kapal penjelajah ringan
Korban
tidak ada 4 orang pelaut [1]

Pengejaran SMS Goeben dan SMS Breslau merujuk pada peristiwa pelarian yang dilakukan oleh dua kapal perang Jerman, SMS Goeben dan SMS Breslau, pada saat-saat awal pecahnya Perang Dunia I di Laut Mediterania atau Laut Tengah. Kedua kapal ini melarikan diri dari kejaran dan pantauan kapal-kapal perang sekutu untuk dapat sampai ke pelabuhan Kesultanan Utsmaniyah (saat ini Turki) di Konstantinopel.[2] Pelarian ini diakhiri oleh keberhasilan kedua kapal mengelabui tiga armada gabungan Inggris-Prancis (terdiri dari 20 kapal lebih) yang saat itu tengah berpatroli di Laut Tengah, untuk kemudian sampai ke Dardanelles, dan pada akhirnya ke Konstantinopel.[2][3] Kedua kapal ini kemudian diserahkan oleh Jerman kepada Kesultanan Utsmaniyah untuk mewujudkan alliansi di Perang Dunia I.[4][5] Kesultanan Utsmaniyah sebelumnya telah dibuat berang oleh Inggris akibat pembatalan secara sepihak terkait penyerahan dua buah kapal perang yang sebelumnya telah dipesan dan dibayarkan.[6] Lolosnya SMS Goeben dan SMS Breslau menandai berakhirnya netralitas Kesultanan Utsmaniyah di Perang Dunia I untuk kemudian bergabung ke dalam Blok Sentral, bersama Kekaisaran Jerman dan Austria-Hungaria.[7] Saat menjadi bagian dari angkatan laut Kesultanan Utsmaniyah, kedua kapal ini kemudian berganti nama; SMS Goeben menjadi Yavuz Sultan Selim dan SMS Breslau menjadi Midilli.[5]

Meskipun peristiwa ini tidak banyak memakan korban jiwa, keberhasilan SMS Goeben dan SMS Breslau dalam membawa misi diplomatik Jerman, membuat Perang Dunia I berlangsung lebih lama dan memakan lebih banyak korban.[2][3] Bergabungnya Kesultanan Utsmaniyah ke dalam Blok Sentral di Perang Dunia I juga makin menyulitkan posisi Rusia, dan akhirnya memicu Revolusi Oktober, sekaligus mengakhiri era Kekaisaran Rusia.[8] Winston Churchill yang pada saat itu merupakan komandan utama Angkatan Laut Kerajaan Inggris, beberapa tahun kemudian menuliskan bahwa, " kompas kapal-kapal ini (SMS Goeben & SMS Breslau) telah mengakibatkan lebih banyak pembunuhan, lebih banyak penderitaan, dan lebih banyak kehancuran, dari kapal manapun."[9][10]

Latar belakang

Foto Wilhelm Souchon yang merupakan komandan skuadron kapal Jerman di Laut Tengah.

SMS Goeben

SMS Goeben adalah kapal tempur jenis penjelajah dengan panjang 186.6 meter, lebar 29,4 meter, dan saat itu tengah bersenjata lengkap. Bobot kosong dari SMS Goeben adalah 25.400 ton. Kecepatan penuh dari kapal ini dapat mencapai 25.5 knots (47.2 km/jam; 29.3 mpj).[11] Pada kecepatan 14 knots (26 km/jam; 16 mpj), daya jelajah dari kapal ini dapat mencapai 4,120 mil laut (7,630 km; 4,740 mil). Kapal ini dipersenjatai oleh oleh 10 buah meriam utama SK L/50 berkaliber 28 cm yang terpasang pada lima kubah meriam di sekeliling kapal. Kapal ini juga dilengkapi oleh 4 torpedo bawah air berkaliber 50 cm.[11]

SMS Breslau

SMS Breslau adalah kapal penjelajah ringan dengan panjang keseluruhan 138.7 meter, dan lebar hingga 13,5 meter. Bobot kosong dari kapal ini adalah 4.570 ton.[12] Kecepatan penuh dari kapal ini dapat mencapai 27.5 knots (50.9 km/jam; 31.6 mpj). Pada kecepatan jelajahnya (12 knots (22 km/jam; 14 mpj)), daya jelajah dari SMS Breslau dapat mencapai 5,820 mil laut (10,780 km; 6,700 mil).[12] SMS Breslau dioperasikan oleh 354 orang kru. Kapal ini dilengkapi oleh 12 meriam SK L/45 berkaliber 10,5 cm yang diletakan di sekeliling kapal.[13]

Kehadiran di Laut Tengah

Foto SMS Goeben dalam sebuah kartu pos sebelum perang.

