Lompat ke isi

Pengguna:Dhiosk/Bak pasir/Climate1

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Bagian dari sebuah hutan di Puncak, Bogor, Jawa Barat.


Buitenzorgy-Mol (2010)

[sunting | sunting sumber]

Buitenzorgy dan Mol memperkirakan bahwa tingkat penggundulan hutan tertinggi terjadi pada negara-negara yang sedang mengalami transisi demokrasi. Sementara itu, negara monarki tradisional, negara totaliter (keduanya memiliki tingkat demokrasi yang lemah), dan negara-negara dengan tingkat demokrasi yang kuat cenderung memiliki tingkat penggundulan hutan yang negatif. Hal ini kemungkinan terjadi karena negara-negara transisi tersebut tidak mempunyai peraturan lingkungan yang kuat, dan tidak adanya kekuatan yang bisa menyeimbangkan kondisi negara-negara tersebut. Hal berbeda terjadi dalam negara-negara dengan tingkat demokrasi rendah yang bisa mengendalikan negara secara efektif. Sementara itu, negara dengan tingkat demokrasi kuat memiliki masyarakat yang aktif dalam urusan kenegaraan, sehingga bisa menjadi kekuatan penyeimbang dalam negara lewat keterbukaan, media, lembaga swadaya masyarakat dan organisasi-organsiasi lain, serta sistem akuntabilitas lainnya.[1][2]

Selain itu, demokrasi juga ditaksir lebih mempengaruhi tingkat penggundulan hutan daripada pendapatan negara.[2]

Kuusela-Amacher (2015)

[sunting | sunting sumber]


Obydenkova dkk. (2016)

[sunting | sunting sumber]

Menurut Obydenkova dkk., hubungan antara demokrasi dan penggundulan hutan masih diperdebatkan, dan temuan-temuan dalam bidang ini masih dianggap kurang meyakinkan, bahkan kontroversial. Beberapa literatur menduga bahwa negara-negara demokrasi adalah kekuatan yang mendorong turunnya tingkat penggundulan hutan. Salah satu kondisi yang diduga menyebabkan hal tersebut adalah bebasnya aliran informasi, termasuk isu-isu lingkungan, sehinga masyarakat menjadi tanggap terhadap isu-isu tersebut dan mendorong unsur-unsur politik untuk ikut tanggap akan hal serupa. [3] Efek lainnya adalah pemilihan umum yang transparan dalam negara dengan demokrasi yang kuat, sehingga para politisi daerah menjadi peka akan opini publik. Faktor lainnya adalah sikap masyarakat demokratis yang mengharigai hukum yang berlaku.[4]

Terdapat argumen yang berlawanan mengenai efek desentralisasi terhadap penggundulan hutan. Sebuah studi menyatakan bahwa desentralisasi dalam pemerintahan dianggap mendorong politik lingkungan yang lebih efektif.[3] Dalam sebuah studi lain, otonomi diduga bisa menyebabkan pemerintah lokal memiliki akses eksklusif terhadap sumber daya alam, misal kayu. Jika otonomi daerah tersebut berada dalam negara dengan institusi demokrasi yang lemah, kemungkinan tidak akan ada sistem yang akan menjaga pertanggungjawaban para pejabat daerah terhadap masyarakat atau pemerintahan pusat. Sementara itu, ada pula argumen bahwa demokratisasi yang ditandai dengan desentralisasi kemungkinan membuat gubernur daerah dalam sebuah negara lebih memilih untuk memenuhi keinginan para elit yang saling bersaing dan tidak tertarik akan kelestarian lingkungan.[4]

Temuan oleh Obydenkova dkk. memperkirakan bahwa rata-rata tingkat penggundulan hutan dalam negara fase demokrasi lemah bisa lebih kecil bila negara tersebut memiliki penduduk dengan rata-rata kecerdasan intelektual lebih tinggi. Kemungkinan, hal ini bisa terjadi karena masyarakat dengan kecerdasan lebih tinggi karena kemampuan mereka untuk menciptakan peraturan formal dan informal, serta kemampuan untuk menghindari kutukan sumber daya. Masyarakat dengan rata-rata kecerdasan lebih tinggi juga memiliki kemungkinan lebih kecil untuk melakukan praktik "mencari rente" (rent-seeking), salah satu bentuk korupsi, yang juga ditaksir sebagai penyebab penggundulan hutan.[5]


Buitenzorgy, Meilanie; Mol, Arthur P. J. (2010). "Does Democracy Lead to a Better Environment? Deforestation and the Democratic Transition Peak". Environmental and Resource Economics. Springer Science and Business Media LLC. 48 (1): 59–70. doi:10.1007/s10640-010-9397-y. ISSN 0924-6460. 

Kuusela, Olli-Pekka; Amacher, Gregory S. (2015). "Changing Political Regimes and Tropical Deforestation". Environmental and Resource Economics. Springer Science and Business Media LLC. 64 (3): 445–463. doi:10.1007/s10640-015-9880-6. ISSN 0924-6460. 

Obydenkova, Anastassia; Nazarov, Zafar; Salahodjaev, Raufhon (2016). "The process of deforestation in weak democracies and the role of Intelligence". Environmental Research. Elsevier BV. 148: 484–490. doi:10.1016/j.envres.2016.03.039. ISSN 0013-9351.