SMS Goeben dan SMS Breslau bertugas sebagai satu-satunya skuadron kapal Kekaisaran Jerman yang berpatroli di sekitar Laut Tengah sejak 4 November 1912, pascameletusnya Perang Balkan Pertama.[14][15] Pada periode ini, SMS Goeben dan SMS Breslau tidak pernah terlibat kontak senjata di Laut Tengah, SMS Goeben yang merupakan salah satu kapal penjelajah tempur paling canggih pada masa itu, berfokus membawa misi propaganda Kekaisaran Jerman untuk menanamkan pengaruhnya pada daerah-daerah di sekitar Laut Tengah. Beberapa kota pelabuhan yang sering dikunjungi diantaranya: Venesia, Napoli, Pula, dan Levant.[16][17] Pada periode April hingga September 1913, kedua kapal ini kemudian bergabung dengan dua kapal penjelajah ringan lainnya milik Kekaisaran Jerman, SMS Dresden dan SMS Strasbourg, untuk berpatroli di Laut Adriatik.[16] Namun, setelah meletusnya Perang Balkan Kedua, SMS Goeben dan SMS Breslau kembali ditugaskan untuk berpatroli di Laut Tengah.[17] Pada saat meletusnya Perang dunia I, kedua kapal ini sebenarnya ditugaskan untuk memantau dan mengganggu pergerakan pasukan Prancis dari koloninya di Aljazair.[18][17]

Foto SMS Breslau pada tahun 1912.

Pada 23 Oktober 1913, Wilhelm Souchon ditunjuk sebagai laksamana dari skuadron kapal ini.[16][15] Menjelang dua tahun pascabertugas, pada awal musim panas pada tahun 1914, SMS Goeben diketahui mengalami beberapa kerusakan yang dapat dianggap serius.[18][17] Keausan mesin dan kebocoran pipa uap mengakibatkan efisiensi mesin berkurang, begitu pula dengan kecepatan kapal. Pada 10 Juli 1914, SMS Goeben menepi ke pangkalan Angkatan Laut Austria-Hungaria di Pula untuk melakukan perbaikan. [18][19] Pada saat-saat ini, Jerman mulai dicemaskan oleh ketiadaan sekutunya yang dapat menutup Laut Hitam sehingga kemudian memotong jalur logistik Rusia. Dalam hal ini, tawaran persekutuan yang sebelumnya pernah ditawarkan oleh Kesultanan Utsmaniyah menjadi sangat menguntungkan untuk diterima atau ditinjau kembali oleh Jerman. [20] Pada 28 Juli 1914, saat Austria-Hungaria mendeklarasikan perang terhadap Serbia, Wilhelm Souchon tengah berada di pelabuhan kota Pula, di pantai Adriatik, untuk memperbaiki sistem penguapan dari SMS Goeben—terdapat sekitar 4.460 pipa uap SMS Goeben yang seharusnya diganti.[18][21] Souchon menyadari saat itu bahwa, posisinya di Laut Tengah sedang tidak aman karena dikepung oleh 27 kapal angkatan laut Inggris yang merupakan musuh potensial Jerman.[21][22] Akibatnya, ia mulai bergegas untuk mempercepat proses perbaikan kapal. Pada 1 Agustus 1914, tanpa terlebih dahulu menyelesaikan perbaikan secara tuntas, Souchon memerintahkan SMS Goeben untuk berlayar ke arah barat Laut Tengah menyusul SMS Breslau yang sebelumnya telah terlebih dahulu berangkat.[21]

Keadaan diplomatik Kesultanan Utsmaniyah di Perang Dunia I

HMS Agincourt atau yang sebelumnya bernama Sultan Osman I merupakan salah satu dari dua kapal pesanan Kesultanan Utsmaniyah yang ditahan oleh Inggris.

Posisi diplomatik Kesultanan Utsmaniyah pada saat-saat awal meletusnya Perang Dunia I dapat dikatakan mengambang. Kesultanan Utsmaniyah pada satu sisi memiliki hubungan baik bersama Jerman terkait pembangunan jalur kereta api di Baghdad (Baghdad Railways).[23] Namun, disisi lain Kesultanan Utsmaniyah juga memiliki kerjasama militer dan ekonomi yang cukup baik dengan Inggris akibat letak geografis wilayah Utsmaniyah yang dianggap sangat strategis. Meskipun kemudian, Inggris menolak permintaan aliansi permanen dari Kesultanan Utsmaniyah pada tahun 1911.[21] Hubungan Inggris-Utsmaniyah mulai tegang ketika Inggris menunda-nunda penyerahan dua buah kapal perang yang dipesan dan telah dibayar lunas oleh Kesultanan Utsmaniyah.[6][24] Pada tanggal 28 Juli 1914, saat Kekaisaran Austria-Hungaria mendeklarasikan perang terhadap Serbia, Kesultanan Utsmaniyah diketahui secara resmi menawarkan perjanjian aliansi rahasia kepada Jerman untuk membatasi gerak Rusia dalam perang yang tengah berkecamuk.[20]

Kedua kapal yang sebelumnya dipesan kepada Inggris dipandang sebagai sesuatu yang sangat penting untuk melawan provokasi Yunani serta meredam aktivitas separatisme yang sedang berlangsung di berbagai wilayah Kesultanan Utsmaniyah.[25] Kesultanan Utsmaniyah ditaksir telah mengeluarkan dana senilai $30.000.000 pada saat itu untuk membeli kedua kapal tersebut, yang mana dana tersebut dihimpun dari sektor publik.[6] Inggris yang menyadari dirinya berada diambang perang besar, lebih mementingkan kedua kapal ini untuk dipergunakan sendiri ketimbang diserahkan kepada Kesultanan Utsmaniyah.[6][21] Sir Edward Grey yang saat itu menjabat sebagai menteri luar negeri Inggris meyakini bahwasannya, dengan mengganti jumlah uang yang telah dikeluarkan untuk pembelian kapal, Kesultanan Utsmaniyah akan menerima dan memaklumi keputusan terkait pembatalan penyerahan kapal ini.[6] Telegram pemberitahuan tersebut dikirimkan Inggris pada 3 Agustus 1914, tepat pada tanggal dimana Kesultanan Utsmaniyah menandatangani kesepakatan aliansi untuk bergabung bersama Kekaisaran Jerman di Blok Sentral.[6]

Meskipun telah menandatangani kesepakatan aliansi, Kesultanan Utsmaniyah pada saat itu masih tetap mempertahankan netralitasnya di mata publik internasional untuk tidak aktif terlibat dalam konfrontasi bersenjata. Kesultanan Utsmaniyah juga belum mau menyatakan perang terhadap Rusia ataupun melakukan blokade di Laut Hitam sesuai harapan Jerman.[6] Hingga kemudian, dipicu berlabuhnya SMS Goeben dan SMS Breslau di Konstantinopel pada 10 Agustus 1914, dan setelah berbulan-bulan melalui serangkaian diplomasi ataupun aksi militer yang rumit, pada 2 November 1914, Rusia, kemudian diikuti oleh Prancis, dan Inggris pada 5 November, mendeklarasikan perang terhadap Kesultanan Utsmaniyah.[26]

Armada Sekutu di Laut Tengah

Laksamana Archibald Berkeley Milne.

Pada saat-saat awal meletusnya Perang Dunia I, pangkalan Armada Laut Kerajaan Inggris di Malta memiliki sedikitnya 27 kapal laut yang terdiri dari 11 kapal laut berukuran besar dan beberapa lainnya yang berukuran kecil, dan secara keseluruhan dikomandani oleh laksamana Archibald Berkeley Milne.[22][21] Skuadron kapal utama yang dikomandani oleh terdiri dari tiga buah kapal besar, yaitu HMS Indomitable, HMS Inflexible, dan HMS Indefatigable.[b] Ketiga kapal ini dari segi ukuran dan bobot dapat dikatakan hampir sebanding dengan SMS Goeben, tetapi kedua kapal Inggris ini masih kalah jika dibandingkan berdasarkan bobot dan kecepatan jelajah maksimum.[27][22] Skuadron kapal Inggris lainnya merupakan skuadron kapal penjelajah ringan dan skuadron kapal penjelajah lapis baja. Skuadron kapal penjelajah ringan terdiri dari 4 kapal yakni: HMS Dublin, Gloucester, Chatham, dan Weymouth. Skuadron ini memiliki teknologi yang lebih modern dan dapat bergerak dengan relatif lebih cepat dan gesit. Skuadron terakhir adalah skuadron kapal jelajah lapis baja yang terdiri dari: HMS Defence, Duke of Edinburgh, Black Prince, dan Warrior. Kapal dalam skuadron ini memiliki kecepatan yang lebih lambat, mesin yang kurang efisien, serta sistem persenjataan yang dapat dikatakan ketinggalan zaman.[22]

Sekutu Inggris saat itu, Prancis, merupakan negara dengan armada kapal terbesar di Laut Tengah.[c] Kapal transportasinya yang berjumlah 16 buah dilindungi oleh 6 kapal penjelajah dan 24 kapal penghancur.[28] Namun, saat pengejaran ini berlangsung, komandan tertinggi armada kapal Prancis di Laut Tengah saat itu, Augustin Boué de Lapeyrère, lebih memilih mengamankan armada transportasinya ketimbang ikut melakukan pengejaran. De Lapeyrère yang meyakini SMS Goeben dan SMS Breslau akan melarikan diri ke arah barat menuju Samudra Atlantik kemudian menginstruksikan armada kapalnya untuk berjaga di bagian barat Laut Tengah. Pada akhirnya diketahui, alih-alih berlayar ke arah barat sesuai harapan de Lapeyrère, kedua kapal Jerman ini justru melarikan diri ke timur menuju Konstantinopel.[29]

Provokasi di Aljazair

Angkatan laut Inggris dan Prancis sebenarnya telah mewaspadai pergerakan SMS Goeben dan SMS Breslau di Laut Tengah yang diyakini akan mengganggu kapal-kapal transportasi Prancis.[10] Perkiraan ini sesuai dengan perintah Kaisar Wilhelm II yang telah mengintruksikan SMS Goeben dan SMS Breslau untuk melakukan serangan di bagian barat Laut Tengah, sebagai antisipasi kembalinya pasukan Prancis dari koloninya di Aljazair ke Eropa, ataupun kemudian meloloskan diri ke Samudra Atlantik untuk kembali ke perairan Jerman.[30] Namun, Jerman telah bersiap lebih awal akan hal ini — sebelum dideklarasikannya perang. Pada tanggal 3 Agustus 1914, Souchon telah mengarahkan kedua kapalnya ke Aljazair, dan dalam perjalanan, Souchon menerima kabar bahwa, Kekaisaran Jerman telah mendeklarasikan perang terhadap Prancis.[31] Pada 4 Agustus 1914, setibanya di wilayah Aljazair, SMS Goeben kemudian membombardir kota Philippevile. Berselang 10 menit kemudian, SMS Breslau memborbardir kota Bône sesuai perintah Kaisar.[32][21] Meskipun serangan ini mengakibatkan kerusakan yang relatif minor, serangan ini mengakibatkan dampak psikologis terhadap armada Sekutu dan berhasil menunda pengiriman tentara Prancis ke Eropa.[21] Setelah melakukan serangan tersebut, Wilhelm Souchon menerima telegram perintah lain dari atasannya— Alfred von Tirpitz dan Hugo von Pohl — untuk secara diam-diam berlayar ke Konstantinopel. Perintah ini berlawanan dan bahkan dilakukan tanpa sepengetahuan Kaisar Wilhelm II.[33]

Pengejaran

Kontak awal

Dikarenakan SMS Goeben dan SMS Breslau tidak dapat sampai ke Konstantinopel tanpa mengisi ulang bahan bakar yang berupa batubara, kedua kapal ini kemudian berlayar kearah timur menuju Messina untuk mengisi ulang bahan bakar.[34] Dalam perjalanan, mereka bertemu dua kapal Inggris—HMS Indomitable dan HMS Indefatigable—yang bergerak berlawanan arah. Pada saat itu, Inggris belum mendeklarasikan perang terhadap Jerman sehingga tidak terjadi kontak senjata antar kapal.[35][36] Kapal-kapal Inggris ini kemudian hanya diperintahkan melacak dan mengikuti pergerakan dari SMS Goeben dan SMS Breslau.[35] Mengetahui kapalnya diikuti, Souchon memerintahkan agar skuadronnya berlayar dengan kecepatan penuh untuk sampai ke Messina. Meskipun diketahui bahwa, kecepatan dari SMS Goeben dapat mencapai 25.5 knot (47,2 km/jam),[11] kerusakan komponen menyebabkan SMS Goeben hanya dapat berlayar dengan kecepatan 22 knot.[37] Hal ini pun tercapai setelah melalui usaha yang sangat keras dari kru kapal. Tercatat setidaknya empat orang kru kapal yang bertugas di tungku pembakaran SMS Goeben tewas akibat kepanasan.[37][2] Dibandingkan SMS Goeben dan SMS Breslau, kedua kapal Inggris ini memiliki kecepatan yang lebih rendah, sehingga tak lama kemudian SMS Goeben dan SMS Breslau lolos dari pantauan kedua kapal ini. Keesokan paginya, pada 5 Agustus 1914, ketika Inggris dan Jerman secara resmi telah dalam keadaan berperang, skuadron kapal Souchon telah sampai tanpa gangguan ke wilayah Messina.[36]

Saat mengisi batu bara di Messina, Souchon menerima telegram yang berisi perintah pembatalan misi ke Konstantinopel, dikarenakan Kesultanan Utsmaniyah saat itu telah membatalkan izin yang sebelumnya diberikan kepada SMS Goeben dan SMS Breslau untuk melewati Dardanelles. Di bawah tekanan dari pemerintah Italia di Messina yang menghendaki kepergian kedua kapal secepatnya, Souchon pada akhirnya memutuskan untuk tetap berlayar ke Konstantinopel. Ia mengetahui bahwa, kapal-kapal Inggris dan Prancis telah menunggunya di Laut Tengah, dan lebih memilih memaksa Utsmaniyah untuk menerima kedua kapalnya.[21]

Dardanelles dan Konstantinopel

Sebelum tengah malam, pada 6 Agustus 1914, Ernest Troubridge yang merupakan komandan kapal penjelajah Inggris di Laut Tengah menerima laporan terkait posisi terkini SMS Goeben dan SMS Breslau. [38] Beberapa saat kemudian, SMS Goeben dan SMS Breslau mengangkat jangkarnya dan pergi ke arah timur menuju Konstantinopel.[39] Awalnya kedua kapal ini terlihat menuju Laut Adriatik. Melihat kondisi ini, skuadron kapal penjelajah inggris yang terdiri dari HMS Defence, Warrior, Black Prince dan Duke of Edinburgh melakukan gerakan memotong untuk menghalangi kedua kapal Jerman ini memasuki Laut Adriatik. Namun, rupanya gerakan ini sengaja dibuat oleh Souchon untuk mengelabui angkatan laut Inggris—alih-alih meneruskan pelayarannya ke Laut Adriatik, Souchon kemudian memerintahkan kapal-kapalnya untuk berbelok arah menuju Dardanelles.[38][40] Menyadari kesalahannya, Ernest Troubridge juga ikut memutar haluannya dan memerintahkan HMS Dublin beserta dua buah kapal penghancur yang mengikutinya untuk menyusul dan kemudian menyerang kedua kapal Jerman tersebut..[38] Pada 7 Agustus 1914, Troubridge memutuskan untuk menghentikan pengejaran terhadap SMS Goeben dan SMS Breslau.[41] Sebelumnya Winston Churchill diketahui telah mengirimkan telegram[d][42] agar angkatan laut Inggris di Laut Tengah menghindari kontak senjata terhadap "kekuatan super"—maksud Churchill terkait "kekuatan super" adalah angkatan laut Austria-Hungaria yang kemungkinan pada saat itu tengah berpatroli di Laut Adriatik.[10][37] Ernest Troubridge menyalahartikan maksud dari Churchill dan menganggap bahwa, "kekuatan super" tersebut adalah SMS Goeben dan SMS Breslau, yang dari segi ukuran dan persenjataan jauh lebih besar sekaligus lebih canggih jika dibandingkan dengan armada Troubridge yang saat itu melakukan pengejaran.[37][43]

SMS Goeben dan SMS Breslau kemudian berlabuh di Pulau Donoussa untuk kembali mengisi bahan bakarnya.[44] Pada sore hari, 10 Agustus 1914, kedua kapal ini memasuki wilayah Dardanelles dan bertemu kapal Utsmaniyah yang kemudian mengawal mereka melewati Laut Marmara.[45] Untuk mempertahankan netralitasnya di publik internasional, pada saat itu, Kesultanan Utsmaniyah menawarkan pengalihan kepemilikan kapal melalui sebuah transaksi penjualan fiktif. Sebelum penawaran ini disetujui oleh Jerman, pada tanggal 11 Agustus 1914, Kesultanan Utsmaniyah mengumumkan bahwa, mereka telah melakukan pembelian senilai 80 juta Mark terhadap kapal ini.[5][46] Pada tanggal 16 Agustus 1914, kedua kapal ini secara resmi diserahkan kepada Kesultanan Utsmaniyah oleh Jerman. Setelah itu, SMS Goeben berganti nama menjadi Yavuz Sultan Selim dan SMS Breslau berganti nama menjadi Midilli.[5]

Rute[pranala nonaktif permanen] pengejaran kapal SMS Goeben dan SMS Breslau oleh armada Inggris.

Dampak peristiwa

Terdapat banyak versi mengenai sejarah alternatif yang terjadi apabila kedua kapal ini tidak berhasil berlabuh di Konstantinopel. Namun, konsekuensi nyata dan penting terkait lolosnya SMS Goeben dan SMS Breslau ke Konstantinopel adalah bergabungnya Kesultanan Utsmaniyah untuk aktif bertempur bersama Blok Sentral di Perang Dunia I.[26] Ironisnya, respon awal Inggris terkait sampainya kedua kapal ini ke pelabuhan Konstantinopel cenderung dingin. Perdana menteri Inggris pada saat itu H. H. Asquith bahkan menyiratkan bahwa, berpindahnya kendali SMS Goeben dan SMS Breslau dari tangan Jerman ke tangan Kesultanan Utsmaniyah akan mempermudah kampanye militer Inggris di Laut Tengah akibat tidak adanya kru kapal terampil yang dimiliki oleh Utsmaniyah.[47] Kesultanan Utsmaniyah yang sadar akan hal ini kemudian meminta Jerman untuk melatih dan memimpin angkatan lautnya.Pada 25 Oktober 1914, Wilhelm Souchon yang sebelumnya telah ditunjuk sebagai komandan angkatan laut Utsmaniyah, memerintahkan armada laut Utsmaniyah berlayar menuju Laut Hitam untuk menyerang Rusia. Armada kapal ini melakukan serangan mendadak di Theodosia, Novorossisk, Odessa, dan Sevastopol. Pada 2 November 1914, Rusia kemudian mendeklarasikan perang terhadap Kesultanan Utsmaniyah. Inggris dan Prancis kemudian mengikuti langkah Rusia untuk mendeklarasikan perang terhadap Utsmaniyah pada 5 November 1914.[26] Hal ini menandai masuknya Kesultanan Utsmaniyah secara resmi dalam Perang Dunia I.[15]

Baca juga

Catatan

Catatan kaki

  1. ^ Terdapat banyak perbedaan terkait rentang waktu peristiwa pengejaran ini, durasi pengejaran yang dimaksud di sini dimulai dari kontak pertama SMS Goeben dan SMS Breslau dengan armada Sekutu, hingga kemudian sampai di Konstantinopel. Lihat Tuchman, hlm. 164-188 & Strachan, hlm. 644-651
  2. ^ Kapal Indefatigable atau sejenis memiliki bobot 22.100 t (21.800 ton panjang; 24.400 ton pendek) saat dalam keadaan penuh, sebagai perbandingan, kapal SMS Goeben atau sejenis memiliki bobot penuh 25.400 t (25.000 ton panjang; 28.000 ton pendek). Indefatigable juga dilindungi oleh lapisan baja setebal 4–6 in (100–150 mm). Sementara, lapisan baja SMS Goeben memiliki ketebalan 11–3 in (279–76 mm). Lihat Gardiner & Gray, hlm. 26 & 152.
  3. ^ Armada kapal Prancis secara teknis dapat dikatakan tidak terlibat dalam peristiwa pengejaran SMS Goeben dan SMS Breslau, karena mereka hanya berjaga menghalangi pergerakan SMS Goeben dan SMS Breslau di bagian barat Laut Tengah, sementara kedua kapal Jerman ini memilih berlayar ke arah timur menuju Konstantinopel. Lihat Massie, hlm. 32-35.
  4. ^ Dalam potongan telegramnya kepada laksamana Milne yang kemudian diteruskan kepada Troubridge, Churcill menuliskan bahwa : "Except in combination with the French as part of a general battle, do not at this stage be brought to action against superior forces. The speed of your Squadrons is sufficient to enable you to choose your moment. You must husband your force at the outset and we shall hope later to reinforce the Mediterranean." Lihat Guns of August.

Referensi

  1. ^ Tuchman, hlm. 177, "Thus on the morning of August 4 the first opportunity was lost. Another was immediately offered....".
  2. ^ a b c d Tuchman, hlm. 184.
  3. ^ a b Strachan, hlm. 649-651.
  4. ^ Halpern, hlm. 57–58.
  5. ^ a b c d Hamilton & Herwig, hlm. 164.
  6. ^ a b c d e f g Tuchman, hlm. 164.
  7. ^ Tuchman, hlm. 164 & 188.
  8. ^ Halpern, hlm. 255.
  9. ^ Tuchman, hlm. 184 : "....bringing as longg afterward Churchill somberly acknowledged, "more slaughter, more misery and more ruin than bas ever before been borne within the compass of a ship."".
  10. ^ a b c Guns of August.
  11. ^ a b c Staff, hlm. 12.
  12. ^ a b Gröner, hlm. 107-108.
  13. ^ Gardiner & Gray, hlm. 159.
  14. ^ Tuchman, hlm. 166.
  15. ^ a b c German ships Goeben and Breslau reach Constantinople.
  16. ^ a b c Staff, hlm. 18.
  17. ^ a b c d Superior Force.
  18. ^ a b c d Massie, hlm. 27 :"To bar the passage of the French troopships was one of the purposes for which Goeben had been sent to the Mediterranean in 1912....".
  19. ^ "First World War.com - Primary Documents - The Flight of the Goeben and Breslau, August 1914". www.firstworldwar.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-11-26. 
  20. ^ a b Tuchman, hlm. 163.
  21. ^ a b c d e f g h i the Malta garrison.
  22. ^ a b c d Gordon, hlm. 17.
  23. ^ Trumpener.
  24. ^ Massie, hlm. 21-22.
  25. ^ Strachan, hlm. 652-655.
  26. ^ a b c The Ottoman Empire.
  27. ^ Tuchman, hlm. 165.
  28. ^ Tuchmann, hlm. 164.
  29. ^ Tuchman, hlm. 172-174.
  30. ^ Halpern, hlm. 51.
  31. ^ Massie, hlm. 29-30.
  32. ^ The Man Who Let Goeben Escape.
  33. ^ Herwig, hlm. 153.
  34. ^ Halpern, hlm. 52.
  35. ^ a b Massie, hlm. 30-31..
  36. ^ a b Halpern, hlm. 51-52.
  37. ^ a b c d Strachan, hlm. 646.
  38. ^ a b c The Man Who Let Goeben Escape.
  39. ^ Halpern, hlm. 54.
  40. ^ Massie, hlm. 41-42.
  41. ^ Tuchman, hlm. 180-182.
  42. ^ Milne, hlm. 39.
  43. ^ Massie & 31.
  44. ^ Halpern, hlm. 56.
  45. ^ German ships Goeben and Breslau reach Constantinople.
  46. ^ Strachan, hlm. 650.
  47. ^ Tuchman, hlm. 184 : "....Churchill somberly acknowledged, "more slaughter, more misery and more ruin than has ever before been borne within the compass of a ship.".

Daftar pustaka

Sumber lainnya

Pranala luar